Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PRAKTIKUM PATOLOGI KLINIK

BLOK 5.5 BLOOD, SUPPORT & MOVEMENT SYSTEMS DISEASE

PEMERIKSAAN KELAINAN DARAH

Oleh:

Kelompok A5

Aviasenna Andriand (G1A016015)

Rania Nisrina Alifah (G1A016016)

Damar Pandurizky (G1A016017)

Farhana Samad (G1A016082)

Firda Sofiana Zahra (G1A016088)

Fridha Putri R. (G1A016092)

Asisten:

Andika Sapto

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PERGURUAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
JURUSAN KEDOKTERAN UMUM

2019
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pemeriksaan laboratorium merupakan pemeriksaan penunjang yang
diperlukan oleh dokter untuk membantu menegakkan diagnosis. Salah satu
pemeriksaan laboratorium yang sering dilakukan adalah pemeriksaan darah.
Darah mempunyai peran penting dalam tubuh manusia. Hasil pemeriksaan
darah secara tidak langsung dapat memantau keadaan dalam tubuh.
Pemeriksaan darah atau pemeriksaan hematologi secara umum dapat
dibedakan menjadi dua yaitu pemeriksaan hematologi rutin dan hematologi
lengkap.

Pemeriksaan hematologi rutin terdiri dari hemoglobin, hematokrit,


hitung jumlah eritrosit, hitung jumlah leukosit, hitung jenis leukosit, hitung
jumlah trombosit dan nilai-nilai rata-rata eritrosit. Pemeriksaan hematologi
lengkap (complete blood count) terdiri dari pemeriksaan darah rutin ditambah
pemeriksaan morfologi sel (ukuran, kandungan hemoglobin, anisositosis,
poikilositosis, polikromasi). Pemeriksaan hematologi lengkap penting untuk
mengetahui morfologi dan fungsi dari berbagai sel yang ada di dalam darah,
contohnya sel darah putih yang berperan dalam imunitas tubuh dan sel darah
merah yang berperan dalam oksigenasi tubuh.

Pemeriksaan hematologi lain yang cukup sering dilakukan adalah


pembuatan Sediaan Apus Darah Tepi (SADT). SADT atau blood smear adalah
salah satu pemeriksaan untuk mengetahui keadaan populasi sel-sel darah atau
kelainan darah lainnya. Pada SADT dapat diketahui morfologi sel-sel darah
yaitu ukuran, bentuk, kesan jumlah, apakah ada sel-sel muda dan sebagainya.
SADT dapat digunakan sebagai kontrol terhadap pemeriksaan hematologi lain
seperti nilai rata-rata eritrosit, Hb, dan lain-lain.

Maka dari itu mahasiswa perlu mempelajari dan menguasai ilmu


patologi dasar terjadinya suatu penyakit atau kelainan darah dalam praktikum
patologi klinik blok 5.5 Blood, Support & Movement Disease ini.
B. Tujuan & Manfaat
1. Mahasiswa dapat mengidentifikasi, menjelaskan, dan menginterpretasi
kelainan eritrosit
2. Mahasiswa dapat mengidentifikasi, menjelaskan, dan menginterpretasi
kelainan lekosit
3. Mahasiswa dapat mengidentifikasi, menjelaskan, dan menginterpretasi
kelainan trombosit
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kelainan Eritrosit
Darah berwarna merah karena adanya sel-sel darah merah (eritrosit).
Eritrosit berbentuk bulat gepeng yang kedua permukaannya cekung. Eritrosit
tidak memiliki inti sel dan mengandung hemoglobin. Hemoglobin (Hb)
merupakan protein yang mengandung zat besi. Fungsi hemoglobin adalah
untuk mengikat oksigen dan karbondioksida dalam darah. Hemoglobin
berwarna merah, karena itu eritrosit berwarna merah (Tahir, et al., 2014)
Eritrosit normal kelihatan bundar dengan diameter 7,5 μm dengan
ketebalan tepi 2 μm. Dari samping Eritrosit kelihatan berbentuk seperti cakram
dengan kedua permukaannya cekung (biconcav disk). Eritrosit disebut juga
discocyte karena bentuknya seperti cakram. Tengah-tengah cakram tersebut
lebih tipis dengan ketebalan 1 μm. Bentuk biconcav ini menyebabkan
hemoglobin terkumpul lebih banyak di bagian tepi sel. Oleh sebab itu, bagian
tepi eritrosit kelihatan lebih merah (okisifilik) dari bagian sentralnya. Bagian
sentral yang kelihatan lebih pucat disebut akromia sentral yang luasnya antara
1/3-1/2 kali diameter. Dalam mengevaluasi morfologi eritrosit, ada 4 hal yang
harus diperlihatkan : 1. bentuknya (shape), 2. ukurannya (size), 3. warnanya
(staining), dan 4. struktur intraselluler (structure) (Tahir, et al., 2014).
Kelainan eritrosit biasanya dinyatakan dengan perubahan ukuran,
bentuk, dan warnanya (atau derajat hemoglobin-nya). Beberapa kelainan
tersebut antara lain:
1. Kelainan ukuran eritrosit: microsit dan macrosit.
2. Kelainan bentuk eritrosit: hipokromia dan hiperkromik.
3. Kelainan warna eritrosit: Ecchinocytes, Elliptocytes, Poikilocytes,
Schistocytes, Sickle cell dan Tear Drop Cell. (Yanti, 2014).
B. Kelainan Leukosit
Leukosit adalah bagian dari darah yang berwarna putih dan
merupakan unit mobildari sistem pertahanan tubuh terhadap infeksi yang
terdiri dari granuler dan agranuler. Dimana granuler meliputi basofil,
eosinofol, neutrofil batang dan neutrofil segmen. Sedangkan agranuler meliputi
limfosit, monosit dansel plasma (Junqueira dan Carneiro, 2011).

Sel darah putih (lekosit) rupanya bening dan tidak berwarna,


bentuknya lebih besardari sel darah merah, tetapi jumlah sel darah putih
lebih sedikit. Diameter lekosit sekitar 10 μm. Batas normal jumlah lekosit
berkisar 4.000 –10.000 / mm³ darah. Lekosit di dalam tubuh berfungsi untuk
mempertahankan tubuh terhadap benda –benda asing (foreign agents)
termasuk kuman –kuman penyebab penyakit infeksi (Gandasoebbrata, 2013).

Jenis-Jenis Leukosit

Leukosit terdiri dari 2 kategori yaitu granulosit dan agranulosit.

1. Granulosit, yaitu sel darah putih yang di dalam sitoplasmanya terdapat


granula-granula. Granula-granula ini mempunyai perbedaan kemampuan
mengikat warna misalnya pada eosinofil mempunyai granula berwarna
merah terang, basofil berwarna biru dan neutrofil berwarna ungu pucat.
2. Agranulosit, merupakan bagian dari sel darah putih dimana mempunyai inti
sel satu lobus dan sitoplasmanya tidak bergranula. Leukosit yang
termasuk agranulosit adalah limfosit, dan monosit. Limfosit terdiri dari
limfosit B yang membentuk imunitas humoral dan limfosit T yang
membentuk imunitas selular. Limfosit B memproduksi antibodi jika
terdapat antigen, sedangkan limfosit T langsung berhubungan dengan
benda asing untuk difagosit. Ada tidaknya granula dalam leukosit serta sifat
danreaksinya terhadap zat warna, merupakan ciri khas dari jenisleukosit.
Selain bentuk dan ukuran, granula menjadi bagian pentingdalam
menentukan jenis leukosit (Nugraha, 2015).

Dalam keadaan normal leukosit yang dapat dijumpai menurut ukuran


yang telah dibakukan adalah basofil, eosinofil, neutrofil batang, neutrofil
segmen, limfosit dan monosit. Keenam jenis sel tersebut berbeda dalam
ukuran, bentuk, inti, warna sitoplasma serta granula didalamnya
(Mansyur,2015).
1. Neutrofil

Neutrofil berukuran sekitar 14 μm, granulanya berbentuk butiran


halus tipis dengan sifat netral sehingga terjadi percampuran warna
asam (eosin) dan warna basa (metilen biru), sedang pada granula
menghasilkan warna ungu atau merah muda yang samar (Nugraha
2015). Neutrofil berfungsi sebagai garis pertahanan tubuh terhadapzat
asing terutama terhadap bakteri. Bersifat fagosit dan dapat masuk ke
dalam jaringan yang terinfeksi. Sirkulasi neutrofil dalam darah yaitu
sekitar 10 jam dan dapat hidup selama 1-4 hari pada saat berada
dalam jaringan ekstravaskuler (Kiswari, 2014). Neutrofil adalah jenis sel
leukosit yang paling banyak yaitusekitar 50-70% diantara sel leukosit yang
lain. Ada dua macam netrofil yaitu neutrofil batang (stab) dan neutrofil
segmen (polimorfonuklear) (Kiswari,2014). Perbedaan dari keduanya
yaitu neutrofil batang merupakan bentuk muda dari neutrofil segmen
sering disebut sebagai neutrofil tapal kuda karena mempunyai inti
berbentuk seperti tapal kuda. Seiring dengan proses pematangan, bentuk
intinya akan bersegmen dan akan menjadi neutrofil segmen. Sel neutrofil
mempunyai sitoplasma luas berwarna pink pucat dan granula halus
berwarna ungu (Nugraha, 2015). Neutrofil segmen mempunyai granula
sitoplasma yang tampak tipis (pucat), sering juga disebut neutrofil
polimorfonuklear karena inti selnya terdiri atas 2-5 segmen (lobus)
yang bentuknya bermacam-macam dan dihubungkan dengan benang
kromatin. Jumlah neutrofil segmen yaitu sebanyak 3-6, dan bila lebih dari
6 jumlahnya maka disebut dengan neutrofil hipersegmen (Kiswari,2014).
Peningkatan jumlah neutrofil disebut netrofilia. Neutrofilia dapat terjadi
karena respon fisiologik terhadap stres, misalnya karena olah raga,
cuaca yang ekstrim, perdarahan atau hemolisis akut, melahirkan,dan stres
emosi akut. Keadaan patologis yang menyebabkan netrofilia diantaranya
infeksi akut, radang atau inflamasi, kerusakan jaringan, gangguan
metabolik, apendisitis dan leukemia mielositik. Sedangkan penurunan
jumlah neutrofil disebut dengan neutropenia, neutropenia ditemukan
pada penyakit virus, hipersplenisme, leukemia, granulositosis, anemia,
pengaruh obat-obatan (Nugraha,2015).

2. Eosinofil

Eosinofil dalam tubuh yaitu sekitar 1-6%, berukuran 16 μm.


Berfungsi sebagai fagositosis dan menghasilkan antibodi terhadap antigen
yang dikeluarkan oleh parasit. Masa hidup eosinofil lebih lama dari
neutrofil yaitu sekitar 8-12 jam (Kiswari,2014). Eosinofil hampir sama
dengan neutrofil tapi pada eosinofil, granula sitoplasma lebih kasar
dan berwarna merah orange. Warna kemerahan disebabkan adanya
senyawa protein kation(yang bersifat basa) mengikat zat warna golongan
anilin asam seperti eosin, yang terdapat pada pewarnaan Giemsa.
Granulanya sama besar dan teratur seperti gelembung dan jarang
ditemukan lebih dari 3 lobus inti. Eosinofil lebih lama dalam darah
dibandingkan neutrofil (A.V Hoffbrand, J.E. Pettit, P.A.H. Moss, 2016)

3. Basofil

Basofil adalah jenis leukosit yang paling sedikit jumlahnya yaitu


kira-kira kurang dari 2% dari jumlah keseluruhan leukosit. Sel ini memiliki
ukuran sekitar 14 μm, granula memiliki ukuran bervariasi dengan susunan
tidak teratur hingga menutupi nukleus dan bersifat azurofilik sehingga
berwarna gelap jikadilakukan pewarnaan Giemsa. Basofil memiliki
granula kasar berwarna ungu atau biru tuadan seringkali menutupi inti sel,
dan bersegmen. Warna kebiruan disebabkan karena banyaknya granula
yang berisi histamin, yaitu suatu senyawa amina biogenik yang merupakan
metabolit dari asam amino histidin. Basofil jarang ditemukan dalam darah
normal. Selama proses peradangan akan menghasilkan senyawa kimia
berupaheparin, histamin, bradikinin dan serotonin. Basofil berperan dalam
reaksi hipersensitifitas yang berhubungan dengan imunoglobulin E (IgE)
(Kiswari,2014).
4. Monosit

Jumlah monosit kira-kira 3-8% dari total jumlah leukosit. Monosit


memiliki dua fungsi yaitu sebagai fagosit mikroorganisme (khusunya
jamur dan bakteri) serta berperan dalam reaksi imun (Kiswari,2014).
Monosit merupakan sel leukosit yang memiliki ukuran paling besar
yaitu sekitar 18 μm, berinti padat dan melekuk seperti ginjal atau biji
kacang, sitoplasma tidak mengandung granula dengan masa hidup 20-
40 jam dalam sirkulasi. Inti biasanya eksentris, adanya lekukan yang
dalam berbentuk tapal kuda. Granula azurofil, merupakan lisosom
primer, lebih banyak tapi lebih kecil. Ditemui retikulim endoplasma
sedikit. Juga ribosom, pliribosom sedikit, banyak mitokondria. Aparatus
Golgi berkembang dengan baik, ditemukan mikrofilamen dan
mikrotubulus pada daerah identasi inti. Monosit terdapat dalam darah,
jaringan ikat dan rongga tubuh. Monosit tergolong fagositik
mononuclear (system retikuloendotel) dan mempunyai tempat-tempat
reseptor pada permukaan membrannya (Mansyur, 2015).

5. Limfosit

Limfosit adalah jenis leukosit kedua paling banyak setelah


neutrofil (20-40% dari total leukosit). Jumlah limfosit pada anak-anak
relatif lebih banyak dibandingkan jumlah orang dewasa, dan jumlah
limfosit ini akan meningkat bila terjadi infeksi virus. Berdasarkan
fungsinya limfosit dibagi atas limfosit B dan limfosit T. Limfosit B
matang pada sumsum tulang sedangkan limfosit T matang dalam timus.
Keduanya tidak dapat dibedakan dalam pewarnaan Giemsa karena
memiliki morfologi yang sama dengan bentuk bulat dengan ukuran
12μm. Sitoplasma sedikit karena semua bagian sel hampir ditutupi
nukleus padat dan tidak bergranula (Nugraha, 2015).

C. Kelainan Trombosit
Trombosit adalah sel darah tak berinti berasal dari sitoplasma
megakariosit.Sel ini memegang peranan penting pada hemostasis dengan
pembentukan sumbat hemostatik untuk menutup luka. Sumbat hemostatic
dibentuk melalui tahapan adhesi trombosit, reaksi pelepasan dan agregasi
trombosit dan aktivitas procoagulan (A.V Hoffbrand, J.E. Pettit, P.A.H.
Moss, 2016).
Kelainan trombosit baik dari segi kualitas maupun kuantitas akan
menimbulkan gangguan baik perdarahan maupun trombosis, oleh karena itu
selain jumlah, penilaian fungsi trombosit juga penting. Fungsi trombosit yang
sering diperiksa adalah fungsi agregasi. (Wirawan R, 2000).
Sediaan apus darah tepi adalah pemeriksaan yang dapat dikerjakan oleh
setiap laboratorium, mudah dan murah. Pada sediaan apus terlihat
kelompok-kelompok trombosit yang berada terutama di pinggir dan ujung
sediaan seperti halnya sel besar (Gandasoebbrata, 2013).
Trombosit adalah fragmen atau kepingan-kepingan tidak berinti
dari sitoplasma megakariosit yang berukuran 1-4 mikron dan beredar
dalam sirkulasi darah selama 10 hari. Gambaran mikroskopik dengan
pewarnaan Wright-Giemsa, trombosit tampak sebagai sel kecil, tak berinti,
bulat dengan sitoplasma berwarna biru-keabu-abuan pucat yang berisi
granula merah-ungu yang tersebar merata (Gandasoebbrata, 2013).
Kelainan Perdarahan ditandai dengan kecenderungan untuk mudah
mengalami perdarahan, yang bisa terjadi akibat kelainan pada pembuluh darah
maupun kelainan pada darah. Kelainan yang terjadi bisa ditemukan pada faktor
pembekuan darah< atau trombosit. Dalam keadaan normal, darah terdapat di
dalam pembuluh darah (arteri, kapilerdan vena). Jika terjadi perdarahan, darah
keluar dari pembuluh darah tersebut, baik ke dalam maupun ke luar tubuh.
Tubuh mencegah atau mengendalikan perdarahan melalui beberapa cara.
Homeostatis adalah cara tubuh untuk mengentikan perdarahan pada pembuluh
darah yang mengalami cedera. Hal ini melibatkan 3 proses utama:
1. Konstriksi (pengkerutan) pembuluh darah
2. Aktivitas trombosit (partikel berbentuk seperti sel yang tidak teratur, yang
terdapat di dalam darah dan ikut serta dalam proses pembekuan)
3. Aktivitas faktor-faktor pembekuan darah (protein yang terlarut dalam
plasma).
Kelainan pada proses ini bisa menyebabkan perdarahan ataupun pembekuan
yang berlebihan, dan keduanya bisa berakibat fatal (A.V Hoffbrand, J.E.
Pettit, P.A.H. Moss, 2016).
BAB III
METODE
A. Pemeriksaan Kelainan Eritrosit
Alat dan Bahan :

Mikroskop Oil Emersi

Tissue Xylol
Preparat Darah Tepi : Anemia,
Thalassemia

Cara Kerja:

1. Pasanglah preparat pada mikroskop


2. Periksa dengan pembesaran obyektif 10x, 40x dan 100x
Lensa Obyektif 10x :
- Orientasi semua zona selayang pandang
- Periksa adanya sel asing / ganas / parasit
Lensa Obyektif 40x:

- Morfologi eritrosit

Lensa Obyektif 100x ( harus dengan oli emersi ) :

- Identifikasi sel yang kurang jelas


- Benda inklusi lebih jelas
3. Lakukanlah pembacaan kelainan eritrosit.
B. Pemeriksaan Kelainan Leukosit
Alat dan Bahan:

Mikroskop Oil Emersi


Tissue Xylol

Preparat ALL Preparat Aml

Preparat CLL Preparat CML

Cara Kerja:

1. Pasanglah preparat pada mikroskop


2. Periksa dengan pembesaran obyektif 10x, 40x dan 100x
Lensa Obyektif 10x :
- Orientasi semua zona selayang pandang
- Periksa adanya sel asing / ganas / parasit
- Estimasi leukosit

Lensa Obyektif 40x:

- Hitung jenis lekosit (expert)

Lensa Obyektif 100x ( harus dengan oli emersi ) :


- Identifikasi sel yang kurang jelas
- Benda inklusi lebih jelas
- Hitung jenis lekosit (praktikan)
3. Lakukanlah pembacaan kelainan lekosit meliputi: estimasi jumlah lekosit,
identifikasi kelainan/ sel secara umum dan hitung jenis lekosit
C. Pemeriksaan Kelainan Trombosit
Alat dan Bahan

Mikroskop Oil Emersi

Tissue Xylol

Preparat Trombositosis

Cara Kerja:

1. Pasanglah preparat pada mikroskop


2. Periksa dengan pembesaran obyektif 10x, 40x dan 100x
Lensa Obyektif 10x :

- Orientasi semua zona selayang pandang

- Periksa adanya sel asing / ganas / parasit


Lensa Obyektif 40x:

- Morfologi trombosit

Lensa Obyektif 100x ( harus dengan oli emersi ) :

- Identifikasi sel yang kurang jelas


- Estimasi jumlah trombosit
3. Lakukanlah pembacaan kelainan trombosit.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
1. Kelainan Eritrosit pada Preparat Anemia Hemofilia
Aspek yang Diamati Hasil Pengamatan

Ukuran Ditemukan kelainan ukuran (anisositosis) pada sediaan


apusan darah tepi anemis yang diamati, yaitu sel darah
merah mikrositik, normositik, dan makrositik
Bentuk Ditemukan kelainan ukuran (polikilositosis) pada sel
yang diamati, yang dapat ditemukan berupa sel berbentuk
tear drop, fragmentosit, target, dan pensil
Warna Ditemukan beberapa sel mengalami kelainann warna
hipokromik dan hiperkromik pada apusan darah tepi yang
diamati.
Benda Inklusi Tidak ditemukan adanya benda inklusi dalam apusan
darah tepi yang diamati
Susunan Terdapat kelainan sususnan yang dapat diamati pada
sediaan apusan darah tepi berupa formasi aglutinasi
dengan batas tidak jelas.

2. Kelainan Leukosit
Aspek yang Diamati Hasil Pengamatan

AML (Acute Myeloid Penampakan pada apusan darah terlihat


Leukemia) monoton dan didominasi oleh kelompok sel
mieloblas. Leukositosis terlihat jelas pada
perbesaran 100x.
CML (Chronic Myeloid Penampakan pada apusan darah dapat diamati
Leukemia) seluruh stadium sel mieloid, dari mieloblas
hingga mielosit.
ALL (Acute Lymphoid Penampakan monoton dan didominasi oleh
Leukemia) kelompok sel limfoblas.
CLL (Chronic Lymphoid Penampakan pada apusan darah di dominasi
Leukemia oleh sel limfosit, penampakan sel limfoblas jauh
berkurang jika dibandingkan dengan apusan
ALL.

3. Kelainan Trombosit
Aspek yang Diamati Hasil Pengamatan

Jumlah Ditemukan kelainan trombosit pada preparat yang


diamati
Ukuran Terdapat kelainan ukuran berupa giant cell pada
preparat yang diamati.
Bentuk Tidak diamati adanya kelainan bentuk trombosit pada
preparat yang diamati

B. Pembahasan
1. Kelainan Eritrosit
Eritrosit merupakan salah satu komponen sel yang terdapat dalam
darah, fungsi utamanya adalah sebagai pengangkut hemoglobin yang akan
membawa oksigen dari paru-paru ke jaringan. Eritrosit merupakan suatu sel
yang kompleks, yang membranya terdiri dari lipid dan protein, sedangkan
bagian dalam sel terdapat molekul hemoglobin yang berfungsi membawa
oksigen menuju jaringan dan karbon diaoksida menuju paru-paru (Guyton,
2014). Eritrosit berbentuk bikonkaf serta memiliki diameter sekitar 7,5 μm,
dan tebal 2 μm namun dapat berubah bentuk sesuai diameter kapiler yang
akan dilaluinya, selain itu setiap sel eritrosit memiliki 29 pg hemoglobin
(Sherwood, 2014)

Pada pengamatan yang telah dilakukan, dapat diamati morfologi sel


darah merah dalam preparat apusan darah yang diamati. Kelainan morfologi
yang teramati berupa kelainan ukuran, warna (anisositosis), bentuk
(poikilositosis), dan susunanya. Kelainan pada ukuran eritrosit dipengaruhi
oleh volume rata-rata sel darah atau Mean Corpuscular Volume (MCV)
dimana nilai MCV berbanding lurus dengan ukuran sel, nilai normal MCV
pada umumnya dalah 80-100 Fl. Nilai MCV yang rendah akan cenderung
memberikan gambaran ukuran eritrosit yang kecil sedangkan nilai MCV
yang tinggi akan meningkatkan ukuran eritrosit (Kemenkes, 2011).

Kelainan bentuk eritrosit (poikilositosis) merupakan sebuah kondisi


dimana terdapat peningkatan proporsi sel dengan bentuk abnormal.
Poikilositosis juga merupakan suatu abnormalitas umum dan seringnya
bersifat non-spesifik pada banyak kelainan hematologi (Oliveira, et all,
2009). Kelainan warna didapatkan eritrosit yang tampak berwarna
hipokromik, hal tersebut dapat terjadi karena konsentrasi Hb kurang dari
normal sehingga central pallor cenderung akan lebih lebar dan
menyebabkan warna eritrosit tampak pucat (Setiawan et al, 2014). MCH
(mean corpuscular hemoglobin) adalah nilai yang mengindikasikan berat
Hb rata-rata di dalam sel darah merah, sehingga oleh karenanya dapat
menentukan kuantitas warna (normokromik, hipokromik, hiperkromik) sel
darah merah. Nilai MCH berbanding lurus dengan warna eritrosit sehingga
dengan hal ini dapat digunakan untuk mendiagnosa suatu anemia
(Kemenkes, 2011).

2. Kelainan Leukosit
a. Acute Myeloid Leukemia (AML)
Penampakan apusan darah penderita AML ditandai dengan peningkatan
jumlah leukosit (leukositosis) di seluruh lapang pandang dan bersifat
monoton pada perbesaran lemah. AML merupakan leukemia yang terjadi
pada seri myeloid, meliputi neutrofil, eosinofil, monosit, basofil,
megakariosit dan sebagainya. Patogenesis utama AML adalah adanya
blokade maturitas yang menyebabkan proses diferensiasi sel-sel myeloid
terhenti pada sel-sel muda (blast) akibat terjadinya akumulasi blast di
sumsum tulang (Margaret et all, 2012)
b. Chronic Myeloid Leukemia (CML)
Penampakan CML tidak jauh berbeda dengan AML pada perbesaran
rendah, dapat diamati adanya peningatan jumlah sel leukosit secara
signifikan pada seluruh lapang pandang. CML berasal dari sel-sel
mieloid tahap awal, yang akan membentuk sel darah putih, sel darah
merah, dan trombosit, sel-sel darah putih sangat bervariasi. Leukemia
mieloid kronik ditandai dengan terdeteksinya kromosom Philadelphia
(Lawrenti, 2017)
c. Acute Lymphoid Leukemia (ALL)
Penampakan didominasi oleh sel blas limfoid (limfoblas). Pada
perbesaran rendah dapat diamati adanya peningkatan jumlah leukosit
(leukositosis), namun tidak separah AML dan CML. Sel limfoblas yang
diidentifikasi pada perbesaran tinggi memiliki karakteristik sel basofilik
besar dan sioplasma yang tidak terlihat.
d. Chronic Lymphoid Leukemia (CLL) pada preparat didominasi oleh sel
limfoblas bergeser menjadi sel limfosit. Pada perbesaran tinggi, dapat
diidentifikasi sel limfosit dengan ciri sel lebih kecil dari limfoblas
sedangkan sitoplasmanya lebih luas. Pada preparat ini juga ditemukan
adanya sel smudge di antara sel-sel limfosit matur lainnya
3. Kelainan Trombosit
Trombosit atau keping darah adalah fragmen sitoplasma dari
megakariosit yang tidak memiliki inti yang terbentuk dari sum-sum tulang.
Trombosit memilikki ukuran 2-4 μm, berbentuk cakram bikonvekes dengan
volume 5-8 fl. Fungsi trombosit berperan dalam pembentukan sumbat
vaskular yang dapat terjadi secara spontan pada pembuluh darah yang
mengalami kebocoran (Sherwood, 2014). Terdapat 2 macam kelainan
trombosit yaitu trombositosis dan trombositopenia, trombositosis adalah
keadaan dimana didapatkan jumlah trombosit dalam darah tepi memiliki
nilai diatas nilai rujukan ( >400.000/ μl) serta dapat bersifat primer
(trombositosis esensial) atau sekunder Trombositopenia adalah keadaan
dimana didapatkan jumlah trombosit dalam darah tepi memiliki nilai
rujukan (<150.000/ μl) hal ini dapat terjadi karena produksi trombosit
berkurang, kelainan distribusi atau destruksi yang meningkat (Kosasih,
2008 ).
BAB V

APLIKASI KLINIS

A. Anemia Aplastik

Anemia aplastik merupakan kegagalan hematopoiesis yang relatif


jarang ditemukan namun berpotensi mengancam jiwa. Anemia aplastik dapat
diwariskan atau didapat. Perbedaan antara keduaya bukan pada usia pasien,
melainkan berdasarkan pemeriksaan klinis dan laboratorium. Oleh karena itu,
pasien dewasa mungkin membawa kelainan herediter yang muncul diusia
dewasa. Anemia aplastik disebabkan paparan terhadap bahan-bahan toksik
seperti radiasi, kemotrapi,obat-obatan atau senyawa kimia tertentu. Penyebab
lain meliputi kehamilan, hepatitis viral dan fascilitis eosinofilik. Jika tidak
diketahui penyebabnya bisa dikatakan anemia aplastik idiopatik. Anemia
aplastik terkait obat terjadi karena hipersensitivitas atau dosis yang berlebihan.
Seperti kloramfenikol,fenilbutazon,senyawa sulfur, emas dan
antikonvulsan.(Abidin Widjanarko,Aru W.sudoyo,Hans Salonder).

B. Kronik Myeloid Leukimia

Kronik Myeloid Leukimia merupakan 30% dari semua leukemia, dan


terjadi dari masa kanak-kanak sampai usia lanjut. Penelitian yang dilakukan di
Iran menunjukan 15 peningkatan kelangsungan hidup 5 tahun untuk pasien
yang diobati dengan imatinib, imatinib ditambah HU dan imatinib ditambah
HU ditambah IFN-α masing-masing adalah 90,5%, 81,1% dan 55,6% sehingga
dapat disimpulkan bahwa imatinib saja memberikan kelangsungan hidup yang
lebih baik pada pasien CML dibandingkan untuk HU atau IFN-α (Payandeh,
2015).
C. Akut Myeloid Leukimia
Akut Myeloid Leukimia adalah leukemia akut paling umum pada orang
dewasa, Translokasi kromosom besar serta mutasi pada gen yang terlibat dalam
proliferasi hematopoietik dan diferensiasi menghasilkan akumulasi sel myeloid
yang berdiferensiasi buruk. AML adalah penyakit yang sangat heterogen,
prognosis dalam kategori ini sangat bervariasi. Identifikasi mutasi genetik
berulang, seperti FLT3-ITD, NMP1 dan CEBPA, miliki membantu
memperbaiki prognosis individu dan manajemen panduan. Meskipun ada
kemajuan dalam perawatan suportif, tulang punggung terapi tetap kombinasi
rejimen berbasis sitarabin dan antrasiklin dengan transplantasi sel induk
alogenik untuk kandidat yang memenuhi syarat. Pasien lanjut usia seingkali
tidak dapat mentoleransi rejimen yersebut dan membawa prognosis yang buruk
AML dapat timbul pada pasien dengan hematologi yang mendasarinya
gangguan, atau sebagai konsekuensi dari terapi sebelumnya (misalnya, paparan
topoisomerase II, agen alkilasi atau radiasi). Namun dalam sebgian besar
kasus, ini tampak sebagai keganasan de novo pada individu yang sebelumnya
sehat. Terlepas dari etiologinya, patogenesis AML melibatkan proliferasi
abnormal dan diferensiasi populasi klon sel punca myeloid. ( K. I De,2016)
BAB VI
KESIMPULAN

1. Pada praktikum yang telah dilakukan, kami telah mengamati kelainan yang
terdapat pada eritrosit, leukosit, dan trombosit.
2. Pada pengamatan kelainan eritrosit ditinjau dari 5 aspek meliputi ukuran,
warna, bentuk, adanya baenda inklusi, dan susunan atau konfigurasinya.
3. Pada pengamatan preparat thalasemia-anemia ditemukan ukuran
anisositosis, bentuk polikilositosis, serta memiliki warna hiperkromik dan
hipokromik.
4. Pada pengamatan kelainan leukosit kami mengamati kelainan ALL, AML,
CLL, dan CML
5. Pada kelainan trombosit kami hanya mampu mengidentifikasi kelainan
ukuran dengan membandingkan ukuranya dengan eritrosit
DAFTAR PUSTAKA

A.V. Hoffbrand, J.E. Petit, P.A.H. Moss. 2016. Kapita Selekta Hematologi Edisi 4.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Chalid Muhammad G. D., et all. 2012. Morfologi Eritrosit Pada Sediaan Apus
Darah Tepi (SADT) Sampel Dengan Hasil Pemeriksaan One Tube Osmotic
Fragility Test (Otoft) Positif

Gandasoebrata, R., 2013. Penuntun Laboratorium Klinis. Jakarta: Dian Rakyat

Ganong, W. F., 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 22. Jakarta : EGC ,
280- 81.

Junqueira L.C., J.Carneiro, R.O. Kelley. 2011. Histologi Dasar. Edisi ke-12.
Tambayang J., penerjemah. Terjemahan dari Basic Histology. Jakarta:
EGC

Kemenkes RI, 2011, Pedoman Interpretasi Data Klinik, P. 9, Jakarta, Kementerian


Kesehatan Republik Indonesia

Kiswari, R. 2014. Hematologi & Transfusi. Jakarta. Erlangga.

Kosasih A.S. 2008. Tafsiran Hasil Pemeriksaan Laboratorium Klinik. Edisi Kedua,
Karisma Publishing Group. Tangerang

Kouchkovsky, I. D., Hay, M. A. 2016 ‘Acute myeloid leukemia: a comprehensive


review and 2016 update’ Blood Cancer Journal (2016) 6, e441;
doi:10.1038/bcj.2016.50
Lawrenti Hastarita. 2017. Tatalaksana Leukemia Mieloid Kronik. Medical
Department PT Kalbe Farma. Vol. 44. Hal 1-6

Mansyur, A. 2015. Penuntun Praktikum Hematologi. Makassar.Fakultas


Kedokteran:UNHAS.

Margaret R., et all. 2012. Acute Myeloid Leukemia. Journal of the National
Comprehensive Cancer Network. Vol 10 (8). Hal 984- 1021

Nugraha, G. 2015. Panduan Pemeriksaan Laboratorium Hematologi.Jakarta.


Trans Info Media.
Oliveira et all. 2009. An Overview about Erythrocyte Membrane. Clinical
Hemorheology and Microcirculation 44 (2010) 63–74 63

Payandeh, M., Sadeghi, E., Sadeghi,M. 2015 “ Non- Hematological Advers Events
Of Imatinib In Patients Withchronic Myeloid Leukemia In Chronic Phase
(Cml-Cp)”. Kermanshah University Of Medical Sciences, Iran. Journal Of
Pharmaceutical Science Vol. 5 (02)
Setiawan, Andika et all. 2014. Segmentasi Citra Sel Darah Merah Berdasarkan
Morfologi Sel Untuk Mendeteksi Anemia Defisiensi Besi. JURNAL
ITSMART. Vol 3 (1). Hal 2301–7201

Sherwood, L. 2014. Fisiologi manusia : dari sel ke sistem. Edisi 8. Jakarta: EGC

Tahir, Z., Wani, E., Indrabayu, Suyuti A. 2014. Analisa Metode Radial Basis
Function Jaringan Saraf Tiruan untuk Penentu Morfologi Sel Darah Merah
(Eritrosit) Berbasis Pengolahan Citra. FORTEI. Vol. 1 (1) : 1-5.

Yanti, A., Sari, N.P., Setyawati, T.R. 2014. Kondisi Hematologi Pemulung yang
Terpapar Gas Amoniak di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Batu
Layang Pontianak. Jurnal Protobiont. Vol. 3 (3) : 31-39.

Widjanarko, A., Sudoyo, A.W., Salonder, H. 2014. “ Ilmu Penyakit Dalam” Jakarta,
Interna Publishing

Wirawan, R., dkk. 2000.Pemeriksaan Laboratorium Hematologi Sederhana.


Jakarta: FKUI. 15

Anda mungkin juga menyukai