Anda di halaman 1dari 47

WRAP UP SKENARIO 1

BLOK EMERGENSI
“TEKANAN DARAH TINGGI DALAM KEHAMILAN”

KELOMPOK A – 1

Ketua : Afrizal Fazza 1102014004


Sekretaris : Arin Cahyaningtyas Widya 1102017038
Anggota : Aindana Khoirunnisa 1102014009
Mohammad Jordan Fadhilla 1102015138
Novia Reski Erianti 1102015169
Aliya Dewayanti 1102016017
Baiq Dwi Praptini Eva Fitri 1102016041
Desi Noviyanti 1102016050
Farah Rafidah Akmalia Muzakki 1102016066
MHD Habibi 1102016120

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI
2021 – 2022
SKENARIO
KATA SULIT

1. ANC : antenatal care pemeriksaan yang dilakukan untuk memeriksa keadaan ibu dan
janin secara berkala yang diikuti oleh koreksi terhadap kelainan yang ditemukan.
2. Tinggi fundus uteri : titik tertinggi dari Rahim.
3. Status obstertric : riwayat pemeriksaan selama kehamilan atau persalinan.

PERTANYAAN

1. Apa saja faktor resiko tekanan darah pada kehamilan?


2. Mengapa kepala pasien terasa sakit?
3. Mengapa kasus pasien termasuk gawatdarurat?
4. Apa obat anti hipertensi yg bisa diberikan pada ibu hamil?
5. Di usia kehamilan keberapa sajakah hipertensi bisa muncul, selain yg pernah
mengalami hipertensi?
6. Kenapa usia kehamilan dengan panjang fundus uteri tidak sama?
7. Mengapa bisa tidak terjadi edema padahal pasien mengalami hipertensi dan
proteinuria?
8. Apa tatalaksana yang harus dilakukan pada kasus diatas?
9. Apa saja komplikasi yang dapat terjadi pada kasus diatas?
10. Apa saja Tindakan pertama yang harus dilakukan pada pasien di scenario?
11. Apa kemungkinan diagnosis pasien?
12. Apa pencegahan yang harus dilakukan untuk mencegah kasus seperti yang diatas?

JAWABAN

1. Karna usia ekstreme kehamilan < 20 tahun > 35 tahun, obesitas, DM, riwayat
penyakit ginjal, hipertensi, faktor kembar, dan Riwayat eclampsia pada keluarga.
2. Tekanan darah tinggi menyebabkan tekanan pada intrakranium meningkat sehingga
menyebabkan sakit kepala.
3. Bisa terjadi kematian pada ibu hamil, kerusakan organ, eclampsia, dan BBLR rendah.
4. Methyldopa aman untuk ibu hamil setelah trimester 1 tidak mengganggu pertumbuhan
janin dan tidak ada kontraindikasi terhadap ibu. Bisa diberikan labetalol dan
nifedipine tapi harus dihindari pada trimester 1.
5. Muncul saat kehamilan usia 20 minggu atau lebih sampai bayi lahir.
6. Janin tidak dapat berkembang karna asupan nutrisi yang kurang.
7. Karna garam dalam darah pasien masih bisa meretensi air.
8. Medikamentosa bisa diberikan ACE Inhibitor, angiotensin. Non medikamentosa ibu
hamil rajin olahraga, mengkonsumsi buah dan sayur, menghindari rokok/ tidak
merokok, diet rendah garam, deteksi dini untuk mencegah terjadinya kerusakan pada
organ.
9. Bisa menyebabkan kematian pada ibu dan janin, bisa menyebabkan preeclampsia
berat , eclampsia, serta pertumbuhan janin yang terhambat.
10. Bisa dilakukan dengan menurunkan tekanan darah dengan obat hidralazyne, labetalol,
serta target tekanan darah sistolik 140-150 mmHg dan diastolic 90-100 mmHg, bisa
juga diberikan magnesium sulfat untuk mencegah eclampsia dan konsultasi ke bagian
abgyn untuk penanganan lebih lanjut.
11. Kemungkinan diagnosis Preeclampsia dikarnakan usia kehamilan >20 minggu
terdapat proteinuria berat namun tidak didapati kejang pada ibu.
12. Menghindari faktor resiko, menghindari alcohol dan cafein, berolahraga secara
teratur, istirahat yang cukup dan konsumsi air putih min 8-10/hari.
HIPOTESA

Usia ekstreme kehamilan < 20 tahun dan >35 tahun, obesitas, DM, hipertensi, dan riwayat
eclampsia pada keluarga dapat menyebabkan kemungkinan diagnosis pre-eclampsia.
Penanganan awal pre-eclampsia dengan cara menurunkan tekanan darah dengan obat
hidralazyne, labetalol, serta target tekanan darah sistolik 140-150 mmHg dan diastolic 90-100
mmHg. Dan untuk tatalaksana lebih lanjut dapat diberikan medikamentosa, ACE Inhibitor,
angiotensin, menyarankan mengkonsumsi buah dan sayur, menghindari rokok, diet rendah
garam, dan deteksi dini untuk mencegah terjadinya kerusakan pada organ. Jika tidak
ditangani dengan segera bisa menyebabkan kematian pada ibu dan janin, preeclampsia berat,
eclampsia, serta pertumbuhan janin yang terhambat. Pencegahan yang dapat dilakukan adalah
dengan menghindari faktor resiko, menghindari alcohol dan cafein, berolahraga secara
teratur, istirahat yang cukup dan konsumsi air putih min 8-10/hari.
SASARAN BELAJAR

1.Memahami dan Menjelaskan Hipertensi pada kehamilan


1.1 Definisi
1.2 Etiologi
1.3 Faktor Resiko
1.4 Epidemiologi
1.5 Klasifikasi
1.6 Patofisiologi
1.7 Manifestasi Klinis
1.8 Cara diagnosis dan diagnosis banding
1.9 Tatalaksana
1.10 Komplikasi
1.11 Pencegahan
1.12 Prognosis
LI. 1. Memahami dan Menjelaskan Hipertensi pada Kehamilan

LO.1.1. Definisi

Definisi Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan tekanan darah sistolik
lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg pada dua kali
pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam keadaan cukup istirahat/tenang.
 Normal : <120 mmHg (sistol), <80 mmHg (diastol)
 Prehipertensi : 120-139 (sistol), 80-89 (diastol)
 Hipertensi stage 1 : 140-159 (sistol), 90-99 (diastol)
 Hipertensi stage 2 : 160 atau >160 (sistol), 100 atau >100 (diastol)
(InfoDATIN Kementerian Kesehatan RI, 2014)

Hipertensi pada kehamilan merupakan penyakit tidak menular penyebab kematian


maternal. PTM merupakan penyebab kematian hampir 70% di dunia. Menurut hasil Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 dan 2013, tampak kecenderungan peningkatan
prevalensi PTM seperti hipertensi, diabetes, stroke, dan penyakit sendi/rematik/encok.
Fenomena ini diprediksi akan terus berlanjut. (Kemenkes RI, 2018)

LO.1.2. Etiologi

Penyebab hipertensi dalam kehamilan sebenarnya belum jelas. Ada yang mengatakan
bahwa hal tersebut diakibatkan oleh kelainan pembuluh darah, ada yang mengatakan
karena faktor diet, tetapi ada juga yang mengatakan disebabkan faktor keturunan, dan lain
sebagainya. (InfoDATIN Kementerian Kesehatan RI, 2014)

LO.1.3. Faktor Resiko

 Umur yang beresiko terkena hipertensi pada ibu hamil dengan usia< 20 tahun dan
> 35 tahun.
Hal ini sesuai dengan penelitian Harefa dan Yabesman (2013) terdapat
hubungan signifikan antara umur dengan kejadian hipertensi (preeklampsia)
dengan nilai odds ratio sebesar 2,94 artinya ibu hamil yang memiliki umur
< 20 tahun atau > 35 tahun memilki resiko 2,94 kali dibandingkan
dengan ibu yang memiliki umur 20-35 tahun terhadap kejadian hipertensi
(preeklampsia-eklampsia).
 Wanita yang kelebihan berat badan (obesitas).
Hasil analisis statistikChi-Square bahwa ada pengaruh obesitas dengan kejadian
hipertensi (p= < 0,001 dan OR= 6 ; 95%CI=2,407-15,291) artinya bahwa
wanita dewasa muda yang obesitas berpeluang berisiko 6 kali lebih besar
menderita hipertensi dibanding dengan yang tidak obesitas. Hal ini sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Estiningsih (2012) bahwa ada pengaruh
obesitas dengan kejadian hipertensi. Memasuki usia dewasa, seseorang
cenderung memiliki pola makanyang kurang sehat dan kurang memperhatikan
kesehatan, akibatnya penyakit degeneratif seperti hipertensi akan mudah terjadi.
 Gaya hidup tidak sehat dan konsumsi makanan yang berlebihan.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Chairiah (2012) di RSU
Tanjung Pura ditemukan 28 responden (53,3%) ibu hamil hipertensi
dimana responden lebih banyak mengkonsumsi makan karbohidrat yang
cukup tinggi seperti mengkonsumsi jajanan seperti gorengan, biskuit, keripik
hampir setiap hari di konsumsi, dan ditemukan juga ibu yang sering
mengkonsumsi bakso, mie goreng minimal 3 kali seminggu sementara porsi
makanan sehari-hari juga sudah meningkat.
 Paritas
Hal ini sama dengan penelitian Walidah (2012) ada hubungan
signifikanantara paritas dengan kejadian hipertensi (preeklamsia). Wanita
yang baru menjadi ibu atau dengan pasangan baru mempunyai resiko 6
sampai 8 kali lebih mudah terkena hipertensi (preeklamsia-eklamsi) dari pada
multigravida.Sekitar 85% hipertensi (preklamsi-eklamsi) terjadi pada
kehamilan pertama.
 Aktivitas fisik yang kurang
Hasil analisis statistik Chi Squarebahwa ada pengaruh Variabel aktivitas
fisik dengan kejadian hipertensi pada wanita dewasa mudadi Puskesmas
Teladan dengan nilai (p= 0,006 dan OR= 6 ; 95%CI=2,407-15,291) artinya
wanita dewasa muda yang memiliki aktivitas fisik yang berisiko PAL <
1,70 berpeluang 3,6 kali lebih besar menderita hipertensi dibandingkan
aktivitas fisik yang tidak berisiko PAL ≥ 1,70. Penelitian ini sejalan
dengan penelitian yang dilakukan Sihombing (2010) bahwa terdapat
pengaruh yang bermakna antara aktivitas fisik dengan hipertensi, mereka
yang memiliki aktivitas fisik kurang berisiko 1,05 kali menderita hipertensi.
 Penggunaan alat kontrasepsi oral
Hasil analisis statistik Chi Square bahwa ada pengaruh penggunaan alat
kontrasepsi oral dengan kejadian hipertensi pada wanita dewasa muda di
Puskesmas Teladan dengan nilai (p= 0,001 dan OR= 4,8 95%CI= 2.046 -
11,531) artinya bahwawanita dewasa muda yang menggunakan alat kontrasepsi
oral ≥ 5 tahun berpeluang berisiko 4,8 kali lebih besar menderita hipertensi
dibandingkan dengan yang menggunakan alat kontrasepsi oral < 5 tahun.

(Jurnal ANALISIS FAKTOR RISIKO PENYEBAB HIPERTENSI PADA WANITA


DEWASA MUDA DAN KAITANNYA DENGAN PERMASALAHAN
KEHAMILAN DI WILAYAH KERJA PUSKEMAS TELADAN TAHUN 2017)
(Jurnal FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HIPERTENSI PADA
KEHAMILAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PANCUR BATU
KECAMATAN PANCUR BATU KABUPATEN DELI SERDANG DARI BULAN
JANUARI SAMPAI DESEMBER TAHUN 2018)

LO.1.4. Epidemiologi

Menurut data dari WHO (World Health Organization) tahun 2005 terdapat
536.000 ibu hamil meninggal dunia karena hipertensi dalam kehamilan. Kejadian ini
terjadi hampir di seluruh dunia, angka kematian ibu (AKI) di Asia Tenggara
berjumlah 35 per 100 ribu kelahiran hidup. Hasil laporan WHO tahun 2005
juga menyatakan bahwa di Indonesia AKI tergolong tinggi yaitu per 100.000
kelahiran hidup (WHO, 2005).

(Jurnal FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HIPERTENSI PADA


KEHAMILAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PANCUR BATU KECAMATAN
PANCUR BATU KABUPATEN DELI SERDANG DARI BULAN JANUARI SAMPAI
DESEMBER TAHUN 2018)

Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 dan 2013, tampak
kecenderungan peningkatan prevalensi PTM seperti hipertensi, diabetes, stroke, dan

penyakit sendi/rematik/encok. Fenomena ini diprediksi akan terus berlanjut (Kemenkes


RI, 2018).

LO.1.5. Klasifikasi
Hipertensi pada kehamilan dapat digolongkan menjadi: 1) pre-eklampsia/ eklampsia, 2)
hipertensi kronis pada kehamilan, 3) hipertensi kronis disertai preeklampsia, dan 4)
hipertensi gestational (Roberts et al., 2013; Malha et al., 2018).
1. Pre-eklampsia dan Eklampsia
Pre-eklampsia adalah sindrom pada kehamilan (>20 minggu), hipertensi (≥140/90
mmHg) dan proteinuria (>0,3 g/hari). Terjadi pada 2-5% kehamilan dan angka
kematian ibu 12-15%. (Malha et al., 2018)

Beberapa faktor telah diidentifikasi terkait dengan peningkatan risiko pre-


eklampsia seperti usia, paritas, pre-eklampsia sebelumnya, riwayat keluarga,
kehamilan ganda, kondisi medis yang sudah ada sebelumnya (diabetes mellitus
tipe I), obesitas dan resistensi insulin, hipertensi kronis, penyakit ginjal, penyakit
autoimun, sindrom anti-fosfolipid, penyakit rematik), merokok, peningkatan
indeks massa tubuh (BMI), peningkatan tekanan darah, dan proteinuria. Selain itu,
beberapa faktor yang terkait termasuk keterpaparan sperma yang terbatas,
primipaternitas, kehamilan setelah inseminasi donor / sumbangan oosit / embrio
telah ditemukan memainkan peran penting pada kejadian preeklampsia/eklampsia
(Karthikeyan, 2015). Faktor risiko pre-eklampsia/eklampsia adalah hipertensi
kronis, obesitas, dan anemia parah (Bilano et al., 2014).

Faktor risiko utama pre-eklampsia adalah sindrom antifosfolipid, relative risk,


pre-eklampsia sebelumnya, diabetes tipe I, kehamilan ganda, belum pernah
melahirkan (nulliparity), sejarah keluarga, obesitas, usia >40 tahun, hipertensi
(English et al., 2015). Sindrom antibodi antifosfolipid, pre-eklampsia sebelumnya,
hipertensi kronik, diabetes tipe I, teknologi pembantu reproduksi dan BMI (body
mass index) sangat berkaitan erat dengan terjadinya pre-eklampsia (Bartsch et al.,
2016).

Patofisiologi pre-eklampsia (Leeman et al., 2016)


 Implantasi plasenta abnormal (cacat pada trofoblas dan spiral arteriol)
 Faktor angiogenik (faktor rendahnya pertumbuhan plasental)
 Predisposisi genetik (ibu, ayah, trombofilias)
 Fenomena immunologi
 Kerusakan endotelial vaskular dan stres oksidatif

Eklampsia adalah terjadinya kejang pada wanita dengan pre-eklampsia yang tidak dapat
dikaitkan dengan penyebab lainnya . Eklampsia keadaan darurat yang dapat mengancam
jiwa, terjadi pada sebelum, saat, dan setelah persalinan (antepartum,
intrapartum,postpartum). Eklampsia didahului dengan sakit kepala dan perubahan
penglihatan, kemudian kejang selama 60-90 detik.

Sindrom HELLP (Haemolysis Elevated Liver enzymes Low Platelet count)


HELPP terjadi pada < 1% dari seluruh kehamilan, tetapi terjadi pada 20% komplikasi
kehamilan dengan pre-eklampsia berat. HELPP dapat terjadi pada sebelum, saat dan
setelah kehamilan. Diagnosis cukup sulit karena gejalanya mirip dengan penyakit lain.
Evaluasi membutuhkan tes darah komplit dan tes transaminase hati. Wanita dengan
HELPP sebaiknya diberi magnesium sulfat saat masuk rumah sakit hingga 24-48 jam
setelah persalinan (Leeman et al., 2016).
Waktu persalinan untuk pre-eklampsia (NICE, 2011)
 Direncanakan persalinan secara konservatif
 Dilakukan pengamatan intensif
 Dilakukan persalinan sebelum minggu ke-34 jika: terjadi hipertensi berat hingga
sesak nafas, ibu atau janin terancam
 Merekomendasikan persalinan setelah minggu ke-34 jika tekanan darah terkontrol
 Merekomendasikan persalinan dengan waktu 24-48 jam setelah minggu ke-37
pada pre-eklampsia sedang/ringan

2. Hipertensi kronis pada kehamilan


Hipertensi kronis pada kehamilan apabila tekanan darahnya ≥140/90 mmHg, terjadi
sebelum kehamilan atau ditemukan sebelum 20 minggu kehamilan. Seringkali
merupakan hipertensi esensial /primer, dan didapatkan pada 3,6-9% kehamilan.
Hipertensi kronis pada kehamilan adalah hipertensi (≥ 140/90 mmHg) yang telah ada
sebelum kehamilan. Dapat juga didiagnosis sebelum minggu ke-20 kehamilan.
Ataupun yang terdiagnosis untuk pertama
kalinya selama kehamilan dan berlanjut ke periode post-partum.

Peningkatan tekanan darah pada hipertensi kronis terjadi sebelum minggu ke-20
kehamilan, dapat bertahan lama sampai lebih dari 12 minggu pasca persalinan.
Hipertensi, obesitas dan usia merupakan faktor risiko hipertensi kronis. Hipertensi
kronis pada kehamilan meningkatkan risiko pre-eklampsia, pertumbuhan janin,
persalinan dini, dan kelahiran dengan caesar.

Wanita hipertensi yang hamil memiliki kecenderungan mengalami pre-eklampsia,


eklampsia, sindroma HELLP , detachment plasenta, gagal hati, gagal ginjal dan sesak
nafas karena cairan pada paru. Hipertensi kronis pada kehamilan umumnya berasal
dari hipertensi essensial terlihat dari riwayat keluarganya. Tetapi bisa juga berasal dari
kelainan ginjal parenkim, hiperplasia fibromuskular atau hiperaldosteronisme hanya
saja kasusnya jarang.
Hipertensi kronis berat (SBP ≥ 180 mmHg dan atau DBP ≥ 110 mmHg akan disertai
dengan penyakit ginjal, kardiomiopati, koarktasion aorta, retinopati, diabetes (B
sampai F), kolagen vaskular, sindrom antibodi antifosfolipid, pre-eklampsia. Wanita
hamil dengan hipertensi kronis berat memiliki risiko tinggi terkena stroke, serbral
hemorage, hipertesi encelopati, pre-eklampsia, serangan jantung, gagal ginjal akut,
abruptio plasenta, koagulopati intravaskular diseminata dan kematian.

Mayoritas wanita hipertensi kronis mengalami penurunan tekanan darah menjelang


akhir trimester pertama sekitar 5-10 mmHg mirip seperti siklus pada wanita normal.
Bahkan ada beberapa yang menjadi normal tekanan darahnya. Kemudian tekanan
darah naik kembali pada trimester ketiga sehingga mirip dengan hipertensi
gestasional. Tetapi hipertensi kronis dapat bertahan sampai lebih dari 12 minggu
setelah persalinan. Wanita hipertensi kronis setelah persalinan memiliki kemungkinan
terkena komplikasi edema pulmonari, hipertensi enselopati dan gagal ginjal. Sehingga
perlu dilakukan terapi anti hipertensi yang baik untuk mengontrol tekanan darah.

3. Hipertensi kronis yang disertai pre-eklampsia


Orang dengan hipertensi sebelum kehamilan (hipertensi kronis) memiliki risiko 4-5
kali terjadi pre-eklampsia pada kehamilannya. Angka kejadian hipertensi kronis pada
kehamilan yang disertai pre-eklampsia sebesar 25%. Sedangkan bila tanpa hipertensi
kronis angka kejadian pre-eklampsia hanya 5% (Roberts et al., 2013; Malha et al.,
2018). Hipertensi yang disertai pre-eklampsia biasanya muncul antara minggu 24-26
kehamilan berakibat kelahiran preterm dan bayi lebih kecil dari normal (IUGR)
(Khosravi et al., 2014).

Diagnosis hipertensi kronis yang disertai pre-eklampsia


Wanita hipertensi yang memiliki proteinuria kurang lebih 20 minggu kehamilan
diikuti dengan; peningkatan dosis obat hipertensi, timbul gejala lain (peningkatan
enzim hati secara tidak normal), penurunan trombosit > 100000/mL, nyeri bagian atas
dan kepala, adanya edema, adanya gangguan ginjal (kreatinin ≥ 1.1 mg/dL), dan
peningkatan ekskresi protein (Roberts et al., 2013). Hipertensi kronis disertai pre-

eklampsia ada 2 13: Hipertensi kronis disertai pre-eklampsia berat. Peningkatan


tekanan darah, adanya proteinuria dengan adanya gangguan organ lain. Hipertensi
kronis disertai pre-eklampsia ringan. Hanya ada peningkatan tekanan darah dan
adanya proteinuria.

Hipertensi kronis disertai pre-eklampsia ada 2 (Roberts et al., 2013):


 Hipertensi kronis disertai pre-eklampsia berat Peningkatan tekanan darah,
adanya proteinuria dengan adanya gangguan organ lain.
 Hipertensi kronis disertai pre-eklampsia ringan Hanya ada peningkatan
tekanan darah dan adanya proteinuria.

4. Hipertensi gestasional
Hipertensi gestasional adalah hipertensi yang terjadi setelah 20 minggu kehamilan
tanpa proteinuria. Angka kejadiannya sebesar 6%. Sebagian wanita (> 25%)
berkembang menjadi pre-eklampsia diagnosis hipertensi gestasional biasanya
diketahui setelah melahirkan (Leslie and Collins, 2016; Malha et al., 2018).

Hipertensi gestasional berat adalah kondisi peningkatan tekanan darah > 160/110
mmHg. Tekanan darah baru menjadi normal pada post partum, biasanya dalam
sepuluh hari. Pasien mungkin mengalami sakit kepala, penglihatan kabur, dan sakit
perut dan tes laboratorium abnormal, termasuk jumlah trombosit rendah dan tes fungsi
hati abnormal (Karthikeyan, 2015).

Hipertensi gestasional terjadi setelah 20 minggu kehamilan tanpa adanya proteinuria.


Kelahiran dapat berjalan normal walaupun tekanan darahnya tinggi. Penyebabnya
belum jelas, tetapi merupakan indikasi terbentuknya hipertensi kronis di masa depan
sehingga perlu diawasi dan dilakukan tindakan pencegahan (Roberts et al., 2013).

Waktu persalinan untuk hipertensi gestational (NICE, 2011)


Tekanan darah < 160/110 mmHg dengan atau tanpa obat anti hipertensi tidak
diperbolehkan melakukan persalinan sebelum 37 minggu kehamilan. Tekanan darah <
160/110 mmHg dengan atau tanpa obat anti hipertensi setelah minggu ke-37
melakukan konsultasi mengenai hari persalinan. Persalinan dapat dilakukan setelah
kartikosteroids selesai.
LO.1.6. Patofisiologi
1. Teori kelainan vaskularisasi plasenta
Pada kehamilan normal, rahim dan plasenta mendapatkan aliran darah dari cabang –
cabang arteri uterina dan arteri ovarika yang menembus miometrium dan menjadi
arteri arkuata, yang akan bercabang menjadi arteri radialis. Arteri radialis menembus
endometrium menjadi arteri basalis memberi cabang arteri spiralis. Pada kehamilan
terjadi invasi trofoblas kedalam lapisan otot arteri spiralis, yang menimbulkan
degenerasi lapisan otot tersebut sehingga terjadi distensi dan vasodilatasi arteri
spiralis, yang akan memberikan dampak penurunan tekanan darah, penurunan
resistensi vaskular, dan peningkatan aliran darah pada utero plasenta. Akibatnya aliran
darah ke janin cukup banyak dan perfusi jaringan juga meningkat, sehingga menjamin
pertumbuhan janin dengan baik. Proses ini dinamakan remodelling arteri spiralis.
Pada pre eklamsia terjadi kegagalan remodelling menyebabkan arteri spiralis menjadi
kaku dan keras sehingga arteri spiralis tidak mengalami distensi dan vasodilatasi,
sehingga aliran darah utero plasenta menurun dan terjadilah hipoksia dan iskemia
plasenta.
2. Teori Iskemia Plasenta, Radikal bebas, dan Disfungsi Endotel
a. Iskemia Plasenta dan pembentukan Radikal Bebas
Karena kegagalan Remodelling arteri spiralis akan berakibat plasenta mengalami
iskemia, yang akan merangsang pembentukan radikal bebas, yaitu radikal
hidroksil (-OH) yang dianggap sebagai toksin. Radiakl hidroksil akan merusak
membran sel yang banyak mengandung asam lemak tidak jenuh menjadi
peroksida lemak. Periksida lemak juga akan merusak nukleus dan protein sel
endotel.
b. Disfungsi Endotel
Kerusakan membran sel endotel mengakibatkan terganggunya fungsi endotel,
bahkan rusaknya seluruh struktur sel endotel keadaan ini disebut disfungsi
endotel, yang akan menyebabkan terjadinya :
- Gangguan metabolisme prostalglandin, yaitu menurunnya
produksi prostasiklin (PGE2) yang merupakan suatu vasodilator kuat.
- Agregasi sel-sel trombosit pada daerah endotel yang mengalami kerusakan.
Agregasi trombosit memproduksi tromboksan (TXA2) yaitu suatu
vasokonstriktor kuat. Dalam Keadaan normal kadar prostasiklin lebih banyak
dari pada tromboksan. Sedangkan pada pre eklamsia kadar tromboksan lebih
banyak dari pada prostasiklin, sehingga menyebabkan peningkatan tekanan
darah.
- Perubahan khas pada sel endotel kapiler glomerulus (glomerular endotheliosis)
- Peningkatan permeabilitas kapiler.
- Peningkatan produksi bahan – bahan vasopresor, yaitu endotelin. Kadar NO
menurun sedangkan endotelin meningkat.
- Peningkatan faktor koagulasi

3. Teori intoleransi imunologik ibu dan janin


Pada perempuan normal respon imun tidak menolak adanya hasil konsepsi yang
bersifat asing.Hal ini disebabkan adanya Human Leukocyte Antigen Protein G (HLA-
G) yang dapat melindungi trofoblas janin dari lisis oleh sel natural killer (NK) ibu.
HLA-G juga akan mempermudah invasis el trofoblas kedalam jaringan desidua ibu.
Pada plasenta ibu yang mengalami pre eklamsia terjadi ekspresi penurunan HLA-G
yang akan mengakibatkan terhambatnya invasi trofoblas ke dalam desidua.
Kemungkinan terjadi Immune-Maladaptation pada pre eklamsia.

4. Teori Adaptasi kardiovaskular


Pada kehamilan normal pembuluh darah refrakter terhadap bahan vasopresor.
Refrakter berarti pembuluh darah tidak peka terhadap rangsangan vasopresor atau
dibutuhkan kadar vasopresor yang lebih tinggi untuk menimbulkan respon
vasokonstriksi. Refrakter ini terjadi akibat adanya sintesis prostalglandin oleh sel
endotel. Pada pre eklamsia terjadi kehilangan kemampuan refrakter terhadap bahan
vasopresor sehingga pembuluh darah menjadi sangat peka terhadap
bahan vasopresor sehingga pembuluh darah akan mengalami vasokonstriksi dan
mengakibatkan hipertensi dalam kehamilan.

5. Teori Genetik
Ada faktor keturunan dan familial dengan model gen tunggal. Genotype ibu lebih
menentukan terjadinya hipertensi dalam kehamilan secara familial jika dibandingkan
dengan genotype janin. Telah terbukti bahwa ibu yang mengalami pre eklamsia, 26%
anak perempuannya akan mengalami pre eklamsia pula, sedangkan hanya 8% anak
menantu mengalami pre eklamsia.

6. Teori Defisiensi Gizi


Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa defisiensi gizi berperan dalam
terjadinya hipertensi dalam kehamilan.Penelitian terakhir membuktikan bahwa
konsumsi minyak ikan dapat mengurangi resiko pre eklamsia.Minyak ikan banyak
mengandung asam lemak tidak jenuh yang dapat menghambat produksi tromboksan,
menghambat aktivasi trombosit, dan mencegah vasokonstriksi pembuluh darah.

7. Teori Stimulasi Inflamasi


Teori ini berdasarkan bahwa lepasnya debris trofoblas di dalam sirkulasi darah
merupakan rangsangan utama terjadinya proses inflamasi. Berbeda dengan proses
apoptosis pada pre eklamsia, dimana pada pre eklamsia terjadi peningkatan stres
oksidatif sehingga produksi debris trofoblas dan nekrorik trofoblas juga meningkat.
Keadaan ini mengakibatkan respon inflamasi yang besar juga. Respon inflamasi akan
mengaktifasi sel endotel dan sel makrofag/granulosit yang lebih besar pula, sehingga
terjadi reaksi inflamasi menimbulkan gejala – gejala pre eklamsia pada ibu.

LO.1.6. Manifestasi Klinis

a. Pre-eklampsia terjadi kehamilan (>20 minggu), hipertensi (≥140/90 mmHg) dan


proteinuria (>0,3 g/hari). (Malha et al., 2018) Juga dapat disertai gejala sakit
kepala, perubahan visual, nyeri epigastrium, dan dyspnoea.

Manifestasi preeklamsia ringan:


 Tekanan darah ≥ 140 mmHg/ 90 mmHg
 Proteinuria ≥ 300 mg/ 24 jam atau ≥ 1 + dipstick
 Edema
Fitur pre-eklampsia berat (Leeman et al., 2016)
 Peningkatan tekanan darah (sistolik ≥ 160 mmHg, diastolik ≥ 110 mmHg)
 Peningkatan kreatinin (> 1.1 mg/dL [97 µmol/L] atau ≥ 2x normal)
 Disfungsi hati (transamilase ≥ 2x normal atas) atau nyeri pada tubuh
bagian atas
 Sakit kepala atau penglihatan kabur + Trombosit < 100x103 /µL (100x109
/L)
 Edema paru
 Proteinuria > 5 g/ 24 jam atau 4 +
 Oliguria
 Hemolisis mikroangiopatik
 Trombositopenia berat
 Pertumbuhan janin intrauterin terhambat
 Sindrom HELLP

b. Hipertensi kronik: Hipertensi kronik dalam kehamilan adalah tekanan darah


≥140/90mmHg yang didapatkan sebelum kehamilan atau sebelum umur
kehamilan 20 minggu dan hipertensi tidak menghilang setelah 12 minggu pasca
persalinan.
c. Hipertensi gestasional: Hipertensi gestasional didapat pada wanita dengan tekanan
darah ≥ 140/90 mmHg atau lebih untuk pertama kali selama kehamilan tetapi
belum mengalami proteinuria.

LO.1.8. Diagnosis dan Diagnosis Banding


A. Anamnesis
Evaluasi pada penderita hipertensi adalah dengan melakukan anamnesis tentang
keluhan pasien, riwayat penyakit dahulu dan penyakit keluarga, pemeriksaan fisis
serta pemeriksaan penunjang.
Anamnesis meliputi:
1. Lama menderita hipertensi dan derajat tekanan darah
2. Indikasi adanya hipertensi sekunder
- Keluarga dengan riwayat penyakit ginjal
- Pemakaian obat-obatan analgesic dan obat/bahan lain
3. Faktor-faktor risiko
4. Gejala kerusakan organ

B. Pemeriksaan Fisik
1. Pengukuran tekanan darah
- Pengukuran rutin di kamar periksa dokter / rumah sakit
- Pengukuran 24 jam

C. Pemeriksaan Penunjang
1. Tes darah rutin
2. Proteinuria kuantitatif
3. Hitung darah perifer lengkap (DPL)
4. Golongan darah ABO, Rh, dan uji pencocokan silang
5. Fungsi hati (LDH, SGOT, SGPT)
6. Fungsi ginjal (ureum, kreatinin serum)
7. Profil koagulasi (PT, APTT, fibrinogen)
8. USG (terutama jika ada indikasi gawat janin/pertumbuhan janin
terhambat)

 Penegakan Diagnosis Hipertensi


Hipertensi adalah tekanan darah sekurang-kurangnya 140 mmHg sistolik atau 90
mmHg diastolik pada dua kali pemeriksaan berjarak 15 menit menggunakan lengan
yang sama. Definisi hipertensi berat adalah peningkatan tekanan darah sekurang-
kurangnya 160 mmHg sistolik atau 110 mmHg diastolik. Mat tensimeter sebaiknya
menggunakan tensimeter air raksa, namun apabila tidak tersedia dapat menggunakan
tensimeter jarum atau tensimeter otomatis yang sudah divalidasi. Laporan terbaru
menunjukkan pengukuran tekanan darah menggunakan alat otomatis sering
memberikan hasil yang lebih rendah. Berdasarkan American Society of
Hypertension ibu diberi kesempatan duduk tenang dalam 15 menit sebelum
dilakukan pengukuran tekanan darah pemeriksaan. Pengukuran dilakukan pada
posisi duduk posisi manset setingkat dengan jantung, dan tekanan diastolik diukur
dengan mendengar bunyi korotkoff V (hilangnya bunyi). Ukuran manset yang sesuai
dan kalibrasi alat juga senantiasa diperlukan agar tercapai pengukuran tekanan darah
yang tepat. Pemeriksaan tekanan darah pada wanita dengan hipertensi kronik harus
dilakukan pada kedua tangan, dengan menggunakan hasil pemeriksaan yang
tertinggi.

 Penentuan Proteinuria
Proteinuria ditetapkan bila ekskresi protein di urin melebihi 300 mg dalam 24 jam
atau tes urin dipstik > positif 1. Pemeriksaan urin dipstik bukan merupakan
pemeriksaan yang akurat dalam memperkirakan kadar proteinuria. Konsentrasi
protein pada sampel urin sewaktu bergantung pada beberapa faktor, termasuk jumlah
urin. Kuo melaporkan bahwa pemeriksaan kadar protein kuantitatif pada hasil
dipstik positif 1 berkisar 0-2400 mg/24 jam, dan positif 2 berkisar
700-4000mg/24jam. Pemeriksaan tes urin dipstik memiliki angka positif palsu yang
tinggi, seperti yang dilaporkan oleh Brown, dengan tingkat positif palsu 67-83%.
Positif palsu dapat disebabkan kontaminasi duh vagina, cairan pembersih, dan urin
yang bersifat basa. Konsensus Australian Society for the Study of Hypertension in
Pregnancy (ASSHP) dan panduan yang dikeluarkan oleh Royal College of
Obstetrics and Gynecology (RCOG) menetapkan bahwa pemeriksaan proteinuria
dipstik hanya dapat digunakan sebagai tes skrining dengan angka positif palsu yang
sangat tinggi, dan harus
dikonfirmasi dengan pemeriksaan protein urin tampung 24 jam atau rasio protein
banding kreatinin. Pada telaah sistematik yang dilakukan Côte dkk disimpulkan
bahwa pemeriksaan rasio protein banding kreatinin dapat memprediksi proteinuria
dengan lebih baik.
Pemeriksaan proteinuria dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu secara Esbach
dan Dipstick. Pengukuran secara Esbach, dikatakan proteinuria jika didapatkan
protein ≥300 mg dari 24 jam jumlah urin. Nilai tersebut setara dengan kadar
proteinuria ≥30 mg/dL (+1 dipstick) dari urin acak tengah yang tidak menunjukkan
tanda-tanda infeksi saluran kencing. Interpretasi hasil dari proteinuria dengan
metode dipstick adalah : 19
+1 = 0,3 – 0,45 g/L
+2 = 0,45 – 1 g/L
+3 = 1 – 3 g/L
+4 = > 3 g/L.
Prevalensi kasus preeklamsia berat terjadi 95% pada hasil pemeriksaan
+1 dipstick, 36% pada +2 dan +3 dipstick.

 Penegakkan Diagnosis Preeklampsia


Seperti telah disebutkan sebelumnya, bahwa preeklampsia didefinisikan sebagai
hipertensi yang baru terjadi pada kehamilan / diatas usia kehamilan 20 minggu
disertai adanya gangguan organ. Jika hanya didapatkan hipertensi saja, kondisi
tersebut tidak dapat disamakan dengan peeklampsia, harus didapatkan gangguan
organ spesifik akibat preeklampsia tersebut. Kebanyakan kasus preeklampsia
ditegakkan dengan adanya protein urin, namun jika protein urin tidak didapatkan,
salah satu gejala dan gangguan lain dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis
preeklampsia, yaitu:
o Trombositopenia: trombosit < 100.000 / mikroliter
o Gangguan ginjal: kreatinin serum >1,1 mg/dL atau didapatkan peningkatan
kadar kreatinin serum pada kondisi dimana tidak ada kelainan ginjal lainnya
o Gangguan liver: peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali normal dan atau
adanya nyeri di daerah epigastrik / regio kanan atas abdomen
o Edema Paru
o Didapatkan gejala neurologis: stroke, nyeri kepala, gangguan visus
o Gangguan pertumbuhan janin yang menjadi tanda gangguan sirkulasi
uteroplasenta: Oligohidramnion, Fetal Growth Restriction (FGR) atau
didapatkan adanya absent or reversed end diastolic velocity (ARDV)

 Penegakkan Diagnosis Preeklampsia Berat


Beberapa gejala klinis meningkatkan morbiditas dan mortalitas pada preeklampsia,
dan jika gejala tersebut didapatkan, akan dikategorikan menjadi kondisi pemberatan
preeclampsia atau disebut dengan preeklampsia berat. Kriteria gejala dan kondisi
yang menunjukkan kondisi pemberatan preeklampsia atau preklampsia berat adalah
salah satu dibawah ini:
o Tekanan darah sekurang-kurangnya 160 mmHg sistolik atau 110 mmHg
diastolic pada dua kali pemeriksaan berjarak 15 menit menggunakan lengan
yang sama
o Trombositopenia: trombosit < 100.000 / mikroliter
o Gangguan ginjal: kreatinin serum >1,1 mg/dL atau didapatkan peningkatan
kadar kreatinin serum pada kondisi dimana tidak ada kelainan ginjal lainnya
o Gangguan liver: peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali normal dan atau
adanya nyeri di daerah epigastrik / regio kanan atas abdomen
o Edema Paru
o Didapatkan gejala neurologis: stroke, nyeri kepala, gangguan visus
o Gangguan pertumbuhan janin menjadi tanda gangguan sirkulasi uteroplasenta:
Oligohidramnion, Fetal Growth Restriction (FGR) atau didapatkan absent or
reversed end diastolic velocity (ARDV)
Beberapa penelitian terbaru menunjukkan rendahnya hubungan antara kuantitas
protein urin terhadap luaran preeklampsia, sehingga kondisi protein urin masif (lebih
dari 5 g) telah dieleminasi dari kriteria pemberatan preeklampsia (preeklampsia
berat). Kriteria terbaru tidak lagi mengkategorikan lagi preeklampsia ringan,
dikarenakan setiap preeklampsia
merupakan kondisi yang berbahaya dan dapat mengakibatkan peningkatan
morbiditas dan mortalitas secara signifikan dalam waktu singkat.
 Diagnosis eklampsia:
o Didahului oleh gejala preeklamsia.
o Disertai kejang menyeluruh dan koma. Kejang tersebut dapat terjadi pada saat
sebelum, selama dan setelah persalinan.
o Tidak ada kemungkinan penyebab lain (misalnya epilepsi, perdarahan
subarakhnoid, dan meningitis)
 Diagnosis hipertensi kronik dengan superimposed preeklamsia:
o Ibu dengan riwayat hipertensi kronik (sudah ada sebelum usia kehamilan 20
minggu)
o Tes celup urin menunjukkan proteinuria > + 1 atau trombosit < 100.000 sel/uL
pada usia kehamilan > 20 minggu
 Diagnosis hipertensi gestasional:
o Tekanan darah ≥ 140/90 mmHg
o Tidak ada riwayat hipertensi sebelum hamil, tekanan darah normal di usia
kehamilan <12 minggu.
o Tidak ada proteinuria (diperiksa dengan tes celup urin).
o Dapat disertai tanda dan gejala preeklampsia, seperti nyeri ulu hati di
trombositopenia.
o Diagnosis pasti ditegakkan pasca persalinan.
 Diagnosis banding:
o Antiphospholipid Antibody Syndrome and Pregnancy
o Antithrombin Deficiency
o Aortic Coarctation
o Autoimmune Thyroid Disease and Pregnancy

LO.1.9. Tatalaksana
Eklampsia adalah terjadinya kejang pada wanita dengan pre-eklampsia yang tidak dapat
dikaitkan dengan penyebab lainnya (Karthikeyan, 2015). Eklampsia keadaan darurat
yang dapat mengancam jiwa, terjadi pada sebelum, saat, dan setelah persalinan
(antepartum, intrapartum, postpartum). Eklampsia didahului dengan sakit kepala dan
perubahan penglihatan, kemudian kejang selama 60-90 detik (Leeman et al., 2016).

Prinsip manajemen kejang eklampsia (Leeman et al., 2016)


i) Menjaga kesadaran
ii) Menghindari polifarmasi
iii) Melindungi jalur nafas dan meminimalkan risiko aspirasi
iv) Mencegah cedera pada ibu hamil
v) Pemberian magnesium sulfat untuk mengontrol kejang
vi) Mengikuti proses kelahiran normal

Pencegahan dan Tatalaksana terhadap Kejang


 Bila terjadi kejang, perhatikan jalan napas, pernapasan (oksigen), dan sirkulasi
(cairan intravena).
 MgSO4 diberikan secara intravena kepada ibu dengan eklampsia
(sebagai tatalaksana kejang) dan preeklampsia berat (sebagai pencegahan kejang).
 Pada kondisi di mana MgSO4 tidak dapat diberikan seluruhnya, berikan dosis
awal (loading dose) lalu rujuk ibu segera ke fasilitas kesehatan yang memadai.
 Lakukan intubasi jika terjadi kejang berulang dan segera kirim ibu ke ruang ICU
(bila tersedia) yang sudah siap dengan fasilitas ventilator tekanan positif.
Tatalaksana terhadap Hipertensi

 Ibu dengan hipertensi berat selama kehamilan perlu mendapat terapi


antihipertensi.
 Pilihan antihipertensi didasarkan terutama pada pengalaman dokter dan
ketersediaan obat. Beberapa jenis antihipertensi yang dapat digunakan:
o Antihipertensi golongan ACE inhibitor (misalnya kaptopril), ARB (misalnya
valsartan), dan klorotiazid dikontraindikasikan pada ibu hamil.
o Ibu yang mendapat terapi antihipertensi di masa antenatal dianjurkan untuk
melanjutkan terapi antihipertensi hingga persalinan
o Terapi antihipertensi dianjurkan untuk hipertensi pascasalin berat.
Berda
sarkan
William Obstetrics, ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan gejala-gejala
preeklamsia berat selama perawatan; maka sikap terhadap kehamilannya dibagi menjadi:
 Aktif (Agressive Management): Berarti kehamilannya segera diakhiri /
diterminasi bersamaan dengan pemberian pengobatan medikamentosa.
 Konservatif (Ekspektatif): Berarti kehamilan tetap dipertahankan bersamaan
dengan pemberian pengobatan medikamentosa.
Indikasi perawatan aktif adalah bila didapatkan satu atau lebih keadaan dibawah ini:

Pada ibu

 Umur kehamilan ≥ 37 minggu. Lockwood dan Paids mengambil batasan umur


kehamilan > 37 minggu untuk preeklamsia ringan dan umur kehamilan ≥ 37
minggu untuk preeklamsia berat.
 Adanya tanda-tanda gejala Impending Eclampsia
 Kegagalan terapi pada perawtan konservatif, yaitu: keadaan klinis dan laboratorik
memburuk.
 Diduga terjadi solusio plasenta.
 Timbul onset persalinan, ketuban pecah, atau perdarahan.

Pada janin
 Adanya tanda-tanda fetal distress (gawat janin)
 Adanya tanda-tanda Intrauterine Growth Restriction (IUGR)
 NST nonreaktif dengan profil biofisik abnormal
 Terjadinya oligohidramnion

Pada laboratorium

Adanya tanda-tanda “Sindroma HELLP”  (Hemolysis, Elevated  Liver


Enzyme, Low Platelets Count ) merupakan suatu variasi dari preeklamsi berat yang
disertai trombositopenia, hemolisis dan gangguan fungsi hepar.

Perawatan konservatif (ekspektatif): bila kehamilan preterm ≤ 37 minggu tanpa


disertai tanda-tanda impending eclampsia dengan keadaan janin baik.
Diberi pengobatan yang sama dengan pengobatan medikamentosa pada pengelolaan
secara aktif.
LO.1.10. Komplikasi

Konsekuensi hipertensi pada kehamilan (Mustafa et al., 2012; Malha et al., 2018) :
a) Jangka pendek Ibu : eklampsia, hemoragik, isemik stroke, kerusakan hati (HELL
sindrom, gagal hati, disfungsi ginjal, persalinan cesar, persalinan dini, dan abruptio
plasenta. Janin : kelahiran preterm, induksi kelahiran, gangguan pertumbuhan janin,
sindrom pernapasan, kematian janin.
b) Jangka panjang Wanita yang mengalami hipertensi saat hamil memiliki risiko kembali
mengalami hipertensi pada kehamilan berikutnya, juga dapat menimbulkan komplikasi
kardiovaskular, penyakit ginjal dan timbulnya kanker.

Hipertensi pada kehamilan dapat berkembang menjadi pre-eklampsia, eklampsia dan


sindrom HELLP. Kemudian dapat bermanifestasi dengan kejadian serebral iskemik atau
hemoragik pada pra, peri, dan postpartum menjadi penyakit stroke. Gejala pre-
eklampsia/eklampsia adalah sakit kepala, gangguan penglihatan (kabur atau kebutaan)
dan kejang. Hal ini dapat menyebabkan kecacatan bahkan kematian bagi ibu dan janin
bila tidak segara dilakukan penanganan (Vidal et al., 2011).

LO.1.11. Pencegahan

Pencegahan preeklampsia
 Nonmedikal
1. Perhatikan pola makan.
Kehamilan yang sehat membutuhkan asupan nutrisi yang cukup dari berbagai
makanan yang Anda konsumsi.Penuhi kebutuhan gizi Anda setiap hari dan pastikan
kebutuhan protein, mineral, karbohidrat, vitamin, dan serat tercukupi.Perbanyak
mengonsumsi sayuran, ikan, buah-buahan, serta minum air putih.Kurangi
mengonsumsi makanan yang mengandung hidrat arang dan garam.

2. Konsumsi makanan yang mampu menurunkan tekanan darah.


Ikan, cokelat, pisang, dan jeruk dapat membantu menurunkan tekanan darah
Anda.Bahkan, kandungan nutrisi yang ada dalam bahan makanan tersebut dapat
menunjang pertumbuhan dan perkembangan janin secara maksimal.
3. Terapkan pola hidup sehat.
Kebiasaan merokok dan minum minuman beralkohol dapat memicu timbulnya
hipertensi. Bahkan, dampak negatif dari gaya hidup yang tidak sehat ini berdampak
buruk pada kesehatan janin.

4. Rajin olahraga.
Olahraga bermanfaat melancarkan sirkulasi darah dan oksigen dalam tubuh. Dengan
rajin berolahraga ringan, seperti jalan kaki, renang, yoga, dan lain-lain dapat
membantu menurunkan tekanan darah Anda.

5. Hindari stress.
Stres dapat memicu naiknya tekanan darah Anda.Karena itu, usahakan agar pikiran
Anda tetap tenang dan gembira agar tekanan darah Anda tetap normal.

6. Hindari kelelahan.
Kelelahan dan kurang istirahat pada ibu hamil juga dapat menyebabkan tekanan darah
tiggi.

7. Rajin kontrol ke dokter.


Rajinlah memeriksakan kondisi kehamilan Anda pada dokter kandungan atau
bidan.Lakukan pengecekan secara rutin terhadap tekanan darah Anda.

 Medikal
o Kalsium : 1.500-2.000 mg/hari
o Zinc 200 mg/hari
o Magnesium 365/hari
o Obat anti trombotik yang dianggap dapat dapat mencegah preeklampsia adalah
aspirin dosis rendah rata-rata di bawah 100mg/hari atau dipyridamole
o Antioksidan : vit. C, vit E, β-karoten, CoQ10, N-asetilsistein, asam lipoik
LO.1.12. Prognosis

Preeklampsia diperkirakan berakibat kematian maternal sebesar 14%. Kematian


tersebut diakibatkan disfungsi sel endotel sistemik, vasospasme yang menyebabkan
kegagalan organ, komplikasi susunan saraf pusat, komplikasi pada ginjal, gangguan
koagulasi, dan solusio plasenta. Kemungkinan preeklampsia berulang adalah 10%.
Apabila wanita tersebut mengalami preeklampsia dengan komplikasi, maka
kemungkinan untuk berulang di kehamilan berikutnya menjadi lebih besar. Jika kejadian
preeklampsianya lebih dini, maka kemungkinan berulangnya juga lebih bagus.
Daftar Pustaka

1. InfoDATIN Kementerian Kesehatan RI, 2014


(  http://www.kemkes.go.id/download.php?file=download/pusdatin/infodatin/
infodatin-hipertensi.pdf. )
2. Karthikeyan, V.J., 2015. Hypertension in pregnancy; in Nadar, S. and Lip, G.Y.H.,
Hypertension, Ch. 22, 2nd Ed. Oxford Cardiology Library. Oxford.
3. Malha et al., 2018. Hypertension in Pregnancy in Hypertension: A Companion to
Braunwald's Heart Disease (Third Edition) Ch 39. Elsevier.
4. English, F.A., Kenny, L.C., and McCarthy, F.P., 2015. Risk factors and effective
management of preeclampsia. Integrated Blood Pressure Control. Vol 8: 7- 12.
5. Bartsch, E., Medcalf, K.E., Park, A.L., et al., 2016. Clinical risk factors for
preeclamsia determined in early pregnancy: systemic review and meta-analysis of
large cohort studies. BMJ. Vol 353: i1753.
6. Roberts, J.M., August, P.A., Bakris, G., et al., 2013. Hypertension in Pregnancy.
American College of Obstetricians and Gynecologist. Washington DC.
7. Leslie, D. and Collins, R.E., 2016. Hypertension in pregnancy. BJA Education. Vol
16 (1): 33-7. https://doi.org/10.1093/bjaceaccp/mkv020.
8. Bilano, V.L., Ota, E., Ganchimeg, T., et al., 2014. Risk factors of
preeclampsia/eclampsia and its adverse outcomes in low- and middle-income
countries: a who secondary analysis. PLOS ONE. Vol 9 (3): e91198.
9. National Institute for Health and Clinical Excellence (NICE), 2011. Hypertension in
pregnancy: the management of hypertensive disorder during pregnancy. Royal
College of Obstetricians and Gynaecologists. London.
10. Leeman, L., Dresang, L.T., and Fontaine, P., 2016. Hypertensive disorder of
pregnancy. American Family Physicians. Vol 93 (2): 121-7.
11. Vidal S.M., Schneck, M.J., Flaster, M.S., et al., 2011. Stroke- and pregnancyinduced
hypertensive sindromes. Women’s Health. Vol 7 (3): 283-92.
12. Mustafa, R., Ahmed, S., Gupta, A., et al., 2012. A comprehensive review of
hypertension in pregnancy. Journal of Pregnancy. Vol 2012.

13. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia., 2018. Profil Kesehatan Indonesia Tahun
2017. Kemenkes RI.
14. Hypertensive Disorders of Pregnancy (ISSHP Classification, Diagnosis, and
Management Recommendations for International Practice) 2018. (
https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/29899139/ )
15. Jurnal ANALISIS FAKTOR RISIKO PENYEBAB HIPERTENSI PADA WANITA
DEWASA MUDA DAN KAITANNYA DENGAN PERMASALAHAN
KEHAMILAN DI WILAYAH KERJA PUSKEMAS TELADAN TAHUN 2017 (
http://ejournal.stikeselisabethmedan.ac.id:85/index.php/EHJ/article/view/270 )
16. Jurnal Hipertensi pada Kehamilan tahun 2019 (
http://jurnalnasional.ump.ac.id/index.php/HMJ/article/view/4169 )
17. Jurnal FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HIPERTENSI PADA
KEHAMILAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PANCUR BATU
KECAMATAN PANCUR BATU KABUPATEN DELI SERDANG DARI BULAN
JANUARI SAMPAI DESEMBER TAHUN 2018 (
https://ejournal.medistra.ac.id/index.php/JKF/article/view/7 )

Anda mungkin juga menyukai