Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hingga saat ini hipertensi dalam kehamilan masih merupakan salah satu
penyebab morbiditas dan mortalitas pada ibu dan janinnva. Hipertensi dalam
kehamilan berarti tekanan darah meninggi saat hamil. Keadaan ini biasanya
mulai pada trimester ketiga, atau tiga bulan terakhir kehamilan. Kadang-
kadang timbul lebih awal, tetapi hal ini jarang terjadi. Dikatakan tekanan darah
tinggi dalam kehamilan jika tekanan darah sebelum hamil (saat periksa hamil)
lebih tinggi dibandingkan tekanan darah di saat hamil.
Diagnosis hipertensi gestasional adalah ditegakkan bila hipertensi tanpa
proteinuria pertama kali terjadi pada kehamilan lebih dari 20 minggu atau
dalam waktu 48 – 72 jam pasca persalinan dan hilang setelah 12 minggu pasca
persalinan.
Hipertensi merupakan problema yang paling sering terjadi pada
kehamilan. Bahkan,kelainan hipertensi pada kehamilan beresiko terhadap
kematian janin dan ibu. Karena itu,deteksi dini terhadap hipertensi pada ibu
hamil diperlukan agar tidak menimbulkan kelainan serius dan menganggu
kehidupan serta kesehatan janin di dalam Rahim.
Anemia pada kehamilan merupakan salah satu masalah nasional karena
mencerminkan nilai kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat dan
pengaruhnya sangat besar terhadap kualitas sumber daya manusia. Anemia
pada ibu hamil disebut “potensial danger to mother and child”(potensial
membahayakan ibu dan anak). Oleh karena itulah anemia memerlukan
perhatian serius dari semua pihak yang terkait dalam pelayanan kesehatan
(Manuaba, 2007).

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
a. Mendeskripsikan asuhan kebidanan pada ibu hamil dengan Hipertensi
Dalam Kehamilan dan anemia yang menggunakan pola pikir ilmiah
melalui pendekatan manajemen kebidanan menurut Varney dan
mendokumentasikannya dalam bentuk SOAP.
1.2.2 Tujuan Khusus
b. Menjelaskan konsep dasar Hipertensi Dalam Kehamilan.
c. Menjelaskan konsep dasar Anemia

1
d. Menjelaskan konsep dasar manajemen kebidanan pada ibu hamil dengan
Hipertensi Dalam Kehamilan
e. Menjelaskan konsep dasar manajemen kebidanan pada ibu hamil dengan
Anemia
f. Melaksanakan asuhan kebidanan pada ibu hamil dengan Hipertensi Dalam
Kehamian dan anemia dengan pendekatan Varney
1) Melakukan pengkajian pada klien
2) Menginterprestasikan data dasar
3) Mengidentifikasi diagnosa/ masalah potensial
4) Mengidentifikasi kebutuhan segera
5) Merencanakan asuhan kebidanan
6) Melaksanakan asuhan tindakan pada klien
7) Mengevaluasi hasil dari suatu tindakan pada klien
g. Mendokumentasikan asuhan kebidanan dalam bentuk dokumentasi SOAP.
1.3 Metode Pengumpulan Data
1.3.1 Primer
Data primer dicari dengan cara yang pertama dengan wawancara yang
dilakukan kepada klien sesuai dengan format pengkajian dan data fokus, yang
kedua dengan melakukan pemeriksaan fisik di Ruang bersalin RS Aura Syifa
serta melihat perkembangan sampai pasien dapat pulang atas saran dokter.
1.3.2 Sekunder
Data sekunder diperoleh melalui rekam medik ibu di Ruang bersalin RS Aura
Syifa dan buku KIA ibu.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Teori Hipertensi Dalam Kehamilan (HDK)


2.1.1 Pengertian
Hipertensi dalam pada kehamilan adalah hipertensi yang terjadi saat
kehamilan berlangsung dan biasanya pada bulan terakhir kehamilan atau lebih
setelah 20 minggu usia kehamilan pada wanita yang sebelumnya normotensif,
tekanan darah mencapai nilai 140/90 mmHg, atau kenaikan tekanan sistolik
30 mmHg dan tekanan diastolik 15 mmHg di atas nilai normal (Junaidi, 2010).
Hipertensi karena kehamilan yaitu : hipertensi yang terjadi karena atau
pada saat kehamilan dapat mempengaruhi kehamilan itu sendiri biasanya
terjadi pada usia kehamilan memasuki 20 minggu (Rukiyah, 2010).

2.1.2 Etiologi dan Pedisposisi


Hipertensi dalam kehamilan merupakan gangguan multifaktorial.
Menurut Katsiki N et all (2010) faktor resiko yang dapat menyebabkan
hopertensi dalam kehamilan adalah:
a. Faktor Maternal
1) Usia maternal
Usia yang aman untuk kehamilan dan persalinan adalah usia 20-30
tahun. Komplikasi maternal pada wanita hamil dan melahirkan pada usia
di bawah 20 tahun ternyata 2-5 kali lebih tinggi dari pada kematian
maternal yang terjadi pada usia 20-29 tahun. Dampak dari usia yang
kurang, dapat menimbulkan komplikasi selama kehamilan. Setiap remaja
primigravida mempunyai risiko yang lebih besar mengalami hipertensi
dalam kehamilan dan meningkat lagi saat usia diatas 35 tahun (Manuaba,
2012)
2) Primigravida
Sekitar 85% hipertensi dalam kehamilan terjadi pada kehamilan
pertama. Jika ditinjau dari kejadian hipertensi dalam kehamilan,
graviditas paling aman adalah kehamilan kedua sampai ketiga (Katsiki N
et al., 2010).
3) Riwayat keluarga

3
Terdapat peranan genetik pada hipertensi dalam kehamilan. Hal
tersebut dapat terjadi karena terdapat riwayat keluarga dengan hipertensi
dalam kehamilan (Muflihan FA, 2012).
4) Riwayat Hipertensi
Riwayat hipertensi kronis yang dialami selama kehamilan dapat
meningkatkan risiko terjadinya hipertensi dalam kehamilan, dimana
komplikasi tersebut dapat mengakibatkan superimpose preeclampsi dan
hipertensi kronis dalam kehamilan (Manuaba, 2012).
5) Tingginya Indeks Massa Tubuh (IMT)
Tingginya indeks massa tubuh merupakan masalah gizi karena
kelebihan kalori, kelebihan gula dan garam yang bisa menjadi faktor
risiko terjadinya berbagai jenis penyakit degeneratif, seperti diabetes
melitus, hipertensi dalam kehamilan, penyakit jantung koroner, reumatik
dan berbagai jenis keganasan (kanker) dan gangguan kesehatan lain. Hal
tersebut berkaitan dengan adanya timbunan lemak berlebih dalam tubuh
(Muflihan FA, 2012).
6) Gangguan Ginjal
Penyakit ginjal seperti gagal ginjal akut yang diderita pada ibu hamil
dapat menyebabkan hipertensi dalam kehamilan. Hal tersebut
berhubungan dengan kerusakan glomerulus yang menimbulkan gangguan
filtrasi dan vasokonstriksi pembuluh darah (Muflihan FA, 2012).
b. Faktor Kehamilan
Faktor kehamilan seperti molahilatidosa, hydrops fetalis dan kehamilan ganda
berhubungan dengan hipertensi dalam kehamilan. Preeklampsi dan eklampsi
mempunyai risiko 3 kali lebih sering terjadi pada kehamilan ganda. Dari 105
kasus bayi kembar dua, didapatkan 28,6% kejadian preeklampsi dan satu
kasus kematian ibu karena eklampsi (Manuaba, 2012).

2.1.3 Patofisiologi
Penyebab hipertensi dalam kehamilan hingga kini belum diketahui dengan
jelas. Banyak teori telah dikemukakan tentang terjadinya hipertensi dalam
kehamilan, tetapi tidak ada satu pun teori yang dianggap mutlak benar. Menurut
Prawirohardjo (2013) teori-teori yang sekarang banyak dianut adalah:
a. Teori kelainan vaskularisasi plasenta
Pada kehamilan normal, rahim dan plasenta mendapat aliran darah dari
cabang-cabang arteri uterina dan arteri ovarika. Kedua pembuluh darah
tersebut menembus miometrium berupa arteri arkuata dan arteri arkuata

4
memberi cabang arteri radialis. Arteri radialis menembus endometrium
menjadi arteri basalis dan memberi cabang arteri spiralis.
Pada kehamilan normal, dengan sebab yang belum jelas, terjadi invasi
trofoblas ke dalam lapisan otot arteri spiralis yang menimbulkan degenerasi
lapisan otot tersebut, sehingga terjadi dilatasi arteri spiralis. Invasi trofoblas
juga memasuki jaringan sekitar arteri spiralis, sehingga jaringan matriks
menjadi gembur dan memudahkan lumen spiralis mengalami distensi dan
dilatasi. Distensi dan vasodilatasi lumen arteri apiralis ini memberi dampak
penurunan tekanan darah, penurunan resistensi vaskular, dan peningkatan
aliran darah pada utero plasenta. Akibatnya, aliran darah ke janin cukup
banyak dan perfusi jaringan juga meningkat, sehingga dapat menjamin
pertumbuhan janin dengan baik. Proses ini dinamakan remodeling arteri
spiralis. Pada hipertensi dalam kehamilan tidak terjadi invasi sel-sel trofoblas
pada lapisan otot arteri spiralis dan jaringan matriks sekitarnya. Lapisan otot
arteri spiralis tidak memungkinkan mengalami distensi dan vasodilatasi.
Akibatnya, arteri spiralis relatif mengalami vasokontriksi, dan terjadi
kegagalan “remodeling arteri spiralis”, sehingga aliran darah utero plasenta
menurun, dan terjadilah hipoksia dan iskemia plasenta. Dampak iskemia
plasenta akan menimbulkan perubahan-perubahan yang dapat menjelaskan
patogenesis hipertensi dalam kehamilan selanjutnya.
b. Teori iskemia plasenta, radikal bebas, dan disfungsi endotel
1) Iskemia plasenta dan pembentukan oksidan/radikal bebas
Sebagaimana dijelaskan pada teori invasi trofoblas, pada hipertensi
dalam kehamilan terjadi kegagalan “remodeling arteri spiralis”, dengan
akibat plasenta mengalami iskemia. Plasenta yang mengalami iskemia
dan hipoksia akan menghasilkan oksidan (radikal bebas).
Oksidan atau radikal bebas adalah senyawa penerima molekul yang
mempunyai elektron yang tidak berpasangan. Salah satu oksidan penting
yang dihasilkan iskemia plasenta adalah radikal hidroksil yang sangat
toksis, khususnya terhadap membran sel endotel pembuluh darah.
Produksi oksidan pada manusia adalah suatu proses normal, karena
oksidan memang dibutuhkan untuk perlindungan tubuh. Adanya radikal
bebas dalam darah, maka hipertensi dalam kehamilan disebut “toxaemia”.
Radikal hidroksil akan merusak membran sel, yang mengandung
banyak asam lemak tidak jernih menjadi peroksida lemak. Peroksida
lemak selain akan merusak membran sel, juga akan merusak nukleus dan

5
protein sel endotel. Produksi oksidan (radikal bebas) dalam tubuh yang
bersifat toksis, selalu diimbangi dengan produksi antioksidan.
2) Peroksida lemak sebagai oksidan pada hipertensi dalam kehamilan
Pada hipertensi dalam kehamilan telah terbukti bahwa kadar oksidan,
khususnya peroksida lemak meningkat, sedangkan antioksidan, misalnya
vitamin E pada hipertensi dalam kehamilan menurun, sehingga terjadi
dominan kadar oksidan peroksida lemak yang relatif tinggi. Peroksida
lemak sebagai oksidan/radikal bebas yang sangat toksik ini akan beredar
di seluruh tubuh melalui aliran darah dan akan merusak membran sel
endotel. Membran sel endotel lebih mudah mengalami kerusakan oleh
peroksida lemak, karena letaknya langsung berhubungan dengan aliran
darah dan mengandung banyak asam lemak tidak jenuh. Asam lemak
tidak jenuh sangat rentan terhadap oksidan radikal hidroksil, yang akan
berubah menjadi peroksida lemak.
3) Disfungsi sel endotel
Akibat sel endotel terpapar terhadap peroksida lemak, maka terjadi
kerusakan sel endotel, yang kerusakannya dimulai dari membran sel
endotel. Kerusakan membran sel endotel mengakibatkan terganggunya
fungsi endotel, bahkan rusaknya seluruh struktur sel endotel. Keadaan ini
disebut “disfungsi endotel” (endothelial disfunction). Pada waktu terjadi
kerusakan sel endotel yang mengakibatkan disfungsi sel endotel, maka
akan terjadi:
a) Ganggguan metabolisme prostaglandin, karena salah satu fungsi
endotel adalah memproduksi prostaglandin, yaitu menurunnya
produksi prostasiklin (PGE2) suatu vasodilator kuat.
b) Agregasi sel-sel trombosit pada daerah endotel yang mengalami
kerusakan. Agregasi trombosit ini adalah untuk menutup tempat-
tempat di lapisan endotel yang mengalami kerusakan. Agregasi
trombosit memproduksi tromboksan (TXA2) suatu vasokontriktor
kuat. Dalam keadaan normal perbandingan kadar
protasiklin/tromboksan lebih tinggi kadar prostasiklin (vasodilator).
Pada preeklampsi kadar tromboksan lebih tinggi dari kadar
prostasiklin sehingga terjadi vasokonstriksi, maka terjadi kenaikan
tekana darah.
b) Perubahan khas pada sel endotel kapiler glomerulus (glomerular
endotheliosis).
c) Peningkatan permeabilitas kapiler.

6
d) Peningkatan produksi bahan-bahan vasopresor, yaitu endotelin.
Kadar vasodilator menurun, sedangkan endotelin (vasokontriksi)
meningkat.
e) Peningkatan faktor koagulasi.
c. Teori intoleransi imunologik antara ibu dan janin
Faktor imunologik berperan terhadap terjadinya hipertensi dalam
kehamilan dengan fakta sebagai berikut:
1) Primigravida mempunyai resiko lebih besar terjadinya hipertensi dalam
kehamilan jika dibandingkan dengan multigravida.
2) Ibu multipara yang kemudian menikah lagi mempunyai resiko lebih besar
terjadinya hipertensi dalam kehamilan jika dibandingkan dengan suami
yang sebelumnya.
3) Seks oral mempunyai resiko lebih rendah terjadinya hipertensi dalam
kehamilan. Lamanya periode hubungan seks sampai saat kehamilan ialah
makin lama periode ini, makin kecil terjadinya hipertensi dalam
kehamilan.
Pada perempuan hamil normal, respon imun tidak menolak adanya “hasil
konsepsi” yang bersifat asing. Hal ini disebabkan adanya human leukocyte
antigen protein G (HLA-G), yang berperan penting dalam modulasi respon
imun, sehingga ibu tidak menolak hasil konsepsi (plasenta). Adanya HLA-G
pada plasenta dapat melindungi trofoblas janin dari lisis oleh natural killer cell
(NK) ibu. Selain itu, adanya HLA-G akan mempermudah invasi sel trofoblas
kadalam jaringan desidua ibu, jadi HLA-G merupakan prokondisi untuk
terjadinya invasi trofoblas ke dalam jaringan desidua ibu disamping untuk
menghadapi sel natural killer. Pada plasenta hipertensi dalam kehamilan,
terjadi penurunan HLA-G. Berkurngnya HLA-G di desidua didaerah plasenta,
menghambat invasi trofoblas ke dalam desidua. Invasi trofoblas sangat
penting agar jaringan desidua menjadi lunak, dan gembur sehingga
mepermudah terjadinya reaksi inflamasi kemungkinan terjadi immune-
maladaptation pada preeklampsia. Pada awal trimester kedua kehamilan
perempuan yang mempunyai kecenderungan terjadi preeklampsia, ternyata
mempunyai proporsi sel yang lebih rendah di banding pada normotensif.
d. Teori adaptasi kardiovaskular
Pada hamil normal pembulu darah refrakter tehadap bahan-bahan
vasopresor. Refrakter berarti pembuluh darah tidak peka tehadap rangsangan
bahan vasopresor, atau dibutuhkan kadar vasopresor yang lebih tinggi untuk
menimbulkan respons vasokonstriksi. Pada kehamilan normal terjadinya

7
refrakter pembuluh daerah terhadap bahan vasopresor adalah akibat dilindungi
oleh adanya sitensis prostaglandin pada sel endotel pembuluh darah. Hal ini
dibuktikan bahwa daya rafrakter terhadap bahan vasopresor akan hilang bila
diberi prostaglandin sintensa inhibitor (bahan yang menghambat produksi
prostaglandin). Prostaglandin ini di kemudian hari ternyata adalah
prostasiklin.
Pada hipertensi dalam kehamilan kehilangan daya refrakter terhadap
bahan vasokonstriktor, dan ternyata terjadi peningkatan kepekaan terhadap
bahan-bahan vasopresor. Artinya, daya refrakter pembuluh darah terhadap
bahan vasopresor hilang sehingga pembuluh darah menjadi peka terhadap
bahan vasopresor. Banyak peneliti telah membuktikan bahwa peningkatan
kepekaan terhadap bahan-bahan vasopresor pada hipertensi dalam kehamilan
sudah terjadi pada trimester I (pertama). Peningkatan kepekaan pada
kehamilan yang akan menjadi hipertensi dalam kehamilan, sudah dapat
ditemukan pada kehamilan dua puluh minggu. Fakta ini dapat dipakai sebagai
prediksi akan terjadinya hipertensi dalam kehamilan.
2.1.4 Klasifikasi
Klasifikasi yang dipakai di Indonesia adalah berdasarkan The National High
Blood Pressure Education Program Working Group on High Blood Pressure in
Pregnancy (NHBPEP) memberikan suatu klasifikasi untuk mendiagnosa jenis
hipertensi dalam kehamilan, yaitu:
a. Hipertensi kronik adalah hipertensi yang timbul sebelum umur kehamilan 20
minggu atau hipertensi yang pertama kali didiagnosis 9 setelah umur
kehamilan 20 minggu dan hipertensi menetap sampai 12 minggu
pascapersalinan.
b. Preeklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan
disertai dengan proteinuria. Eklampsia adalah preeklampsi yang disertai
dengan kejang-kejang dan/atau koma.
c. Preeklampsia pada hipertensi kronik (preeclampsia superimposed upon
chronic hypertension) adalah hipertensi kronik disertai tanda-tanda
preeklampsi atau hipertensi kronik disertai proteinuria.
d. Hipertensi gestasional adalah hipertensi yang timbul pada kehamilan tanpa
disertai proteinuria dan hipertensi menghilang setelah 3 bulan pascapersalinan
atau kematian dengan tanda-tanda preeklampsi tetapi tanpa proteinuria
(Prawirohardjo, 2014).

8
2.1.5 Penatalaksanaan
a. Perawatan Selama Kehamilan
Jika tekanan darah diastolik >110 mmHg, berikan obat antihipertensi
sampai tekanan darah diastolik diantara 90-100 mmHg. Obat pilihan
antihipertensi adalah hidralazin yang diberikan 5 mg IV pelan-pelan selama 5
menit sampai tekanan darah turun. Jika hidralazin tidak tersedia, dapat
diberikan nifedipin 5 mg sublingual dan tambahkan 5 mg sublingual jika
respon tidak membaik setelah 10 menit. Selain itu labetolol juga dapat
diberikan sebagai alternatif hidralazin. Dosis labetolol adalah 10 mg, jika
respon tidak baik setelah 10 menit, berikan lagi labetolol 20 mg. Pasang infus
Ringer Laktat dengan jarum besar (16 gauge atau lebih). Ukur keseimbangan
cairan, jangan sampai overload. Auskultasi paru untuk mencari tanda-tanda
edema paru. Adanya krepitasi menunjukkan edema paru, maka pemberian
cairan dihentikan. Perlu kateterisasi urin untuk pengeluaran volume dan
proteinuria. Jika jumlah urin <30 ml per jam, infus cairan dipertahankan
sampai 1 jam dan pantau kemungkinan edema paru. Obsevasi tanda-tanda
vital ibu dan denyut jantung janin dilakukan setiap jam (Prawirohardjo, 2014).
b. Perawatan persalinan
Pada preeklampsi berat, persalinan harus terjadi dalam 24 jam, sedang
pada eklampsi dalam 12 jam sejak gejala eklampsi timbul. Jika terdapat gawat
janin, atau persalinan tidak terjadi dalam 12 jam pada eklampsi, lakukan
seksio sesarea (Mustafa R et al., 2012).
c. Perawatan pospartum
Antikonvulsan diteruskan sampai 24 jam postpartum atau kejang terakhir.
Teruskan pemberian obat antihipertensi jika tekanan darah diastolik masih
>110 mmHg dan pemantauan urin (Mustafa R et al., 2012).

2.2 Konsep Anemia


2.2.1 Definisi
Anemia adalah suatu keadaan dimana tubuh memiliki jumlah sel darah
merah (eritrosit) yang terlalu sedikit, yang mana sel darah merah itu mengandung
hemoglobin yang berfungsi untuk membawa oksigen keseluruh jaringan tubuh
(Proverawati, 2013). Anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu dengan kadar
hemoglobin di bawah 11 gr% pada trimester I dan III atau kadar hemoglobin <
10,5 gr% pada trimester II ( Depkes RI, 2009 ).
Hemoglobin ( Hb ) yaitu komponen sel darah merah yang berfungsi
menyalurkan oksigen ke seluruh tubuh, jika Hb berkurang, jaringan tubuh

9
kekurangan oksigen. Oksigen diperlukan tubuh untuk bahan bakar proses
metabolisme. Zat besi merupakan bahan baku pembuat sel darah merah. Ibu hamil
mempunyai tingkat metabolisme yang tinggi misalnya untuk membuat jaringan
tubuh janin, membentuknya menjadi organ dan jugauntuk memproduksi energy
agar ibu hamil bisa tetap beraktifitas normal sehari – hari.

2.2.2 Etiologi
Penyebab anemia umumnya adalah :
a. Kurang gizi (malnutrisi)
b. Kurang zat besi dalam diet
c. Malabsorbsi
d. Kehilangan darah yang banyak : persalinan yang lalu, haid, dan lainlain.
e. Penyakit-penyakit kronik : TBC, paru, cacing usus, malaria, dan lainlain
(Mochtar, 2012).

2.2.3 Jenis-Jenis Anemia


1. Anemia defisiensi besi
Adalah anemia akibat kurangnya mengkonsumsi makanan yang mengandung
zat besi (Khumaira M, 2012).
2. Anemia megaloblastik
Adalah anemia yang disebabkan oleh kurangnya asam folik. Anemia ini
muncul akibat kurangnya malnutrisi dan infeksi kronik (Esti Nugraheny,
2010).
3. Anemia hipoplastik
Adalah anemia yang disebabkan oleh hipofungsi fungsi sum-sum tulang dalam
membentuk sel-sel darah merah baru (Marmi, 2011).
4. Anemia hemolitik Adalah anemia yang disebabkan oleh pemecahan sel darah
merah yang lebih cepat dari pembentukannya (Khumaira M, 2012).

2.2.4 Patofisiologi
Kehamilan menyebabkan banyak perubahan pada tubuh ibu,perubahan-
perubahan itu untuk menyesuaikan tubuh ibu pada keadaan kehamilannya. Pada
masa kehamilan akan terjadi perubahan fisik yang mempengaruhi penggunaan zat-
zat makanan oleh tubuh berkurang sehingga kebutuhan tubuh akan sumber zat gizi
juga akan berkurang pada beberapa bulan pertama kehamilan.. Pola makan dan
gaya hidup sehat dapat membantu pertumbuhan dan perkembangan janin dalam
rahim ibu Pada masa kehamilan trisemester pertama (Manuaba, 2007).

10
Perubahan hematologi sehubungan dengan kehamilan adalah oleh karena
perubahan sirkulasi yang semakin meningkat terhadap plasenta dan pertumbuhan
payudara. Volume plasma meningkat 45-65% dimulai pada trimester II kehamilan
dan maksimum terjadi pada bulan ke-9 dan meningkat sekitar 1000 ml, menurun
sedikit menjelang atern serta kembali normal 3 bulan setelah partus. Stimulasi yang
meningkatkan volume plasma seperti laktogen plasma, yang menyebabkan
peningkatan sekresi aldesteron (Rukiah, 2010).

2.2.5 Faktor yang mempengaruhi kejadian anemia pada ibu hamil


1. Umur Ibu
Menurut Amiruddin (2007), bahwa ibu hamil yang berumur kurang dari
20 tahun dan lebih dari 35 tahun yaitu 74,1% menderita anemia dan ibu hamil
yang berumur 20 – 35 tahun yaitu 50,5% menderita anemia. Wanita yang
berumur kurang dari 20 tahun atau lebihdari 35 tahun, mempunyai risiko yang
tinggi untuk hamil, karena akan membahayakan kesehatan dan keselamatan ibu
hamil maupun janinnya, beresiko mengalami pendarahan dan dapat
menyebabkan ibu mengalami anemia.
2. Paritas
Paritas adalah jumlah anak yang telah dilahirkan oleh seorang ibu baik
lahir hidup maupun lahir mati. Seorang ibu yang sering melahirkan mempunyai
risiko mengalami anemia pada kehamilanberikutnya apabila tidak
memperhatikan kebutuhan nutrisi. Karena selama hamil zat-zat gizi akan terbagi
untuk ibu dan untuk janin yang dikandungnya.
3. Kurang Energi Kronis (KEK)
Timbulnya masalah gizi pada ibu hamil, seperti kejadian KEK, tidak
terlepas dari keadaan sosial, ekonomi, dan bio sosial dari ibu hamil dan
keluarganya seperti tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, konsumsi pangan,
umur, paritas, dan sebagainya
4. Infeksi dan Penyakit
Zat besi merupakan unsur penting dalam mempertahankan dayatahan
tubuh agar tidak mudah terserang penyakit. Menurut penelitian,orang dengan
kadar Hb <10 g/dl memiliki kadar sel darah putih (untukmelawan bakteri) yang
rendah pula. Seseorang dapat terkena anemiakarena meningkatnya kebutuhan
tubuh akibat kondidi fisiologis(hamil, kehilangan darah karena kecelakaan,
pascabedah ataumenstruasi), adanya penyakit kronis atau infeksi (infeksi
cacingtambang, malaria, TBC) (Anonim, 2010).
5. Jarak kehamilan

11
Menurut Ammirudin (2007) proporsi kematian terbanyak terjadipada
ibu dengan prioritas 1 – 3 anak dan jika dilihat menurut jarakkehamilan ternyata
jarak kurang dari 2 tahun menunjukan proporsikematian maternal lebih banyak.
Jarak kehamilan yang terlalu dekat menyebabkan ibu mempunyai waktu
singkat untuk memulihkankondisi rahimnya agar bisa kembali ke kondisi
sebelumnya. Pada ibuhamil dengan jarak yang terlalu dekat beresiko terjadi
anemia dalamkehamilan. Karena cadangan zat besi ibu hamil pulih.
Akhirnyaberkurang untuk keperluan janin yang dikandungnya.
6. Pendidikan
Pada beberapa pengamatan menunjukkan bahwa kebanyakananemia
yang di derita masyarakat adalah karena kekurangan gizibanyak di jumpai di
daerah pedesaan dengan malnutrisi ataukekurangan gizi. Kehamilan dan
persalinan dengan jarak yangberdekatan, dan ibu hamil dengan pendidikan dan
tingkat socialekonomi rendah (Manuaba, 2010). Menurut penelitian Amirrudin
dkk(2007), faktor yang mempengaruhi status anemia adalah tingkatpendidikan
rendah.

2.2.6 Tanda dan Gejala Anemia


a. Letih, sering mengantuk, malaise
b. Pusing, lemah
c. Luka pada lidah
d. Kulit pucat
e. Membrane mukosa pucat (missal, konjungtiva)
f. Bantalan kuku pucat
g. Tidak ada nafsu makan, mual dan muntah (Varney, 2009).

2.2.7 Kategori Anemia


Pembagian anemia pada ibu hamil yaitu:
a. Tidak anemia Hb 11 gr%
b. Ringan Hb 9-10 gr%
c. Sedang Hb 7-8 gr%
d. Berat Hb < 7 gr% (Manuaba, 2010).

2.2.8 Bahaya Anemia Pada Kehamilan Dan Janin


1. Bahaya anemia terhadap kehamilan, persalinan dan nifas:
Bahaya selama kehamilan dapat terjadi abortus, persalinan
prematuritas, hambatan tumbuh kembang janin dalam rahim, mudah terjadi

12
infeksi, ancaman dekompensasi kordis (Hb < 6gr%), mola hidatidosa,
hiperemesis gravidarum, perdarahan antepartum, ketuban pecah dini (KPD).
Bahaya saat persalinaan yaitu gangguan his (kekuatan mengejan),kala pertama
dapat berlangsung lama, dan terjadi partus terlantar, kaladua berlangsung lama
sehingga dapat melelahkan dan sering memerlukan tindakan operasi
kebidanan, kala uri dapat diikuti retensio plasenta, dan perdarahan post partum
karena atonia uteri, kala empat dapat terjadi perdarahan post partum sekunder
dan atonia uteri. Pada kala nifas yaitu terjadi subinvolusi uteri menimbulkan
perdarahan post partum, memudahkan infeksi puerperium, pengeluaranASI
berkurang, terjadi dekompesasi kordis mendadak setelah persalinan, anemia
kala nifas, mudah terjadi infeksi mamae.
2. Bahaya anemia terhadap janin
Sekalipun tampaknya janin mampu menyerap berbagai kebutuhan dari
ibunya, tetapi dengan anemia akan mengurangi kemampuan metabolisme tubuh
sehingga mengganggu pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim.
Akibat anemia dapat terjadigangguan yaitu abortus, kematian intra uterine,
persalinan prematuritas tinggi, berat badan lahir rendah, kelahiran dengan
anemia, dapat terjadicacat bawaan, bayi mudah mendapat infeksi sampai
kematian perinatal, dan inteligensia rendah (Manuaba, 2010).

2.3 Anemia Sedang


2.3.1 Pengertian
Menurut Manuaba (2010), anemia sedang adalah dimana kadar
hemoglobin antara 7 – 8 gr%.
2.3.2 Gejala Anemia Sedang
Menurut Manuaba (2010), pada anemia akan didapatkan keluhan
sebagai berikut:
a. Cepat lelah
b. Sering pusing
c. Mata berkunang-kunang
d. Badan lemas.
2.3.3 Komplikasi Anemia Sedang
Karena jumlah sel darah merah yang rendah menyebabkan
berkurangnya pengiriman oksigen kesetiap jaringan dalam tubuh, anemia
dapat menyebabkan berbagai tanda dan gejala. Gejala anemia mungkin
termasuk : kelelahan, penurunan energi, kelemahan, sesak nafas, ringan,
tampak pucat. (Atikah, 2011).

13
2.3.4 Patofisiologi Anemia Sedang
Perubahan hematologi sehubungan dengan kehamilan adalah karena
perubahan sirkulasi yang semakin meningkat terhadap plasenta dan
pertumbuhan payudara. Volume plasma meningkat 45 – 65% pada awal
kehamilan dan maksimum terjadi pada bulan menjelang aterm serta kembali
normal 3 bulan setelah partus (Rukiyah, 2010).
2.3.5 Penatalaksanaan Anemia Sedang
Pengobatan harus ditunjukan pada penyebab anemia dan mungkin
termasuk:
a. Pengobatan dapat dimulai dengan preparat besi seros 600-1000 mg/hari
seperti sulfat ferosus atau glukosa ferosus (Winjosastro, 2005)
b. Meningkatkan konsumsi tablet besi secara rutin dan mengkonsumsi
makanan yang bergizi serta banyak mengandung zat besi. (Manuaba, 2010).
c. Memberikan tablet tambah darah sehari 1 tablet/90 tablet selama hamil
(Ratna Dwi, 2011).
d. Tranfusi darah.

2.4 Transfusi Darah

2.4.1 Pengertian Transfusi Darah


Transfusi darah adalah proses pemindahan atau pemberian darah dari
seseorang (donor) kepada orang lain (resipien). Transfusi bertujuan mengganti
darah yang hilang akibat perdarahan, luka bakar, mengatasi shockdan
mempertahankan daya tahan tubuh terhadap infeksi (Setyati, 2010).

2.4.2 Indikasi Transfusi Darah


Ada 5 indikasi umum transfusi darah adalah sebagai berikut :
1. Kehilangan darah akut, bila 20–30% total volume darah hilang dan
perdarahan masih terus terjadi.
2. Anemia sedang atau berat.
3. Syok septik (jika cairan IV tidak mampu mengatasi gangguan sirkulasi
darah dan sebagai tambahan dari pemberian antibiotik).
4. Memberikan plasma dan trombosit sebagai tambahan faktor pembekuan,
karena komponen darah spesifik yang lain tidak ada.
5. Transfusi tukar pada neonatus dengan ikterus berat.

2.4.3 Jenis Transfusi Darah


1. Darah Lengkap (Whole Blood)

14
Whole blood atau darah lengkap pada transfusi adalah darah yang
diambil dari donor menggunakan container atau kantong darah dengan
antikoagulan yang steril dan bebas pyrogen. Whole blood merupakan sumber
komponen darah yang utama(Anonim, 2002).Whole blood diambil dari
pendonor ± 450-500ml darah yang tidak mengalami pengolahan. Komposisi
whole blood adalah eritrosit, plasma,lekosit dan trombosit (Hutomo, 2011).
2. Sel Darah Merah
Sel Darah Merah (Packed Red Cell) adalah suatu konsentrat eritrosit
yang berasal darisentrifugasiwhole blood, disimpan selama 42 hari dalam
larutan tambahan sebanyak 100 ml yang berisi salin, adenin, glukosa, dengan
atau tanpamanitol untuk mengurangi hemolisis eritrosit (Anindita,2011).
3. Trombosit
Dibuat dari konsentrat whole blood (buffy coat), dan diberikan pada
pasien dengan perdarahan karena trombositopenia. Produk trombosit harus
disimpan dalam kondisi spesifik untuk menjamin penyembuhan dan fungsi
optimal setelah transfusi. Umur dan fungsi trombosit optimal pada
penyimpanan di suhu ruangan 20-24oC (Cahyadi, 2011).
4. Plasma Beku
Plasma Beku (Fresh Frozen Plasma) adalah plasma segar yang
dibekukan dalam waktu 8 jam dan disimpan pada suhu minimal -20°C dapat
bertahan 1 tahun, yang berisi semua faktor koagulasi kecuali trombosit. FFP
diberikan untuk mengatasi kekuranganfaktor koagulasi yang masih belum jelas
dan defisiensi anti-thrombin III. FFP berisi plasma, semua faktor pembekuan
stabil dan labil, komplemen dari protein plasma. Volume sekitar 200 sampai
250 ml. Setiap unit FFP biasanya dapat menaikkan masing-masing kadar faktor
pembekuan sebesar 2-3% pada orang dewasa, dosis inisial adalah 10-15 ml/kg
(Harlinda, 2006 ).

2.4.4 Packed Red Cell (PRC) Pada Transfusi Darah


A. Pengertian
PRC merupakan komponen yang terdiri dari eritrosit yang telah
dipekatkan dengan memisahkan komponen-komponen lain sehingga mencapai
hematokrit 65-70%, yang berarti menghilangnya 125-150 ml plasma dari satu
unitnya. PRC merupakan pilihan utama untuk anemia kronik karena volumenya
yang lebih kecil dibandingkan dengan whole blood. Setiap unit PRC
mempunyai volume kira-kira 128-240 ml, tergantung volume
kadarhemoglobindonor dan proses separasi komponen awal. Volume darah

15
diperkirakan mengandung plasma 50 ml atau antara20-150 ml (Alimoenthe,
2011). PRC dibuat khusus di dalam kantong plastik pada saat segera setelah
donasi darah diputar secara khusus sehingga terpisah dari komponen-
komponen lain, jauh lebih baik dan lebih tahan lama disimpan. Packed cells
dibuat dengan cara pengendapan darah didalam botol lalu bagian plasmanya
disedot keluar tidak menghasilkan komponen yang ideal karena sudah terbuka
resiko kontaminasi pada waktu penghisapan. Waktu penyimpanannya hanya
sampai 24 jam didalam alat pendingin darah (Depkes RI, 2008).

B. Tujuan Transfusi PRC


Tujuan transfusi PRC adalah untuk menaikkan hemoglobin klien tanpa
menaikkan volume darah secara nyata. Keuntungan menggunakan PRC
dibandingkan dengan WBadalah kenaikan Hb dapat diatur sesuai dengan yang
diinginkan, mengurangi kemungkinan penularan penyakit dan reaksi
imunologis, volume darah yang diberikan lebih sedikit sehingga kemungkinan
overload berkurang serta komponen darah lainnya dapat diberikan kepada klien
yang lain.

C. Indikasi PRC
Digunakan pada pasien anemia yang tidak disertai penurunan volume
darah, misalnya pasien dengan anemia hemolitik, anemia hipoplastik kronik,
leukemia akut, leukimia kronik, penyakit keganasan, talasemia, gagal ginjal
kronis, dan perdarahan-perdarahan kronis yang ada tanda “oxygen need” (rasa
sesak, mata berkunang, palpitasi, pusing dan gelisah).PRC diberikan sampai
tanda oxygen need hilang, biasanya pada hemoglobin 8-10 gr/dl. Transfusi PRC
hampir selalu diindikasikan pada kadar Hb<7g/dl, terutama pada anemia akut.
Transfusi dapat ditunda jika pasien asimptomatik atau penyakitnya memiliki
terapi spesifik lain, maka batas kadar Hb yang lebih rendah dapat
diterima.Transfusi sel darah merah dapat dilakukan pada kadar Hb 7-10 g/dl
apabila ditemukan hipoksia atau hipoksemia yang bermakna secara klinis dan
laboratorium. Transfusi tidak dilakukan bila kadar Hb ≥10 g/dl, kecuali bila ada
indikasi tertentu,misalnya penyakit yang membutuhkan kapasitas transport
oksigen lebih tinggi (contoh: penyakit paru obstruktif kronik berat dan penyakit
jantung iskemik berat).

16
D. Dosis Sel darah merah
Ada tiga jenis yaitu sel darah merah pekat (packed red cell=PRC ),
suspensi sel darah merah, dan sel darah merah yang dicuci. Indikasi mutlak
pemberian PRC adalah bila Hb penderita 5 g/dl. Jumlah PRC yang diperlukan
untuk menaikkan Hb dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai
berikut :
Jumlah PRC = Hb x 3 x BB

2.5 Teori Manajemen Kebidanan


A. Konsep manajemen asuhan Varney
Penerapan Tujuh Langkah Varney Ketujuh langkah ini mewakili seluruh
lingkup kerja yang bersifat perencanaan mandiri dan terdiri dari :
1. Langkah I : Pengumpulan Data Dasar
Dalam pengumpulan data dasar ada dua tipe:
1) Data Subjektif
Data subjektif ini berisi biodata, riwayat menstruasi, riwayat kesehatan,
riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas, biopsikososiospiritual, dan
pengetahuan klien.
a. Biodata atau identitas
Nama untuk mengetahui nama klien dan suami. Umur untuk
mengetahui faktor risiko kehamilan. Agama untuk memberikan motivasi sesuai
agama yang dianut. Suku/bangsa untuk mengetahui faktor ras. Pendidikan
untuk menyerasikan dalam pemberian KIE. Pekerjaan untuk mengetahui
tingkat ekonomi. Alamat untuk mendapatkan gambaran tempat tinggal.
b. Keluhan Utama
Ditanyakan untuk mengetahui alasan utama klien datang, apakah untuk
memeriksakan kehamilan atau untuk memeriksakan keluhan lain. Biasanya
keluhan utama pasien dengan hipertensi dalam kehamilan adalah sakit kepala,
jantung berdebar, sedangkan pada anemia adalah pusing, lemas, mudah lelah,
berkunang-kunang.
c. Riwayat Kebidanan
Menurut Varney (2007) yang perlu dikaji antara lain :
i. Riwayat menstruasi: umur saat menarche, frekuensi: rentang jika tidak
teratur, lama, jumlah darah yang keluar, karakteristik darah yang keluar,
hari pertama menstruasi terakhir (HPMT) untuk menentukan hari perkiraan
lahir (HPL).

17
ii. Riwayat kehamilan sekarang: meliputi antenatal care (ANC) yaitu tempat
dan frekuensi, keluhan, gerakan janin, penatalaksanaan dan terapi yang
diberikan.
iii. Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas yang lalu: berapa kali hamil,
melahirkan, berapa umur dari setiap kehamilannya, apakah pernah
mengalami perdarahan atau tidak, bagaimana cara persalinannya, dimana
dan ditolong oleh siapa, apakah ada penyulit dalam persalinan terdahulu.
d. Data Biopsikososiospiritual
Data psikologi perlu dikaji untuk mengetahui respon ibu terhadap
kehamilan lewat waktu yang ia alami, apakah ibu mengeluh cemas terhadap
persalinan dan janin, hubungan sosial antara pasien dalam keluarga perlu dikaji
untuk mengetahui hubungan dalam keluarga tersebut, dukungan keluarga akan
meningkatkan rasa nyaman serta menumbuhkan rasa percaya diri pada pasien.

2) Data Objektif
Pada kasus kehamilan dengan anemia data fokus pemeriksaannya berupa :
a. Pemeriksaan Umum
Dilakukan untuk mengetahui keadaan umum, kesadaran, tinggi badan, berat
badan, pengukuran vital sign yang meliputi tekanan darah, suhu, nadi dan
respirasi (Varney, 2007).
Pada kasus HDK hasil pemeriksaan tekanan darah > 140/90 mmHg.
b. Pemeriksaan Khusus (Fisik)
Pengkajian lainnya adalah pemeriksaan fisik, yang bertujuan untuk menilai
kondisi kesehatan ibu dan bayinya, serta tingkat kenyamanan fisik ibu bersalin.
Hasil yang didapat dari pemeriksaan fisik dan anamnesis dianalisis untuk
membuat keputusan klinis, menegakkan diagnosis, dan mengembangkan
rencana asuhan atau perawatan yang paling sesuai dengan kondisi ibu
(Sondakh, 2013). Jenis pemeriksaan khusus pada kehamilan dengan anemia
meliputi :
1) Inspeksi : Konjungtiva anemis pada anemia
2) Palpasi
Leopold I : Diraba berapakah tinggi fundus uterus dan bagian apakah
yang terdapat di fundus.
Leopold II : Menentukan batas samping uterus, diraba bagian-bagian yang
berada disebelah kanan dan kiri untuk menentukan letak
punggung dan bagian kecil janin.
Leopold III : Menentukan bagian terbawah janin.

18
Leopold IV : Meraba seberapa dalam bagian bawah janin sudah masuk pintu
atas panggul.
Kontraksi : menghitung jumlah, lama dan intensitas his dalam waktu
tertentu.
3) Auskultasi
Denyut jantung janin akan terdengar teratur apabila kondisi janin baik atau
tidak teratur jika terjadi gawat janin saat pemeriksaan secara auskultasi dengan
doppler atau leanec (Sofian, 2011).
4) Pemeriksaan Laboratorium yaitu kadar Hb pada kasus anemia dan protein
urine pada kasus hipertensi dalam kehamilan (mengetahui Preeklamsi atau
tidak).

2. Langkah II: Interpretasi Data Dasar

Pengembangan data dasar, interpretasi data, menentukan diagnosa. Ada


beberapa masalah tidak dapat diidentifikasi atau ditetapkan sebagai dianosa,
tetapi perlu dipertimbangkan untuk pengembangan rencana pelayanan
komprehensif. Masalah-masalah berhubungan dengan pengalaman nyata yang
ditetapkan sebagai diagnosa dan sering identifikasi bidan tertuju pada
pengalaman-pengalaman tersebut misalnya :

Menginterpetasikan Data

Diagnosa Masalah

Dalam lingkup praktik kebidanan

3. Langkah III : Mengidentifikasi Diagnosa Potensial dan Mengantisipasi


Penanganannya

Identifikasi masalah-masalah potensial atau diagnosa lain. Tahapan ini penting


untuk mengantisipasi masalah, pencegahan bila memungkinkan guna keamanan
pelayanan. Kemudianmenentukan tindakan pencegahan dan persiapan
kemungkinan terjadinya kegawatdaruratan.

Mengidentifikasi Diagnosa/Masalah Potensial

Antisipasi Masalah Potensial


19
Bila memungkinkan guna keamanan pelayanan. Kemudian menentukan tindakan
pencegahan dan persiapan kemungkinan terjadinya kegawatdaruratan.

4. Langkah IV : Menetapkan Kebutuhan Terhadap Tindakan Segera

Pada langkah ini bidan menetapakan kebutuhan terhadap tindakan segera,


melakukan kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain berdasarkan kondisi klien.
Tindakan langsung pada ibu dengan kehamilan dengan HDK maupun anemia
adalah kolaborasi dengan dokter Sp.OG dalam pemberian terapi antihipertensi
maupun transfusi darah jika anemia sedang hingga berat.

5. Langkah V: Menyusun Rencana Asuhan yang Menyeluruh

Rencana pelayanan komprehensif ditentukan berdasarkan tahapan terdahulu


(langkah pertama, kedua, ketiga, dan keempat) untuk mengantisipasi masalah serta
diagnosa. Selain itu perlu untuk mendapatkan data yang belum diperoleh atau
tambahan informasi data dasar.

Rencana Asuhan

Penyuluhan Perujukan Klien Konseling

Rencana asuhan pada ibu hamil dengan HDK maupun anemia


ringan/sedang/berat

6. Langkah VI : Pelaksanaan Langsung Asuhan dengan Efisien dan Aman

Implementasi rencana asuhan yang telah dirumuskan. Rencana yang telah


dirumuskan mungkin semuanya dapat dilaksanakan oleh bidan secara mandiri
atau sebagian dilaksanakan oleh ibu atau tim kesehatan lainnya. Dengan model
ini bidan berkolaborasi dengan dokter atau profesi lain untuk manajemen
asuhan pasien dengan komplikasi.

Penatalaksanaan Asuhan
Tanggung jawab Bidan
1. Oleh bidan
2. Kolaborasi dengan dokter Asuhan menjadi efisien
3. Oleh tenaga kesehatan
20
7. Langkah VII : Evaluasi

Hasil evaluasi yang diharapkan pada ibu hamil dengan HDK maupun anemia
adalah perbaikan KU, TD normal, terjadi kenaikan kadar Hb setelah diberikan
penatalaksanaan yang sesuai.

B. Pendokumentasian secara SOAP

Tujuh Langkah Varney disarikan menjadi 4 langkah yaitu SOAP (Subjektif,


Objektif, Analisis, Penatalaksanaan). SOAP disarikan dari proses pemikiran
penatalaksanaan kebidanan sebagai perkembangan catatan kemajuan keadaan klien.

a. S : Subjektif
Menggambarkan pendokumentasian hasil pengumpulan data klien melalui
anamnesa sebagai langkah I Varney, meliputi identitas, keluhan utama, riwayat
kebidanan, serta data psikososial. Data subjektif untuk kehamilan dengan HDK
adalah pusing, jantung berdebar, sedangkan anemia antara lain: pusing,
berkunang, lemah, letih,mudah lelah.
b. O : Objektif
Menggambarkan pendokumentasian hasil pemeriksaan klien, hasil
laboratorium, dan tes diagnostik berupa pemeriksaan USG yang dirumuskan
dalam data fokus untuk mendukung asuhan sebagai langkah I Varney. Data
objektif untuk pasien bersalin dengan HDK : TD >140/90 mmHg, protein urine
negatie. Pada anemia antara lain: konjungtiva anemis, hasil dari pemeriksaan
laboratorium < 11 gr/dl.
c. A : Analisis

Analisis kebidanan pada pasien bersalin dengan anemia :


Ny.X GPAPAH UK mg dengan Anemia Ringan/Sedang/Berat
Janin Tunggal Hidup Intrauteri
Dengan HDK : Ny.X GPAPAH UK mg dengan Hipertensi Dalam Kehamilan
Janin Tunggal Hidup Intrauteri

Menggambarkan pendokumentasian hasil analisis dan interpretasi data


subjektif dan objektif dalam identifikasi kasus ibu hamil dengan anemia
Ringan/Sedang/Berat
1. Diagnosa/masalah : pada ibu dapat terjadi perdarahan, syok, tidak kuat
mengejan.
2. Antisipasi diagnosa/masalah dengan pemberian transfusi
darah,observasi KU ibu dan Janin melalui DJJ.

21
3. Perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter, konsultasi/kolaborasi
untuk pemberian induksi dan atau rujukan sebagai langkah 2, 3, dan 4
Varney.

d. P : Penatalaksanaan
Menggambarkan pendokumentasian dari perencanaan, tindakan implementasi
dan evaluasi pada kasus ibu hamil dengan anemia berdasarkan analisis sebagai
langkah 5, 6, dan 7 Varney. (KepMenKes RI No :
938/MENKES/SK/VII/2007).

22
C. Bagan alur berfikir Varney dan pendokumentasian SOAP

Pencatatan Dari Asuhan


Alur Pikir Bidan
Kebidanan

Proses Pendokumentasian Asuhan


Manajemen Kebidanan
Kebidanan

7 langkah Varney 5 langkah SOAP NOTES


( Kompetensi
Bidan)
Data Data Subjektif dan Objektif

Masalah/ Diagnosa Assessment/ Assesment /Diagnosa


diagnose

Antisipasi masalah
potensial / diagnose
lain
Menetapkan Perencanaan Penatalaksanaan :
kebutuhan segera 1. Asuhan mandiri
untuk konsultasi, 2. Kolaborasi tes
kolaborasi diagnostic atau tes
Lab
3. Rujukan
4. Konseling
5. Follow up

Perencanaan

Implementasi Implementasi

Evaluasi Evaluasi

23
DAFTAR PUSTAKA

Ai Yeyeh, Rukiyah, dkk. et al.(2010).Asuhan Kebidanan 1. Jakarta: CV. Trans Info Media

Anindita, k., Cahyadi, A. 2011. Komponen Darah dan Indikasi Penggunaanya.WIMI, Jakarta.

Atikah Proverawati. 2011. Anemia dan Anemia Kehamilan. Yogyakarta.

Harlinda. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. WIMI : Jakarta.

Jenny J. S. Sondakh 2013,Asuhan Kebidanan Persalinan & Bayi Baru Lahir

Khumaira, Marsha. 2012. Ilmu Kebidanan. Yogyakarta: Citra Pustaka.

Manuaba, IAC.,I Bagus,dan IB Gde. 2010. Ilmu Kebidanan ,Penyakit Kandungan dan KB
untuk Pendidikan Bidan. Edisi kedua. Jakarta : EGC.

Manuaba,IAC.,I Bagus ,dan IB Gde.2007. Pengantar Kuliah Obstetri..Jakarta : EGC.

Marmi. 2014. Asuhan Kebidanan Pada Ibu Hamil.Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Wiknjosastro, G. 2008. Buku Acuan Pelatihan Klinik Asuhan Persalinan Normal. Jakarta:
Jaringan Nasional Pelatihan Klinik Kesehatan Reproduksi Departemen Kesehatan RI

24

Anda mungkin juga menyukai