Disusun oleh:
Ismiyati Tanjung
2016730053
Pembimbing :
2020
KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmanirrohim,
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan anugrah dari-Nya saya
dapat menyelesaikan Tugas Refreshing tentang “Hipertensi Dalam Kehamilan”.
Sholawat serta Salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan besar kepada
Nabi Muhammad SAW yang telah membawakan kita dari jaman jahiliyah ke jaman yang
modern ini dan selalu menjadi anugerah terbesar bagi seluruh alam semesta alam di muka
bumi.
Penulis sangat bersyukur karena dapat menyelesaikan tugas refreshing yang menjadi
tugas kepaniteraan klinik stase Obgyn di Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih.
Disamping itu, saya mengucapkan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah
membantu selama pembuatan tugas refreshing ini berlangsung sehingga dapat terealisasikan
refreshing ini.
Sekiranya tinjauan pustaka ini dapat bermanfaat bagi pembaca terutama bagi
penyusun. Apabila ada kesalahan baik yang disengaja maupun tidak disengaja, penulis
memohon maaf yang sebesar-besarnya. Penyusun menerima apabila ada saran dan kritik yang
membangun.
Penulis,
PENDAHULUAN
Hipertensi adalah masalah kesehatan di seluruh dunia yang mempengaruhi sekitar 25-
40% individu. Ini adalah faktor risiko kardiovaskular utama dan dikaitkan dengan banyak
komplikasi kardiovaskular (mis, Stroke, gagal jantung). Prevalensi peningkatan tekanan
darah tertinggi di Afrika, di mana itu adalah 46% untuk kedua jenis kelamin dikombinasikan.
Hipertensi dapat memengaruhi orang pada usia berapa pun; wanita di usia subur tidak
terkecuali. Hipertensi adalah gangguan medis paling umum selama kehamilan, dengan
prevalensi 5-10% dari semua kehamilan di seluruh dunia.
Klasifikasi Hipertensi kehamilan menurut terdiri dari 4 macam The National High
Blood Pressure Education Program Working Group on High Blood Pressure in Pregnancy
(NHBPEP): Hipertensi kronis, Hipertensi gestasional, Preeklamsia, Preeklampsia pada
hipertensi kronik. Tekanan darah tinggi selama kehamilan tetap, oleh komplikasinya,
penyebab utama morbiditas dan mortalitas ibu.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
a. Hipertensi kronik: Tekanan darah lebih besar atau sama dengan 140/90 mm Hg
sebelum kehamilan atau sebelum 20 minggu kehamilan.
b. Hipertensi gestasional: Hipertensi terjadi pertama kalinya setelah 20 minggu dan
tanpa adanya proteinuria.
c. Preeclampsia/Eclampsia: Hipertensi dan proteinuria ≥ 300 mg/24 jam setelah 20
minggu kehamilan. Eclampsia (bentuk dari preeclampsia) mempengaruhi 0.1% dari
kehamilan.
d. Preeclampsia superimposed pada hipertensi kronik: Hampir 30% wanita dengan
hipertensi kronis menjadi preeklampsia, yang diindikasikan oleh proteinuria, yang
terjadi untuk pertama kalinya selama trimester ketiga, dan atau peningkatan
proteinuria sebelumnya, peningkatan tekanan darah secara tiba-tiba pada wanita,
trombositopenia (<100.000 sel / mm3), atau peningkatan alanin aminotransferase atau
aspartat aminotransferase ke tingkat abnormal.
Tabel 2.1 Perbedaan Gambaran Klinis antara Hipertensi Kronik, Hipertensi Gestasional,
dan Preeklampsia
1. Faktor maternal
a. Usia Kehamilan
Usia yang aman untuk kehamilan dan persalinan adalah usia 20-30 tahun. Komplikasi
maternal pada wanita hamil dan melahirkan pada usia di bawah 20 tahun ternyata 2-5
kali lebih tinggi dari pada kematian maternal yang terjadi pada usia 20-29 tahun.
Dampak dari usia yang kurang, dapat menimbulkan komplikasi selama kehamilan. Setiap
remaja primigravida mempunyai risiko yang lebih besar mengalami hipertensi dalam
kehamilan dan meningkat lagi saat usia diatas 35 tahun b. Primigravida
Sekitar 85% hipertensi dalam kehamilan terjadi pada kehamilan pertama. Jika ditinjau
dari kejadian hipertensi dalam kehamilan, graviditas paling aman adalah kehamilan
kedua sampai ketiga.
c. Riwayat keluarga
Terdapat peranan genetik pada hipertensi dalam kehamilan. Hal tersebut dapat terjadi
karena terdapat riwayat keluarga dengan hipertensi dalam kehamilan.
d. Riwayat hipertensi
Riwayat hipertensi kronis yang dialami selama kehamilan dapat meningkatkan risiko
terjadinya hipertensi dalam kehamilan, dimana komplikasi tersebut dapat mengakibatkan
superimpose preeclampsi dan hipertensi kronis dalam kehamilan.
Tingginya indeks massa tubuh merupakan masalah gizi karena kelebihan kalori,
kelebihan gula dan garam yang bisa menjadi faktor risiko terjadinya berbagai jenis
penyakit degeneratif, seperti diabetes melitus, hipertensi dalam kehamilan, penyakit
jantung koroner, reumatik dan berbagai jenis keganasan (kanker) dan gangguan
kesehatan lain. Hal tersebut berkaitan dengan adanya timbunan lemak berlebih dalam
tubuh.
f. Gangguan ginjal
Penyakit ginjal seperti gagal ginjal akut yang diderita pada ibu hamil dapat menyebabkan
hipertensi dalam kehamilan. Hal tersebut berhubungan dengan kerusakan glomerulus
yang menimbulkan gangguan filtrasi dan vasokonstriksi pembuluh darah.
2. Faktor kehamilan
Pada kehamilan normal, Rahim dan plasenta mendapat aliran darah dari cabang-
cabang arteri uterine dan arteri ovarika. Kedua pembuluh darah tersebut menembus
myometrium berupa arteri arkuarta dan arteri arkuarta memberi cabang arteria radialis.
Arteria radialis menembus endometrium menjadi arteri basalis dan arteri basalis
memberi cabang arteria spiralis.
Pada hamil normal, dengan sebab yang belum jelas, terjadi invasi trofoblas ke dalam
lapisan otot arteria spiralis, yang menimbulkan degenerasi lapisan otot tersebut
sehingga terjadi dilatasi arteri spiralis. Invasi trofoblas juga memasuki jaringan sekitar
arteri spiralis, sehingga jaringan matriks menjadi gembur dan memudahkan lumen
arteri spiralis mengalami distensi dan dilatasi. Distensi dan vasodilatasi lumen arteri
spiralis ini memberi dampak penurunan tekanan darah, penurunan resistensi vascular,
dan peningkatan aliran darah pada daerahutero plasenta. Akibatnya aliran darah ke
janin cukup banyak dan perfusi jaringan juga meningkat, sehingga dapat menjamin
pertumbuhan janin dengan baik. Proses ini dinamakan “remodeling arteri spiralis.
Pada hipertensi dalam kehamilan tidak terjadi invasi sel-sel trofoblas pada lapisan
otot arteri spiralis dan jaringan matriks sekitarnya. Lapisan otot arteri spiralis menjadi
tetap kaku dan keras sehingga lumen arteri spiralis tidak memungkinkan mengalami
distensi dan vasodilatasi. Akibatnya, arteri spiralis relatif mengalami vasokonstriksi,
dan terjadi kegagalan “remodeling arteri spiralis”. Sehingga aliran darah uteroplasenta
menurun, dan terjadilah hipoksia dan iskemia plasenta. Dampak iskemia plasenta
menimbulkan perubahan-perubahan yang dapat menjelaskan pathogenesis HDK
selanjutnya.
Diameter rata-rata arteri spiralis pada hamil normal adalah 500 mikron, sedangkan
pada preeclampsia rata-rata 200 mikron. Pada hamil normal vasodilatasi lumen arteri
spiralis dapat meningkatkan 10 kali aliran darah ke utero plasenta.
Pada hipertensi dalam kehamilan telah terbukti bahwa oksidan, khususnya peroksida
lemak meningkat, sedangkan antioksidan, missal vitamin E pada hipertensi dalam
kehamilan mengalami penurun, sehingga terjadi dominasi oksidan peroksida lemak
yang relative tinggi. Peroksida lemak sebagai oksidan/radikal bebas yang sangat toksis
ini beredar di seluruh tubuh dalam aliran darah dan merusak membrane sel endotel.
Membran sel endotel lebih mudah mengalami kerusakan oleh peroksida lemak, karena
letaknya langsung berhubungan dengan aliran darah dan mengandung banyak asam
lemak tidak jenuh. Asam lemak tidak jenuh sangat rentan terhadap oksidan radikal
hidroksil, berubah menjadi peroksida lemak.
Akibat sel endotel terpapar terhadap proksida lemak, maka terjadi kerusakan sel
endotel, yang kerusakannya dimulai dari membrane sel endotel. Kerusakan membrane
sel endotel mengakibatkan terganggunya fungsi endotel, bahkan rusaknya seluruh
struktur sel endotel. Keadaan ini disebut “disfungsi endotel” (endothelial dysfunction).
Pada waktu terjadi kerusakan sel endotel yang mengakibatkan disfungsi sel endotel,
maka terjadi:
- Gangguan metabolism prostaglandin, karena salah satu fungsi sel endotel, adalah
memproduksi prostaglandin, yaitu menurunnya produksi prostasiklin (PGE2):
suatu vasodilator kuat.
- Agregasi sel-sel trombosit pada daerah endotel yang mengalami kerusakan.
Agregasi sel trombosit ini adalah untuk menutup tempat-tempat di lapisan endotel
yang mengalami kerusakan. Agregasi trombosit memproduksi tromboksan (TXA2)
suatu vasokonstriktor kuat.
- Perubahan khas pada sel endotel kapilar glomerulus.
- Peningkatan permeabilitas kapilar.
- Peningkatan produksi bahan-bahan vasopressor, yaitu endotelin. Kadar NO
(vasodilator) menurun, sedangkan endotelin (vasokonstriktor) meningkat.
- Peningkatan faktor koagulasi
3. Teori Intoleransi Imunologik antara Ibu dan Janin
Pada perempuan hamil normal, respons imun tidak menolak adanya “hasil konsepsi”
yang besifat asing. Hal ini disebabkan adanya human leukocyte antigen protein G
(HLA-G), human leukocyte antigen protein G (HLA-G), yang berperan penting dalam
modulasi respons imun, sehingga si ibu tidak menolak hasil konsepsi (plasenta).
Adanya HLA-G pada plasenta dapat melindungi trofoblas janin dari lisis oleh sel
Natural Killer (NK) ibu.
Selain itu, adanya HLA-G yang mempermudah invasi sel trofoblas ke dalam jaringan
desidua ibu. JadiHLA-G merupakan prakondisi untuk terjadinya invasi trofoblas ke
dalam jaringan desidua ibu, di samping untuk menghadapi sel Natural Killer. Pada
plasenta hipertensi dalam kehamilan, terjadi penurunan ekspresi HLA-G. Berkurangnya
HLA-G di desidua daerah plasenta, menghambat invasi trofoblas ke dalam desidua.
Invasi trofoblas sangat penting agar jaringan desidua menjadi lunak, dan gembur
sehingga memudahkan terjadinya dilatasi arteri spiralis. HLA-G juga merangsang
produksi sitikon, sehingga memudahkan terjadinya reaksi inflamasi. Kemungkinan
terjadi Immune-Maladaptation pada preeclampsia.
5. Teori Genetik
Ada faktor keturunan dan familial dengan model gen tunggal. Genotipe ibu lebih
menentukan terjadinya hipertensi dalam kehamilan secara familial jika dibandingkan
dengan genotype janin. Telah terbukti bahwa pada ibu yang mengalami preeclampsia,
26% anak perempuannya akan perempuannya akan mengalami preeclampsia pula,
sedangkan hanya 8% anak menantu mengalami preeclampsia.
Penelitian yang penting yang pernah dilakukan di Inggris ialah penelitian tentang
pengaruh diet pada preeclampsia beberapa waktu sebelum pecahnya Perang Dunia II.
Suasana serba sulit mendapat gizi yang cukup dalam persiapan perang menimbulkan
kenaikan insiden hipertensi dalam kehamilan.
Penelitian terakhir membuktikan bahwa konsumsi minyak ikan, termasuk minyak hati
halibut, dapat mengurangi risiko preeclampsia.
Minyak ikan mengandung banyak asam lemak tidak jenuh yang dapat menghambat
produksi tromboksan, menghambat aktivasi trombosit, dan mencegah vasokonstriksi
pembuluh darah.
Beberapa peneliti telah mencoba melakukan uji klinik untuk memakai konsumsi
minyak ikan atau bahan yang mengandung asam lemak tak jenuh dalam mencegah
preeclampsia. Hasil sementara menunjukkan bahwa penelitian ini berhasil baik dan
mungkin dapat dipakai sebagai alternatif pemberian aspirin.
Beberapa peneliti juga menganggap bahwa defisiensi kalsium pada diet perempuan
hamil mengakibatkan risiko terjadinya preeclampsia/eklampsia. Penelitian di Negara
Ekuador Andes dengan metode uji klinik, ganda tersamar, dengan membandingkan
pemberian kalsium dan placebo.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ibu hamil yang diberi suplemen kalsium
cukup, kasus yang mengalami preeclampsia adalah 14% sedang yang diberi glukosa
17%.
Teori ini berdasarkan fakta bahwa lepasnya debris trofoblas di dalam sirkulasi darah
merupakan rangsangan utama terjadinya proses inflamasi. Pada kehamilan normal
plasenta juga melepaskan debris trofoblas, sebagai sisa-sisa proses apoptosis dan
nekrotik trofoblas, akibat reaksi stress oksidatif.
Bahan-bahan ini sebagai bahan asing yang kemudian merangsang timbulnya proses
inflamasi. Pada kehamilan normal, jumlah debris trofoblas masih dalam batas wajar,
sehingga reaksi inflamasi juga masih dalam batas normal. Berbeda dengan proses
apoptosis pada preeclampsia, dimana pada preeclampsia terjadi peningkatan stress
oksidatif, sehingga produksi debris apoptosis dan nekrotik trofoblas juga meningkat.
Makin banyak sel trofoblas plasenta, misalnya pada plasenta besar, pada hamil ganda,
maka reaksi stress oksidatif sangan meningkat, sehingga jumlah sisa debris trofoblas
juga makin meningkat. Keadaan ini menimbulkan beban reaksi inflamasi dalam darah
ibu menjadi jauh lebih besar, dibanding reaksi inflamasi pada kehamilan normal.
Respons inflamasi ini mengaktivasi sel endotel, dan sel-sel makrofag/granulosit, yang
lebih besar pula, sehingga terjadi reaksi sistemik inflamasi yang menimbulkan gejala-
gejala preeclampsia pada ibu.
A. Hipertensi Kronik
1. Definisi
Hipertensi yang ada dan dapat diamati sebelum kehamilan atau yang didiagnosis
sebelum minggu ke 20 kehamilan. Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah
sama dengan atau lebih besar dari 140 mm Hg sistolik atau Diastolik 90 mm Hg.
Hipertensi yang didiagnosis untuk pertama kali selama kehamilan dan itu tidak
menyelesaikan postpartum juga diklasifikasikan sebagai hipertensi kronis
B. Hipertensi Gestasional
1. Definisi
Wanita yang memiliki tekanan darah tinggi terdeteksi untuk pertama kalinya
setelah pertengahan kehamilan, tanpa proteinuria, diklasifikasikan memiliki
hipertensi gestasional. Jika peningkatan tekanan darah berlanjut, wanita itu
didiagnosis menderita hipertensi kronis. Catatan bahwa diagnosis hipertensi
gestasional adalah digunakan selama kehamilan hanya sampai yang lebih spesifik
dapat didiagnosis diberikan pascapersalinan.
2. Diagnosis / Manifestasi Klinis
Kriteria Diagnosis pada hipertensi gestasional:
- TD 140/90 mmHg yang timbul pertama kali selama kehamilan.
- Tidak ada proteinuria.
- TD kembali normal < 12 minggu postpartum.
- Diagnosis akhir baru bisa ditegakkan postpartum.
- Mungkin ada gejala preeklampsia lain yang timbul, contohnya nyeri epigastrium
atau trombositopenia.
3. Tatalaksana
C. Preeclampsia/Eclampsia
1. Definisi
Preeklampsia selalu menghadirkan potensi bahaya ibu dan bayi. Kondisi lain
dapat meningkat tekanan darah dan bahkan menghasilkan proteinuria; jadi, dengan
meningkatnya kepastian diagnosis, maka persyaratan untuk penilaian yang cermat dan
pertimbangan untuk pengiriman juga meningkat. Temuan berikut meningkatkan
kepastian diagnosis sindrom preeklampsia dan membutuhkan tindak lanjut seperti:
• Tekanan darah 160 mm Hg atau lebih sistolik, atau 110 mm Hg atau lebih
diastolik.
• Proteinuria 2,0 g atau lebih dalam 24 jam (2+ atau lebih 3+ pada ujian kualitatif).
Proteinuria harus terjadi untuk pertama kalinya dalam kehamilan dan regresi setelah
melahirkan.
• Peningkatan kreatinin serum (> 1,2 mg / dL kecuali diketahui sebelumnya
meningkat).
• Jumlah trombosit kurang dari 100.000 sel / mm3 dan / atau bukti hemolitik
mikroangiopati anemia (dengan peningkatan dehidrogenase asam laktat).
• Enzim hati yang meningkat (alanine aminotransferase [ALT] atau aspartate
aminotransferase [AST]).
• Sakit kepala persisten atau otak atau visual lainnya gangguan.
• Nyeri epigastrium persisten.
Preeklampsia dibagi menjadi preeclampsia berat dan ringan. Pembagian
preeklampsia menjadi berat dan ringan tidaklah berarti adanya dua penyakit yang jelas
berbeda, sebab seringkali ditemukan penderita dengan preeklampsia ringan dapat
mendadak mengalami kejang dan jatuh dalam koma.
Eklampsia adalah kejadiannya, pada wanita dengan preeklampsia, kejang yang
tidak dapat diketahui etiologinya
2. Diagnosis / Manifestasi Klinis
Seperti telah disebutkan sebelumnya, bahwa preeklampsia didefinisikan sebagai
hipertensi yang baru terjadi pada kehamilan / diatas usia kehamilan 20 minggu disertai
adanya gangguan organ. Jika hanya didapatkan hipertensi saja, kondisi tersebut tidak
dapat disamakan dengan peeklampsia, harus didapatkan gangguan organ spesifik
akibat preeklampsia tersebut. Kebanyakan kasus preeklampsia ditegakkan dengan
adanya protein urin, namun jika protein urin tidak didapatkan, salah satu gejala dan
gangguan lain dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis preeklampsia, yaitu:
1. Trombositopenia: trombosit < 100.000 / mikroliter
2. Gangguan ginjal: kreatinin serum >1,1 mg/dL atau didapatkan peningkatan kadar
kreatinin serum pada kondisi dimana tidak ada kelainan ginjal lainnya.
3. Gangguan liver: peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali normal dan atau
adanya nyeri di daerah epigastrik / regio kanan atas abdomen.
4. Edema Paru
5. Didapatkan gejala neurologis: stroke, nyeri kepala, gangguan visus.
6. Gangguan pertumbuhan janin yang menjadi tanda gangguan sirkulasi
uteroplasenta: Oligohidramnion, Fetal Growth Restriction (FGR) atau didapatkan
adanya absent or reversed end diastolic velocity (ARDV)
3. Tatalaksana
Manajemen Ekspektatif Preeklampsia tanpa Gejala Berat
Penanganan Pra-kehamilan
Setiap wanita harus dievaluasi sebelum konsepsi untuk menentukan kondisi tekanan
darahnya. Jika terdapat hipertensi, dapat ditentukan beratnya, sebab sekunder yang
mungkin, kerusakan target organ, dan rencana strategis penatalaksanaannya.
Kebanyakan wanita penderita hipertensi yang merencanakan kehamilan harus
menjalani skrining adanya faeokromositoma karena angka morbiditas dan
mortalitasnya yang tinggi apabila keadaan ini tidak terdiagnosa pada ante partum.
Pada umumnya, frekuensi kunjungan antenatal menjadi sering pada akhir trimester
untuk menemukan awal preeklampsia. Wanita hamil dengan tekanan darah yang
tinggi (>140/90 mmHg) dievaluasi di rumah sakit sekitar 2-3 hari untuk menentukan
beratnya hipertensi. Wanita hamil dengan hipertensi yang berat dievaluasi secara ketat
bahkan dapat dilakukan terminasi kehamilan. Wanita hamil dengan penyakit yang
ringan dapat menjalani rawat jalan.
Pada wanita penderita hipertensi yang merencanakan kehamilan, penting diketahui
mengenai penggantian medikasi anti hipertensi yang telah diketahui aman digunakan
selama kehamilan, seperti metildopa atau beta bloker. Penghambat ACE dan ARB
jangan dilanjutkan sebelum terjadinya konsepsi atau segera setelah kehamilan terjadi.
Perawatan di rumah sakit dipertimbangkan pada wanita dengan hipertensi berat,
terutama apabila terdapat hipertensi yang persisten atau bertambah berat atau
munculnya proteinuria. Evaluasi secara sistematis meliputi:
1. Pemeriksaan detil diikuti pemeriksaan harian terhadap gejala klinis seperti sakit
kepala, pandangan kabur, nyeri epigastrium, dan penambahan berat badan secara
cepat.
2. Penimbangan berat badan saat masuk rumah sakit dan setiap hari setelahnya.
3. Analisis proteinuria saat masuk rumah sakit dan setiap 2 hari.
4. Pengukuran tekanan darah dengan posisi duduk setiap 4 jam kecuali saat
pertengahan tengah malam dengan pagi hari.
5. Pengukuran serum kreatinin, hematokrit, trombosit, dan serum enzim hati,
frekuensi pemeriksaan tergantung beratnya penyakit.
6. Evaluasi berkala tentang ukuran janin dan cairan amnion secara klinis dan dengan
menggunakan ultrasonografi.
Selain itu, pasien juga dianjurkan mengurangi aktivitas sehari-harinya yang
berlebihan. Tirah baring total tidak diperlukan, begitu pula dengan pemberian sedatif.
Diet harus mengandung protein dan kalori dalam jumlah yang cukup. Pembatasan
garam tidak diperlukan asal tidak berlebihan.
BAB III
KESIMPULAN
Hipertensi dalam kehamilan merupakan angka kematian ibu (AKI) yang masih tinggi
di Indonesia menurut SUSPAS, dan kematian ibu di Indonesia tetap didominasi oleh tiga
penyebab utama kematian yaitu perdarahan, hipertensi dalam kehamilan (HDK), dan
infeksi.
Hipertensi dalam kehamilan dapat dilihat dari tekanan darah sistolik >140 mmHg dan
tekanan darah diastolic >90 mmHg, Menurut National High Blood Pressure Education
Program (NHBPEP) dibagi menjadi 4 bagian: Hipertensi kronik yang mana memiliki
riwayat hipertensi sebelum konsepsi atau sebelum kehamilan <20 minggu, Hipertensi
gestasional muncul setelah kehamilan 20 minggu dan menjadi normal setelah kehamilan,
Preeclampsia/Eclampsia adanya hipertensi setelah kehamilan 20 minggu disertai
proteinuria, Preeclampsia superimposed pada hipertensi kronik dengan riwayat hipertensi
kronik serta kriteria lebih dari satu.
DAFTAR PUSTAKA