Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH MEDICAL SCIENCES

“ Hipertensi pada Kehamilan, Persalinan dan Nifas ”

Dosen Pengampu:
Elisa Goreti Sinaga, M.Tr.Keb

Disusun Oleh:
Kelompok 1
Afdellah Chairunnisa (P07224322236)
Allisya Salma (P07224322234)
Andi Diana Damayanti Hasba (P07224322233)
Clarita Emilia Febiana (P07224322242)

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEBIDANAN SAMARINDA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN
KALIMANTAN TIMUR

TAHUN 2023

KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, karena
telah melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga,
pada hari ini kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Hipertensi pada
Kehamilan, Persalinan dan Nifas”.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal sehingga dapat
memperlancar proses pembuatannya sendiri. Untuk itu, kami menyampaikan
banyak terima kasih kepada Elisa Goreti Sinaga, M.Tr.Keb selaku dosen
pengampu mata kuliah Medical Sciences.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu, dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar kami dapat memperbaiki makalah ini.
Akhir kata, kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat
maupun inspirasi terhadap pembaca.

Samarinda, 18 Mei 2023

Kelompok 1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Hipertensi Pada Kehamilan, Persalinan dan Nifas
2.2 Penyebab Hipertensi Pada Kehamilan, Persalinan dan Nifas
2.3 Gejala Hipertensi Pada Kehamilan, Persalinan dan Nifas
2.4 Penatalaksanaan Hipertensi Pada Kehamilan, Persalinan dan Nifas
2.5 Pencegahan Hipertensi Pada Kehamilan, Persalinan dan Nifas
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kehamilan adalah proses alami yang mendahului pertemuan sel telur dan
sperma yang disebut pembuahan, kemudian dilanjutkan dengan proses
implantasi dan implantasi hingga janin dapat hidup dan berkembang di dalam
dan diluar rahim (Sinambela & Sari, 2018).
Begitupun dengan persalinan. Kehamilan dan persalinan merupakan hal
yang sangat wajar terjadi pada seseorang perempuan. Kedua hal tersebut
berperan penting dalam proses reproduksi guna mempertahankan kelestarian
manusia. Meskipun merupakan suatu hal yang fisiologis, kehamilan dan
persalinan memiliki banyak resiko yang dapat membahayakan nyawa ibu dan
janin. .
Hipertensi menjadi salah satu komplikasi yang paling sering muncul
dalam kehamilan. Penyebab kematian tersering selain perdarahan dan
infeksi, juga banyak memberikan kontribusi pada morbiditas dan
mortalitas ibu hamil. Hipertensi juga merupakan faktor risiko stroke dan
insidennya meningkat pada kehamilan dimana 15% kematian ibu hamil
di Amerika disebabkan oleh pendarahan intraserebral (Malha et al.,
2018).
Penyakit hipertensi dalam kehamilan (Preeklampsia dan Eklampsia)
menjadi salah satu dari tiga penyebab utama kematian ibu disamping
perdarahan dan infeksi. Hipertensi pada kehamilan memiliki risiko lebih
besar mengalami persalinan premature, IUGR (intrauterine growth
retardation), kesakitan dan kematian, gagal ginjal akut, gagal hati akut,
pendarahan saat dan setelah persalinan, HELLP (hemolysis elevated liver
enzymes and low platelet count), DIC (disseminated intravascular
coagulation), pendarahan otak dan kejang (Alatas, 2019).
Hipertensi dapat menurunkan aliran darah ke plasenta, yang akan
mempengaruhi persediaan oksigen dan nutrisi dari bayi. Hal ini dapat
memperlambat pertumbuhan bayi dan meningkatkan resiko saat melahirkan.
Hipertensi juga dapat meningkatkan resiko kerusakan tiba-tiba dari plasenta,
dimana plasenta akan terpisah dari uterus sebelum waktunya (Lalage, 2013).
Hipertensi dalam kehamilan yaitu 5-15% penyulit kehamilan dan merupakan
salah satu dari tiga penyebab tertinggi mortalitas dan morbiditas ibu bersalin.
Di Indonesia mortalitas dan morbiditas hipertensi dalam kehamilan juga masih
cukup tinggi. Hal ini disebabkan selain oleh etiologi tidak jelas, juga oleh
perawatan dalam persalinan masih ditangani oleh petugas non medik dan
sistem rujukan yang belum sempurna (Prawirohardjo,2013).
Usia sangatlah berpengaruh pada usia kehamilan maupun dalam
persalinan. Pada wanita dibawah 20 tahun dan diatas umur 35 tahun tidak
dianjurkan untuk hamil maupun melahirkan. Dikarenakan pada usia tersebut
memiliki resiko tinggi yaitu salah satunya terjadi keguguran bahkan juga bisa
mengakibatkan kematian pada ibu maupun bayinya (Gunawan S, 2010).
Upaya penanganan penyakit hipertensi dan komplikasi yang mungkin
terjadi perlu ditingkatkan untuk menurunkan tingkat morbiditas dan
mortalitas, dan oleh karena itu dibutuhkan suatu upaya preventif yang
diberikan melalui pemahaman, pengetahuan, dan pengaturan pola hidup
pasien hipertensi. Tingkat pengetahuan serta pemahaman pasien hipertensi
terkait penyakitnya dapat menunjang keberhasilan terapi sehingga tekanan
darah pasien dapat terkontrol dengan baik. Semakin pasien memahami
penyakitnya, maka pasien akan semakin aware dalam menjaga pola hidup,
teratur minum obat, dan tingkat kepatuhan pasien juga akan semakin
meningkat.4,5 Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk menekan
perkembangan penyakit degeneratif ini, antara lain promosi kesehatan di
berbagai fasilitas kesehatan, pemberian konseling oleh apoteker, home care,
dan program pengelolaan penyakit kronis (Prolanis).
1.2 Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, permasalahan pokok pada
makalah ini dapat dirumuskan dalam pertanyaan “Bagaimana Hipertensi
terjadi pada kehamilan, persalinan dan nifas?”

1.3 Tujuan
Untuk mengetahui dan memahami tentang “Hipertensi yang terjadi pada
kehamilan, persalinan dan nifas”
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Hipertensi Pada Kehamilan, Persalinan dan Nifas


a) Hipertensi dalam kehamilan adalah adanya tekanan darah 140/90
mmHg atau lebih setelah kehamilan 20 minggu pada wanita yang
sebelumnya normotensive, atau kenaikan tekanan sistolik 20 mmHg
dana tau tekanan diastolok 15 mmHg di atas nilai normal (Indriani,
2013). Hipertensi pada kehamilan merupakan penyakit tidak menular
penyebab kematian maternal. Penyakit tidak menular (PTM)
merupakan penyakit kronis yang tidak ditularkan dari orang ke orang.
PTM diantaranya adalah hipertensi, diabetes, penyakit jantung, stroke,
kanker, dan penyakit paru obstruktif kronis (PPOK). PTM merupakan
penyebab kematian hampir 70% di dunia. Menurut hasil Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 dan 2013, tampak
kecenderungan peningkatan prevalensi PTM seperti hipertensi,
diabetes, stroke, dan penyakit sendi/rematik/encok. Fenomena ini
diprediksi akan terus berlanjut (Kemenkes RI, 2018).
b) Hipertensi dalam persalinan umumnya timbulnya lebih dahulu
dari pada tanda- tanda lain. Kenaikan tekanan sistolik > 30 mmhg dari
nilai normal atau mencapai 140 mmhg, atau kenaikan tekanan
diastolik >15 mmhg atau mencapai 90 mmhg dapat membantu
ditegakkan diagnosis hipertensi. Penentuan tekanan darah dilakukan
minimal 2 kali dengan jarak waktu 6 jam pada keadaan istirahat.
c) Ibu nifas dengan preeklampsi berisiko tinggi mengalami
komplikasi eklamsia,gagal ginjal akut, perdarahan otak, pembekuan
darah intravaskular, pembengkakan paru, kolaps pada sistem
pembuluh darah dan HELPP syndrom. Dampak dari
preeklampsi/eklampsi pada janin adalah suplai zat makanan dan
oksigen yang dibutuhkan janin berkurangsehingga janin akan terjadi
keterlambatan pertumbuhan dalam rahim, prematur, asfiksia, dan
kematian. Setelah memasuki masa nifas, pemberian antihipertensi dan
pengawasan tekanan darah harus tetap dilakukan agar mengurangi
dampak dari preeklampsia.

2.2 Penyebab Hipertensi Pada Kehamilan, Persalinan, Nifas


a) Usia
Faktor usia sangat berpengaruh terhadap hipertensi karena
dengan bertambahnya usia maka resiko hipertensi menjadi lebih
tinggi. Insiden hipertensi yang makin meningkat dengan
bertambahnya usia, disebabkan oleh perubahan alamiah dalam
tubuh yang mempengaruhi jantung, pembuluh darah dan hormon.
Hipertensi pada usia kurang dari 35 tahun akan menaikkan insiden
penyakit arteri coroner dan kematian prematur. Semakin
bertambahnya usia, resiko terkena hipertensi lebih besar sehingga
prevelensi dikalangan usia lanjut cukup tinggi yaitu 40%. Arteri
kehilangan elastisitas atau kelenturan serta tekanan darah
meningkat seiring dengan bertambahnya usia.
b) Riwayat Keluarga
Ibu hamil, bersalin, dan nifas dengan riwayat keluarga
memiliki penyakit tidak menular lebih sering menderita penyakit
yang sama. Jika riwayat keluarga dekat yang memiliki factor
keturunan hipertensi, akan mempertingi resiko terkena hipertensi
pada keturunannya. Keluarha dengan riwayat hipertensi akan
meningkatkan resiko empat kali lipat
c) Komsumsi Garam
Garam daput merupakan faktor yang sangat berperan dalam
pathogenesis hipertensi. Garam dapat mengandung 40% natrium
dan 60% klorida. Komsumsi 3-7 gram natrium perhari akan
diabsorpsi terutama di usus halus. Pada orang sehat volume cairan
ekstraseluler umumnya berubah-ubah sesuai sirkulasi efektifnya
dan berbanding secara proporsional dengan natrium tubuh total.
Volume sirkulasi efektif adalah bagian dari volume cairan
ekstraseluler pada ruang vascular yang melakukan perfusi aktif
jaringan. Natrium diabsorpsi secara aktif oleh aliran darah ke ginjal
untuk disaring dan dikembalikan ke aliran darah dalam jumlah
yang cukup untuk mempertahankan taraf natrium dalam darah.
Kelebihan natrium yang jumlahnya mencapai 90-99% dari yang
dikomsumsi, dikeluarkan melalui urin. Pengeluaran urin ini diatur
oleh hormon aldestron yang dikeluarkan kelenjar adrenal.
Orang-orang peka akan lebih muda mengikat natrium
sehingga menimbulkan retensi cairan dan peningkatan tekanan
darah. Garam memiliki sifat menahan cairan, sehingga
mengkomsumsi garam berlebih atau makan-makanan yang
diasinkan dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah.
Hipertensi hampir tidak pernah ditemukan pada suku bangsa
dengan asupan garam minimal. Konsumsi natrium kurng dari 3
gram perhari prevalensi hipertensi presentasi masih rendah, namun
jika dikomsumsi natrium meningkat antara 5-15 gram perhari,
prevelensi hipertensi akan meningkat menjadi 15-20%. Pengaruh
asupan garam terhadap timbulnya hipertensi terjadi melalui
peningkatan volume plasma, curah jantung dan tekanan darah.
Sumber natrium yang juga perlu diwaspadai selain garam dapur
adalah penyedap makanan atau monosodium glutamate (MSG).
pada saat ini budaya penggunaan MSG sudah sampai pada taraf
sangat mengkhawatirkan, dimana semakin mempertinggi resiko
terjadinya hipertensi.
d) Kurangnya Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik sangat mempengaruhi stabilitas tekanan
darah. Pada orang yang tidak aktif melakukan kegiatan fisik
cenderung mempunyai frekuensi denyut jantung yang lebih tinggi.
Hal tersebut mengakibatkan otot hantung dalam bekerja lebih keras
pada setiap kontraksi. Makin keras otot jantung dalam memompa
darah, makin besar pula tekanan yang dibebankan pada dinding
arteri sehingga meningkatnya tahanan perifer yang menyebabkan
kenaikan tekanan darah. Kurangnya aktifitas fisik juga
meningkatkan resiko kelebihan berat badan yang akan
menyebabkan resiko hipertensi meningkat.
e). Istirahat
Bila kurang istrihat akan mengalami kelelahan dalam
menjalan fungsinya dengan demikian bisa meningkatkan tekanan
darah naik.

2.3 Gejala Hipertensi Pada Kehamilan, Persalinan dan Nifas

Hipertensi karena kehamilan terjadi pertama kali sesudah kehamilan


20 minggu, selama persalinan, dan dalam 48 jam pasca persalinan. Adapun
tanda dan gejalanya sebagai berikut :

a) Nyeri kepala saat terjaga dan kadang disertai mual


b) Penglihatan kabur dan ayunan langkah yang tidak mantap
c) Nokturia
d) Odema dependen dan pembengkakan
e) Tekanan darah ≥140/90 mmHg
f) Hiperrefleksia
g) Proteinuria

2.4 Penatalaksanaan Hipertensi Pada Kehamilan, Persalinan dan Nifas


a) Penatalaksanan pada ibu hamil yang mengalami hipertensi yaitu
dengan deteksi dini prenatal waktu pemeriksaan prenatal di jadwalkan
setiap 4 minggu sampai usia kehamilan 28 minggu, kemudian setiap 2
minggu hingga usia kehamilan 36 minggu, setelah itu setiap minggu.
Penatalaksaan di rumah sakit Pentatalaksanaan di rumah sakit yang perlu
dilakukan ibu hamil yang mengalami hipertensi adalah pemeriksaan terinci
dan diikuti oleh pemantauan keadaan ibu setiap hari untuk mengetahui
manifestasi klinis yang terjadi pada ibu seperti nyeri kepala, gangguan
penglihatan, nyeri epigastrium dan pertambahan berat badan yang pesat,
menimbang berat badan ibu setiap hari mulai dipertama kali ibu masuk
rumah sakit, analisis protein urin ibu saat masuk rumah sakit dan
selanjutnya minimal setiap 2 hari, pengukuran tekanan darah dalam posisi
duduk setiap 4 jam kecuali antra tenaga malam dan pagi hari, pengukuran
kreatinin plasma atau serum, hematokrik, trombosit dan enzim hati dalam
serum, serta frekuensi yang ditentukan oleh keparahan hipertensi, vvaluasi
terhadap ukuran janin dan volume cairan amnion, baik secara klinis
maupun USG, terminasi kehamilan. Pada hipertensi sedang atau berat
yang tidak membaik setelah rawat inap biasanya dianjurkan untuk
dilakukan terminasi janin (persalinan) demi kesejahteraan ibu dan janin.
Persalinan sebaiknya diinduksi dengan oksitosin intravena. Apabila 48
tampaknya induksi persalinan hampir pasti gagal atau upaya induksi gagal,
diindikasikan seksio sesaria untuk kasus-kasus yang lebih parah.
Obat yang umum digunakan dalam pengobatan hipertensi pada kehamilan
adalah labetalol, methyldopa, nifedipine, clonidine, diuretik, dan
hydralazine. Labetalol adalah obat yang paling aman. Diuretik dan CCB
(nifedipine) mungkin aman tetapi data minimal dan tidak digunakan
sebagai firstline drug (Alatas, 2019).

2.4 Pencegahan Hipertensi Pada Kehamilan, Persalinan dan Nifas


Fakta dari sebuah penelitian menunjukkan bahwa faktor genetik mempunyai
peranan resiko yang lebih tinggi terhadap penyakit hipertensi dibandingkan
dengan faktor lingkungan, namun hal tersebut masih bisa diatasi dengan
pengobatan darah tinggi serta mengubah pola hidup menjadi lebih baik dan
lebih sehat dari sebelumnya. Alasan faktor genetik pada penderita hipertensi
ini dapat dilihat dari kebiasaan dan pola hidup yang dijalani cenderung sama
dari masing masing penderita hipertensi, dikarenakan memang menerapkan
gaya hidup, kebiasaan, perilaku atau mengkonsumsi makanan yang memang
sama. Sehingga, hidup sehat seperti sering menjalankan aktivitas olah raga,
tidak makan berlebihan, tidak memakan makanan yang mengandung lemak,
tidak merokok maupun mengkonsumsi alcohol, merupakan suatu
penghindaran diri yang tepat agar terhindar dari resiko hipertensi meski
memang mempunyai riwayat keluarga yang menderita hipertensi Suhartini, S.
(2015)
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA

Ana Mariza, R. S. (2016, Oktober ). JURNAL KEBIDANAN . HUBUNGAN


RIWAYAT HIPERTENSI DENGAN KEJADIAN PREEKLAMPSIA BERAT,
Vol 2, No 4, 183.
Rika, F. F. (2021, Agustus ). JURNAL MIDWIFERY. Manajemen Asuhan
Kebidanan Antenatal pada Ny“I”dengan, Vol. 3 No. 2 , 102.
Susanto, Y. P. (2022, September ). Jurnal Kesehatan Delima Pelamonia. Analisis
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Hipertensi Gestasional Pada Ibu
Hamil Di, Vol. 6 N0.2, 12.
Taufik Hidayat1, T. U. (2022, Juli). Pengabdian Mandir. ASUHAN
KEPERAWATAN PADA IBU MASA NIFAS NY. R DENGAN
HIPERTENSI DI PROF DR MARGONO SOEKARJOPURWOKERTO,
Vol.1, No.7, 2.
Indriyani., D. (2013). Keperawatan Maternitas. Jakarta: Graha Ilmu.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia., 2018.
Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2017. Kemenkes RI.
Suhartini, S. (2015). Faktor –Faktor Yang Berhubungan Dengan Pengetahuan Ibu
Hamil Tentang Hipertensi Dalam Kehamilan (Hdk) Di Desa Bojongleles
Puskesmas Mandala Kecamatan Cibadak Kabupaten Lebak Tahun 2015.
Jurnal Medikes (Media Informasi Kesehatan), 192-207.
Alatas, H. (2019). 2019. Herb-Medicine Journal, 27.

Anda mungkin juga menyukai