Anda di halaman 1dari 25

REFRESHING

DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)

Disusun Oleh

Ismiyati Tanjung

2016730053

Pembimbing

dr. Tammy Utami Dewi, Sp.A

SMF ILMU KESEHATAN ANAK

KEPANITERAAN KLINIK RSUD SAYANG CIANJUR

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

2020
KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmanirrohim,

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan anugrah dari-Nya saya
dapat menyelesaikan Tugas Refreshing tentang “Demam Berdarah Dengue”.

Sholawat serta Salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan besar kepada
Nabi Muhammad SAW yang telah membawakan kita dari jaman jahiliyah ke jaman yang
modern ini dan selalu menjadi anugerah terbesar bagi seluruh alam semesta alam di muka bumi.

Penulis sangat bersyukur karena dapat menyelesaikan tugas refreshing yang menjadi
tugas kepaniteraan SMF Kesehatan Anak di RSUD Sayang Cianjur.

Disamping itu, saya mengucapkan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah
membantu selama pembuatan tugas referat ini berlangsung sehingga dapat terealisasikan.

Sekiranya tinjauan pustaka ini dapat bermanfaat bagi pembaca terutama bagi penyusun.
Apabila ada kesalahan baik yang disengaja maupun tidak disengaja, penulis memohon maaf
yang sebesar-besarnya. Penyusun menerima apabila ada saran dan kritik yang membangun.

Penulis,

Jakarta, Juli 2020


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................................... 2


DAFTAR ISI.......................................................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................................................... 4
A. Latar Belakang .............................................................................................................................. 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................................................... 5
A. Demam Berdarah Dengue ............................................................................................................ 5
1. Definisi ........................................................................................................................................... 5
2. Epidemiologi .................................................................................................................................. 5
3. Etiologi ........................................................................................................................................... 7
4. Cara Penularan ............................................................................................................................. 7
5. Patofisiologi ................................................................................................................................... 8
6. Pathogenesis dan Patofisiologi ................................................................................................... 11
7. Klasifikasi .................................................................................................................................... 13
8. Manifestasi Klinik serta Pemeriksaan Laboratorium ............................................................. 14
9. Diagnosis ...................................................................................................................................... 16
10. Derajat DBD ................................................................................................................................ 17
11.Tatalaksana .................................................................................................................................. 18
12. Pemantauan ................................................................................................................................. 22
13. Komplikasi ................................................................................................................................... 22
14. Kriteria Memulangkan Pasien ................................................................................................... 22
15. Prognosis ...................................................................................................................................... 23
BAB III KESIMPULAN ..................................................................................................................... 24
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................................... 25
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus
dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai
leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diathesis hemoragik. Per 15 maret 2020,
dari awal Januari 2020 Kementrian Kesehatan mencatat jumlah kasus DBD di Indonesia sudah
menembus angka 25.693. Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus
dengue, yang termasuk dalam group B arthropod borne virus (arbovirus) dan sekarang dikenal
sebagai genus Flavivirus, famili Flaviviridae. Virus dengue tipe 1, 2, 3, dan 4 (gol. Arthropod
borne virus group B) yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes (antara lain Aedes aegypti
dan Aedes albopictus).
Berdasarkan klasifikasi DBD, dibagi menjadi 3: Dengue Fever (DF) atau Demam Dengue,
Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) atau Demam Berdarah Dengue (DBD), Expanded Dengue
Syndrome. Secara umum penderita dengue ditandai oleh demam yang mendadak tinggi dan
terus-menerus. Secara klinis dibagi menjadi tiga fase: Fase febrile, Fase kritis, Fase pemulihan.
Pembagian derajat DBD yang dibagi menjadi 4 derajat, yaitu derajat I, derajat II, derajat III,
dan derajat IV. Serta tatalaksana sesuai dengan derajat DBD dilihat dari gambaran klinis,
pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan radiologis (jika diindikasikan).
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Demam Berdarah Dengue

1. Definisi
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus
dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai
leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diathesis hemoragik. Pada DBD terjadi
perembesan plasma yang ditandai dengan hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau
penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue adalah DBD yang ditandai
oleh renjatan/syok (Suhendro, 2014). Dengue ditemukan di daerah tropis dan subtropis di
seluruh dunia, terutama di daerah perkotaan dan semi-perkotaan. Penyakit ini disebabkan oleh
keluarga virus Flaviviradae yang disebarkan oleh nyamuk Aedes (Stegomyia) (World Health
Organization, 2011).

2. Epidemiologi
Di Indonesia, demam berdarah dengue (DBD) pertama kali dicurigai di Surabaya pada
tahun 1968, tetapi konfirmasi virologis baru diperoleh pada tahun 1970. Di Jakarta, kasus
pertama di laporkan pada tahun 1968. Sejak dilaporkannya kasus demam berdarah dengue
(DBD) pada tahun 1968 terjadi kecenderungan peningkatan insiden. Sejak tahun 1994,
seluruh propinsi di Indonesia telah melaporkan kasus DBD dan daerah tingkat II yang
melaporkan kasus DBD juga meningkat, namun angka kematian menurun tajam dari 41,3%
pada tahun 1968, menjadi 3% pada tahun 1984 dan menjadi <3% pada tahun 1991 (Soedarmo
et al., 2008)

Morbiditas dan mortalitas DBD yang dilaporkan berbagai negara bervariasi disebabkan
beberapa faktor, antara lain status umur penduduk, kepadatan vektor, tingkat penyebaran
virus dengue, prevalensi serotipe virus dengue dan kondisi meteorologis. Secara keseluruhan
tidak terdapat perbedaan antara jenis kelamin, tetapi kematian ditemukan lebih banyak terjadi
pada anak perempuan daripada anak laki-laki. Pada awal terjadinya wabah di sebuah negara,
pola distribusi umur memperlihatkan proporsi kasus terbanyak berasal dari golongan anak
berumur <15 tahun (86-95%). Namun pada wabah selanjutnya, jumlah kasus golongan usia
dewasa muda meningkat. Di Indonesia pengaruh musim terhadap DBD tidak begitu jelas,
namun secara garis besar jumlah kasus meningkat antara September sampai Februari dengan
mencapai puncaknya pada bulan Januari (Soedarmo et al., 2008).

Tiga daerah dengan kasus DBD tertinggi di Indonesia saat ini adalah Lampung,
Nusa Tenggara Timur, dan Jawa Timur. Wabah DBD di Kabupaten Sikka, NTT, kini
sudah berstatus Kejadian Luar Biasa (KLB). Berdasarkan data Kemenkes, untuk
jumlah kematian tertinggi per 15 Maret 2020 adalah berada di Nusa Tenggara Timur
dengan jumlah kematian 39 jiwa dari 3407 kasus. Selain NTT, Jawa Timur menyusul
dengan 21 kematian dari 2571, dan Jawa Tengah sebanyak 16 kematian dari 1197
kasus (Pusparisa & Yudhistira, 2020).
3. Etiologi
Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang
termasuk dalam group B arthropod borne virus (arbovirus) dan sekarang dikenal sebagai
genus Flavivirus, famili Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan diameter 30 nm
terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4x106 (Suhendro, 2014).

Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4 yang semuanya dapat
menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue. Keempat serotype ditemukan di
Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotype terbanyak. Infeksi dengan salah satu serotype
menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe yang bersangkutan tetapi tidak ada
perlindungnan terhadap serotipe yang lain. Seseorang yang tinggal di daerah endemis dengue
dapat terinfeksi dengan 3 atau bahkan 4 serotipe selama hidupnya. Keempat jenis serotipe
virus dengue dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia (Suhendro, 2014).

Virus Dengue dapat ditularkan oleh Nyamuk Aedes aegypti dan nyamuk Aedes albopictus.
Nyamuk Aedes aegypti merupakan nyamuk yang paling sering ditemukan. Nyamuk Aedes
aegypti hidup di daerah tropis, terutama hidup dan berkembangbiak di dalam rumah, yaitu
tempat penampungan air jernih atau tempat penampungan air sekitar rumah. Nyamuk ini
sepintas lalu tampak berlurik, berbintik – bintik putih, biasanya menggigit pada siang hari,
terutama pada pagi dan sore hari. Jarak terbang nyamuk ini 100 meter. Sedangkan nyamuk
Aedes albopictus memiliki tempat habitat di tempat air jernih. Biasanya nyamuk ini berada
di sekitar rumah dan pohon – pohon, tempat menampung air hujan yang bersih, seperti pohon
pisang, pandan, kaleng bekas. Nyamuk ini menggigit pada siang hari dan memiliki jarak
terbang 50 meter (Rampengan, 2008).

4. Cara Penularan
Terdapat tiga faktor yang memegang peranan pada penularan infeksi virus dengue, yaitu
manusia, virus, dan vektor perantara.Virus dengue ditularkan kepada manusia melalui gigitan
nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk Aedes albopictus, Aedes polynesiensis dan beberapa spesies
yang lain dapat juga menularkan virus ini, namun merupakan vektor yang kurang berperan.
Nyamuk Aedes tersebut dapat mengandung virus dengue pada saat menggigit manusia yang
sedang mengalami viremia. Kemudian virus yang berada di kelenjar liur berkembang biak
dalam waktu 8-10 hari (extrinsic incubation period) sebelum dapat ditularkan kembali kepada
manusia pada saat gigitan berikutnya. Virus dalam tubuh nyamuk betina dapat ditularkan
kepada telurnya (transovanan transmission), namun perannya dalam penularan virus tidak
penting. Sekali virus dapat masuk dan berkembangbiak di dalam tubuh nyamuk, nyamuk
tersebut akan dapat menularkan virus selama hidupnya (infektif). Di tubuh manusia, virus
memerlukan waktu masa tunas 4-6 hari (intrinsic incubation period) sebelum menimbulkan
penyakit. Penularan dari manusia kepada nyamuk hanya dapat terjadi bila nyamuk menggigit
manusia yang sedang mengalami viremia, yaitu 2 hari sebelum panas sampai 5 hari setelah
demam timbul (World Health Organization, 2011).

5. Patofisiologi
a. Volume Plasma
Fenomena patofisiologi utama yang menentukan derajat penyakit dan membedakan
antara DD dengan DBD ialah peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah,
penurunan volume plasma, terjadinya hipotensi, trombositopenia, serta diatesis hemoragik.
Penyelidikan volume plasma pada kasus DBD dengan menggunakan 131 Iodine labelled
human albumin sebagai indikator membuktikan bahwa plasma merembes selama perjalanan
penyakit mulai dari permulaan masa demam dan mencapai puncaknya pada masa syok. Pada
kasus berat, syok terjadi secara akut, nilai hematokrit meningkat bersamaan dengan
menghilangnya plasma melalui endotel dinding pembuluh darah. Meningginya nilai
hematokrit pada kasus syok menimbulkan dugaan bahwa syok terjadi sebagai akibat
kebocoran plasma ke daerah ekstra vaskular (ruang interstisial dan rongga serosa) melalui
kapiler yang rusak. Bukti yang mendukung dugaan ini ialah meningkatnya berat badan,
ditemukannya cairan yang tertimbun dalam rongga serosa yaitu rongga peritoneum, pleura,
dan perikardium yang pada otopsi ternyata melebihi cairan yang diberikan melalui infus,
dan terdapatnya edema.
Pada sebagian besar kasus, plasma yang menghilang dapat diganti secara efektif dengan
memberikan plasma atau ekspander plasma. Pada masa dini dapat diberikan cairan yang
mengandung elektrolit. Syok terjadi secara akut dan perbaikan klinis terjadi secara cepat
dan drastis. Sedangkan pada otopsi tidak ditemukan kerusakan dinding pembuluh darah
yang bersifat dekstruktif atau akibat radang, sehingga menimbulkan dugaan bahwa
perubahan fungsional dinding pembuluh darah agaknya disebabkan oleh mediator
farmakologis yang bekerja secara cepat. Gambaran mikroskop elektron biopsi kulit pasien
DBD pada masa akut memperlihatkan kerusakan sel endotel vaskular yang mirip dengan
luka akibat anoksia atau luka bakar. Gambaran itu juga mirip dengan binatang yang diberi
histamin atau serotonin atau dibuat keadaan trombositopenia (Soedarmo et al., 2008).
b. Trombositopenia
Trombositopenia merupakan kelainan hematologis yang ditemukan pada sebagian besar
kasus DBD. Nilai trombosit mulai menurun pada masa demam dan mencapai nilai terendah
pada masa syok. Jumlah trombosit secara cepat meningkat pada masa konvalesens dan nilai
normal biasanya tercapai 7-10 hari sejak permulaan sakit. Trombositopenia yang
dihubungkan dengan meningkatnya megakariosit muda dalam sumsum tulang dan
pendeknya masa hidup trombosit diduga akibat meningkatnya destruksi trombosit. Dugaan
mekanisme lain trombositopenia ialah depresi fungsi megakariosit. Penyelidikan dengan
radioisotop membuktikan bahwa penghancuran trombosit terjadi dalam sistem
retikuloendotel, limpa dan hati. Penyebab peningkatan destruksi trombosit tidak diketahui,
namun beberapa faktor dapat menjadi penyebab yaitu virus dengue, komponen aktif sistem
komplemen, kerusakan sel endotel dan aktivasi sistem pembekuan darah secara bersamaan
atau secara terpisah. Lebih lanjut fungsi trombosit pada DBD terbukti menurun mungkin
disebabkan proses imunologis terbukti ditemui kompleks imun dalam peredaran darah.
Trombositopenia dan gangguan fungsi trombosit dianggap sebagai penyebab utama
terjadinya perdarahan pada DBD (Soedarmo et al., 2008).
c. Sistem koagulasi dan fibrinolysis
Kelainan sistem koagulasi juga berperan dalam perdarahan DBD. Masa perdarahan
memanjang, masa pembekuan normal, masa tromboplastin parsial yang teraktivasi
memajang. Beberapa faktor pembekuan menurun, termasuk faktor II, V, VII, VIII, X dan
fibrinogen. Pada kasus DBD berat terjadi peningkatan Fibrinogen Degradation Products
(FDP). Penelitian lebih lanjut faktor koagulasi membuktikan adanya penurunan aktivitas
antitrombin III. Disamping itu juga dibuktikan bahwa menurunnya aktivitas faktor VII,
faktor II, dan antitrombin III tidak sebanyak seperti fibrinogen da faktor VIII. Hal ini
menimbulkan dugaan bahwa menurunnya kadar fibrinogen dan faktor VIII tidak hanya
diakibatkan oleh konsumsi sistem koagulasi, tetapi juga oleh konsumsi sistem fibrinolisis.
Kelainan fibrinolisis pada DBD dibuktikan dengan penurunan alpha 2 plasmin inhibitor dan
penurunan aktivitas plasminogen. Seluruh penelitian di atas menunjukan bahwa (Soedarmo
et al., 2008).
1. Pada DBD stadium akut telah terjadi proses koagulasi dan fibrinolysis.
2. Diseminated intravaskular coagulation secara potensial dapat terjadi juga DBD tanpa
syok. Pada masa dini DBD, peran DIC tidak menonjol dibandingkan dengan
perubahan plasma tetapi apabila penyakit memburuk sehingga terjadi syok dan
asidosis maka syok akan memperberat DIC sehingga perannya akan mencolok. Syok
dan DIC saling mempengaruhi sehingga penyakit akan memasuki syok irreversible
disertai perdarahan hebat, terlibatnya organ-organ vital yang biasanya diakhiri dengan
kematian.
3. Perdarahan kulit pada umumnya disebabkan oleh faktor kapiler, gangguan fungsi
trombosit dan trombositopeni, sedangkan perdarahan masif ialah akibat kelainan
mekanisme yang lebih komplek seperti trombositopenia, gangguan faktor pembekuan,
dan kemungkinan besar oleh faktor DIC, terutama pada kasus dengan syok lama yang
tidak dapat diatasi disertai komplikasi asidosis metabolik.
4. Antitrombin III yang merupakan kofaktor heparin. Pada kasus dengan kekurangan
antitrombin III, respon pemberian heparin berkurang.
d. Sistem Komplemen
Penelitian sistem komplemen pada DBD memperlihatkan penurunan kadar C3, C3
proaktivaktor, C4, dan C5 baik pada kasus yang disertai syok maupun tidak. Terdapat
hubungan positif antara kadar serum komplemen dengan derajat penyakit. Penurunan ini
menimbulkan perkiraan bahwa pada dengue, aktivasi komplemen terjadi baik melalui jalur
klasik maupun jalur alternatif. Hasil penelitian radio isotop mendukung pendapat bahwa
penurunan kadar serum komplemen disebabkan oleh aktivasi sistem komplemen dan bukan
oleh karena produksi yang menurun atau ekstrapolasi komplemen. Aktivasi ini
menghasilkan anafilatoksin C3a dan C5a yang mempunyai kemampuan stimulasi sel mast
untuk melepaskan histamin dan merupakan mediator kuat untuk menimbulkan peningkatan
permeabilitas kapiler, pengurangan plasma dan syok hipopolemik. Komplemen juga
bereaksi dengan epitop virus pada sel endotel, permukaan trombosit dan limfosit T, yang
menimbulkan waktu paruh trombosit memendek, kebocoran plasma, syok, dan perdarahan.
Disamping itu komplemen juga merangsang monosit untuk memproduksi sitokin seperti
tumor nekrosis faktor (TNF), interferon gama, interleukin (IL-2 dan IL-1) (Soedarmo et al.,
2008).
Bukti-bukti yang mendukung peran sistem komplemen pada penderita DBD ialah
1) Ditemukannya kadar histamin yang meningkat dalam urin 24 jam
2) Adanya kompleks imun yang bersirkulasi (circulating immune complex) baik pada DBD
derajat ringan maupun berat
3) Adanya korelasi antara kadar kuantitatif kompleks imun dengan derajat berat penyakit
(Soedarmo et al., 2008).
e. Respon Leukosit
Pada perjalanan penyakit DBD, sejak demam hari ketiga terlihat peningkatan limfosit
atopik yang berlangsung sampai hari ke delapan. Pemeriksaan limfosit plasma biru secara
seri dari preparat hapus darah tepi memperlihatkan bahwa LPB pada infeksi dengue
mencapai puncak pada hari ke enam. Selanjutnya dibuktikan pula bahwa diantara hari
keempat sampai kedelapan demam terdapat perbedaan bermakna proporsi LPB pada DBD
dengan demam dengue. Dari penelitian imunologi disimpulkan bahwa LPB merupakan
campuran antara limfosit B dan limfosit T (Soedarmo et al., 2008).

6. Pathogenesis dan Patofisiologi


Infeksi virus dengue melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus.
Sebagian besar menganut hipotesis infeksi sekunder atau the secondary heterologous
infection hypothesis, yang mengatakan bahwa DBD dapat terjadi apabila seseorang terinfeksi
virus dengue berulang dengan tipe virus/serotipe yang berbeda dalam jangka waktu antara 6
bulan – 5 tahun. Infeksi baru muncul setelah infeksi kedua karena tubuh memproduksi
antibodi saat terjadi infeksi pertama dengan serotipe virus yang berbeda dengan infeksi
setelahnya (Sukohar, 2014).

Dari infeksi sekunder tersebut, terjadi replikasi virus di dalam tubuh dan muncul respon
antibodi anamnestik (respon memori oleh sel B & sel T4). Respon antibody ini menghasilkan
IgG anti-dengue. Hal ini mengakibatkan terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang
selanjutnya mengaktivasi sistem komplemen. Pelepasan C3a dan C5a akibat aktivasi
komplemen (C3 & C5) meningkatkan permeabilitas pembuluh darah dan menyebabkan
merembesnya plasma melalui endotel dinding pembuluh darah. Pada penderita syok berat,
volume plasma dapat berkurang sampai lebih dari 30% dan berlangsung selama 24-48 jam.
Apabila syok tidak ditatalaksana dengan baik, maka menimbulkan anoksia jaringan, asidosis
metabolik, dan kematian

Kompleks antigen-antibodi selain mengaktivasi komplemen juga menyebabkan agregasi


trombosit dan mengaktivasi sistem koagulasi melalui kerusakan sel endotel pembuluh darah.
Kedua faktor tersebut mengakibatkan perdarahan pada DBD. Agrerasi trombosit terjadi
sebagai akibat dari perlekatan kompleks antigen-antibodi pada membran trombosit yang
mengakibatkan pengeluaran ADP (adenosin diphosphat), sehingga trombosit dihancurkan
oleh RES (reticulo endothelial system) dan terjadi trombositopenia. Agregasi trombosit ini
menyebabkan diproduksinya platelet factor III yang mengakibatkan terjadinya koagulapati
konsumtif (KID/DIC; koagulasi intravaskular deseminata/disseminated intravascular
coagulation = bekuan darah kecil tersebar di seluruh aliran darah sehingga menyumbat
pembuluh darah kecil dan berkurangnya faktor pembekuan), ditandai dengan peningkatan
FDP (fibrinogen degradation product) sehingga terjadi penurunan faktor pembekuan
(Yusouff, 2018).
Agregasi trombosit ini juga mengakibatkan gangguan fungsi trombosit, sehingga
walaupun jumlah trombosit masih cukup banyak, tidak berfungsi dengan baik. Di sisi lain,
aktivasi koagulasi menyebabkan aktivasi faktor Hagemen sehingga terjadi aktivasi sistem
kinin kalikrein sehingga memacu peningkatan permeabilitas kapiler yang dapat mempercepat
terjadinya syok. Jadi, perdarahan masif pada DBD diakibatkan oleh trombositopenia,
penurunan faktor pembekuan (akibat KID), kelainan fungsi trombosit, dan kerusakan dinding
endotel kapiler. Akhirnya perdarahan memperberat syok yang terjadi (Yusouff, 2018).
7. Klasifikasi
Terdapat klasifikasi infeksi virus dengue berdasarkan manifestasi klinis menurut WHO
(2011), yaitu:

1) Dengue Fever (DF) atau Demam Dengue

DF atau demam dengue umumnya terjadi pada anak remaja hingga dewasa. Secara
umum, gejala yang muncul adalah demam akut dewasa. Secara umum gejala yang muncul
adalah demam akut terkadang bifasik dengan sakit kepala berat, myalgia, atralgia,
kemerahan (rash), leukopenia dan trombositopenia. Umumnya muncul gejala perdarahan
seperti perdarahan saluran cerna, hipermenorea, dan epistaksis masif.

2) Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) atau Demam Berdarah Dengue (DBD)


DBD biasanya dapat terjadi pada anak-anak usia 15 tahun hingga dewasa dan dapat
terjadi di daerah endemik DBD. Karakteristik DBD adalah onset akut serta demam tinggi
dan berhubungan dengan tanda DF pada fase awal demam dan timbul petechiae pada uji
torniquet.
3) Expanded Dengue Syndrome

Manifestasi tidak biasa pada pasien dengan komplikasi organ seperti ginjal, hati, otak,
atau jantung yang berhubungan dengan infeksi dengue dengan kebocoran plasma.
Kebanyakan pasien DHF dengan manifestasi komplikasi organ menunjukkan periode syok
yang memanjang dengan gagal organ (World Health Organization, 2011).
8. Manifestasi Klinik serta Pemeriksaan Laboratorium

Secara umum penderita dengue ditandai oleh demam yang mendadak tinggi dan terus-
menerus. Secara klinis dibagi menjadi tiga fase:
1. Fase febrile ditandai dengan demam yang mendadak tinggi, disertai nyeri kepala, nyeri
otot seluruh badan, nyeri sendi, kemerahan pada wajah (flushing), dan eritema kulit. Gejala
nonspesifik seperti anoreksia, nausea, dan muntah sering ditemukan. Pada fase ini secara
klinis sulit untuk membedakan kasus dengue berat dengan yang tidak berat.
Pada pemeriksaan laboratorium darah, penurunan jumlah leukosit (leukopenia) merupakan
kelainan yang ditemukan paling awal. Jumlah trombosit dan nilai hematokrit sering kali
masih dalam batas normal. Fase ini biasanya berlangsung selama 2–7 hr.
2. Fase kritis yang terjadi pada saat suhu tubuh mulai mengalami penurunan sampai
mendekati batas normal (defervescence). Biasanya fase ini terjadi pada hari ke-3–7 (paling
sering hari ke- 4–6) sejak dari mulai sakit.
Pada saat ini biasanya mulai terjadi permeabilitas kapiler ↑ yang ditandai nilai hematokrit ↑
disertai jumlah trombosit ↓ secara nyata. Fase ini biasanya berlangsung singkat selama 24–
48 jam. Pada penderita yang tidak mengalami ↑ permeabilitas kapiler menunjukkan perbaikan
klinis menuju kesembuhan, sebaliknya bila terjadi ↑ permeabilitas kapiler yang hebat, terjadi
perembesan plasma (plasma leakage), dan apabila tidak mendapat terapi cairan yang
memadai, dapat → syok sampai kematian.
3. Fase pemulihan ditandai dengan perbaikan keadaan umum, nafsu makan pulih,
hemodinamik stabil, dan diuresis cukup. Keadaan ini berlangsung secara berangsur dalam
waktu 48–72 jam.
Nilai hematokrit mengalami ↓ sampai stabil dalam rentang normal disertai ↑ jumlah trombosit
secara cepat (Garna, 2018).
Pelaporan kasus demam berdarah untuk pengawasan
- Diduga demam berdarah: demam berdarah klinis dengan temuan lb sederhana
hemokonsentrasi / tanda-tanda kebocoran plasma dan trombositopenia
- Kemungkinan demam berdarah: di atas + serologi antibodi IgG & IgM demam berdarah
- Dikonfirmasi dengue: di atas + virologi / serologi antigen dengue NS1 / ELISA meningkat 4
kali lipat (Hadinegoro R. S., 2014).

Infeksi primer:
IgM terdeteksi lebih awal dari IgG atau pada awal infeksi tidak ada IgG yang terdeteksi
Infeksi sekunder
IgG terdeteksi pada awal infeksi; Infeksi titer detik IgM <infeksi primer IgM (Hadinegoro R.
S., 2014).

Kriteria Klinis berdasarkan IDAI, sebagai berikut:


- Demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas berlangsung terus-menerus selama 2-7
hari
- Terdapat manifestasi perdarahan, termasuk uji bending positif, petekie, ekimosis,
epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis, dan / melena
- Pembesaran hati
- Syok, ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi, hipotensi, kaki dan
tangan dingin, kulit lembab dan pasien tampak gelisah
Kriteria Laboratorium
- Trombositopenia (100.000/µl atau kurang)
- Hemokonsentrasi, dilihat dari peningkatan hematokrit 20% menurut standar umur dan
jenis kelamin
- Dua kriteria klinsis pertama disertai trombositopenia dan henokonsentrasi, serta
dikonfirmasi secara uji serologgik gemaglutinasi. (IDAI, 2011)

9. Diagnosis
Anamnesis

- Demam, tanda utama, terjadi mendadak tinggi selama 2-7 hari


- Disertai lesu, tidak mau makan dan muntah
- Pada anak besar dapat mengeluh nyeri kepala, nyeri otot, dan nyeri perut
- Diare kadang-kadang dapat ditemukan
- Perdarahan paling sering dijumpai adalah perdarahan kulit dan mimisan (IDAI, 2011).

Pemeriksaan Fisik

- Gejala klinis DBD diawali demam mendadak tinggi, facial flush, muntah, nyeri kepala,
nyeri otot dan sendi, nyeri tenggorok dengan faring hiperemis, nyeri di bawah lengkung
iga kanan.
- Terdapat hepatomegaly dan kelainan fungsi hati
- Terjadi peningkatan permeabilitas kapiler sehingga menyebabkan perembesan plasma,
hypovolemia dan syok
- Perembesan plasma mengakibatkan ekstravariasi cairan ke dalam rongga pleura dan
rongga peritoneal selama 24-48 jam
- Fase kritis sekitar hari ke-3 hingga ke-5 perjalanan penyakit. Pada saat itu suhu turun
merupakan awal penyembuhan pada infeksi namun pada DBD merupakan tanda awal syok
- Perdarahan dapat berupa petekie, epistaksis, melena, ataupun hematuria (IDAI, 2011).

Tanda-tanda syok

- Anak gelisah, sampai terjadi penurunan kesadaran, sianosis


- Nafas cepat, nadi teraba lembut, kadang-kadang tidak teraba
- Tekanan darah turun, tekanan nadi <10 mmHg
- Akral dingin, capillary refill menurun
- Diuresis menurun sampe anuria (IDAI, 2011).
Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium

- Darah perifer, kadar haemoglobin, leukosit & hitung jenis, hematokrit, trombosit. Pada
asupan daraf perifer juga dapat dinilai limfosit plasma biru.
- Uji serologis, uji hemaglutinasi inhibisi dilakukan saat fase akut dan fase konvalesens.
o Infeksi primer, serum akut <1:20, serum konvalesens naik 4x atau lebih namun
tidak melebihi 1:1280
o Infeksi sekunder, serum akut <1:20, konvalesens 1:2560; atau serum akut 1:20,
konvalesens naik 4x atau lebih
o Persangkaan infeksi sekunder yang baru terjadi (presumptive secondary
infection): serum akut 1:1280, serum konvalesens dapat lebih besar atau sama
- Pemeriksaan radiologis (urutan pemeriksaan sesuai indikasi klinis)
o Pemeriksaan foto dada dilakukan atas indikasi:
1. Dalam klinis ragu-ragu
2. Pemantauan klinis, sebagai pedoman pemberian cairan
o Kelainan radiologi, dilatasi pembuluh darah paru terutama daerah hilus kanan
hematoraks kanan lebih radio opak dibandingkan kiri, kubah diafragma kanan
lebih tinggi daripada kanan dan efusi pleura
o USG: efusi pleura, ascites, kelainan (penebalan) dinding vesika felea dan vesica
urinaria (IDAI, 2011).

10. Derajat DBD


2) Derajat 1 : Demam disertai gejala yang tidak khas, manifestasi perdarahan hanya
tourniquet test (+)
3) Derajat 2 : Derajat 1 + manifestasi perdarahan berupa petechiae dan/atau epistaksis
4) Derajat 3 : Sama seperti derajat 1 & 2, ditambah kegagalan sirkulasi (nadi cepat lemah,
pulse pressure menurun < 20 mmHg), hipotensi, sianosis di sekitar mulut, kulit dingin
lembab, gelisah
5) Derajat 4 : Sama seperti derajat 3, disertai syok berat (nadi tidak teraba, TD tidak
terukur)
DD/DBD Derajat Tanda dan gejala Laboratorium

DD Demam disertai minimal dengan 2 • Leukopenia (jumlah


gejala : leukosit ≤5000
sel/mm3)
• Nyeri kepala
• Nyeri retro-orbita • Trombositopenia
• Nyeri otot (jumlah trombosit
• Nyeri sendi/ tulang <150.000 sel/mm3)
• Ruam kulit makulopapular
• Peningkatan
• Manisfestasi perdarahan
hematokrit (5%-10%)
• Tidak ada tanda perembesan
plasma • Tidak ada bukti
perembesan plasma

DBD I Demam dan manifestasi perdarahan Trombositopenia <100.000


(uji bendung positif) dan tanda sel/mm3; peningkatan
perembesan plasma hematokrit ≥20%

DBD II Seperti derajat I ditambah perdarahan Trombositopenia <100.000


spontan sel/mm3; peningkatan
hematokrit ≥20%

DBD* III Seperti derajat I atau II ditambah Trombositopenia <100.000


kegagalan sirkulasi (nadi lemah, sel/mm3; peningkatan
tekanan nadi ≤ 20 mmHg, hipotensi, hematokrit ≥20%
gelisah, diuresis menurun

DBD* IV Syok hebat dengan tekanan darah Trombositopenia <100.000


dan nadi yang tidak terdeteksi sel/mm3; peningkatan
hematokrit ≥20%

Diagnosis infeksi dengue: Gejala klinis + trombositopenia + hemokonsentrasi, dikonfirmasi


dengan deteksi antigen virus dengue (NS-1) atau dan uji serologi anti dengue positif (IgM anti
dengue atau IgM/IgG anti dengue positif)

11. Tatalaksana
Terapi infeksi DBD berdasarkan derajat I, II, III, IV. Sebagai berikut:

Derajat I, II (tanpa syok)

Medikamentosa

- Antipiretik, dianjurkan parasetamol bukan aspirin


- Diusahakan tidak memberikan obat-obat yang tidak diperlukan (misalnya antacid,
antiemetic) untuk mengurangi beban detoksifikasi obat dalam hati
- Kortikosteroid diberikan DBD ensefalopati, apabila terdapat perdarahan saluran cerna
kortikosteroid tidak diberikan
- Antibiotic diberikan untuk DBD ensefalopati
Suportif

- Mengatasi kehilangan cairan plasma sebagai akibat peningkatan permebealitas kapiler


dan perdarahan
- Kunci keberhasilan dapat mengatasi masa peralihan dari fase demam ke fase syok
disebut time of fever differvence dengan baik
- Cairan intravena dapat diberikan, bila:
1. Anak terus muntah, tidak mau minum, demam tinggi, dehidrasi yang dapat
mempercepat terjadinya syok
2. Nilai hematoktrit cenderung meningkat pada pemeriksaan berkala

Derajat III, IV (adanya syok)

- Penggantian volume plasma segera, cairan intravena larutan ringer laktat 10-20
ml/kgbb secara bolus diberikan dalam waktu 30 menit. Apabila syok belum teratasi
tetap berikan ringer laktat 20 ml/kgbb ditambah koloid 20-30 ml/kgbb, maksimal 1500
ml/hari
- Pemberian cairan 10 ml/kgbb tetap diberikan 1-4 jam pasca syok. Volume cairan
diturunkan menjadi 7 ml/kgbb/jam, selanjutnya 5 ml dan 3 ml apabila tanda vital dan
diuresis baik
- Jumlah urin 1 ml/kg/bb/jam merupakan indikasi bahwa sirkulasi membaik
- Pada umumnya cairan tidak perlu diberikan lagi 48 jam setelah syok teratasi
- Oksigen 2-4 l/menit pada DBD syok
- Koreksi asidosis metabolic dan elektrolit pada DBD syok
- Indikasi pemberian darah, jika terdapat perdarahan secara klinis:
1. Setelah pemberian cairan kristaloid dan koloid, syok menetap, hematokrit turun,
diduga telah terjadi perdaraha, diberikan darah segar dengan transfusi darah
sebanyak 10 ml/kgbb
2. Apabila kadar hematokrit tetap >40 vol%, berikan darah dalam volume kecil
3. Plasma segar beku dan suspense trombosit berguna untuk koreksi gangguan
koagulopati atau koagulasi intravascular desiminata (KID) pada syok berat yang
menimbulkan perdarahan massif
4. Pemberian transfuse suspense trombosit pada KID harus selalu disertai plasma segar
(berisi faktor koagulasi yang diperlukan) untuk mencegah perdarahan lebih hebat
Tatalaksana Kasus Tersangka DBD

Tanda kedaruratan pada skema di atas adalah indikasi untuk dilakukannya rawat inap,
yaitu:

• Takikardi
• CRT > 2 detik
• Dingin dan pucat
• Gelisah dan lemah
• Melena
• Oliguria
• Laboratorium : Ht meningkat dan trombosit menurun
Tatalaksana DBD pada rawat inap

12. Pemantauan
- Tanda klinis, apakah syok telah teratasi dengan baik, adakah pembesaran hati, tanda
perdarahan saluran cerna, tanda ensefalopati, harus dimonitor dan dievaluasi untuk
menilai hasil pengobatan
- Kadar haemoglobin, hematokrit dan trombosit tiap 6 jam, minimal tiap 12 jam
- Balans cairan, catat jumlah cairan yang masuk, diuresis ditampung, dan jumlah
perdarahan
- Pada DBD syok, lakukan cross match darah untuk persiapan transfuse darah apabila
diperlukan (IDAI, 2011).

13. Komplikasi
- Ensefalopati dengue, dapat terjadi pada DBD dengan syok ataupun tanpa syok
- Kelainan ginjal, akibat syok berkepanjangan dapat terjadi gagal ginjal akut
- Edem paru, seringkali terjadi akibat overloading cairan (IDAI, 2011).

14. Kriteria Memulangkan Pasien


- Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik
- Nafsu makan membaik
- Secara klinis tampak perbaikan
- Hematokrit stabil
- Tiga hari setelah syok teratasi
- Jumlah trombosit >50.000/ml
- Tidak dijumpai distress pernapasan (IDAI, 2011).

15. Prognosis
Pada anak, prognosisnya dubia ad bonam. Namun seiring bertambahnya usia, manifestasi
klinis DBD akan semakin ringan dan prognosisnya cenderung lebih baik dari anak (ad
bonam).
BAB III

KESIMPULAN

Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit infeksi virus dengue dengan
manifestasi klinis berupa demam, nyeri otot dan atau sendi. Pada gejala klinis dapat
dibedakan dari onset waktunya yang mana terdapat fase febril, fase kritis dan fase
penyembuhan serta pelu dilakukan pemeriksaan laboratorium yang sesuai dengan ketiga fase
tersebut. Pada fase kritis perlu dimonitoring yang ketat ditakutkan terjadinya syok yang bisa
mengakibatkan kematian. Tatalaksana dapat disesuaikan berdasarkan derajat DBD itu sendiri.
DAFTAR PUSTAKA

Garna, H. M. N. H., 2018. Pedoman diagnosis dan terapi ilmu kesehatan anak. Bandung:
UNPAD Library Information System.

Hadinegoro R. S., M. I. C. A., 2014. Pedoman Diagnosis dan Tatalaksana Infeksi Dengue pada
Anak. Edisi 1 ed. Jakarta: UKK Infeksi dan Penyakit Tropis Ikatan Dokter Anak Indonesia.

IDAI (2011) Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia, Pedoman Pelayanan
Medis. doi: 10.1136/adc.25.122.190.

Rampengan, T. H., 2008. Penyakit Infeksi Pada Anak. Edisi 2 ed. Jakarta: EGC.

Soedarmo, S. S. P. et al. (2008) ‘Buku Ajar lnfeksi & Pediatri Tropis Edisi Kedua’, in Ikatan
Dokter Anak Indonesia.

Suhendro, L. N. K. C. H. T. P., 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi VI ed. Jakarta:
Interna Publishing.

Sukohar, 2014. Demam Berdarah Dengue. Journal of Medula, 2(DBD).

IDAI (2011) Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia, Pedoman Pelayanan
Medis. doi: 10.1136/adc.25.122.190.

World Health Organization (2011) Comprehensive guidelines for prevention and control of
dengue and dengue haemorrhagic fever, WHO Regional Publication SEARO. doi:
10.1017/CBO9781107415324.004.

Yusoff, N. S. B. M. (2018) DEMAM BERDARAH DENGUE. Bali: Fakultas Kedokteran


Universitas Udayana.

Anda mungkin juga menyukai