Anda di halaman 1dari 12

Laporan Praktikum Ke-5 Hari/Tanggal : Senin, 1 April 2019

MK. Patofosiologi Gizi Tempat : RK TL. 2.05

STUDI KASUS
ALERGI MAKANAN

Oleh :

Kelompok 4
Eva Khairunnisa I14160012
Venty Janianti I14160022

Asisten Praktikum :
Abdul Kholiq Pramono
Eka Puspitasari Damayanti
Roose Emma Elyta

Koordinator Praktikum :
dr. Naufal Muharam Nurdin, M.Si

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT


FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2019
KASUS ALERGI MAKANAN

Ny. R, 20 tahun dibawa oleh orang tuanya masuk rumah sakit melalui jalur
IGD dengan keluhan sesak napas sejak 1 jam yang lalu. Os juga mengalami bentol,
ruam kemerahan dan terasa gatal hamper seluruh tubuh sejak 2 jam yang lalu.
Bentol awalnya berupa lingkaran kecil kemudian bertambah besar dan menyatu.
Selain itu, Os juga merasa panas di sekitar dada, nyeri pada ulu hati yang menjalar
ke perut kuadran atas, dan mulai merasa sesak napas. Sekitar setengah jam sebelum
terjadi bentol, Os makan kepiting rebus Bersama keluarga.
Satu tahun yang lalu Os pernah mengalami bentol ringan di tangan, kaki,
dan wajah setelah makan udang, namun bentol mulai hilang setelah diberi obat oleh
dokter. Hasil pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit berat.
Kesadaran compos mentis. Suhu tubuh 38.0oC, TD 80/52 mmHg, HR 120x/menit,
RR 24x/menit, iga tampak naik turun. Mata tampak sembab dan mukosa mulut
kemerahan. Riwayat asma disangkal. Hasil pemeriksaan antropometri Os memiliki
berat badan 52 kg dan tinggi badan 160 cm. pada pemeriksaan laboratorium
didapatkan : leukosit 8500/mm3, Hb 12.2 g/dL, kadar IgE 1100 IU/mL. Os
didiagnosis medis mengalami syok anafilatik e.c reaksi alergi dan mendapat terapi
adrenalin, anti-histamin, dan anti-inflamasi (kortikosteroid).
GAMBARAN UMUM KASUS ALERGI MAKANAN

Alergi makanan adalah gangguan kesehatan akibat respon imun spesifik


terhadap makanan. Alergi makanan mengenai seluruh kelompok usia dengan
prevalensi anak-anak lebih tinggi daripada orang dewasa. Prevalensi alergi
makanan pada anak adalah 6%, sementara pada dewasa 3-4%. Toleransi oral yang
tidak berkembang atau terganggu menyebabkan terjadinya respon alergi yang
dimediasi oleh immunoglobulin E (IgE), non-IgE, atau campuran yang bisa
menimbulkan gejala pada beberapa organ, sistem organ, bahkan sistemik pada
seluruh tubuh. Alergi makanan yang menyebabkan anafilaksis (alergi sistemik)
yang paling sering, yaitu sebesar 30% yang sering disebabkan oleh makanan kacang
dan tree nut. Setiap tahunnya, diperkirakan 200 kematian di Amerika Serikat
disebabkan oleh reaksi anafilaksis yang disebabkan alergi makanan. Penelitian juga
menemukan bahwa individu dengan riwayat keluarga mengalami alergi akan
meningkatkan risiko sebanyak tujuh kali lipat dan risiko juga meningkat pada laki-
laki ras Asia dan pada kulit hitam (Kam dan Raveinal 2018).
Syok anafilaktik adalah sindrom yang terjadi pada seseorang yang
hipersensitif kepada alergen tertentu. Paparan alergen akan memicu pelepasan IgE
yang banyak melalui darah dan terikat dengan sel mast dan memulai aliran
berbahaya dari faktor-faktor komplemen yang dapat merusak dinding pembuluh
darah, meningkatkan permeabilitas, dan kebocoran cairan dari ruang vaskular. Hal
ini akan menyebabkan hipovolemia dan hipotensi. Penurunan cardiac output,
fungsi jantung, dan fungsi paru-paru terjadi karena bronchospasm dan edema
laringeal (Hurst 2008). Patogenesis alergi makanan dimulai dari sensitisasi antigen
saat antigen dapat ditoleransi tubuh sehingga diletakkan pada ileum bersifat
imunologenik yang menginduksi toleransi oral atau kondisi tidak respon terhadap
antigen. Reaksi alergi kemudian dimediasi oleh IgE yang menyebar melalui darah
dengan berikatan dengan sel mast. Aktivasi IgE ini akan mengeluarkan reaksi
seperti inflamasi karena adanya pengeluaran histamin dan zat kimia lain untuk
melawan antigen (Kam dan Raveinal 2018).
Alergi juga dapat terjadi tanpa mediasi IgE yang jarang terjadi dan
merupakan hasil pembentukan sel T yang bereaksi langusng terhadap protein
berbahaya menyebabkan pelepasan mediator yang menimbulkan respon inflamasi
(Kam dan Raveinal 2018). Hal yang dapat menyebabkan syok anafilaktik et causa
reaksi alergi dapat disebabkan karena paparan sistemik terhadap agen yang memicu
alergi, seperti makanan, obat-obatan, enzim, hormon, racun serangga, vaksinasi,
ekstrak alergen, zat aditif makanan yang mengandung sulfide, dan sebagainya.
Tanda dan gejala syok anafilaktik berupa hambatan pernapasan yang terjadi
mendadak, kulit yang lembab dan kemerahan, takipnea, edema umum, hipotensi,
perasaan gelisah dan tidak nyaman, dan bentol kemerahan yang menyebabkan
gatal. Gejala-gejala tersebut terjadi karena beberapa faktor, antara lain kebocoran
cairan ke jaringan ekstraseluler akibat peningkatan permeabilitas yang
menyebabkan penyumbatan pernapasan, hipotensi serta edema dan pelebaran
pembuluh darah membuat laju aliran darah meningkat sehingga kulit terlihat
kemerahan dan lembab. Faktor yang menyebabkan gatal-gatal dan bentol adalah
reaksi dari imun terhadap alergen. Bronchospasm dan edema laringeal menyabblan
takipnea (Hurst 2008).
ASSESSMENT

2.1 Identitas Pasien


Nama : Nn. R
Umur : 20 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : N/A

2.2 Antropometri
Berat badan awal : 52 kg
Berat badan akhir : N/A
% Penurunan BB : N/A
Tinggi badan : 160 cm
IMT : 20.31 kg/m2
Status Gizi : Menurut Kemenkes (2013) status gizi Os digolongkan
normal karena berada pada rentang 18.5 – 24.9 kg/m2.

2.3 Biokimiawi
Pemeriksaan biokimia dalam penilaian status gizi memberikan hasil yang
lebih tepat dan lebih objektif daripada pemeriksaan lain. Hasil pemeriksaan
biokimia Os dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1 Hasil pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Interpretasi
Hb 12.2 g/dL 12.0-16.0 g/dLa Normal
Leukosit 8500/mm3 4500-11000/mm3a Normal
IgE 1100 IU/mL < 100 IU/mLb Alergi
Sumber: a)Rofles et al. (2009), b)Mulyono et al. (2015)

Kesimpulan:
Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan Os memiliki kadar
hemoglobin dan leukosit serum yang normal, tetapi kadar IgE serum sangat tinggi.
Tingginya konsentrasi IgE dalam serum menunjukkan adanya reaksi imun tehadap
alergen dosis rendah yang memicu produksi immunoglobulin E, sehingga akan
menimbulkan reaksi alergi (Kam dan Raveinal 2018).

2.4 Klinis dan Fisik


Pemeriksaan klinis merupakan pemeriksaan yang meliputi tekanan darah,
suhu tubuh, laju pernapasan, dan denyut nadi. Pemeriksaan fisik merupakan
pemeriksaaan gejala-gejala yang dialami pasien. Hasil peeriksaan klinis dan fisik
Os disajikan pada tabel 2.
Tabel 2 Hasil pemeriksaan klinis dan fisik
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Interpretasi
Klinis
Tekanan darah 80/52 mmHg 120/80 mmHga Hipotensi
Suhu tubuh 38.0ºC 37ºCa Demam
Laju Pernapasan 24x/menit 15-20x/menitb Takipnea
Tabel 2 Hasil pemeriksaan klinis dan fisik (lanjutan)
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Interpretasi
Klinis
Denyut nadi 120x/menit 70- Takikardia
80x/menitb
Fisik
Keadaan umum Tampak sakit berat
Bentol, ruam kemerahan dan gatal hampir
seluruh tubuh
Panas di dada
Nyeri di ulu hati hingga perut kuadran kanan
atas
Mata sembab dan mukosa mulut kemerahan
Sistem Sesak napas
pernapasan
Sumber:a)Nelms et al. 2010, b)Rofles et al. 2009

Kesimpulan:
Berdasarkan pemeriksaan klinis, diketahui bahwa Os mengalami hipotensi,
demam, takipnea, dan takikardia. Pemeriksaan fisik yang dilakukan didapatkan
bahwa Os mengalami panas di dada, nyeri di ulu hati hingga perut kuadran kanan
atas, sesak napas, mata sembab dan mukosa mulut kemerahan, bentol, ruam merah
dan gatal hampir di seluruh tubuh dengan keadaan umum yang tampak sakit berat.
Pemeriksaan fisik terdapat tanda dan gejala pada syok anafilaktik akibat reaksi
alergi (Hurst 2008).

2.5 Riwayat Gizi


Setengah jam sebelum terjadi bentol, Os makan kepiting rebus
bersama keluarga.

2.6 Riwayat Penyakit


Sekitar satu tahun yang lalu, Os juga pernah mengalami bentol
ringan di tangan, kaki, dan wajah setelah makan udang, namun bentol hilang
setelah diberi obat oleh dokter.

2.7 Kondisi Keluarga


Tidak disebutkan dalam bacaan.

2.8 Kondisi Sosial dan Ekonomi


Tidak disebutkan dalam bacaan.

PROBLEM LIST

Penderita alergi makanan umumnya akan mengalami beberapa gangguan


dalam tubuh. Berikut merupakan daftar gangguan yang dialami Os dan alasan yang
menyebabkan terjadinya gangguan tersebut.
Tabel 3 Problem List
Problem List Penjelasan Patofisiologi
Penyakit utama
Alergi makanan Alergi makanan adalah respons abnormal
terhadap makanan yang diperantarai oleh
reaksi alergi imunologis. Sebagian besar
alergi makanan dasarnya reaksi
hipersensitivitas tipe I yang diperankan oleh
antibodi IgE spesifik maupun didasari oleh
non IgE. Alergi makanan pada orang
dewasa dapat merupakan alergi yang sudah
terjadi saat anak – anak atau reaksi yang
memang baru terjadi pada usia dewasa
(Siregar 2009). Os mengalami alergi
makanan yang didasari oleh peran antiobodi
IgE serta sebelumnya juga pernah
mengalami reaksi alergi.
Penyakit lain
Syok anafilaktik Syok merupakan kegagalan akut pada
system peredaran darah untuk mensuplai
darah adekuat ke jaringan perifer dan organ
tubuh. Kondisi syok dapat terlihat dalam
tanda – tanda vital rentang normal, bukan
sebagai penyakit, melainkan sebagai tanda
atau sindrom dalam perjalanan suatu
penyakit. Syok anafilaktik merupakan tipe
hipersensitivitas I sebagai reaksi terhadap
alergi yang sifatnya sangat sensitif.
Manifestasi klinis anafilaktik terjadi pada
kulit, saluran napas, kardiovaskular,
gastrointestinal serta susunan saraf pusat
(Timby dan Smith 2010). Os mengalami
syok anafilaktik sebagai respon imun tubuh
terhadap zat alergi.
Tanda dan gejala:
Demam Kenaikan suhu tubuh melebihi batas normal
yang dapat disebabkan oleh banyak hal,
seperti infeksi, peradangan, atau gangguan
metabolik (Sofwan 2010). Os menderita
demam karena adanya zat asing atau
allergen yang masuk ke dalam tubuh.
Respon sel mengeluarkan mediator
inflamasi berupa histamin dan
menyebabkan vasodilatasi sehingga
mengalami demam (Timby dan Smith
2010).
Tabel 3 Problem List (lanjutan)
Problem List Penjelasan Patofisiologi
Takipnea Takipnea adalah peningkatan jumlah
pernapasan tiap menit melebihi normal.
Laju napas seorang takipnea adalah
>20x/menit (Suparto dan Boom 2014). Os
menderita takipnea sebagai sebab demam
yang dialaminya.
Takikardia Takikardia adalah penyebab paling sering
ketidakseimbangan pasokan dan kebutuhan
oksigen. Laju nadi seorang takikardia
adalah 100 x / menit. Takikardia merupakan
efek mediator inflamasi berupa histamin
yang meningkatkan kontraksi otot – otot
polos (Suparto dan Boom 2014). Os
menderita takikardia untuk
menyeimbangkan pasokan dan kebutuhan
oksigen tubuh.
Bentol, ruam kemerahan Salah satu gejala alergi makanan yang
(urtikaria), dan gatal bermanifestasi di kulit. Penyebabnya adalah
pelepasan histamin dari sel mast karena
adanya reaksi dari zat asing atau allergen
(Timby dan Smith 2010). Os mengalami
bentol, ruam kemerahan dan gatal akibat
dari alergi yaitu salah satu penyebabnya
makanan laut.
Hipotensi Tekanan darah di bawah normal yang
disebabkan karena penurunan resistensi
pembuluh darah. Pembuluh darah
bervasodilatasi sebagai sebab dari demam
sehingga menyebabkan penurunan tekanan
darah (Ismandiya et.al 2015). Os
mengalami hipotensi disebabkan demam
yang juga dideritanya karena pembuluh
darah yang bervasodilatasi.
Sesak napas Sesak napas merupakan salah satu
manifestasi klinis dari anafilaksis yang
terjadi pada saluran napas. Keterlibatan
saluran napas bagian bawah umumnya
berupa bronkospasm dan edema saluran
napas yang menimbulkan sesak napas dan
perasaan dada terhimpit (Septiadewi 2018).
Os mengalami sesak napas sebagai gejala
dari syok anafilaksis yang dialaminya.
Tabel 3 Problem List (lanjutan)
Problem List Penjelasan Patofisiologi
Nyeri di ulu hati hingga perut Nyeri di ulu hati menjadi gejala dari
kuadran kanan atas anafilaksis yang terjadi pada saluran
pencernaan (Septiadewi 2018). Os
mengalami nyeri di ulu hati hingga perut
kuadran kanan atas disebabkan karena syok
anafilaktik yang dialaminya.
Mata sembab Mata sembab atau berair merupakan reaksi
alergi yang bersifat ringan yang biasanya
diikuti dengan mata yang terasa gatal dan
kadang bersin (Hikmah dan Dewanti 2010).
Os mengalami mata sembab karena respon
reaksi alergi.
Mukosa mulut kemerahan Membran mukosa yang melapisi mulut
mengalami kemerahan yang disebabkan
karena gangguan imun berupa alergi
(Hikmah dan Dewanti 2010). Mukosa mulut
Os mengalami kemerahan karena respon
reaksi alergi.
Rasa panas di dada Rasa panas di dada sebagai gejala klinis
anafilaksis berupa reaksi sistemik ringan.
Gejala awal berupa rasa gatal dan panas di
bagian perifer disertai perasaan oenuh
dalam mulut dan tenggorokan (Septiadewi
2018). Os merasa panas di bagian dada
karena syok anafilaktik yang dialaminya
DIAGRAM ALIR PENYAKIT OS

Alergi makanan adalah gangguan kesehatan akibat respon imun spesifik terhadap makanan. Alergi yang terus berlanjut dan parah
dapat menyebabkan syok anafilaktik dengan berbagai tanda dan gejala yang berbagai macam. Berikut merupakan diagram alir alergi makanan
yang diderita Os.

Gambar 1 Diagram alir patofisiologi alergi makanan


JAWABAN PERTANYAAN

1. Apa perbedaan dari alergi makanan dan intoleransi makanan?


Jawab:

Alergi makanan dan intoleransi makanan sama-sama merupakan respon


tubuh yang berlebihan terhadap makanan yang dikonsumsi, tetapi terdapat
perbedaan yang mendasari untuk memisahkan keduanya. Alergi makanan akan
memicu produksi antibodi sebagai respon imun terhadap makanan, sedangkan
intoleransi makanan tidak melibatkan sistem imun, seperti intoleransi laktosa
yang terjadi karena tubuh tidak memiliki enzim laktosa sehingga menimbulkan
gejala seperti diare (Rofles et al. 2009).

2. Apakah yang dimaksud dengan syok anafilaktik?


Jawab:
Syok anafilaktik merupakan reaksi alergi oleh seluruh tubuh terhadap zat-
zat tertentu (alergen) yang dapat mengancam nyawa (Rofles et al.2009). Syok
anafilaktik adalah sindrom yang terjadi pada individu yang hipersensitif
terhadap alergen tertentu (Hurst 2008).

3. Jelaskan mekanisme syok anafilaktik!


Jawab:
Syok anafilaktik melalui tiga fase, yaitu fase sensitisasi, fase aktivasi, dan
fase efektor. Fase sensitisasi atau induksi terjadi pengenalan antigen kepada
tubuh sehingga tubuh dapat membentuk antibodi IgE untuk merespon apabila
antigen tersebut muncul kembali. Fase aktivasi merupakan kondisi yang
menunjukkan sensitivitas IgE terhadap alergen sehingga mulai menimbulkan
gejala-gejala seperti bersin dan gatal-gatal. Fase efektor terjadi pelepasan
berbagai mediator oleh mastosit dan basophil yang berupa bahan farmakologik
aktif (Silalahi 2018).

4. Bagaimanan patofisiologi terjadinya alergi makanan?


Jawab:
Sensitisasi oleh antigen atau alergen dari makanan akan menginduksi
produksi IgE oleh sel limfosit B. Proses selanjutnya adalah terjadi
hipersensitivitas yang dimediasi IgE di mana antigen akan berikatan dengan IgE
yang dibawa oleh sel mast dan sel mast akan mengeluarkan histamine sebagai
respon imun. Respon imun ini yang dapat menyebabkan reaksi alergi pada
individu (Juffrie 2016).

5. Apa hasil pemeriksaan hasil laboratorium yang paling mengarah pada diagnosis
alergi? Serta jelaskan mengapa!
Jawab:
Pemeriksaan hasil laboratorium yang dapat digunakan adalah skin prick test
(SPT) dan/atau IgE serum-spesifik. SPT merupakan uji yang paling umum
dilakukan untuk melihat alergi makanan yang diindikasikan dengan hasil
negatif, namun IgE serum-spesifik dapat membantu mengindentifikasi alergen
makanan secara akurat dan menentukan ada tidaknya alergi makanan (Kam dan
Raveinal 2018).

DAFTAR PUSTAKA

[Kemenkes RI] Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Riset Kesehatan


Dasar 2013. Jakarta (ID): Kemenkes RI.
Hikmah N dan Dewanti IDAR. 2010. Seputar reaksi hipersensitivitas (alergi).
Jurnal Kedokteran Gigi Universitas Jember. 7 (2) : 108 – 112.
Hurst M. 2008. Hurst Review: Pathophysiology Review. Mississippi (USA): Mc
Graw Hill.
Ismandiya AI, Maskoen TT, dan Sitanggang RH. 2015. Efek ondansetron intravena
terhadap tekanan darah dan laju nadi pada anestesi spinal untuk seksio
sesarea. Jurnal Anestesi Perioperatif. 3 (2) : 73 – 80.
Juffrie M. 2016. Alergi Makanan. Yogyakarta (ID): UGM Press.
Kam A, Raveinal. 2018. Imunopatogenesis dan implikasi klinis alergi makanan
pada dewasa. Jurnal Kesehatan Andalas. 7 (2): 144-151.
Mulyono, Wistiani, Ratih D, Bakri S. 2015. Korelasi antara kadar serum leptin,
zinc, dan IgE pada obesitas. Medica Hospitalia. 3 (1): 42-46.
Rofles SR, Pinna K, Whitney E. 2009. Understanding Normal and Clinical
Nutrition Eight Edition. California (USA): Wadsworth.
Septiadewi LPS. 2018. Syok anafilaksis oleh karena transfuse albumin pada
penderita limfoma Hodgkin. Makalah. Dalam : Belajar Lapangan
Kepaniteraan Klinik Madya Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.
Silalahi ML. 2018. Tingkat pengetahuan dan perilaku dokter gigi terhadap
anafilaktik syok akibat anestesi lokal dan natural rubber latex serta
penatalaksanaannya di ruangan praktik dokter gigi dimkota Medan tahun
2017 [Skripsi]. Medan (ID): Universitas Sumatera Utara.
Siregar SP. 2009. Peran alergi makanan dan alergen hirup pada dermatitis atopik
Jurnal Sari Pediatri. 6 (4) : 155 – 158.
Sofwan R. 2010. Cara Tepat Atasi Demam Pada Anak. Jakarta (ID): PT Bhuana
Ilmu Populer.
Suparto dan Boom CE. 2014. Infark miokard perioperatif. Jurnal Kedokteran. 3 (1)
: 1 – 12.
Timby BK dan Smith NE. 2010. Introductory Medica-surgical Nursing 10th edition.
China : Lippincott Williams dan Wilkins.

Anda mungkin juga menyukai