Anda di halaman 1dari 22

REFRESHING

HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN

Disusun oleh:

Ismiyati Tanjung

2016730053

Pembimbing :

dr. Helmina., Sp. OG

STASE OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

RUMAH SAKIT ISLAM JAKARTA CEMPAKA PUTIH

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

2020
KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmanirrohim,

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan anugrah dari-Nya saya
dapat menyelesaikan Tugas Refreshing tentang “Hipertensi Dalam Kehamilan”.

Sholawat serta Salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan besar kepada
Nabi Muhammad SAW yang telah membawakan kita dari jaman jahiliyah ke jaman yang
modern ini dan selalu menjadi anugerah terbesar bagi seluruh alam semesta alam di muka
bumi.

Penulis sangat bersyukur karena dapat menyelesaikan tugas refreshing yang menjadi
tugas kepaniteraan klinik stase Obgyn di Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih.

Disamping itu, saya mengucapkan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah
membantu selama pembuatan tugas refreshing ini berlangsung sehingga dapat terealisasikan
refreshing ini.

Sekiranya tinjauan pustaka ini dapat bermanfaat bagi pembaca terutama bagi
penyusun. Apabila ada kesalahan baik yang disengaja maupun tidak disengaja, penulis
memohon maaf yang sebesar-besarnya. Penyusun menerima apabila ada saran dan kritik yang
membangun.

Penulis,

Jakarta, April 2020


BAB I

PENDAHULUAN

Hipertensi adalah masalah kesehatan di seluruh dunia yang mempengaruhi sekitar 25-
40% individu. Ini adalah faktor risiko kardiovaskular utama dan dikaitkan dengan banyak
komplikasi kardiovaskular (mis, Stroke, gagal jantung). Prevalensi peningkatan tekanan
darah tertinggi di Afrika, di mana itu adalah 46% untuk kedua jenis kelamin dikombinasikan.
Hipertensi dapat memengaruhi orang pada usia berapa pun; wanita di usia subur tidak
terkecuali. Hipertensi adalah gangguan medis paling umum selama kehamilan, dengan
prevalensi 5-10% dari semua kehamilan di seluruh dunia.

Menurut Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI berdasarkan Survei


Penduduk Antar Sensus (SUSPAS) pada tahun 2015, Angka Kematian Ibu (AKI) di
Indonesia sebesar 305 per 100.000 kelahiran hidup. Kematian ibu di Indonesia tetap
didominasi oleh tiga penyebab utama kematian yaitu perdarahan, hipertensi dalam kehamilan
(HDK), dan infeksi. Di Indonesia, mortalitas dan morbiditas hipertensi pada kehamilan juga
masih cukup tinggi. Hal ini disebabkan oleh etiologi yang tidak jelas, dan juga perawatan
dalam persalinan masih ditangani petugas non medik serta sistem rujukan yang belum
sempurna. Hipertensi pada kehamilan dapat dipahami oleh semua tenaga medik baik di pusat
maupun di daerah.

Klasifikasi Hipertensi kehamilan menurut terdiri dari 4 macam The National High
Blood Pressure Education Program Working Group on High Blood Pressure in Pregnancy
(NHBPEP): Hipertensi kronis, Hipertensi gestasional, Preeklamsia, Preeklampsia pada
hipertensi kronik. Tekanan darah tinggi selama kehamilan tetap, oleh komplikasinya,
penyebab utama morbiditas dan mortalitas ibu.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Hipertensi Dalam Kehamilan

Hipertensi dalam kehamilan mencakup berbagai kondisi, termasuk preeklampsia /


eklampsia, hipertensi kehamilan, hipertensi kronis, dan preeklamsia superimposed pada
hipertensi kronis.

Gangguan spesifik pada hipertensi kehamilan berdasarkan konteks di mana pertama


kali hipertensi diidentifikasi. Menurut pedoman internasional ada empat kategori sebagai
berikut:

 Hipertensi kronis / sudah ada sebelumnya. Hipertensi ditemukan sebelum konsepsi


atau sebelum kehamilan 20 minggu.
 Hipertensi gestasional. Hipertensi yang muncul setelah kehamilan 20 minggu dan
menjadi normal setelah kehamilan.
 Preeklampsia-eklampsia. Hipertensi setelah kehamilan 20 minggu disertai dengan
setidaknya satu dari yang berikut:
- Proteinuria;
- Gambaran lain dari disfungsi organ ibu, termasuk cedera ginjal akut (kreatinin ⩾90
μmol / L; 1 mg / dL), keterlibatan hati (peningkatan alanine aminotransferase atau
aspartate aminotransferase> 40 IU / L) dengan atau tanpa kuadran kanan atas atau
nyeri perut epigastrium , komplikasi neurologis (seperti eklampsia, perubahan
status mental, kebutaan, stroke, clonus, sakit kepala parah, dan skotomata visual
persisten), dan komplikasi hematologis (penurunan jumlah trombosit <150.000 /
μL, koagulasi intravaskular diseminata, hemolisis);
- Disfungsi uteroplasenta (seperti hambatan pertumbuhan janin, analisis bentuk
gelombang Doppler arteri umbilikalis yang abnormal, atau lahir mati).
 Preeklampsia-eklampsia superimposed pada Hipertensi kronis. Hipertensi kronis
sebagaimana didefinisikan di atas, yang mengembangkan tanda dan gejala
preeklampsia atau eklampsia setelah kehamilan 20 minggu.
2.2 Klasifikasi Hipertensi dalam Kehamilan

Klasifikasi Hipertensi dalam Kehamilah menurut National High Blood Pressure


Education Program (NHBPEP) dibagi menjadi 4 bagian:

a. Hipertensi kronik: Tekanan darah lebih besar atau sama dengan 140/90 mm Hg
sebelum kehamilan atau sebelum 20 minggu kehamilan.
b. Hipertensi gestasional: Hipertensi terjadi pertama kalinya setelah 20 minggu dan
tanpa adanya proteinuria.
c. Preeclampsia/Eclampsia: Hipertensi dan proteinuria ≥ 300 mg/24 jam setelah 20
minggu kehamilan. Eclampsia (bentuk dari preeclampsia) mempengaruhi 0.1% dari
kehamilan.
d. Preeclampsia superimposed pada hipertensi kronik: Hampir 30% wanita dengan
hipertensi kronis menjadi preeklampsia, yang diindikasikan oleh proteinuria, yang
terjadi untuk pertama kalinya selama trimester ketiga, dan atau peningkatan
proteinuria sebelumnya, peningkatan tekanan darah secara tiba-tiba pada wanita,
trombositopenia (<100.000 sel / mm3), atau peningkatan alanin aminotransferase atau
aspartat aminotransferase ke tingkat abnormal.

Tabel 2.1 Perbedaan Gambaran Klinis antara Hipertensi Kronik, Hipertensi Gestasional,
dan Preeklampsia

Gambaran Klinis HT Kronik HT Gestasional Preeklampsia


Saatnya muncul HT Kehamilan Trimester III Kehamilan
<20 minggu <20 minggu
Derajat HT Ringan – Berat Ringan Ringan – Berat
Proteinuria Tidak ada Tidak ada Ada
Serum Urat Jarang Tidak ada Pada semua kasus
>5,5 mg/dl
Hemakosentrasi Tidak ada Tidak ada Pada kasus PEB
Trombositopenia Tidak ada Tidak ada Pada kasus PEB
Disfungsi Hati Tidak ada Tidak ada Pada kasus PEB

2.3 Faktor Risiko Hipertensi dalam Kehamilan

Faktor Resiko Hipertensi dalam kehamilan merupakan gangguan multifaktorial.


Beberapa faktor risiko dari hipertensi dalam kehamilan adalah:

1. Faktor maternal

a. Usia Kehamilan

Usia yang aman untuk kehamilan dan persalinan adalah usia 20-30 tahun. Komplikasi
maternal pada wanita hamil dan melahirkan pada usia di bawah 20 tahun ternyata 2-5
kali lebih tinggi dari pada kematian maternal yang terjadi pada usia 20-29 tahun.
Dampak dari usia yang kurang, dapat menimbulkan komplikasi selama kehamilan. Setiap
remaja primigravida mempunyai risiko yang lebih besar mengalami hipertensi dalam
kehamilan dan meningkat lagi saat usia diatas 35 tahun b. Primigravida

Sekitar 85% hipertensi dalam kehamilan terjadi pada kehamilan pertama. Jika ditinjau
dari kejadian hipertensi dalam kehamilan, graviditas paling aman adalah kehamilan
kedua sampai ketiga.

c. Riwayat keluarga

Terdapat peranan genetik pada hipertensi dalam kehamilan. Hal tersebut dapat terjadi
karena terdapat riwayat keluarga dengan hipertensi dalam kehamilan.

d. Riwayat hipertensi

Riwayat hipertensi kronis yang dialami selama kehamilan dapat meningkatkan risiko
terjadinya hipertensi dalam kehamilan, dimana komplikasi tersebut dapat mengakibatkan
superimpose preeclampsi dan hipertensi kronis dalam kehamilan.

e. Tingginya Indeks Massa Tubuh (IMT)

Tingginya indeks massa tubuh merupakan masalah gizi karena kelebihan kalori,
kelebihan gula dan garam yang bisa menjadi faktor risiko terjadinya berbagai jenis
penyakit degeneratif, seperti diabetes melitus, hipertensi dalam kehamilan, penyakit
jantung koroner, reumatik dan berbagai jenis keganasan (kanker) dan gangguan
kesehatan lain. Hal tersebut berkaitan dengan adanya timbunan lemak berlebih dalam
tubuh.

f. Gangguan ginjal
Penyakit ginjal seperti gagal ginjal akut yang diderita pada ibu hamil dapat menyebabkan
hipertensi dalam kehamilan. Hal tersebut berhubungan dengan kerusakan glomerulus
yang menimbulkan gangguan filtrasi dan vasokonstriksi pembuluh darah.

2. Faktor kehamilan

Faktor kehamilan seperti molahilatidosa, hydrops fetalis dan kehamilan ganda


berhubungan dengan hipertensi dalam kehamilan. Preeklampsi dan eklampsi mempunyai
risiko 3 kali lebih sering terjadi pada kehamilan ganda. Dari 105 kasus bayi kembar dua,
didapatkan 28,6% kejadian preeklampsi dan satu kasus kematian ibu karena eklampsi.

2.4 Patofisiologi Hipertensi dalam Kehamilan

1. Teori Kelainan Vaskularisasi Plasenta

Pada kehamilan normal, Rahim dan plasenta mendapat aliran darah dari cabang-
cabang arteri uterine dan arteri ovarika. Kedua pembuluh darah tersebut menembus
myometrium berupa arteri arkuarta dan arteri arkuarta memberi cabang arteria radialis.
Arteria radialis menembus endometrium menjadi arteri basalis dan arteri basalis
memberi cabang arteria spiralis.

Pada hamil normal, dengan sebab yang belum jelas, terjadi invasi trofoblas ke dalam
lapisan otot arteria spiralis, yang menimbulkan degenerasi lapisan otot tersebut
sehingga terjadi dilatasi arteri spiralis. Invasi trofoblas juga memasuki jaringan sekitar
arteri spiralis, sehingga jaringan matriks menjadi gembur dan memudahkan lumen
arteri spiralis mengalami distensi dan dilatasi. Distensi dan vasodilatasi lumen arteri
spiralis ini memberi dampak penurunan tekanan darah, penurunan resistensi vascular,
dan peningkatan aliran darah pada daerahutero plasenta. Akibatnya aliran darah ke
janin cukup banyak dan perfusi jaringan juga meningkat, sehingga dapat menjamin
pertumbuhan janin dengan baik. Proses ini dinamakan “remodeling arteri spiralis.

Pada hipertensi dalam kehamilan tidak terjadi invasi sel-sel trofoblas pada lapisan
otot arteri spiralis dan jaringan matriks sekitarnya. Lapisan otot arteri spiralis menjadi
tetap kaku dan keras sehingga lumen arteri spiralis tidak memungkinkan mengalami
distensi dan vasodilatasi. Akibatnya, arteri spiralis relatif mengalami vasokonstriksi,
dan terjadi kegagalan “remodeling arteri spiralis”. Sehingga aliran darah uteroplasenta
menurun, dan terjadilah hipoksia dan iskemia plasenta. Dampak iskemia plasenta
menimbulkan perubahan-perubahan yang dapat menjelaskan pathogenesis HDK
selanjutnya.

Diameter rata-rata arteri spiralis pada hamil normal adalah 500 mikron, sedangkan
pada preeclampsia rata-rata 200 mikron. Pada hamil normal vasodilatasi lumen arteri
spiralis dapat meningkatkan 10 kali aliran darah ke utero plasenta.

2. Teori Iskemia Plasenta, Radikal Bebas, dan Disfungsi Endotel


 Iskemia plasenta dan pembentukan oksidan/radikal bebas
Sebagaimana dijelaskan pada teori invasi trofoblas, pada hipertensi dalam kehamilan
terjadi kegagalan ‘remodeling arteri spiralis’, dengan akibat plasenta mengalami
iskemia. Plasenta yang mengalami iskemia dan hipoksia menghasilkan oksidan (disebut
juga radikal bebas). Oksidan atau radikal bebas adalah senyawa penerima electron atau
atom/molekul yang mempunyai electron tidak berpasangan.
Salah satu oksidan penting yang dihasilkan plasenta iskemia adalah radikal hidroksil
yang sangat toksis, khususnya terhadap membran sel endotel pembuluh darah.
Sebenarnya produksi oksidan pada manusia adalah suatu proses normal, karena oksidan
memang dibutuhkan untuk perlindungan tubuh. Adanya radikal hidroksil dalam darah
mungkin dahulu dianggap sebagai bahan toksin yang beredar dalam darah, maka dulu
hipertensi dalam kehamilan disebut “toxaemia”.
Radikal hidroksil merusak membrane sel, yang mengandung banyak asam lemak tidak
jenuh menjadi peroksida lemak. Peroksida lemak selain merusak membrane sel, juga
merusak nucleus, dan protein sel endotel.
Produksi oksidan (radikal bebas) dalam tubuh yang bersifat toksis, selalu diimbangi
dengan produksi antioksidan.
 Proksida lemak sebagai oksidan pada hipertensi dalam kehamilan

Pada hipertensi dalam kehamilan telah terbukti bahwa oksidan, khususnya peroksida
lemak meningkat, sedangkan antioksidan, missal vitamin E pada hipertensi dalam
kehamilan mengalami penurun, sehingga terjadi dominasi oksidan peroksida lemak
yang relative tinggi. Peroksida lemak sebagai oksidan/radikal bebas yang sangat toksis
ini beredar di seluruh tubuh dalam aliran darah dan merusak membrane sel endotel.

Membran sel endotel lebih mudah mengalami kerusakan oleh peroksida lemak, karena
letaknya langsung berhubungan dengan aliran darah dan mengandung banyak asam
lemak tidak jenuh. Asam lemak tidak jenuh sangat rentan terhadap oksidan radikal
hidroksil, berubah menjadi peroksida lemak.

 Disfungsi sel endotel

Akibat sel endotel terpapar terhadap proksida lemak, maka terjadi kerusakan sel
endotel, yang kerusakannya dimulai dari membrane sel endotel. Kerusakan membrane
sel endotel mengakibatkan terganggunya fungsi endotel, bahkan rusaknya seluruh
struktur sel endotel. Keadaan ini disebut “disfungsi endotel” (endothelial dysfunction).
Pada waktu terjadi kerusakan sel endotel yang mengakibatkan disfungsi sel endotel,
maka terjadi:

- Gangguan metabolism prostaglandin, karena salah satu fungsi sel endotel, adalah
memproduksi prostaglandin, yaitu menurunnya produksi prostasiklin (PGE2):
suatu vasodilator kuat.
- Agregasi sel-sel trombosit pada daerah endotel yang mengalami kerusakan.
Agregasi sel trombosit ini adalah untuk menutup tempat-tempat di lapisan endotel
yang mengalami kerusakan. Agregasi trombosit memproduksi tromboksan (TXA2)
suatu vasokonstriktor kuat.
- Perubahan khas pada sel endotel kapilar glomerulus.
- Peningkatan permeabilitas kapilar.
- Peningkatan produksi bahan-bahan vasopressor, yaitu endotelin. Kadar NO
(vasodilator) menurun, sedangkan endotelin (vasokonstriktor) meningkat.
- Peningkatan faktor koagulasi
3. Teori Intoleransi Imunologik antara Ibu dan Janin

Dugaan bahwa faktor imunologik berperan terhadap terjadinya hipertensi dalam


kehamilan terbukti dengan fakta sebagai berikut.

 Primigravida mempunyai risiko lebih besar terjadinya hipertensi dalam kehamilan


jika dibandingkan dengan multigravida.
 Ibu multipara yang kemudian menikah lagi mempunyai risiko lebih besar
terjadinya hipertensi dalam kehamilan jika dibandingkan dengan suami yang
sebelumnya.
 Seks oral mempunyai risiko lebih rendah terjadinya hipertensi dalam kehamilan.
Lamanya periode hubungan seks sampai saat kehamilan ialah makin lama periode
ini, makin kecil terjadinya hipertensi dalam kehamilan.

Pada perempuan hamil normal, respons imun tidak menolak adanya “hasil konsepsi”
yang besifat asing. Hal ini disebabkan adanya human leukocyte antigen protein G
(HLA-G), human leukocyte antigen protein G (HLA-G), yang berperan penting dalam
modulasi respons imun, sehingga si ibu tidak menolak hasil konsepsi (plasenta).
Adanya HLA-G pada plasenta dapat melindungi trofoblas janin dari lisis oleh sel
Natural Killer (NK) ibu.

Selain itu, adanya HLA-G yang mempermudah invasi sel trofoblas ke dalam jaringan
desidua ibu. JadiHLA-G merupakan prakondisi untuk terjadinya invasi trofoblas ke
dalam jaringan desidua ibu, di samping untuk menghadapi sel Natural Killer. Pada
plasenta hipertensi dalam kehamilan, terjadi penurunan ekspresi HLA-G. Berkurangnya
HLA-G di desidua daerah plasenta, menghambat invasi trofoblas ke dalam desidua.
Invasi trofoblas sangat penting agar jaringan desidua menjadi lunak, dan gembur
sehingga memudahkan terjadinya dilatasi arteri spiralis. HLA-G juga merangsang
produksi sitikon, sehingga memudahkan terjadinya reaksi inflamasi. Kemungkinan
terjadi Immune-Maladaptation pada preeclampsia.

Pada awal trimester kedua kehamilan perempuan yang mempunyai kecenderungan


preeclampsia, ternyata mempunyai proporsi Helper Sel yang lebih rendah disbanding
pada normotensif.

4. Teori Adaptasi Kardiovaskular

Pada hamil normal pembuluh darah refrakter terhadap bahan-bahan vasopressor.


Refrakter, berarti pembuluh darah tidak peka terhadap rangsangan bahan vasopressor,
atau dibutuhkan vasopressor yang lebih tinggi untuk menimbulkan respons
vasokonstriksi. Pada kehamilan normal terjadinya refrakter pembuluh darah terhadap
bahan vasopressor adalah akibat dilindungi oleh adanya sintesis prostaglandin pada sel
endotel pembuluh darah. Hal ini dibuktikan bahwa daya refrakter terhadap bahan
vasopressor hilang bila diberi prostaglandin sintesa inhibitor (bahan yang menghambat
produksi prostaglandin). Prostaglandin ini di kemudian hari ternyata adalah
prostasiklin.
Pada hipertensi dalam kehamilan kehilangan daya refrakter terhadap bahan
vasokonstriktor, dan ternyata terjadi peningkatan kepekaan terhadap bahan-bahan
vasopressor. Artinya, daya refrakter pembuluh darah terhadap bahan vasopressor hilang
sehingga pembuluh darah menjadi sangat peka terhadap bahan vasopressor. Banyak
peneliti telah membuktikan bahwa peningkatan kepekaan terhadap bahan-bahan
vasopressor pada hipertensi dalam kehamilan sudah terjadi pada trimester I (pertama).
Peningkatan kepekaan pada kehamilan yang menjadi hipertensi dalam kehamilan,
sudah dapat ditemukan pada kehamilan dua puluh minggu. Fakta ini dapat dipakai
sebagai prediksi terjadinya hipertensi dalam kehamilan.

5. Teori Genetik

Ada faktor keturunan dan familial dengan model gen tunggal. Genotipe ibu lebih
menentukan terjadinya hipertensi dalam kehamilan secara familial jika dibandingkan
dengan genotype janin. Telah terbukti bahwa pada ibu yang mengalami preeclampsia,
26% anak perempuannya akan perempuannya akan mengalami preeclampsia pula,
sedangkan hanya 8% anak menantu mengalami preeclampsia.

6. Teori Defisiensi Gizi

Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa kekurangan defisiensi gizi berperan


dalam terjadinya hipertensi dalam kehamilan.

Penelitian yang penting yang pernah dilakukan di Inggris ialah penelitian tentang
pengaruh diet pada preeclampsia beberapa waktu sebelum pecahnya Perang Dunia II.
Suasana serba sulit mendapat gizi yang cukup dalam persiapan perang menimbulkan
kenaikan insiden hipertensi dalam kehamilan.

Penelitian terakhir membuktikan bahwa konsumsi minyak ikan, termasuk minyak hati
halibut, dapat mengurangi risiko preeclampsia.

Minyak ikan mengandung banyak asam lemak tidak jenuh yang dapat menghambat
produksi tromboksan, menghambat aktivasi trombosit, dan mencegah vasokonstriksi
pembuluh darah.

Beberapa peneliti telah mencoba melakukan uji klinik untuk memakai konsumsi
minyak ikan atau bahan yang mengandung asam lemak tak jenuh dalam mencegah
preeclampsia. Hasil sementara menunjukkan bahwa penelitian ini berhasil baik dan
mungkin dapat dipakai sebagai alternatif pemberian aspirin.

Beberapa peneliti juga menganggap bahwa defisiensi kalsium pada diet perempuan
hamil mengakibatkan risiko terjadinya preeclampsia/eklampsia. Penelitian di Negara
Ekuador Andes dengan metode uji klinik, ganda tersamar, dengan membandingkan
pemberian kalsium dan placebo.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ibu hamil yang diberi suplemen kalsium
cukup, kasus yang mengalami preeclampsia adalah 14% sedang yang diberi glukosa
17%.

7. Teori Stimulus Inflamasi

Teori ini berdasarkan fakta bahwa lepasnya debris trofoblas di dalam sirkulasi darah
merupakan rangsangan utama terjadinya proses inflamasi. Pada kehamilan normal
plasenta juga melepaskan debris trofoblas, sebagai sisa-sisa proses apoptosis dan
nekrotik trofoblas, akibat reaksi stress oksidatif.

Bahan-bahan ini sebagai bahan asing yang kemudian merangsang timbulnya proses
inflamasi. Pada kehamilan normal, jumlah debris trofoblas masih dalam batas wajar,
sehingga reaksi inflamasi juga masih dalam batas normal. Berbeda dengan proses
apoptosis pada preeclampsia, dimana pada preeclampsia terjadi peningkatan stress
oksidatif, sehingga produksi debris apoptosis dan nekrotik trofoblas juga meningkat.
Makin banyak sel trofoblas plasenta, misalnya pada plasenta besar, pada hamil ganda,
maka reaksi stress oksidatif sangan meningkat, sehingga jumlah sisa debris trofoblas
juga makin meningkat. Keadaan ini menimbulkan beban reaksi inflamasi dalam darah
ibu menjadi jauh lebih besar, dibanding reaksi inflamasi pada kehamilan normal.
Respons inflamasi ini mengaktivasi sel endotel, dan sel-sel makrofag/granulosit, yang
lebih besar pula, sehingga terjadi reaksi sistemik inflamasi yang menimbulkan gejala-
gejala preeclampsia pada ibu.

A. Hipertensi Kronik
1. Definisi
Hipertensi yang ada dan dapat diamati sebelum kehamilan atau yang didiagnosis
sebelum minggu ke 20 kehamilan. Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah
sama dengan atau lebih besar dari 140 mm Hg sistolik atau Diastolik 90 mm Hg.
Hipertensi yang didiagnosis untuk pertama kali selama kehamilan dan itu tidak
menyelesaikan postpartum juga diklasifikasikan sebagai hipertensi kronis

B. Hipertensi Gestasional
1. Definisi
Wanita yang memiliki tekanan darah tinggi terdeteksi untuk pertama kalinya
setelah pertengahan kehamilan, tanpa proteinuria, diklasifikasikan memiliki
hipertensi gestasional. Jika peningkatan tekanan darah berlanjut, wanita itu
didiagnosis menderita hipertensi kronis. Catatan bahwa diagnosis hipertensi
gestasional adalah digunakan selama kehamilan hanya sampai yang lebih spesifik
dapat didiagnosis diberikan pascapersalinan.
2. Diagnosis / Manifestasi Klinis
Kriteria Diagnosis pada hipertensi gestasional: 
- TD 140/90 mmHg yang timbul pertama kali selama kehamilan.
- Tidak ada proteinuria.
- TD kembali normal &lt; 12 minggu postpartum.
- Diagnosis akhir baru bisa ditegakkan postpartum.
- Mungkin ada gejala preeklampsia lain yang timbul, contohnya nyeri epigastrium
atau trombositopenia.
3. Tatalaksana

Degree of Mild hypertension Moderate Severe


hypertension (140/90 to 149/99 hypertension hypertension
mmHg) (150/100 to (160/110 mmHg or
159/109 mmHg) highter)
Admit to hospital No No Yes (until blood
pressure is
159/109 mmHg or
lower)
Treat No With oral With oral
Labelatol as first- Labelatol as first-
line treatment to line treatment to
keep: keep:
-DBP between 80- -DBP between 80-
100 mmHg 100 mmHg
SBP less than 150 -SBP less than 150
mmHg mmHg
Measure blood Not more than At least twice a At least four times
pressure once a week week a day
Test for At each visit using At each using Daily using
proteinuria automated automated automated reagent-
reagent-strip reagent-strip strip reading
reading device or reading device or device or urinary
urinary protein : urinary protein : protein : creatinine
creatinine ratio creatinine ratio ratio
Blood test Only those for Test kidney Test at
routine antenatal function presentation and
care electrolytes, full then monitor
blood count, weekly:
transminases, Kidney function,
bilirubin electrolyte, full
Do not carry out blood count,
futher blood test if transaminases,
no proteinuria at bilirubin
subsequent visits

C. Preeclampsia/Eclampsia
1. Definisi
Preeklampsia selalu menghadirkan potensi bahaya ibu dan bayi. Kondisi lain
dapat meningkat tekanan darah dan bahkan menghasilkan proteinuria; jadi, dengan
meningkatnya kepastian diagnosis, maka persyaratan untuk penilaian yang cermat dan
pertimbangan untuk pengiriman juga meningkat. Temuan berikut meningkatkan
kepastian diagnosis sindrom preeklampsia dan membutuhkan tindak lanjut seperti:
• Tekanan darah 160 mm Hg atau lebih sistolik, atau 110 mm Hg atau lebih
diastolik.
• Proteinuria 2,0 g atau lebih dalam 24 jam (2+ atau lebih 3+ pada ujian kualitatif).
Proteinuria harus terjadi untuk pertama kalinya dalam kehamilan dan regresi setelah
melahirkan.
• Peningkatan kreatinin serum (> 1,2 mg / dL kecuali diketahui sebelumnya
meningkat).
• Jumlah trombosit kurang dari 100.000 sel / mm3 dan / atau bukti hemolitik
mikroangiopati anemia (dengan peningkatan dehidrogenase asam laktat).
• Enzim hati yang meningkat (alanine aminotransferase [ALT] atau aspartate
aminotransferase [AST]).
• Sakit kepala persisten atau otak atau visual lainnya gangguan.
• Nyeri epigastrium persisten.
Preeklampsia dibagi menjadi preeclampsia berat dan ringan. Pembagian
preeklampsia menjadi berat dan ringan tidaklah berarti adanya dua penyakit yang jelas
berbeda, sebab seringkali ditemukan penderita dengan preeklampsia ringan dapat
mendadak mengalami kejang dan jatuh dalam koma.
Eklampsia adalah kejadiannya, pada wanita dengan preeklampsia, kejang yang
tidak dapat diketahui etiologinya
2. Diagnosis / Manifestasi Klinis
Seperti telah disebutkan sebelumnya, bahwa preeklampsia didefinisikan sebagai
hipertensi yang baru terjadi pada kehamilan / diatas usia kehamilan 20 minggu disertai
adanya gangguan organ. Jika hanya didapatkan hipertensi saja, kondisi tersebut tidak
dapat disamakan dengan peeklampsia, harus didapatkan gangguan organ spesifik
akibat preeklampsia tersebut. Kebanyakan kasus preeklampsia ditegakkan dengan
adanya protein urin, namun jika protein urin tidak didapatkan, salah satu gejala dan
gangguan lain dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis preeklampsia, yaitu:
1. Trombositopenia: trombosit < 100.000 / mikroliter
2. Gangguan ginjal: kreatinin serum >1,1 mg/dL atau didapatkan peningkatan kadar
kreatinin serum pada kondisi dimana tidak ada kelainan ginjal lainnya.
3. Gangguan liver: peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali normal dan atau
adanya nyeri di daerah epigastrik / regio kanan atas abdomen.
4. Edema Paru
5. Didapatkan gejala neurologis: stroke, nyeri kepala, gangguan visus.
6. Gangguan pertumbuhan janin yang menjadi tanda gangguan sirkulasi
uteroplasenta: Oligohidramnion, Fetal Growth Restriction (FGR) atau didapatkan
adanya absent or reversed end diastolic velocity (ARDV)
3. Tatalaksana
Manajemen Ekspektatif Preeklampsia tanpa Gejala Berat

D. Preeclampsia superimposed pada hipertensi kronik


1. Definisi
Preeklampsia superimposed pada hipertensi kronik (mis, memiliki riwayat
hipertensi kronis) dan prognosisnya untuk ibu dan janin jauh lebih buruk. Untuk
penatalaksanaan klinis, prinsip sensitivitas tinggi dan overdiagnosis tidak dapat
dihindari sesuai. Kecurigaan preeklampsia yang tumpang tindih mandat observasi
ketat, dengan pengiriman ditunjukkan oleh penilaian keseluruhan ibu-janin
kesejahteraan daripada titik akhir tetap.
2. Diagnosis / Manifestasi Klinis
Kriteria >1 dibawah ini:
- Proteinuria onset baru pada wanita dengan hipertensi kurang dari 20 minggu
- Jika hipertensi dan proteinuria timbul < 20 minggu
- Proteinuria meningkat tiba – tiba jika hipertensi dan proteinuria timbul < 20
minggu
- Hipertensi meningkat tiba – tiba pada wanita dengan rewayat hipertensi
terkontrol
- Trombositopenia (trombosit < 100.000 /mm3)
- Peningkatan SGOT dan SGPT Gejala dengan hipertensi kronis dengan nyeri
kepala persisten, skotoma atau nyeri ulu hati juga dapat disebut dengan
superimposed preeclampsia.
- Peningkatan ALT atau AST ke tingkat abnormal.
2.5 Diagnosis
1. Anamnesis
Dilakukan anamnesis pada pasien/keluarganya mengenai adanya gejala, penyakit
terdahulu, penyakit keluarga dan lifestyle. Gejala dapat berupa nyeri kepala,
gangguan visus, rasa panas dimuka, dispneu, nyeri dada, mual muntah dan kejang.
Penyakit terdahulu seperti hipertensi dalam kehamilan, penyulit pada pemakaian
kontrasepsi hormonal, dan penyakit ginjal. Riwayat lifestyle meliputi keadaan
lingkungan sosial, merokok dan minum alcohol.
2. Pemeriksaan Fisik
Evaluasi tekanan darah dilakukan dengan meminta pasien dalam posisi duduk di
kursi dengan punggung bersandar pada sandaran kursi, lengan yang diukur tekanan
darahnya, diletakkan setinggi jantung dan bila perlu lengan diberi penyangga.
Lengan atas harus dibebaskan dari baju yang terlalu ketat melingkarinya. Pada
wanita hamil bila tidak memungkinkan duduk, dapat miring kearah kiri. Pasien
dalam waktu 30 menit sebelumnya tidak boleh minum kopi dan obat dan tidak
minum obat-obat stimulant adrenergik serta istirahat sedikitnya 5 menit sebelum
dilakukan pengukuran tekanan darah. Alat yang dipakai untuk mengukur tekanan
darah adalah sphygmomanometer. Letakkan manset atau bladder cuff di tengah
arteri brachialis pada lengan kanan, sisi bawah manset kurang lebih 2,5 cm diatas
fosa antecubital. Manset harus melingkari sekurangkurangnya 80% dari lingkaran
lengan atas dan menutupi 2/3 lengan atas. Menentukan tekanan sistolik palpasi
dengan palpasi pada arteri radialis dekat pergelangan tangan dengan dua jari sambil
pompa cuff sampai denyut nadi arteri radialis menghilang. Baca berapa nilai
tekanan ini pada manometer, kemudian buka kunci pompa. Selanjutnya untuk
mengukur tekanan darah, cuff dipompa secara cepat sampai melampaui 20-30
mmHg diatas tekanan darah sistolik palpasi. Pompa dibuka untuk menurunkan
mercury dengan kecepatan 2-3 mmHg/detik. Tentukan tekanan darah sistolik
dengan terdengarnya suara pertama (Korotkoff I) dan tekanan darah diastolik pada
waktu hilangnya denyut arteri brakhialis. Pengukuran tekanan darah dengan posisi
duduk sangat praktis, untuk skrining. Namun pengukuran tekanan darah dengan
posisi berbaring, lebih memberikan hasil yang bermakna, khususnya untuk melihat
hasil terapi. Pengukuran tekanan darah tersebut dilakukan dalam dua kali atau lebih
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang perlu dilakukan dalam kasus hipertensi sebagai komplikasi
kehamilan adalah proteinuria, untuk diagnosis dini preeklampsi yang merupakan
akibat dari hipertensi kehamilan. Pemeriksaan proteinuria dapat dilakukan dengan
dua metode, yaitu secara Esbach dan Dipstick. Pengukuran secara Esbach,
dikatakan proteinuria jika didapatkan protein ≥300 mg dari 24 jam jumlah urin.
Nilai tersebut setara dengan kadar proteinuria ≥30 mg/dL (+1 dipstick) dari urin
acak tengah yang tidak menunjukkan tandatanda infeksi saluran kencing.
Interpretasi hasil dari proteinuria dengan metode dipstick adalah:
+1 = 0,3 – 0,45 g/L
+2 = 0,45 – 1 g/L
+3 = 1 – 3 g/L
+4 = > 3 g/L.
Prevalensi kasus preeklampsi berat terjadi 95% pada hasil pemeriksaan +1 dipstick,
36% pada +2 dan +3 dipstick.

Gambar 2.1 Alur Penilalian Klinik Hipertensi dalam Kehamilan

2.6 Penatalaksanaan Hipertensi Dalam Kehamilan

Laporan NHBPEP Working Group, menyediakan 3 panduan penatalaksanaan:


1. Persalinan merupakan terapi yang paling tepat untuk ibu, tetapi tidak demikian
untuk janin. Dasar terapi di bidang obstetrik untuk preeklampsia berdasarkan apakah
janin dapat hidup tanpa komplikasi neonatal serius baik dalam uterus maupun dalam
perawatan rumah sakit.
2. Perubahan patofisiologi pada preeklampsia berat menunjukkan bahwa perfusi yang
buruk merupakan sebab utama perubahan fisiologis maternal dan meningkatkan
morbiditas dan mortalitas perinatal. Kesempatan untuk mengatasi preeklampsia
dengan diuretik atau dengan menurunkan tekanan darah dapat menimbulkan
perubahan patofisiologis.
3. Perubahan patogenik pada preeklampsia telah ada jauh sebelum diagnostik klinis
timbul. Penemuan ini menunjukkan bahwa perubahan ireversibel terhadap
kesejahteraan janin dapat terjadi sebelum diagnosis klinis. Jika ada pertimbangan
konservatif daripada persalinan, maka ditujukan untuk memperbaiki kondisi ibu agar
janin dapat menjadi matur.

Penanganan Pra-kehamilan
Setiap wanita harus dievaluasi sebelum konsepsi untuk menentukan kondisi tekanan
darahnya. Jika terdapat hipertensi, dapat ditentukan beratnya, sebab sekunder yang
mungkin, kerusakan target organ, dan rencana strategis penatalaksanaannya.
Kebanyakan wanita penderita hipertensi yang merencanakan kehamilan harus
menjalani skrining adanya faeokromositoma karena angka morbiditas dan
mortalitasnya yang tinggi apabila keadaan ini tidak terdiagnosa pada ante partum.
Pada umumnya, frekuensi kunjungan antenatal menjadi sering pada akhir trimester
untuk menemukan awal preeklampsia. Wanita hamil dengan tekanan darah yang
tinggi (>140/90 mmHg) dievaluasi di rumah sakit sekitar 2-3 hari untuk menentukan
beratnya hipertensi. Wanita hamil dengan hipertensi yang berat dievaluasi secara ketat
bahkan dapat dilakukan terminasi kehamilan. Wanita hamil dengan penyakit yang
ringan dapat menjalani rawat jalan.
Pada wanita penderita hipertensi yang merencanakan kehamilan, penting diketahui
mengenai penggantian medikasi anti hipertensi yang telah diketahui aman digunakan
selama kehamilan, seperti metildopa atau beta bloker. Penghambat ACE dan ARB
jangan dilanjutkan sebelum terjadinya konsepsi atau segera setelah kehamilan terjadi.
Perawatan di rumah sakit dipertimbangkan pada wanita dengan hipertensi berat,
terutama apabila terdapat hipertensi yang persisten atau bertambah berat atau
munculnya proteinuria. Evaluasi secara sistematis meliputi:
1. Pemeriksaan detil diikuti pemeriksaan harian terhadap gejala klinis seperti sakit
kepala, pandangan kabur, nyeri epigastrium, dan penambahan berat badan secara
cepat.
2. Penimbangan berat badan saat masuk rumah sakit dan setiap hari setelahnya.
3. Analisis proteinuria saat masuk rumah sakit dan setiap 2 hari.
4. Pengukuran tekanan darah dengan posisi duduk setiap 4 jam kecuali saat
pertengahan tengah malam dengan pagi hari.
5. Pengukuran serum kreatinin, hematokrit, trombosit, dan serum enzim hati,
frekuensi pemeriksaan tergantung beratnya penyakit.
6. Evaluasi berkala tentang ukuran janin dan cairan amnion secara klinis dan dengan
menggunakan ultrasonografi.
Selain itu, pasien juga dianjurkan mengurangi aktivitas sehari-harinya yang
berlebihan. Tirah baring total tidak diperlukan, begitu pula dengan pemberian sedatif.
Diet harus mengandung protein dan kalori dalam jumlah yang cukup. Pembatasan
garam tidak diperlukan asal tidak berlebihan.
BAB III

KESIMPULAN

Hipertensi dalam kehamilan merupakan angka kematian ibu (AKI) yang masih tinggi
di Indonesia menurut SUSPAS, dan kematian ibu di Indonesia tetap didominasi oleh tiga
penyebab utama kematian yaitu perdarahan, hipertensi dalam kehamilan (HDK), dan
infeksi.

Hipertensi dalam kehamilan dapat dilihat dari tekanan darah sistolik >140 mmHg dan
tekanan darah diastolic >90 mmHg, Menurut National High Blood Pressure Education
Program (NHBPEP) dibagi menjadi 4 bagian: Hipertensi kronik yang mana memiliki
riwayat hipertensi sebelum konsepsi atau sebelum kehamilan <20 minggu, Hipertensi
gestasional muncul setelah kehamilan 20 minggu dan menjadi normal setelah kehamilan,
Preeclampsia/Eclampsia adanya hipertensi setelah kehamilan 20 minggu disertai
proteinuria, Preeclampsia superimposed pada hipertensi kronik dengan riwayat hipertensi
kronik serta kriteria lebih dari satu.
DAFTAR PUSTAKA

Brateanu, S. B. a. A., 2019. NCBI.

Fauvel, J.-P., 2016. Hypertension during pregnancy: Epidemiology, definition.


Kemenkes, 2015. Infodatin Pelayanan Darah di Indonesia.
Perkumpulan Obstetri Ginekologi (POGI) & Himpunan Kedokteran Feto Maternal and
(HKFM) (2016) ‘Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran: diagnosis dan tatalaksana
preeklampsia’, Indonesia: POGI & HKFM. doi: 10.1017/CBO9781107415324.004.

Prawiroharjo, S., 2013. Pelayanan Kesehatan Materanal dan Neonatal. In: P. B. P. S.


Prawiroharjo, ed. Pelayanan Kesehatan Materanal dan Neonatal. Jakarta: Ilmu Kebidanan.

Youssef, G. S., 2019. HIP. Hypertension in pregnancy, 17(Hypertension in pregnancy), p. 22.

Zamorski, M. A. G. L. A., 2001. NHBPEP report on high blood pressure in pregnancy: A


summary for family physicians. American Family Physician, Issue Hypertension in
Pregnancy

Anda mungkin juga menyukai