Anda di halaman 1dari 13

DISUSUN OLEH :

 M. Idzhad Adrian 13330005


 Veronica Anggelita P 13330033
 Rifki Aprian P 13330059
 Jonathan Tri A 13330096
 Norlia Hidayanti 13330735
 Ricky Surya S 13330128
Alergi atau hipersensitivitas adalah kegagalan kekebalan tubuh di
mana tubuh seseorang menjadi hipersensitif dalam bereaksi secara
imunologi terhadap bahan-bahan yang umumnya non imunogenik.
bereaksi berlebihan terhadap lingkungan atau bahan-bahan yang
oleh tubuh dianggap asing atau berbahaya.
Pembagian Reaksi Hipersensitiv Menurut
Waktu Timbulnya Reaksi
• Reaksi cepat terjadi dalam hitungan detik, menghilang dalam waktu
Reaksi dua jam. Ikatan silang antara alergen dan IgE pada permukaan sel
Cepat mast menginduksi pelepasan mediator vasoaktif. Manifestasi reaksi
cepat adalah anafilaktik sistemik atau lokal.

• Reaksi intermediet terjadi setelah beberapa jam dan menghilang


Reaksi setelah dalam 24 jam. Reaksi ini melibatkan pembentukan kompleks
imun IgG dan kerusakan jaringan melalui aktivitas komplemen dan
Intermediet atau sel NK (Natural Killer (cell)) atau ADCC (Antibody Dependent Cell
(mediated) Cytotoxicity).

• Reaksi lambat terlihat sekitar 48 jam setelah terjadi pajanan dengan


Reaksi antigen yang terjadi oleh aktivitas sel Th. Pada DTH (Delayed Type
Hypersensivity), sitokin yang dilepas sel T mengaktifkan sel efektor
Lambat makrofag yang menimbulakan kerusakan jaringan. Contoh reaksi
lambat adalah dermatitis kontak, reaksi M, TBC dan reaksi
Reaksi hipersensitivitas Tipe Hipersensitivitas Tipe II
I (Hipersensitivitas Tipe reaksi sitotoksik atau
Cepat) sitolitik

Pembagian Reaksi
Hipersensitivitas Menurut
Gell dan Coombs

Hipersensitivitas Tipe III


Hipersensitivitas Tipe IV
atau kompleks imun
Reaksi hipersensitivitas Tipe I (Hipersensitivitas
Tipe Cepat)

Fase sensitasi yaitu waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan IgE sampai diikat silang oleh
reseptor spesifik pada permukaan mast/basofil.

Fase aktivasi yaitu waktu yang diperlukan antara pajanan ulang dengan antigen yang
spesifik dan sel mast/basofil melepas isinya yang berisikan granul yang menimbulkan
reaksi.

Fase efektor yaitu waktu terjadi respons yang kompleks (anafilaksis) sebagai efek mediator-
mediator yang dilepas sel mast/basofil
Hipersensitivitas Tipe II reaksi sitotoksik atau sitolitik

Terjadi karena dibentuk antibodi jenis IgG atau


IgM terhadap antigen yang merupakan bagian sel
pejamu.

Reaksi diawali oleh reaksi antara antibodi dan


determinan antigen yang merupakan bagian dari
membran sel tergantung apakah komplemen atau
molekul asesori dan metabolisme sel dilibatkan.

Manifestasi klinik reaksi Tipe II yaitu reaksi


tranfusi, reaksi antigen rhesus, anemia hemolitik
autoimun, sindrom goodpasture.
Hipersensitivitas Tipe III atau kompleks imun

Diperantarai oleh pengendapan


Kompleks imun dapat melibatkan
kompleks antigen antibodi
antigen eksogen seperti bakteri
(imun), diikuti dengan aktivitas
dan virus, atau antigen endogen
komplemen dan akumulasi
seperti DNA.
leukosit polimorfonuklear.

Kompleks imun patogen Kompleks imun


Reaksi Tipe III
terbentuk dalam mengendap di dinding
mempunyai dua bentuk
sirkulasi dan kemudian pembuluh darah,
reaksi, lokal dan
mengendap dalam Kompleks imun yang
sistemik
jaringan. mengendap di jaringan.
Hipersensitivitas Tipe IV

Reaksi hipersensitivitas lambat, Reaksi terjadi karena sel T yang


cell mediatif immunity (CMI), sudah disensitasi tersebut, sel T
Delayed Type Hypersensitivity dengan reseptor spesifik pada
(DTH) atau reaksi tuberculin yang permukaannya akan dirangsang
timbul lebih dari 24 jam setelah oleh antigen yang sesuai dan
tubuh terpajan dengan antigen. mengeluarkan zat disebut
limfokin.

Reaksi terjadi karena sel T yang Reaksi Tipe IV telah dibagi


sudah disensitasi tersebut, sel T dalam Delayed Type
dengan reseptor spesifik pada Hypersensitivity yang terjadi
permukaannya akan dirangsang oleh melalui sel CD4+ dan T Cell
antigen yang sesuai dan Mediated cytolysis yang terjadi
mengeluarkan zat disebut limfokin. melalui membrane sel CD8+,
Sitokin yang berperan pada DTH.
TANDA DAN GEJALA PENYAKIT HIPERSENSITIVITAS.

Hipersensitiv type 1 Hipersensitiv type 2


• Dapat terjadi sebagai suatu gangguan  umumnya berupa kelainan darah,
sistemik atau reaksi lokal. seperti anemia hemolitik,
• akan muncul rasa gatal, urtikaria trombositopenia, eosinofilia dan
(bintik merah dan bengkak), diikuti granulositopenia.
oleh kesulitan bernafas berat yang
disebabkan oleh bronkokonstriksi
paru dan diperkuat dengan
hipersekresi mukus.
Hipersensitiv tipe IV
 Dapat berupa reaksi paru akut
seperti demam, sesak, batuk dan
hipersensivitas tipe III efusi pleura.
 Urtikaria, angioedema, eritema,  Gejala klinis adalah berupa:
 Demam. 1. saluran pernafasan : asma
 Kelainan sendi, artralgia dan efusi 2. saluran cerna: mual, muntah,
sendi. 3. kulit: urtikaria. angioderma,
 Limfadenopati (kejang perut, dermatitis, pruritus,
mual, neuritis optic, gatal, demam.
glomerulonefritis) 4. mulut: rasa gatal.
DIAGNOSA HIPERSENSITIVITAS.

2.
Pemeriksaan
fisik

1. 3.
Riwayat Prosedur Pemeriksaan
penyakit penegakan Laboratorium
diagnosis pada
penyakit alergi
meliputi
beberapa
tahapan berikut.

4.
5. Tes Kulit
Tes Provokasi
PENANGANAN ATAU TERAPI PENYAKIT HIPERSENSITIVITAS.

Penanganan gangguan alergi dapat dilakukan dengan cara:

1. 3.
Menghindari Imunoterapi
allergen

Kromolin
2. Sodium
Terapi 4.
Farmakologis Profilaksis
Kortikosteroid

Adrenergik
Antihistamin
KESIMPULAN

Hipersensitivitas adalah peningkatan reaktivitas atau sensitivitas terhadap


antigen yang pernah dipajankan atau dikenal sebelumnya. , reaksi
hipersensitivitas dapat dibagi berdasarkan waktu timbulnya yaitu:
1. Raksi cepat
2. Reaksiintermediet
3. Reaksi lambat
Pembagian reaksi hipersensitivtas menurut Gell dan Coombs dibagi menjadi 4
tipe, yaitu:
1. Tipe I hipersensitif anafilaktif
2. Tipe II hipersensitif sitotoksik yang bergantung antibodi
3. Tipe III hipersensitif yang diperani kompleks imun
4. Tipe IV hipersensitif cell-mediated (hipersensitif tipe lambat)
Thank you

Anda mungkin juga menyukai