Anda di halaman 1dari 5

A.

Definisi
Giardia lamblia merupakan flagellata usus yang paling patogen, hidup di
usus halus (duodenum) hospes.1
B. Epidemiologi
G.

lamblia ditemukan kosmopolit dan penyebarannya tergantung dari

golongan umur yang diperiksa dan sanitasi lingkungan. Prevalensi yang pernah
ditemukan di Jakarta adalah 4.4%. Prevalensi G. lamblia di Jakarta antara tahun
1983 hingga 1990 adalah 2,9%.

C. Morfologi

G. lamblia mempunyai 2 bentuk, yaitu tropozoit dan kista. 3,2 Bentuk tropozoit
bilateral simetris seperti buah jambu monyet dengan bagian anterior membulat dan
posterior meruncing.2 Parasit ini berukuran 10-20 mikron panjang dengan diameter
7-10 mikron.3 Di bagian anterior terdapat sepasang inti berbentuk oval. Di bagian
ventral anterior terdapat batil isap berbentuk seperti cakram cekung yang berfungsi
untuk perlekatan di permukaan sel epitel. Terdapat dua batang yang agak
melengkung melintang di posterior batil isap, yang disebut benda parabasal. 2
Tropozoit mempunyai delapan flagel, sehingga bersifat motil. G. lamblia tidak
mempunyai mitokondria, peroxisome, hydrogenisomes, atau organel subselular lain
untuk metabolisme energi.2
Bentuk kista oval dan berukuran 8-12 mikron dan mempunyai dinding yang
tipis dan kuat dengan sitoplasma berbutir halus. Kista yang baru terbentuk

mempunyai dua inti, sedangkan kista matang mempunyai empat inti yang terletak di
satu kutub.2
D. Siklus hidup

G. lamblia hidup di rongga usus halus, yaitu duodenum dan proksimal


yeyunum, dan kadang-kadang saluran dan kandung empedu.3 Infeksi terjadi
setelah teringesti bentuk kista.3,2 Ekskistasi terjadi setelah kista secara terpajan
oleh HCl dan enzim pankreas saat melewati lambung dan usus halus. Ekskitasi
merupakan aktivasi kista berinti empat dorman untuk mengeluarkan parasit
motil yang membelah menjadi
menempel

dua

tropozoit. Tropozoit motil tersebut

di permukaan sel epitel usus dengan menggunakan batil isap. 3

Setelah melekat pada sel epitel, organisme tersebut akan berkembang biak

dengan cara belah pasang longitudinal.3,2


Sebagian tropozoit akan mengalami enkistasi saat menuju kolon. Kondisi
yang dapat menstimulasi proses ini tidak diketahui secara pasti tetapi secara in
vitro, enkistasi dapat diinduksi oleh pajanan terhadap empedu dan peningkatan
pH. Setelah enkistasi, parasit tersebut akan keluar bersama tinja. Kista resisten
terhadap penggunaan kimia ringan seperti air berklorin dan pendidihan air serta
tahan dalam air dingin hingga berbulan-bulan. Kista dapat dimusnahkan dengan
pembekuan atau pengeringan.3
E. Patogenesis
Melekatnya G. lamblia pada sel epitel usus halus tidak selalu
menimbulkan gejala. Bila ada, hanya berupa iritasi ringan.

Perubahan

histopatologi pada mukosa dapat minimal atau berat hingga menyebabkan atrofi
vilus, kerusakan enterosit, dan hiperplasia kriptus, seperti tampak pada sindrom
malabsorbsi.

2,4

Terdapat korelasi antara derajat kerusakan vilus dengan

malabsorbsi. Tekanan hisapan dari perlekatan tropozoit menggunakan batil isap


dapat merusak mikrovili dan mengganggu proses absorbsi makanan. Selain
itu, multiplikasi tropozoit dengan belah pasang longitudinal akan menghasilkan
sawar antara sel epitel usus dengan lumen usus yang mengganggu proses absorbsi
makanan dan nutrien. Tropozoit tidak selalu penetrasi ke epitel tetapi dalam
kondisi tertentu, tropozoit dapat menginvasi jaringan seperti kandung empedu
dan saluran kemih.
F.

Gejala

klinis

Setengah

dari orang yang terinfeksi G. lamblia asimtomatik dan sebagian

besar dari mereka menjadi pembawa (carrier). Gejala yang sering terjadi adalah
diare berkepanjangan; dapat ringan dengan produksi tinja semisolid atau dapat
intensif dengan produksi tinja cair. Jika tidak diobati, diare akan berlangsung
hingga berbulan-bulan.

Infeksi kronik dicirikan dengan steatore karena

gangguan absorbsi lemak serta terdapat gangguan absorbsi karoten, folat, dan
vitamin B12. Penyerapan bilirubin oleh G. lamblia menghambat aktivitas lipase
pankreatik. Kelainan fungsi usus halus ini disebut sindrom malabsorpsi klasik

dengan gejala penurunan berat badan, kelelahan, kembung, dan feses berbau
busuk.

3,2

Selain itu, sebagian orang dapat mengeluhkan ketidaknyamanan

epigastrik, anoreksia dan nyeri.

G.

Diagnosis
Diagnosis

definitif terhadap G. lamblia ditegakkan melalui pemeriksaan

mikroskopik dengan menemukan bentuk tropozoit dalam tinja encer dan cairan
duodenum atau bentuk kista dalam tinja padat.

3,2

Bentuk tropozoit hanya dapat

ditemukan dalam tinja segar. Dalam sediaan basah dengan larutan iodin atau
dalam sediaan yang dipulas dengan trikrom morfologi G. lamblia dapat
dibedakan dengan jelas dari protozoa lain.

H. Pengobatan
Obat pilihan adalah tinidazol dengan dosis tunggal 2 gram pada orang
dewasa atau 30-35 mg/kg pada anak. Selain itu giardiasis juga dapat diobati dengan
metronidazole, kuinakrin, furazolidon.1
I.

Pencegahan
Pencegahan infeksi parasit ini terutama dengan memperhatikan hygiene

perorangan, keluarga, dan kelompok., dengan menghindari air minum yang


terkontaminasi. Sanitasi air minum untuk mencegah terjadinya epidemi giardiasis
dilakukan dengan metode coagulation-sedimentation-filtration. Klorinasi air minum
untuk mengeliminasi kista memerlukan konsentrasi yang lebih tinggi dan kontak
yang lebih lama pada biasanya. Proteksi individu dapat dilakukan dengan merebus
air sampai mendidih minimal 1 menit. Bila air tidak dapat direbus, dapat diberikan
2-4 tetes kaporit untuk setiap liter air dan tunggu selama 60 menit sebelum
diminum. Bila airnya dingin dibutuhkan waktu semalam untuk membunuh kista
G.lamblialis. Memanaskan makanan atau makanan yang matang dapat mencegah
infeksi kista G.lamblialis.1

DAFTAR PUSTAKA
1. Staf Pengajar Deapartemen Parasitologi FKUI, Buku Ajar
Parasitologi Kedokteran, Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia,Edisi Keempat. Jakarta; 2008
2. Gandahusada S, Ilahude HHD, Pribadi W [editors].
Parasitologi

Kedokteran.

Edisi

3.Jakarta:

Balai

Penerbit FKUI; 1998. hal.129-132; 166- 171


3. Despommier DD, Gwads RW, Hotez PJ, Knirsch CA.
Parasitic Diseases. 4th ed. New York: Apple Trees
Productions; pg.7-12
4. Safar

R.

Parasitologi

Kedokteran:

Protozoologi,

Entomologi dan Helmintologi. Bandung: Yrama Widya;


2009.

Anda mungkin juga menyukai