PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hingga saat ini hipertensi dalam kehamilan masih merupakan salah satu
penyebab morbiditas dan mortalitas pada ibu dan janinnva. Hipertensi dalam
kehamilan berarti tekanan darah meninggi saat hamil. Keadaan ini biasanya
mulai pada trimester ketiga, atau tiga bulan terakhir kehamilan. Kadang-
kadang timbul lebih awal, tetapi hal ini jarang terjadi. Dikatakan tekanan darah
tinggi dalam kehamilan jika tekanan darah sebelum hamil (saat periksa hamil)
lebih tinggi dibandingkan tekanan darah di saat hamil.
Diagnosis hipertensi gestasional adalah ditegakkan bila hipertensi tanpa
proteinuria pertama kali terjadi pada kehamilan lebih dari 20 minggu atau
dalam waktu 48 – 72 jam pasca persalinan dan hilang setelah 12 minggu pasca
persalinan.
Hipertensi merupakan problema yang paling sering terjadi pada
kehamilan. Bahkan,kelainan hipertensi pada kehamilan beresiko terhadap
kematian janin dan ibu. Karena itu,deteksi dini terhadap hipertensi pada ibu
hamil diperlukan agar tidak menimbulkan kelainan serius dan menganggu
kehidupan serta kesehatan janin di dalam Rahim.
Anemia pada kehamilan merupakan salah satu masalah nasional karena
mencerminkan nilai kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat dan
pengaruhnya sangat besar terhadap kualitas sumber daya manusia. Anemia
pada ibu hamil disebut “potensial danger to mother and child”(potensial
membahayakan ibu dan anak). Oleh karena itulah anemia memerlukan
perhatian serius dari semua pihak yang terkait dalam pelayanan kesehatan
(Manuaba, 2007).
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
a. Mendeskripsikan asuhan kebidanan pada ibu hamil dengan Hipertensi
Dalam Kehamilan dan anemia yang menggunakan pola pikir ilmiah
melalui pendekatan manajemen kebidanan menurut Varney dan
mendokumentasikannya dalam bentuk SOAP.
1.2.2 Tujuan Khusus
b. Menjelaskan konsep dasar Hipertensi Dalam Kehamilan.
c. Menjelaskan konsep dasar Anemia
1
d. Menjelaskan konsep dasar manajemen kebidanan pada ibu hamil dengan
Hipertensi Dalam Kehamilan
e. Menjelaskan konsep dasar manajemen kebidanan pada ibu hamil dengan
Anemia
f. Melaksanakan asuhan kebidanan pada ibu hamil dengan Hipertensi Dalam
Kehamian dan anemia dengan pendekatan Varney
1) Melakukan pengkajian pada klien
2) Menginterprestasikan data dasar
3) Mengidentifikasi diagnosa/ masalah potensial
4) Mengidentifikasi kebutuhan segera
5) Merencanakan asuhan kebidanan
6) Melaksanakan asuhan tindakan pada klien
7) Mengevaluasi hasil dari suatu tindakan pada klien
g. Mendokumentasikan asuhan kebidanan dalam bentuk dokumentasi SOAP.
1.3 Metode Pengumpulan Data
1.3.1 Primer
Data primer dicari dengan cara yang pertama dengan wawancara yang
dilakukan kepada klien sesuai dengan format pengkajian dan data fokus, yang
kedua dengan melakukan pemeriksaan fisik di Ruang bersalin RS Aura Syifa
serta melihat perkembangan sampai pasien dapat pulang atas saran dokter.
1.3.2 Sekunder
Data sekunder diperoleh melalui rekam medik ibu di Ruang bersalin RS Aura
Syifa dan buku KIA ibu.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
Terdapat peranan genetik pada hipertensi dalam kehamilan. Hal
tersebut dapat terjadi karena terdapat riwayat keluarga dengan hipertensi
dalam kehamilan (Muflihan FA, 2012).
4) Riwayat Hipertensi
Riwayat hipertensi kronis yang dialami selama kehamilan dapat
meningkatkan risiko terjadinya hipertensi dalam kehamilan, dimana
komplikasi tersebut dapat mengakibatkan superimpose preeclampsi dan
hipertensi kronis dalam kehamilan (Manuaba, 2012).
5) Tingginya Indeks Massa Tubuh (IMT)
Tingginya indeks massa tubuh merupakan masalah gizi karena
kelebihan kalori, kelebihan gula dan garam yang bisa menjadi faktor
risiko terjadinya berbagai jenis penyakit degeneratif, seperti diabetes
melitus, hipertensi dalam kehamilan, penyakit jantung koroner, reumatik
dan berbagai jenis keganasan (kanker) dan gangguan kesehatan lain. Hal
tersebut berkaitan dengan adanya timbunan lemak berlebih dalam tubuh
(Muflihan FA, 2012).
6) Gangguan Ginjal
Penyakit ginjal seperti gagal ginjal akut yang diderita pada ibu hamil
dapat menyebabkan hipertensi dalam kehamilan. Hal tersebut
berhubungan dengan kerusakan glomerulus yang menimbulkan gangguan
filtrasi dan vasokonstriksi pembuluh darah (Muflihan FA, 2012).
b. Faktor Kehamilan
Faktor kehamilan seperti molahilatidosa, hydrops fetalis dan kehamilan ganda
berhubungan dengan hipertensi dalam kehamilan. Preeklampsi dan eklampsi
mempunyai risiko 3 kali lebih sering terjadi pada kehamilan ganda. Dari 105
kasus bayi kembar dua, didapatkan 28,6% kejadian preeklampsi dan satu
kasus kematian ibu karena eklampsi (Manuaba, 2012).
2.1.3 Patofisiologi
Penyebab hipertensi dalam kehamilan hingga kini belum diketahui dengan
jelas. Banyak teori telah dikemukakan tentang terjadinya hipertensi dalam
kehamilan, tetapi tidak ada satu pun teori yang dianggap mutlak benar. Menurut
Prawirohardjo (2013) teori-teori yang sekarang banyak dianut adalah:
a. Teori kelainan vaskularisasi plasenta
Pada kehamilan normal, rahim dan plasenta mendapat aliran darah dari
cabang-cabang arteri uterina dan arteri ovarika. Kedua pembuluh darah
tersebut menembus miometrium berupa arteri arkuata dan arteri arkuata
4
memberi cabang arteri radialis. Arteri radialis menembus endometrium
menjadi arteri basalis dan memberi cabang arteri spiralis.
Pada kehamilan normal, dengan sebab yang belum jelas, terjadi invasi
trofoblas ke dalam lapisan otot arteri spiralis yang menimbulkan degenerasi
lapisan otot tersebut, sehingga terjadi dilatasi arteri spiralis. Invasi trofoblas
juga memasuki jaringan sekitar arteri spiralis, sehingga jaringan matriks
menjadi gembur dan memudahkan lumen spiralis mengalami distensi dan
dilatasi. Distensi dan vasodilatasi lumen arteri apiralis ini memberi dampak
penurunan tekanan darah, penurunan resistensi vaskular, dan peningkatan
aliran darah pada utero plasenta. Akibatnya, aliran darah ke janin cukup
banyak dan perfusi jaringan juga meningkat, sehingga dapat menjamin
pertumbuhan janin dengan baik. Proses ini dinamakan remodeling arteri
spiralis. Pada hipertensi dalam kehamilan tidak terjadi invasi sel-sel trofoblas
pada lapisan otot arteri spiralis dan jaringan matriks sekitarnya. Lapisan otot
arteri spiralis tidak memungkinkan mengalami distensi dan vasodilatasi.
Akibatnya, arteri spiralis relatif mengalami vasokontriksi, dan terjadi
kegagalan “remodeling arteri spiralis”, sehingga aliran darah utero plasenta
menurun, dan terjadilah hipoksia dan iskemia plasenta. Dampak iskemia
plasenta akan menimbulkan perubahan-perubahan yang dapat menjelaskan
patogenesis hipertensi dalam kehamilan selanjutnya.
b. Teori iskemia plasenta, radikal bebas, dan disfungsi endotel
1) Iskemia plasenta dan pembentukan oksidan/radikal bebas
Sebagaimana dijelaskan pada teori invasi trofoblas, pada hipertensi
dalam kehamilan terjadi kegagalan “remodeling arteri spiralis”, dengan
akibat plasenta mengalami iskemia. Plasenta yang mengalami iskemia
dan hipoksia akan menghasilkan oksidan (radikal bebas).
Oksidan atau radikal bebas adalah senyawa penerima molekul yang
mempunyai elektron yang tidak berpasangan. Salah satu oksidan penting
yang dihasilkan iskemia plasenta adalah radikal hidroksil yang sangat
toksis, khususnya terhadap membran sel endotel pembuluh darah.
Produksi oksidan pada manusia adalah suatu proses normal, karena
oksidan memang dibutuhkan untuk perlindungan tubuh. Adanya radikal
bebas dalam darah, maka hipertensi dalam kehamilan disebut “toxaemia”.
Radikal hidroksil akan merusak membran sel, yang mengandung
banyak asam lemak tidak jernih menjadi peroksida lemak. Peroksida
lemak selain akan merusak membran sel, juga akan merusak nukleus dan
5
protein sel endotel. Produksi oksidan (radikal bebas) dalam tubuh yang
bersifat toksis, selalu diimbangi dengan produksi antioksidan.
2) Peroksida lemak sebagai oksidan pada hipertensi dalam kehamilan
Pada hipertensi dalam kehamilan telah terbukti bahwa kadar oksidan,
khususnya peroksida lemak meningkat, sedangkan antioksidan, misalnya
vitamin E pada hipertensi dalam kehamilan menurun, sehingga terjadi
dominan kadar oksidan peroksida lemak yang relatif tinggi. Peroksida
lemak sebagai oksidan/radikal bebas yang sangat toksik ini akan beredar
di seluruh tubuh melalui aliran darah dan akan merusak membran sel
endotel. Membran sel endotel lebih mudah mengalami kerusakan oleh
peroksida lemak, karena letaknya langsung berhubungan dengan aliran
darah dan mengandung banyak asam lemak tidak jenuh. Asam lemak
tidak jenuh sangat rentan terhadap oksidan radikal hidroksil, yang akan
berubah menjadi peroksida lemak.
3) Disfungsi sel endotel
Akibat sel endotel terpapar terhadap peroksida lemak, maka terjadi
kerusakan sel endotel, yang kerusakannya dimulai dari membran sel
endotel. Kerusakan membran sel endotel mengakibatkan terganggunya
fungsi endotel, bahkan rusaknya seluruh struktur sel endotel. Keadaan ini
disebut “disfungsi endotel” (endothelial disfunction). Pada waktu terjadi
kerusakan sel endotel yang mengakibatkan disfungsi sel endotel, maka
akan terjadi:
a) Ganggguan metabolisme prostaglandin, karena salah satu fungsi
endotel adalah memproduksi prostaglandin, yaitu menurunnya
produksi prostasiklin (PGE2) suatu vasodilator kuat.
b) Agregasi sel-sel trombosit pada daerah endotel yang mengalami
kerusakan. Agregasi trombosit ini adalah untuk menutup tempat-
tempat di lapisan endotel yang mengalami kerusakan. Agregasi
trombosit memproduksi tromboksan (TXA2) suatu vasokontriktor
kuat. Dalam keadaan normal perbandingan kadar
protasiklin/tromboksan lebih tinggi kadar prostasiklin (vasodilator).
Pada preeklampsi kadar tromboksan lebih tinggi dari kadar
prostasiklin sehingga terjadi vasokonstriksi, maka terjadi kenaikan
tekana darah.
b) Perubahan khas pada sel endotel kapiler glomerulus (glomerular
endotheliosis).
c) Peningkatan permeabilitas kapiler.
6
d) Peningkatan produksi bahan-bahan vasopresor, yaitu endotelin.
Kadar vasodilator menurun, sedangkan endotelin (vasokontriksi)
meningkat.
e) Peningkatan faktor koagulasi.
c. Teori intoleransi imunologik antara ibu dan janin
Faktor imunologik berperan terhadap terjadinya hipertensi dalam
kehamilan dengan fakta sebagai berikut:
1) Primigravida mempunyai resiko lebih besar terjadinya hipertensi dalam
kehamilan jika dibandingkan dengan multigravida.
2) Ibu multipara yang kemudian menikah lagi mempunyai resiko lebih besar
terjadinya hipertensi dalam kehamilan jika dibandingkan dengan suami
yang sebelumnya.
3) Seks oral mempunyai resiko lebih rendah terjadinya hipertensi dalam
kehamilan. Lamanya periode hubungan seks sampai saat kehamilan ialah
makin lama periode ini, makin kecil terjadinya hipertensi dalam
kehamilan.
Pada perempuan hamil normal, respon imun tidak menolak adanya “hasil
konsepsi” yang bersifat asing. Hal ini disebabkan adanya human leukocyte
antigen protein G (HLA-G), yang berperan penting dalam modulasi respon
imun, sehingga ibu tidak menolak hasil konsepsi (plasenta). Adanya HLA-G
pada plasenta dapat melindungi trofoblas janin dari lisis oleh natural killer cell
(NK) ibu. Selain itu, adanya HLA-G akan mempermudah invasi sel trofoblas
kadalam jaringan desidua ibu, jadi HLA-G merupakan prokondisi untuk
terjadinya invasi trofoblas ke dalam jaringan desidua ibu disamping untuk
menghadapi sel natural killer. Pada plasenta hipertensi dalam kehamilan,
terjadi penurunan HLA-G. Berkurngnya HLA-G di desidua didaerah plasenta,
menghambat invasi trofoblas ke dalam desidua. Invasi trofoblas sangat
penting agar jaringan desidua menjadi lunak, dan gembur sehingga
mepermudah terjadinya reaksi inflamasi kemungkinan terjadi immune-
maladaptation pada preeklampsia. Pada awal trimester kedua kehamilan
perempuan yang mempunyai kecenderungan terjadi preeklampsia, ternyata
mempunyai proporsi sel yang lebih rendah di banding pada normotensif.
d. Teori adaptasi kardiovaskular
Pada hamil normal pembulu darah refrakter tehadap bahan-bahan
vasopresor. Refrakter berarti pembuluh darah tidak peka tehadap rangsangan
bahan vasopresor, atau dibutuhkan kadar vasopresor yang lebih tinggi untuk
menimbulkan respons vasokonstriksi. Pada kehamilan normal terjadinya
7
refrakter pembuluh daerah terhadap bahan vasopresor adalah akibat dilindungi
oleh adanya sitensis prostaglandin pada sel endotel pembuluh darah. Hal ini
dibuktikan bahwa daya rafrakter terhadap bahan vasopresor akan hilang bila
diberi prostaglandin sintensa inhibitor (bahan yang menghambat produksi
prostaglandin). Prostaglandin ini di kemudian hari ternyata adalah
prostasiklin.
Pada hipertensi dalam kehamilan kehilangan daya refrakter terhadap
bahan vasokonstriktor, dan ternyata terjadi peningkatan kepekaan terhadap
bahan-bahan vasopresor. Artinya, daya refrakter pembuluh darah terhadap
bahan vasopresor hilang sehingga pembuluh darah menjadi peka terhadap
bahan vasopresor. Banyak peneliti telah membuktikan bahwa peningkatan
kepekaan terhadap bahan-bahan vasopresor pada hipertensi dalam kehamilan
sudah terjadi pada trimester I (pertama). Peningkatan kepekaan pada
kehamilan yang akan menjadi hipertensi dalam kehamilan, sudah dapat
ditemukan pada kehamilan dua puluh minggu. Fakta ini dapat dipakai sebagai
prediksi akan terjadinya hipertensi dalam kehamilan.
2.1.4 Klasifikasi
Klasifikasi yang dipakai di Indonesia adalah berdasarkan The National High
Blood Pressure Education Program Working Group on High Blood Pressure in
Pregnancy (NHBPEP) memberikan suatu klasifikasi untuk mendiagnosa jenis
hipertensi dalam kehamilan, yaitu:
a. Hipertensi kronik adalah hipertensi yang timbul sebelum umur kehamilan 20
minggu atau hipertensi yang pertama kali didiagnosis 9 setelah umur
kehamilan 20 minggu dan hipertensi menetap sampai 12 minggu
pascapersalinan.
b. Preeklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan
disertai dengan proteinuria. Eklampsia adalah preeklampsi yang disertai
dengan kejang-kejang dan/atau koma.
c. Preeklampsia pada hipertensi kronik (preeclampsia superimposed upon
chronic hypertension) adalah hipertensi kronik disertai tanda-tanda
preeklampsi atau hipertensi kronik disertai proteinuria.
d. Hipertensi gestasional adalah hipertensi yang timbul pada kehamilan tanpa
disertai proteinuria dan hipertensi menghilang setelah 3 bulan pascapersalinan
atau kematian dengan tanda-tanda preeklampsi tetapi tanpa proteinuria
(Prawirohardjo, 2014).
8
2.1.5 Penatalaksanaan
a. Perawatan Selama Kehamilan
Jika tekanan darah diastolik >110 mmHg, berikan obat antihipertensi
sampai tekanan darah diastolik diantara 90-100 mmHg. Obat pilihan
antihipertensi adalah hidralazin yang diberikan 5 mg IV pelan-pelan selama 5
menit sampai tekanan darah turun. Jika hidralazin tidak tersedia, dapat
diberikan nifedipin 5 mg sublingual dan tambahkan 5 mg sublingual jika
respon tidak membaik setelah 10 menit. Selain itu labetolol juga dapat
diberikan sebagai alternatif hidralazin. Dosis labetolol adalah 10 mg, jika
respon tidak baik setelah 10 menit, berikan lagi labetolol 20 mg. Pasang infus
Ringer Laktat dengan jarum besar (16 gauge atau lebih). Ukur keseimbangan
cairan, jangan sampai overload. Auskultasi paru untuk mencari tanda-tanda
edema paru. Adanya krepitasi menunjukkan edema paru, maka pemberian
cairan dihentikan. Perlu kateterisasi urin untuk pengeluaran volume dan
proteinuria. Jika jumlah urin <30 ml per jam, infus cairan dipertahankan
sampai 1 jam dan pantau kemungkinan edema paru. Obsevasi tanda-tanda
vital ibu dan denyut jantung janin dilakukan setiap jam (Prawirohardjo, 2014).
b. Perawatan persalinan
Pada preeklampsi berat, persalinan harus terjadi dalam 24 jam, sedang
pada eklampsi dalam 12 jam sejak gejala eklampsi timbul. Jika terdapat gawat
janin, atau persalinan tidak terjadi dalam 12 jam pada eklampsi, lakukan
seksio sesarea (Mustafa R et al., 2012).
c. Perawatan pospartum
Antikonvulsan diteruskan sampai 24 jam postpartum atau kejang terakhir.
Teruskan pemberian obat antihipertensi jika tekanan darah diastolik masih
>110 mmHg dan pemantauan urin (Mustafa R et al., 2012).
9
kekurangan oksigen. Oksigen diperlukan tubuh untuk bahan bakar proses
metabolisme. Zat besi merupakan bahan baku pembuat sel darah merah. Ibu hamil
mempunyai tingkat metabolisme yang tinggi misalnya untuk membuat jaringan
tubuh janin, membentuknya menjadi organ dan jugauntuk memproduksi energy
agar ibu hamil bisa tetap beraktifitas normal sehari – hari.
2.2.2 Etiologi
Penyebab anemia umumnya adalah :
a. Kurang gizi (malnutrisi)
b. Kurang zat besi dalam diet
c. Malabsorbsi
d. Kehilangan darah yang banyak : persalinan yang lalu, haid, dan lainlain.
e. Penyakit-penyakit kronik : TBC, paru, cacing usus, malaria, dan lainlain
(Mochtar, 2012).
2.2.4 Patofisiologi
Kehamilan menyebabkan banyak perubahan pada tubuh ibu,perubahan-
perubahan itu untuk menyesuaikan tubuh ibu pada keadaan kehamilannya. Pada
masa kehamilan akan terjadi perubahan fisik yang mempengaruhi penggunaan zat-
zat makanan oleh tubuh berkurang sehingga kebutuhan tubuh akan sumber zat gizi
juga akan berkurang pada beberapa bulan pertama kehamilan.. Pola makan dan
gaya hidup sehat dapat membantu pertumbuhan dan perkembangan janin dalam
rahim ibu Pada masa kehamilan trisemester pertama (Manuaba, 2007).
10
Perubahan hematologi sehubungan dengan kehamilan adalah oleh karena
perubahan sirkulasi yang semakin meningkat terhadap plasenta dan pertumbuhan
payudara. Volume plasma meningkat 45-65% dimulai pada trimester II kehamilan
dan maksimum terjadi pada bulan ke-9 dan meningkat sekitar 1000 ml, menurun
sedikit menjelang atern serta kembali normal 3 bulan setelah partus. Stimulasi yang
meningkatkan volume plasma seperti laktogen plasma, yang menyebabkan
peningkatan sekresi aldesteron (Rukiah, 2010).
11
Menurut Ammirudin (2007) proporsi kematian terbanyak terjadipada
ibu dengan prioritas 1 – 3 anak dan jika dilihat menurut jarakkehamilan ternyata
jarak kurang dari 2 tahun menunjukan proporsikematian maternal lebih banyak.
Jarak kehamilan yang terlalu dekat menyebabkan ibu mempunyai waktu
singkat untuk memulihkankondisi rahimnya agar bisa kembali ke kondisi
sebelumnya. Pada ibuhamil dengan jarak yang terlalu dekat beresiko terjadi
anemia dalamkehamilan. Karena cadangan zat besi ibu hamil pulih.
Akhirnyaberkurang untuk keperluan janin yang dikandungnya.
6. Pendidikan
Pada beberapa pengamatan menunjukkan bahwa kebanyakananemia
yang di derita masyarakat adalah karena kekurangan gizibanyak di jumpai di
daerah pedesaan dengan malnutrisi ataukekurangan gizi. Kehamilan dan
persalinan dengan jarak yangberdekatan, dan ibu hamil dengan pendidikan dan
tingkat socialekonomi rendah (Manuaba, 2010). Menurut penelitian Amirrudin
dkk(2007), faktor yang mempengaruhi status anemia adalah tingkatpendidikan
rendah.
12
infeksi, ancaman dekompensasi kordis (Hb < 6gr%), mola hidatidosa,
hiperemesis gravidarum, perdarahan antepartum, ketuban pecah dini (KPD).
Bahaya saat persalinaan yaitu gangguan his (kekuatan mengejan),kala pertama
dapat berlangsung lama, dan terjadi partus terlantar, kaladua berlangsung lama
sehingga dapat melelahkan dan sering memerlukan tindakan operasi
kebidanan, kala uri dapat diikuti retensio plasenta, dan perdarahan post partum
karena atonia uteri, kala empat dapat terjadi perdarahan post partum sekunder
dan atonia uteri. Pada kala nifas yaitu terjadi subinvolusi uteri menimbulkan
perdarahan post partum, memudahkan infeksi puerperium, pengeluaranASI
berkurang, terjadi dekompesasi kordis mendadak setelah persalinan, anemia
kala nifas, mudah terjadi infeksi mamae.
2. Bahaya anemia terhadap janin
Sekalipun tampaknya janin mampu menyerap berbagai kebutuhan dari
ibunya, tetapi dengan anemia akan mengurangi kemampuan metabolisme tubuh
sehingga mengganggu pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim.
Akibat anemia dapat terjadigangguan yaitu abortus, kematian intra uterine,
persalinan prematuritas tinggi, berat badan lahir rendah, kelahiran dengan
anemia, dapat terjadicacat bawaan, bayi mudah mendapat infeksi sampai
kematian perinatal, dan inteligensia rendah (Manuaba, 2010).
13
2.3.4 Patofisiologi Anemia Sedang
Perubahan hematologi sehubungan dengan kehamilan adalah karena
perubahan sirkulasi yang semakin meningkat terhadap plasenta dan
pertumbuhan payudara. Volume plasma meningkat 45 – 65% pada awal
kehamilan dan maksimum terjadi pada bulan menjelang aterm serta kembali
normal 3 bulan setelah partus (Rukiyah, 2010).
2.3.5 Penatalaksanaan Anemia Sedang
Pengobatan harus ditunjukan pada penyebab anemia dan mungkin
termasuk:
a. Pengobatan dapat dimulai dengan preparat besi seros 600-1000 mg/hari
seperti sulfat ferosus atau glukosa ferosus (Winjosastro, 2005)
b. Meningkatkan konsumsi tablet besi secara rutin dan mengkonsumsi
makanan yang bergizi serta banyak mengandung zat besi. (Manuaba, 2010).
c. Memberikan tablet tambah darah sehari 1 tablet/90 tablet selama hamil
(Ratna Dwi, 2011).
d. Tranfusi darah.
14
Whole blood atau darah lengkap pada transfusi adalah darah yang
diambil dari donor menggunakan container atau kantong darah dengan
antikoagulan yang steril dan bebas pyrogen. Whole blood merupakan sumber
komponen darah yang utama(Anonim, 2002).Whole blood diambil dari
pendonor ± 450-500ml darah yang tidak mengalami pengolahan. Komposisi
whole blood adalah eritrosit, plasma,lekosit dan trombosit (Hutomo, 2011).
2. Sel Darah Merah
Sel Darah Merah (Packed Red Cell) adalah suatu konsentrat eritrosit
yang berasal darisentrifugasiwhole blood, disimpan selama 42 hari dalam
larutan tambahan sebanyak 100 ml yang berisi salin, adenin, glukosa, dengan
atau tanpamanitol untuk mengurangi hemolisis eritrosit (Anindita,2011).
3. Trombosit
Dibuat dari konsentrat whole blood (buffy coat), dan diberikan pada
pasien dengan perdarahan karena trombositopenia. Produk trombosit harus
disimpan dalam kondisi spesifik untuk menjamin penyembuhan dan fungsi
optimal setelah transfusi. Umur dan fungsi trombosit optimal pada
penyimpanan di suhu ruangan 20-24oC (Cahyadi, 2011).
4. Plasma Beku
Plasma Beku (Fresh Frozen Plasma) adalah plasma segar yang
dibekukan dalam waktu 8 jam dan disimpan pada suhu minimal -20°C dapat
bertahan 1 tahun, yang berisi semua faktor koagulasi kecuali trombosit. FFP
diberikan untuk mengatasi kekuranganfaktor koagulasi yang masih belum jelas
dan defisiensi anti-thrombin III. FFP berisi plasma, semua faktor pembekuan
stabil dan labil, komplemen dari protein plasma. Volume sekitar 200 sampai
250 ml. Setiap unit FFP biasanya dapat menaikkan masing-masing kadar faktor
pembekuan sebesar 2-3% pada orang dewasa, dosis inisial adalah 10-15 ml/kg
(Harlinda, 2006 ).
15
diperkirakan mengandung plasma 50 ml atau antara20-150 ml (Alimoenthe,
2011). PRC dibuat khusus di dalam kantong plastik pada saat segera setelah
donasi darah diputar secara khusus sehingga terpisah dari komponen-
komponen lain, jauh lebih baik dan lebih tahan lama disimpan. Packed cells
dibuat dengan cara pengendapan darah didalam botol lalu bagian plasmanya
disedot keluar tidak menghasilkan komponen yang ideal karena sudah terbuka
resiko kontaminasi pada waktu penghisapan. Waktu penyimpanannya hanya
sampai 24 jam didalam alat pendingin darah (Depkes RI, 2008).
C. Indikasi PRC
Digunakan pada pasien anemia yang tidak disertai penurunan volume
darah, misalnya pasien dengan anemia hemolitik, anemia hipoplastik kronik,
leukemia akut, leukimia kronik, penyakit keganasan, talasemia, gagal ginjal
kronis, dan perdarahan-perdarahan kronis yang ada tanda “oxygen need” (rasa
sesak, mata berkunang, palpitasi, pusing dan gelisah).PRC diberikan sampai
tanda oxygen need hilang, biasanya pada hemoglobin 8-10 gr/dl. Transfusi PRC
hampir selalu diindikasikan pada kadar Hb<7g/dl, terutama pada anemia akut.
Transfusi dapat ditunda jika pasien asimptomatik atau penyakitnya memiliki
terapi spesifik lain, maka batas kadar Hb yang lebih rendah dapat
diterima.Transfusi sel darah merah dapat dilakukan pada kadar Hb 7-10 g/dl
apabila ditemukan hipoksia atau hipoksemia yang bermakna secara klinis dan
laboratorium. Transfusi tidak dilakukan bila kadar Hb ≥10 g/dl, kecuali bila ada
indikasi tertentu,misalnya penyakit yang membutuhkan kapasitas transport
oksigen lebih tinggi (contoh: penyakit paru obstruktif kronik berat dan penyakit
jantung iskemik berat).
16
D. Dosis Sel darah merah
Ada tiga jenis yaitu sel darah merah pekat (packed red cell=PRC ),
suspensi sel darah merah, dan sel darah merah yang dicuci. Indikasi mutlak
pemberian PRC adalah bila Hb penderita 5 g/dl. Jumlah PRC yang diperlukan
untuk menaikkan Hb dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai
berikut :
Jumlah PRC = Hb x 3 x BB
17
ii. Riwayat kehamilan sekarang: meliputi antenatal care (ANC) yaitu tempat
dan frekuensi, keluhan, gerakan janin, penatalaksanaan dan terapi yang
diberikan.
iii. Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas yang lalu: berapa kali hamil,
melahirkan, berapa umur dari setiap kehamilannya, apakah pernah
mengalami perdarahan atau tidak, bagaimana cara persalinannya, dimana
dan ditolong oleh siapa, apakah ada penyulit dalam persalinan terdahulu.
d. Data Biopsikososiospiritual
Data psikologi perlu dikaji untuk mengetahui respon ibu terhadap
kehamilan lewat waktu yang ia alami, apakah ibu mengeluh cemas terhadap
persalinan dan janin, hubungan sosial antara pasien dalam keluarga perlu dikaji
untuk mengetahui hubungan dalam keluarga tersebut, dukungan keluarga akan
meningkatkan rasa nyaman serta menumbuhkan rasa percaya diri pada pasien.
2) Data Objektif
Pada kasus kehamilan dengan anemia data fokus pemeriksaannya berupa :
a. Pemeriksaan Umum
Dilakukan untuk mengetahui keadaan umum, kesadaran, tinggi badan, berat
badan, pengukuran vital sign yang meliputi tekanan darah, suhu, nadi dan
respirasi (Varney, 2007).
Pada kasus HDK hasil pemeriksaan tekanan darah > 140/90 mmHg.
b. Pemeriksaan Khusus (Fisik)
Pengkajian lainnya adalah pemeriksaan fisik, yang bertujuan untuk menilai
kondisi kesehatan ibu dan bayinya, serta tingkat kenyamanan fisik ibu bersalin.
Hasil yang didapat dari pemeriksaan fisik dan anamnesis dianalisis untuk
membuat keputusan klinis, menegakkan diagnosis, dan mengembangkan
rencana asuhan atau perawatan yang paling sesuai dengan kondisi ibu
(Sondakh, 2013). Jenis pemeriksaan khusus pada kehamilan dengan anemia
meliputi :
1) Inspeksi : Konjungtiva anemis pada anemia
2) Palpasi
Leopold I : Diraba berapakah tinggi fundus uterus dan bagian apakah
yang terdapat di fundus.
Leopold II : Menentukan batas samping uterus, diraba bagian-bagian yang
berada disebelah kanan dan kiri untuk menentukan letak
punggung dan bagian kecil janin.
Leopold III : Menentukan bagian terbawah janin.
18
Leopold IV : Meraba seberapa dalam bagian bawah janin sudah masuk pintu
atas panggul.
Kontraksi : menghitung jumlah, lama dan intensitas his dalam waktu
tertentu.
3) Auskultasi
Denyut jantung janin akan terdengar teratur apabila kondisi janin baik atau
tidak teratur jika terjadi gawat janin saat pemeriksaan secara auskultasi dengan
doppler atau leanec (Sofian, 2011).
4) Pemeriksaan Laboratorium yaitu kadar Hb pada kasus anemia dan protein
urine pada kasus hipertensi dalam kehamilan (mengetahui Preeklamsi atau
tidak).
Menginterpetasikan Data
Diagnosa Masalah
Rencana Asuhan
Penatalaksanaan Asuhan
Tanggung jawab Bidan
1. Oleh bidan
2. Kolaborasi dengan dokter Asuhan menjadi efisien
3. Oleh tenaga kesehatan
20
7. Langkah VII : Evaluasi
Hasil evaluasi yang diharapkan pada ibu hamil dengan HDK maupun anemia
adalah perbaikan KU, TD normal, terjadi kenaikan kadar Hb setelah diberikan
penatalaksanaan yang sesuai.
a. S : Subjektif
Menggambarkan pendokumentasian hasil pengumpulan data klien melalui
anamnesa sebagai langkah I Varney, meliputi identitas, keluhan utama, riwayat
kebidanan, serta data psikososial. Data subjektif untuk kehamilan dengan HDK
adalah pusing, jantung berdebar, sedangkan anemia antara lain: pusing,
berkunang, lemah, letih,mudah lelah.
b. O : Objektif
Menggambarkan pendokumentasian hasil pemeriksaan klien, hasil
laboratorium, dan tes diagnostik berupa pemeriksaan USG yang dirumuskan
dalam data fokus untuk mendukung asuhan sebagai langkah I Varney. Data
objektif untuk pasien bersalin dengan HDK : TD >140/90 mmHg, protein urine
negatie. Pada anemia antara lain: konjungtiva anemis, hasil dari pemeriksaan
laboratorium < 11 gr/dl.
c. A : Analisis
21
3. Perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter, konsultasi/kolaborasi
untuk pemberian induksi dan atau rujukan sebagai langkah 2, 3, dan 4
Varney.
d. P : Penatalaksanaan
Menggambarkan pendokumentasian dari perencanaan, tindakan implementasi
dan evaluasi pada kasus ibu hamil dengan anemia berdasarkan analisis sebagai
langkah 5, 6, dan 7 Varney. (KepMenKes RI No :
938/MENKES/SK/VII/2007).
22
C. Bagan alur berfikir Varney dan pendokumentasian SOAP
Antisipasi masalah
potensial / diagnose
lain
Menetapkan Perencanaan Penatalaksanaan :
kebutuhan segera 1. Asuhan mandiri
untuk konsultasi, 2. Kolaborasi tes
kolaborasi diagnostic atau tes
Lab
3. Rujukan
4. Konseling
5. Follow up
Perencanaan
Implementasi Implementasi
Evaluasi Evaluasi
23
DAFTAR PUSTAKA
Ai Yeyeh, Rukiyah, dkk. et al.(2010).Asuhan Kebidanan 1. Jakarta: CV. Trans Info Media
Anindita, k., Cahyadi, A. 2011. Komponen Darah dan Indikasi Penggunaanya.WIMI, Jakarta.
Manuaba, IAC.,I Bagus,dan IB Gde. 2010. Ilmu Kebidanan ,Penyakit Kandungan dan KB
untuk Pendidikan Bidan. Edisi kedua. Jakarta : EGC.
Wiknjosastro, G. 2008. Buku Acuan Pelatihan Klinik Asuhan Persalinan Normal. Jakarta:
Jaringan Nasional Pelatihan Klinik Kesehatan Reproduksi Departemen Kesehatan RI
24