3. MM stroke
Definisi
Serangan otak atau brain Attack pada fase akut manifestasi klinis penyaki serebrovaskular, baik yang bersifat sepintas Transient
Ischemic Attacks (TIA) secara klinis kembali normal dalam kurun waktu kurang dari 24 jam, bila pemulihan terjadi lebih dari 24 jam dan
tidak lebih dari 2 minggu terminologis klinis disebut Reversible Ischemic Neurologic Defisit (RIND), Dan yang manifestasi klinisnya
menetap disebut stroke(IPD, hal 1557. Jilid II. Edisi VI)
Stroke adalah sindrom klinis Yang ditandai dengan adanya defisit neurologi serebral fokal atau global yang berkembang secara cepat
dan berlangsung selama minimal 24 jam atau menyebabkan kematan yang semata-semata disebabkan oleh kejadian vaskular, baik
perdarahan spontan pada otak (stroke perdarahan) maupun suplai darah yang inadekuat pada bagian otak (stroke iskemik) sebagai
akibat aliran darah yang rendah, trombosis atau emboli yang berkaitan dengan penyakit pembuluh darah, jantung, dan darah.(IPD hal
1557-1558. Edisi VI. Jilid II)
Epidemiologi
Pada saat onset serangan otak khususnya stroke, dibagi dalam 3 kelompok :
Kelompok 1 : kurang lebih 1/3 pasien akan meninggal dalam kurun waktu hitungan hari
Kelompok 2 : 1/3 pasien akan mengalami penyembuhan lengkap atau meninggalkan deficit neurologi ringan serta masih dapat
melakukan aktivitas yang produktif
Kelompok 3 : 1/3 pasien lainnya tidak akan terjadi penyembuhan dan bahkan cenderung akan terjadi perburukan hingga
kematian atau kecacatan yang berat.
stroke merupakan penyebab kematian ketiga setelah penyakit jantung dan keganasan. Setiap tahunnya terjadi sekitar 700.000 kasus
stroke iskemik dan 100.000 stroke perdarahan dengan kasus fatal sebanyak 175.000 di amerika serikat. Distribusi penyakit di indonesia
juga telah mengalami pergeseran dari penyakit infeksi kawasan tropis mengarah ke penyakit kronis tak menular. (IPD. Edisi VI. Jilid II.
Hal 1558).
Klasifikasi
Stroke iskemik dengan atau tanpa perdarahan dan stroke perdarahan.Stroke perdarahan dapat berupa perdarahan intraserebral,
perdarahan intravertikular, dan perdarahan subaraknoid.
Berdasarkan lokasi, iskemik dapat terjadi pada : area sirkulasi anterior atau karotis (terdiri dari arteri serebri anterior, arteri serebri
media), area sirkulasi posterios (vertebrobasilaris), dan area zona perbatasan (watershed area)
Berdasarkan klinis, stroke iskemik diklasifikasikan menjadi : sindrom kalunar, sindrom sirkulasi posterior, sindrom sirkulasi anterior total,
dan sindrom sirkulasi anterior parsial.
Stroke hemoragik adalah stroke yang disebabkan oleh perdarahan intrakranial non traumatik.Pada strok hemoragik, pembuluh
darah pecah sehingga menghambat aliran darah yang normal dan darah merembes ke dalam suatu daerah di otak dan
merusaknya.
Hampir 70% kasus strok hemoragik terjadi pada penderita hipertensi.Stroke hemoragik meliputi perdarahan di dalam otak
(intracerebral hemorrhage) dan perdarahan di antara bagian dalam dan luar lapisan pada jaringan yang melindungi otak
(subarachnoid hemorrhage). Gangguan lain yang meliputi perdarahan di dalam tengkorak termasuk epidural dan hematomas
subdural, yang biasanya disebabkan oleh luka kepala. Gangguan ini menyebabkan gejala yang berbeda dan tidak dipertimbangkan
sebagai stroke.
seringkali diikuti kehilangan singkat pada kesadaran.Perdarahan subarakhnoid adalah gangguan yang mengancam nyawa yang
bisa cepat menghasilkan cacat permanen yang serius. Hal ini adalah satu-satunya jenis stroke yang lebih umum terjadi pada
wanita.
Perdarahan subarakhnoid biasanya dihasilkan dari luka kepala.Meskipun begitu, perdarahan mengakibatkan luka kepala yang
menyebabkan gejala yang berbeda dan tidak dipertimbangankan sebagai stroke.Perdarahan subarakhnoid dipertimbangkan
sebagai sebuah stroke hanya ketika hal itu terjadi secara spontan, yaitu ketika perdarahan tidak diakibatkan dari kekuatan
luar, seperti kecelakaan atau jatuh.
Perdarahan spontan biasanya diakibatkan dari pecahnya secara tiba-tiba aneurisma di dalam arteri cerebral.Aneurisma
menonjol pada daerah yang lemah pada dinding arteri.Aneurisma biasanya terjadi dimana cabang nadi.Aneurisma
kemungkinan hadir ketika lahir (congenital), atau mereka berkembang kemudian, setelah tahunan tekanan darah tinggi
melemahkan dinding arteri.Kebanyakan perdarahan subarakhnoid diakibatkan dari aneurisma sejak lahir.
Perdarahan subarakhnoid terkadang diakibatkan dari pecahnya jaringan tidak normal antara arteri dengan pembuluh
(arteriovenous malformation) di otak atau sekitarnya.Arteriovenous malformation kemungkinan ada sejak lahir, tetapi hal ini
biasanya diidentifikasikan hanya jika gejala terjadi.Jarang, penggumpalan darah terbentuk pada klep jantung yang terinfeksi,
mengadakan perjalanan (menjadi embolus) menuju arteri yang mensuplai otak, dan menyebabkan arteri menjadi
meradang.Arteri tersebut bisa kemudian melemah dan pecah.
a) Trombosis serebral
Arteriosklerosis serebral dan perlambatan sirkulasi serebral adalah penyebab utama trombosis serebral, yang merupakan
penyebab paling umum dari stroke.Tanda-tanda trombosis serebral bervariasi.Sakit kepala adalah awitan yang tidak
umum.Beberapa pasien dapat mengalami pusing, perubahan kognitif, atau kejang, dan beberapa mengalami awitan yang tidak
dapat dibedakan dari haemorrhagi intracerebra.Sumbatan di arteri otak yang berupa gumpalan (thrombosis) adalah penyebab
yang paling umum dari suatu stroke.Bagian dari otak yang disuplai oleh pembuluh darah yang tersumbat kemudian diambil darah
dan oksigennya, akibatnya sel-sel dari bagian otak itu mati. Faktor-faktor risiko yang menyebabkan terbentuknya gumpalan –
gumpalan tersebut adalah:
Tekanan darah tinggi (hipertensi)
Kolesterol tinggi
Diabetes, dan merokok
b) Embolisme serebral
Secara umum, trombosis serebral tidak terjadi dengan tiba-tiba, dan kehilangan bicara sementara, hemiplegia, atau parestesia
pada setengah tubuh dapat mendahului awitan paralisis berat pada beberapa jam atau hari. Tipe lain dari stroke mungkin terjadi
ketika bekuan darah atau suatu potong dari plak atherosclerotic (endapan-endapan dari kolesterol dan kalsium pada dinding
dalam dari jantung atau arteri) putus terlepas, berjalan melalui arteri-arteri yang terbuka, dan memondok pada suatu arteri dari
otak. Ketika ini terjadi, aliran dari darah yang kaya oksigen ke otak terhalang dan menyebabkan stroke.Suatu bekuan darah
mungkin terbentuk didalam kamar/bilik jantung sebagai akibat dari irama jantung yang tidak teratur, seperti pada atrial
fibrillation. Embolism dapat juga berasal dari arteri yang besar (contohnya, arteri karotid, suatu arteri utama pada leher yang
mensuplai darah ke otak) dan kemudian berjalan menghilir untuk menyumbat sebuah arteri kecil didalam otak
c) Embolisme serebral
Embolus biasanya menyumbat arteri serebral tengah atau cabang-cabangnya, yang merusak sirkulasi serebral.Awitan hemiparesis
atau hemiplegia tiba-tiba dengan afasia atau tanpa afasia atau kehilangan kesadaran pada pasien dengan penyakit jantung atau
pulmonal adalah karakteristik dari embolisme serebral.
d) Iskemia serebral
Iskemia serebral (insufisiensi suplai darah ke otak) terutama karena konstriksi ateroma pada arteri yang menyuplai darah ke otak.
e) Haemorrhagi serebral
Terjadi ketika sebuah pembuluh darah didalam otak pecah dan menyebabkan perdarahan didalam jaringan otak yang
mengelilinginya.Sehingga menyebabkan suatu stroke dengan merampas darah dan oksigen pada bagian-bagian dari otak.Darah
tersebut juga dapat mengiritasi otak dan menyebabkan pembengkakan jaringan otak (cerebral edema). Edema dan akumulasi
darah dari cerebral hemorrhage meningkatkan tekanan didalam tengkorak dan menyebabkan kerusakan dengan menekan otak
terhadap tulang tengkorak.
PBL SK 2
NABILA ASHILA FATHYA - 1102017161
NEURO
Haemorrhagi ekstradural (haemorrhagi epidural) adalah kedaruratan bedah neuro yang memerlukan perawatan segera.
Keadaan ini biasanya mengikuti fraktur tengkorak dengan robekan arteri tengah arteri meninges lain, dan pasien harus diatasi
dalam beberapa jam cedera untuk mempertahankan hidup.
Haemorrhagi subdural pada dasarnya sama dengan haemorrhagi epidural, kecuali bahwa hematoma subdural biasanya
jembatan vena robek. Karenanya periode pembentukan hematoma lebih lama danc menyebabkan tekanan pada otak.
Beberapa pasien mungkin mengalami haemorrhagi subdural kronik tanpa menunjukkan tanda atau gejala.
Haemorrhagi subarakhnoid dapat terjadi sebagai akibat trauma atau hipertensi, tetapi penyebab paling sering adalah
kebocoran aneurisme pada area sirkulus Willisi dan malformasi arteri vena kongenital pada otak. Darah berkumpul pada
ruangan dibawah selaput arachnoid yang melapisi otak. Darah berasal dari suatu pembuluh darah abnormal yang bocor atau
pecah yang seringkali berasal dari suatu aneurysm (suatu penonjolan keluar yang abnormal dari dinding pembuluh).
Subarachnoid hemorrhages biasanya menyebabkan sakit kepala mendadak yang berat dan leher yang kaku. Jika tidak
dikenalidan dirawat, konsekwensi-konsekwensi neurologi utama, seperti koma, dan kematian otak akan terjadi.
Haemorrhagi intracerebral adalah perdar ahan di substansi dalam otak paling umum pada pasien dengan hipertensi dan
aterosklerosis serebral, karena perubahan degeneratif karenapenyakit ini biasanya menyebabkan ruptur pembuluh darah.
Biasanya awitan tiba -tiba, dengan sakit kepala berat. Bila ha emorrhagi membesar, makin jelas defisit neurologik yang terjadi
dalam bentuk penurunan kesadaran dan abnormalitas pada tanda vital
Penurunan tekanan perfusi serebral biasanya disebabkan penurunan cardiac output baik yang disebabkan oleh kegagalan pompa
jantung atau volume inravaskuler yang inadekuat. Penurunan tekanan perfusi serebral yang biasanya menyebabkan iskemia pada area
perbatasan daerah suplai pembuluh darah yaitu pada perbatasan daerah arteri serebri anterior , media, dan posterior. Man in the
Barrel Syndrome terjadi pada iskemia antara daerah arteri serebri anterior dan media, sedangkan Sindrom Balint terjadi pada iskmeia
antara daerah arteri serebri media dan posterior. (IPD. Edisi VI. Jilid II)
MANIFESTASI KLINIS
b) Gangguan mental.
c) Gangguan sensibilitas pada tungkai yang lumpuh.
d) Ketidakmampuan dalam mengendalikan buang air.
e) Bisa terjadi kejang-kejang.
3. Gejala akibat penyumbatan arteri serebri media.
a) Bila sumbatan di pangkal arteri, terjadi kelumpuhan yang lebih ringan. Bila tidak di pangkal maka lengan lebih menonjol.
b) Gangguan saraf perasa pada satu sisi tubuh.
c) Hilangnya kemampuan dalam berbahasa (aphasia).
4. Gejala akibat penyumbatan sistem vertebrobasilar.
a) Kelumpuhan di satu sampai keempat ekstremitas.
b) Meningkatnya refleks tendon.
c) Gangguan dalam koordinasi gerakan tubuh.
d) Gejala-gejala sereblum seperti gemetar pada tangan (tremor), kepala berputar (vertigo).
e) Ketidakmampuan untuk menelan (disfagia).
f) Gangguan motoris pada lidah, mulut, rahang dan pita suara sehingga pasien sulit bicara (disatria).
g) Kehilangan kesadaran sepintas (sinkop), penurunan kesadaran secara lengkap (strupor), koma, pusing, gangguan daya ingat,
kehilangan daya ingat terhadap lingkungan (disorientasi).
h) Gangguan penglihatan, sepert penglihatan ganda (diplopia), gerakan arah bola mata yang tidak dikehendaki (nistagmus),
penurunan kelopak mata (ptosis), kurangnya daya gerak mata, kebutaan setengah lapang pandang pada belahan kanan atau
kiri kedua mata (hemianopia homonim).
i) Gangguan pendengaran.
j) Rasa kaku di wajah, mulut atau lidah.
5. Gejala akibat penyumbatan arteri serebri posterior
a) Koma
b) Hemiparesis kontra lateral.
c) Ketidakmampuan membaca (aleksia).
d) Kelumpuhan saraf kranialis ketiga.
6. Gejala akibat gangguan fungsi luhur
a) Aphasia yaitu hilangnya kemampuan dalam berbahasa. Aphasia dibagi dua yaitu, Aphasia motorik adalah ketidakmampuan untuk
berbicara, mengeluarkan isi pikiran melalui perkataannya sendiri, sementara kemampuannya untuk mengerti bicara orang lain
tetap baik. Aphasia sensorik adalah ketidakmampuan untuk mengerti pembicaraan orang lain, namun masih mampu
mengeluarkan perkataan dengan lancar, walau sebagian diantaranya tidak memiliki arti, tergantung dari luasnya kerusakan
otak.
b) Alexia adalah hilangnya kemampuan membaca karena kerusakan otak. Dibedakan dari Dyslexia (yang memang ada secara
kongenital), yaitu Verbal alexia adalah ketidakmampuan membaca kata, tetapi dapat membaca huruf. Lateral alexia adalah
ketidakmampuan membaca huruf, tetapi masih dapat membaca kata. Jika terjadi ketidakmampuan keduanya disebut Global
alexia. iii. Agraphia adalah hilangnya kemampuan menulis akibat adanya kerusakan otak.
c) Acalculia adalah hilangnya kemampuan berhitung dan mengenal angka setelah terjadinya kerusakan otak.
d) Right-Left Disorientation & Agnosia jari (Body Image) adalah sejumlah tingkat kemampuan yang sangat kompleks, seperti
penamaan, melakukan gerakan yang sesuai dengan perintah atau menirukan gerakan-gerakan tertentu. Kelainan ini sering
bersamaan dengan Agnosia jari (dapat dilihat dari disuruh menyebutkan nama jari yang disentuh sementara penderita tidak
boleh melihat jarinya).
e) Hemi spatial neglect (Viso spatial agnosia) adalah hilangnya kemampuan melaksanakan bermacam perintah yang berhubungan
dengan ruang.
f) Syndrome Lobus Frontal, ini berhubungan dengan tingkah laku akibat kerusakan pada kortex motor dan premotor dari
hemisphere dominan yang menyebabkan terjadinya gangguan bicara.
g) Amnesia adalah gangguan mengingat yang dapat terjadi pada trauma capitis, infeksi virus, stroke, anoxia dan pasca operasi
pengangkatan massa di otak.
h) Dementia adalah hilangnya fungsi intelektual yang mencakup sejumlah kemampuan.
selaput otak, jika terasa nyeri maka telah terjadi gangguan pada fungsi saraf.Pada gangguan fungsi saraf otonom terjadi demam
setelah 24 jam. Bila berat, maka terjadi ulkus pepticum karena pemberian obat antimuntah disertai peningkatan kadar gula darah,
glukosuria, albuminuria, dan perubahan pada EKG.
3. Gejala Perdarahan Subdural
Pada penderita perdarahan subdural akan dijumpai gejala: nyeri kepala, tajam penglihatan mundur akibat edema papil yang terjadi,
tanda-tanda defisit neurologik daerah otak yang tertekan. Gejala ini timbul berminggu-minggu hingga berbulan-bulan setelah
terjadinya trauma kepala.
Pokok manifestasi stroke adalah hemiparesis, hemiparestesia, afasia, disartria dan hamianopia. Semantik memduduki tempat penting
dalam anamnesa.Dalam anamnesa kita harus dapat mengerti maksud kata-kata yang diucapkan pasien dalam menggambarkan gejala
yang dideritanya.Stroke dapat didiagnosis melalui hasil wawancara/anamnesis terhadap penderita (jika masih sadar) atau dengan
keluarga pasien yang berada di sisi penderita. Dari hasil anamnesis ini didapatkan keterangan:
a) Apakah kejadian terjadi secara tiba-tiba?
b) Berapa lama antara kejadian hingga tiba di rumah sakit?
c) Pada saat apa kejadian itu terjadi (bekerja? beristirahat?
d) Apakah penderita sempat muntah
e) Apakah langsung disertai kelemahan sebagian tubuh, atau yang lebih ringan perasaan kesemutan pada sebagian tubuh?
f) Apakah ini merupakan kejadian yang pertama?
g) Adakah riwayat kesehatan seperti diabetes, hipertensi, sakit jantung, atau perawatan lainnya di rumah sakit?
PBL SK 2
NABILA ASHILA FATHYA - 1102017161
NEURO
PEERIKSAAN FISIK
Meliputi penurunan kesadaran berdasarkan skala Koma Glasgow, kelumpuhan saraf kranial, kelemahan motorik, defisit sensorik,
gangguan otonom, gangguan fungsi kognitif dll (buku ajar neurologi FKUI, hal 459.Buku2 )
Pertama pemeriksaan ketangkasan gerak.Pada penderita stroke pasti terjadi gangguan ketangkasan gerak.Namun, kita perlu
membedakan dengan gangguan ketangkasan akibat lesi pada serebelum. Pada penderita stoke gangguan ketangkasan gerak akan
disertai gangguan upper motoneuron yang berupa:
- Tonus otot pada sisi yang lumpuh meninggi.
- Refleks tendon meningkat pada sisi yang lumpuh.
- Refleks patologik positif (misal refleks Babinski, Chaddocck dan Oppenheim pada sisi yang lumpuh.)
Pemeriksaan reflek patologik dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya melalui rangsang yang berikan pada tangan atau
anggota gerak bawah. Reflek patologik yang dibangkitkan melalui rangsangan pada anggota gerak bawah antara lain adalah :
1. Reflek Babinski Cara : Goreskan ujung palu reflek pada telapak kaki bagian lateral dari posterior ke anterior. Goresan dibelokkan ke
medial sampai akhir pada pangkal jempol kaki.
Respon : ekstensi ibu jari kaki dan pengembangan jari kaki lainnya
2. Reflek Chaddock Cara : Goreskan ujung palu reflek pada kulit dorsum pedis bagian lateral sekitar maleolus lateralis dari posterior ke
anterior. Respon : ekstensi ibu jari kaki dan pengembangan jari kaki lainnya
3. Reflek Gonda Cara : Tekuk (plantar fleksi) maksimal jari kaki ke-4 Respon : ekstensi ibu jari kaki dan pengembangan jari kaki lainnya.
PBL SK 2
NABILA ASHILA FATHYA - 1102017161
NEURO
4. Reflek Bing Cara : berikan rangsang tusuk pada kulit yang menutupi metatarsal kelima. Respon : ekstensi ibu jari kaki dan
pengembangan jari kaki lainnya.
5. Reflek Schaefer Cara : Pencet tendon achilles secara keras Respon : ekstensi ibu jari kaki dan pengembangan jari kaki lainnya.
6. Reflek Openheim Cara : urut krista anterior tibia dari proksiml ke distal Respon : ekstensi ibu jari kaki dan pengembangan jari kaki
lainnya.
7. Reflek Gordon Cara : Tekan betis secara keras Respon : ekstensi ibu jari kaki dan pengembangan jari kaki lainnya.
8. Reflek Mendel Cara : Ketuk dorsum pedis pada daerah os coboideum Respon : fleksi jari-jari kaki pada sendi interfalangeal
9. Reflek Rossolimo Cara : Ketuk pada telapak kaki Respon : fleksi jari-jari kaki pada sendi interfalangeal
1. Reflek Hoffman Cara : gores kuku jari tengah pasien Respon : ibu jari, telunjuk dan jari lainnya fleksi
2. Reflek Trommer Cara : colek pada ujung jari tengah pasien Respon : ibu jari, telunjuk dan jari lainnya fleksi
PEMERIKSAAN PENUNJANG
CT scan direkomendasikan untuk dilakukan pada evaluasi stroke awal yang bertujuan untuk membedakan jenis stroke, iskemik atau
perdarahan. Tidak ada gambaran infark pada CT scan tidak menyingkirkan diagnosis stroke karena pada jam-jam pertama CT-scan dapat
normal.
Lesi iskemik akan tampak hipodens sedangkan lesi perdarahan akan tampak hiperdens.
Gambaran pada CT scan yang mengindikasikan kemungkinan iskemia yaitu hilangnya visualisasi pita insular, hilangnya garis tatanan
nukelus lentiformis, hilangnya diferensiasi antara substansia grisea-alba, penyempitan sulkus korteks, komptesi ventrikel lateral, dan
hipodens.Gambaran hiperdens pada arteri merupakan indikator oklusi arteri. Gambaran perdarahan pada CT scan berubah sesuai
dengan usia perdarahan. Perdarahan intraserebral biasanya terjadi isointens dalam jangka waktu 1-3 minggu dari onset.Akan tetapi
rentang waktu tersebut bervariasi tergantung ukuran hematom.
Perdarahan subarakhnoid akan memberikan gambaran hiperdens pada ruang subarakhnoid dan sisterna. Pada 1-2 hari pertama sejak
onset perdarahan subarakhnoid, kemungkinan untuk mendeteksi perdarahan adalah 95%. Kemungkinan mendeteksi perdarahan akan
berkurang 50% pada hari ketujuh, 20% pada hari kesembilan, dan hampir tidak mungkin pada hari kesepuluh. Jika perdarahan
subarakhnoid sangat dicurigai dari klinis tetapi temuan pencittraan negatif mmaaka dapat dilakukan pungsi lumbal. (IPD hal 1561-1563)
MRI, lesi iskemik akan tampak hipointens pada T1, hiperintens pada T2 dan FLAIR. MRI kepala dapat mendeteksi lesi stroke pada waktu
yang lebih dini terutama dengan bantuan sekuen DWI. Pada sekuens DWI stroke yang masih baru tampak sebagai area hiperintensitas.
MRI sekuen DWI sangat sensitif dan spesifik (sensitivitas dan spesifitas 90%) dalam mendeteksi lesi iskemia pada 2/3 kasus TIA secara
klinis.. (IPD hal 1561-1563)
PBL SK 2
NABILA ASHILA FATHYA - 1102017161
NEURO
Pemeriksaan lain yang dapat bermanfaat antara lain angiografi, CT angiografi, dan MRA. Pemeriksaan tersebut bermanfaat terutama
ddalam kasus dengan kecurigaan aneurisma dan malformasi arterio-vena.MRA lebih aman karena tidak menggunakan zat kontras yang
berfungsi menyebabkan efek samping. (IPD jilid II. Edisi VI. Hal 1563-1564)
Diagnosis Banding
Peyakit sistemik atau kejang yang menyebabkan deteriorasi stroke sebelumnya, kejang epilepsi, kejang nonkonvulsif, lesi intrakranial
struktural (hematoma subdural, tumor otak, malformasi arterio-vena), ensefalopati metabolik atau toksik (hipoglikemmi, hiperglikemi
non ketotik, ensefalopati hepatikum, sindrom Wernicke-korsakoff,intoksikasi alkohol dan obat, septikemia), gangguan non neurologis
(misalnya hysteria), migrain hemiplegic, ensefalitis (virus herpes simpleks), trauma kepala, lesi saraf tepi. (IPD hal 1564. Edisi VI. Jilid II)
TATALAKSANA
Pengobatan Umum
Untuk pengobatan umum ini dipakai patokan 5 B yaitu:
1. Breathing
Harus dijaga agar jalan nafas bebas dan fungsi paru-paru baik. Pengobatan dengan oksigen hanya perlu bila kadar oksigen darah
berkurang.
2. Brain
Udem otak dan kejang-kejang harus dicegah dan diatasi.Bila terjadi udem otak, dapat dilihat dari keadaan pasien yang mengantuk,
adanya bradikardi atau dengan pemeriksaan funduskopi, dapat diberikan manitol.Untuk mengatasi kejang-kejang yang timbul
dapat diberikan Diphenylhydantoin atau Carbamazepin.
3. Blood
Tekanan darah dijaga agar tetap cukup tinggi untuk mengalirkan darah ke otak. Pengobatan hipertensi pada fase akut dapat
mengurangi tekanan perfusi yang justru akan menambah iskemik lagi.
Kadar Hb dan glukosa harus dijaga cukup baik untuk metabolisme otak. Pemberian infus glukosa harus dicegah karena akan
menambah terjadinya asidosis di daerah infark yang akan mempermudah terjadinya udem. Keseimbangan elektrolit harus dijaga.
4. Bowel
Defekasi dan nutrisi harus diperhatikan. Hindari terjadinya obstipasi karena akan membuat pasien gelisah. Nutrisi harus cukup. Bila
perlu diberikan nasogastric tube (NGT).
5. Bladder
Miksi dan balance cairan harus diperhatikan. Jangan sampai terjadi retentio urin.Pemasangan kateter jika terjadi inkontinensia.
Perawatan suportif
Pelihara oksigenasi jaringan secara adekuat; membutuhkan bantuan saluran napas dan ventilasi. Cek aspirasi pneumonia yang
mungkin terjadi.
Tekanan darah; pada kebanyakan kasus, tekanan darah tidak boleh diturunkan secara cepat. Jika terlalu tinggi, menurunkan
tekanan darah secara berhati-hati, karena status neurologis dapat bertambah buruk ketika tekanan darah diturunkan.
Status volume darah; koreksi hipovolemia dan elektrolit-elektrolit tetap pada batas normal.
Demam; harus dicari sumber dari demam dan diturunkan dengan anti piretik yang sesuai.
Hypoglycemia/dan atau hyperglycemia; harus dijaga dengan kontrol yang ketat. Hiperglikemia dapat bertambah buruk pada
cedera iskemik.
Profilaksis DVT; stroke dengan pasien yang mempunyai risiko tinggi untuk DVT. Penting untuk menggunakan heparin subcutan
5,000 IU q. 8 atau 12 jam atau subkutan enoksaparin 30 mg q. 12 jam pada ambulasi awal.
Tujuan terapi adalah memulihkan perfusi ke jaringan otak yang mengalami infark dan mencegah serangan stroke berulang. Terapi dapat
menggunakan Intravenous recombinant tissue plasminogen activator (rtPA) yang merupakan bukti efektivitas dari trombolisis, obat
antiplatelet dan antikoagulan untuk mencegah referfusi pada pasien stroke iskemik.
a. Intravenous recombinant tissue plasminogen activator (rt-PA) Obat ini juga disebut dengan rrt PA, t-PA, tPA, alteplase (nama generik),
atau aktivase atau aktilise (nama dagang). Pedoman terbaru bahwa rt-PA harus diberikan jika pasien memenuhi kriteria untuk
perawatan. Pemberian rt-PA intravena antara 3 dan 4,5 jam setelah onset serangan stroke telah terbukti efektif pada uji coba klinis
secara acak dan dimasukkan ke dalam pedoman rekomendasi oleh Amerika Stroke Association (rekomendasi kelas I, bukti ilmiah level
B) dan European Stroke Organisation (rekomendasi kelas I, bukti ilmiah level A). Penentuan penyebab stroke sebaiknya ditunda hingga
setelah memulai terapi rt-PA. Dasar pemberian terapi rt-PA menyatakan pentingnya pemastian diagnosis sehingga pasien tersebut
benar – benar memerlukan terapi rt-PA, dengan prosedur CT scan kepala dalam 24 jam pertama sejak masuk ke rumah sakit dan
membantu mengeksklusikan stroke hemoragik
PBL SK 2
NABILA ASHILA FATHYA - 1102017161
NEURO
b. Terapi antiplatelet
Pengobatan pasien stroke iskemik dengan penggunaan antiplatelet 48 jam sejak onset serangan dapat menurunkan risiko kematian dan
memperbaiki luaran pasien stroke dengan cara mengurangi volume kerusakan otak yang diakibatkan iskemik dan mengurangi terjadinya
stroke iskemik ulangan sebesar 25%. Antiplatelet yang biasa digunakan diantaranya aspirin, clopidogrel. Kombinasi aspirin dan
clopidogrel dianggap untuk pemberian awal dalam waktu 24 jam dan kelanjutan selama 21 hari. Pemberian aspirin dengan dosis 81 –
325 mg dilakukan pada sebagian besar pasien. Bila pasien mengalami intoleransi terhadap aspirin dapat diganti dengan menggunakan
clopidogrel dengan dosis 75 mg per hari atau dipiridamol 200 mg dua kali sehari
c. Terapi antikoagulan
Terapi antikoagulan sering menjadi pertimbangan dalam terapi akut stroke iskemik, tetapi uji klinis secara acak menunjukkan bahwa
antikoagulan tidak harus secara rutin diberikan untuk stroke iskemik akut.Penggunaan antikoagulan harus sangat berhati-
hati.Antikoagulan sebagian besar digunakan untuk pencegahan sekunder jangka panjang pada pasien dengan fibrilasi atrium dan stroke
kardioemboli.Terapi antikoagulan untuk stroke kardioemboli dengan pemberian heparin yang disesuaikan dengan berat badan dan
warfarin (Coumadin) mulai dengan 5-10 mg per hari.Terapi antikoagulan untuk stroke iskemik akut tidak pernah terbukti efektif.Bahkan
di antara pasien dengan fibrilasi atrium, tingkat kekambuhan stroke hanya 5 – 8% pada 14 hari pertama, yang tidak berkurang dengan
pemberian awal antikoagulan akut. [9] Hal ini sama dengan hasil penelitian yang dilakukan Taylor et al yang menyatakan tidak ada
perbedaan yang bermakna pada pemberian warfarin pada pasien stroke iskemik dengan hasil elektrokardiogram (EKG) menunjukkan
fibrilasi atrium, baik sebelum dan sesudah penerapan clinical pathway (33% vs 40%; p=0,264)
Komplikasi
Komplikasi akut stroke : gangguan respirasi (akibat infeksi maupun akibat penekanan di pusat napas), infeksi dan sepsis, gangguan
cairan dan elektronik, asam dan basa.
Komplikasi kronik stroke : tirah baring lama dapat menyebabkan terjadinya pneumonia, dekubitus, inkontinensia serta berbagai akibat
lain, rekurensi stroke, gangguan sosial ekonomi dan gangguan psikologi.
Pencegahan
dan jantung ke otak. Ketika terdapat tumpukan lemak yang menghambat aliran, maka risiko stroke meningkat. Masalah ini dapat
diobati. Operasi pula mampu mengatasi tumpukan lemak yang menghambat pembuluh arteri.
2. Memahami dan Menjelaskan Pemeriksaan Fungsi Motorik dan Kelainan Klinis Neurologis
PEMERIKSAAN N.I
Saraf ini tidak diperiksa secara rutin, tetapi harus dikerjakan jika terdapat riwayat tentang hilangnya rasa pengecapan dan penciuman,
kalau penderita mengalami cedera kepala sedang atau berat, dan atau dicurigai adanya penyakit-penyakit yang mengenai bagian
basal lobus frontalis.Untuk menguji saraf olfaktorius digunakan bahan yang tidak merangsang seperti kopi, tembakau, parfum atau
rempah-rempah. Letakkan salah satu bahan-bahan tersebut di depan salah satu lubang hidung orang tersebut sementara lubang
hidung yang lain kita tutup dan pasien menutup matanya. Kemudian pasien diminta untuk memberitahu saat mulai terhidunya bahan
tersebut dan kalau mungkin mengidentifikasikan bahan yang di hidu.
Kelainan Yang Dapat Menimbulkan Gangguan Pada Nervus N.I
Kelainan pada nervus olfaktovius dapat menyebabkan suatu keadaan berapa gangguan penciuman sering dan disebut anosmia, dan
dapat bersifat unilatral maupun bilateral.Pada anosmia unilateral sering pasien tidak mengetahui adanya gangguan penciuman.
Proses penciuman dimulai dari sel-sel olfakrorius di hidung yang serabutnya menembus bagian kribiformis tulang ethmoid di dasar di
dasar tengkorak dn mencapai pusat penciuman lesi atau kerusakan sepanjang perjalanan impuls penciuman akan mengakibatkan
anosmia.
Kelainan yang dapat menimbulkan gangguan penciuman berupa:
Agenesis traktus olfaktorius, penyakit mukosa olfaktorius bro rhinitis dan tumor nasal.Sembuhnya rhinitis berarti juga pulihnya
penciuman, tetapi pada rhinitis kronik, dimana mukosa ruang hidung menjadi atrofik penciuman dapat hilang untuk
seterusnya.Destruksi filum olfaktorius karena fraktur lamina feribrosa.Destruksi bulbus olfaktorius dan traktus akibat kontusi “countre
coup”, biasanya disebabkan karena jatuh pada belakang kepala.Anosmia unilateral atau bilalteral mungkin merupakan satu-satunya
bukti neurologis dari trauma vegio orbital.
Sinusitas etmoidalis, osteitis tulang etmoid, dan peradangan selaput otak didekatnya. Tumor garis tengah dari fosa kranialis anterior,
terutama meningioma sulkus olfaktorius (fossa etmoidalis), yang dapat menghasilkan trias berupa anosmia, sindr foster kennedy, dan
gangguan kepribadian jenis lobus orbitalis. Adenoma hipofise yang meluas ke rostral juga dapat merusak penciuman.Penyakit yang
mencakup lobus temporalis anterior dan basisnya (tumor intrinsik atau ekstrinsik).Pasien mungkin tidak menyadari bahwa indera
penciuman hilang sebaliknya, dia mungkin mengeluh tentang rasa pengecapan yang hilang, karena kemampuannya untuk merasakan
aroma, suatu sarana yang penting untuk pengecapan menjadi hilang.
PEMERIKSAAN N.II
Pemeriksaan meliputi penglihatan sentral (Visual acuity), penglihatan perifer (visual field), refleks pupil, pemeriksaan fundus okuli
serta tes warna.Pemeriksaan penglihatan sentral (visual acuity), Penglihatan sentral diperiksa dengan kartu snellen, jari tangan, dan
gerakan tangan. Kartu snellen Pada pemeriksaan kartu memerlukan jarak enam meter antara pasien dengan tabel, jika tidak terdapat
ruangan yang cukup luas, pemeriksaan ini bisa dilakukan dengan cermin. Ketajaman penglihatan normal bila baris yang bertanda 6
dapat dibaca dengan tepat oleh setiap mata (visus 6/6).Jari tangan, normal jari tangan bisa dilihat pada jarak 3 meter tetapi bisa
melihat pada jarak 2 meter, maka perkiraan visusnya adalah kurang lebih 2/60.Gerakan tangannormal gerakan tangan bisa dilihat
pada jarak 2 meter tetapi bisa melihat pada jarak 1 meter berarti visusnya kurang lebih 1/310.
Pemeriksaan Penglihatan Perifer, Pemeriksaan penglihatan perifer dapat menghasilkan informasi tentang saraf optikus dan lintasan
penglihatan mulai dair mata hingga korteks oksipitalis. Penglihatan perifer diperiksa dengan tes konfrontasi atau dengan perimetri /
kompimetri. Tes Konfrontasi Jarak antara pemeriksa – pasien : 60 – 100 cm Objek yang digerakkan harus berada tepat di tengah-
tengah jarak tersebut. Objek yang digunakan (2 jari pemeriksa / ballpoint) di gerakan mulai dari lapang pandang kahardan kiri (lateral
dan medial), atas dan bawah dimana mata lain dalam keadaan tertutup dan mata yang diperiksa harus menatap lururs kedepan dan
tidak boleh melirik kearah objek tersebut.
Syarat pemeriksaan lapang pandang pemeriksa harus normal.Perimetri / kompimetri Lebih teliti dari tes konfrontasi Hasil
pemeriksaan di proyeksikan dalam bentuk gambar di sebuah kartu.
Refleks Pupil, Saraf aferen berasal dari saraf optikal sedangkan saraf aferennya dari saraf occulomotorius.
Ada dua macam refleks pupil.Respon cahaya langsung Pakailah senter kecil, arahkan sinar dari samping (sehingga pasien tidak
memfokus pada cahaya dan tidak berakomodasi) ke arah salah satu pupil untuk melihat reaksinya terhadap cahaya.Inspeksi kedua
PBL SK 2
NABILA ASHILA FATHYA - 1102017161
NEURO
pupil dan ulangi prosedur ini pada sisi lainnya. Pada keadaan normal pupil yang disinari akan mengecil. Respon cahaya konsensual Jika
pada pupil yang satu disinari maka secara serentak pupil lainnya mengecil dengan ukuran yang sama.
Pemeriksaan fundus occuli (fundus kopi), Digunakan alat oftalmoskop.Putar lensa ke arah O dioptri maka fokus dapat diarahkan
kepada fundus, kekeruhan lensa (katarak) dapat mengganggu pemeriksaan fundus.Bila retina sudah terfokus carilah terlebih dahulu
diskus optikus.Caranya adalah dengan mengikuti perjalanan vena retinalis yang besar ke arah diskus.Semua vena-vena ini keluar dari
diskus optikus.
Tes warna, Untuk mengetahui adanya polineuropati pada n. optikus.
Kelainan Yang Dapat Menimbulkan Gangguan Pada Nervus N.II
Kelainan pada nervus optikus dapat menyebabkan gangguan penglihatan.Gangguan penglihatan dapat dibagi menjadi gangguan visus
dan gangguan lapangan pandang.Kerusakan atau terputusnya jaras penglitan dapat mengakibatkan gangguan penglihatan kelainan
dapat terjadi langsung pada nevrus optikus itu sendiri atau sepanjang jaras penglihatan yaitu kiasma optikum, traktus optikus, radiatio
optika, kortek penglihatan.Bila terjadi kelainan berat makan dapat berakhir dengan kebutaan.
Orang yang buta kedua sisi tidak mempunyai lapang pandang, istilah untuk buta ialah anopia atau anopsia.Apabila lapang pandang
kedua mata hilang sesisi, maka buta semacam itu dinamakan hemiopropia.Berbagai macam perubahan pada bentuk lapang pandang
mencerminkan lesi pada susunan saraf optikus. Kelainan atau lesi pada nervus optikus dapat disebabkan oleh:
a) Trauma Kepala: Tumor serebri (kraniofaringioma, tumor hipfise, meningioma, astrositoma)
b) Kelainan pembuluh darah : Misalnya pada trombosis arteria katotis maka pangkal artera oftalmika dapat ikut tersumbat jug.
Gambaran kliniknya berupa buta ipsilateral.
c) Infeksi. : Pada pemeriksaan funduskopi dapat dilihat hal-hal sebagai berikut:
- Papiledema (khususnya stadium dini) : Papiledema ialah sembab pupil yang bersifat non-infeksi dan terkait pada tekanan
intrakkranial yang meninggi, dapat disebabkan oleh lesi desak ruang, antara lain hidrocefalus, hipertensi intakranial benigna,
hipertensi stadium IV. Trombosis vena sentralis retina.
- Atrofi optik : Dapat disebabkan oleh papiledema kronik atau papilus, glaukoma, iskemia, famitral, misal: retinitis pigmentosa,
penyakit leber, ataksia friedrich.
- Neuritis optik
PEMERIKSAAN N.III
Pemeriksaan meliputi: Ptosis, Gerakan bola mata dan Pupil
Ptosis : Pada keadaan normal bila seseorang melihat ke depan maka batas kelopak mata atas akan memotong iris pada titik yang sama
secara bilateral. Ptosis dicurigai bila salah satu kelopak mata memotong iris lebih rendah dari pada mata yang lain, atau bila pasien
mendongakkan kepal ke belakang / ke atas (untuk kompensasi) secara kronik atau mengangkat alis mata secara kronik pula.
Gerakan bola mata : Pasien diminta untuk melihat dan mengikuti gerakan jari atau ballpoint ke arah medial, atas, dan bawah, sekligus
ditanyakan adanya penglihatan ganda (diplopia) dan dilihat ada tidaknya nistagmus. Sebelum pemeriksaan gerakan bola mata (pada
keadaan diam) sudah dilihat adanya strabismus (juling) dan deviasi conjugate ke satu sisi.
Pupil : Pemeriksaan pupil meliputi : Bentuk dan ukuran pupil, Perbandingan pupil kanan dan kiri, Perbedaan pupil sebesar 1mm
masih dianggap normal, Refleks pupil
Meliputi pemeriksaan (Refleks cahaya langsung (bersama N. II), Refleks cahaya tidak langsung (bersama N. II), Refleks pupil
akomodatif atau konvergensi)
Bila seseorang melihat benda didekat mata (melihat hidungnya sendiri) kedua otot rektus medialis akan berkontraksi. Gerakan kedua
bola mata ini disebut konvergensi. Bersamaan dengan gerakan bola mata tersebut maka kedua pupil akan mengecil (otot siliaris
berkontraksi) (Tejuwono) atau pasien disuruh memandang jauh dan disuruh memfokuskan matanya pada suatu objek diletakkan pada
jarak 15 cm didepan mata pasien dalam keadaan normal terdapat konstriksi pada kedua pupil yang disebut reflek akomodasi.
Kelainan Yang Dapat Menimbulkan Gangguan Pada Nervus N.III
Kelainan berupa paralisis nervus okulomatorius menyebabkan bola mata tidak bisa bergerak ke medial, ke atas dan lateral, kebawah
dan keluar. Juga mengakibatkan gangguan fungsi parasimpatis untuk kontriksi pupil dan akomodasi, sehingga reaksi pupil akan
berubah. N. III juga menpersarafi otot kelopak mata untuk membuka mata, sehingga kalau lumpuh, kelopak mata akan jatuh ( ptosis)
Kelumpuhan okulomotorius lengkap memberikan sindrom di bawah ini:
a) Ptosis, disebabkan oleh paralisis otot levator palpebra dan tidak adanya perlawanan dari kerja otot orbikularis okuli yang
dipersarafi oleh saraf fasialis.
b) Fiksasi posisi mata, dengan pupil ke arah bawah dan lateral, karena tak adanya perlawanan dari kerja otot rektus lateral dan
oblikus superior.
c) Pupil yang melebar, tak bereaksi terhadap cahaya dan akomodasi.
Jika seluruh otot mengalami paralisis secara akut, kerusakan biasanya terjadi di perifer, paralisis otot tunggal menandakan bahwa
kerusakan melibatkan nukleus okulomotorius.
Penyebab kerusakan diperifer meliputi
a) Lesi kompresif seperti tumor serebri, meningitis basalis, karsinoma nasofaring dan lesi orbital.
b) Infark seperti pada arteritis dan diabetes.
PEMERIKSAAN N.IV
PBL SK 2
NABILA ASHILA FATHYA - 1102017161
NEURO
PEMERIKSAAN N.V
Pemeriksaan meliputi; sensibilitas, motorik dan refleks
Sensibilitas: Ada tiga cabang sensorik, yaitu oftalmik, maksila, mandibula. Pemeriksaan dilakukan pada ketiga cabang saraf tersebut
dengan membandingkan sisi yang satu dengan sisi yang lain. Mula-mula tes dengan ujung yang tajam dari sebuah jarum yang
baru.Pasien menutup kedua matanya dan jarum ditusukkan dengan lembut pada kulit, pasien ditanya apakah terasa tajam atau
tumpul. Hilangnya sensasi nyeri akan menyebabkan tusukan terasa tumpul. Daerah yang menunjukkan sensasi yang tumpul harus
digambar dan pemeriksaan harus di lakukan dari daerah yang terasa tumpul menuju daerah yang terasa tajam.Juga dilakukan dari
daerah yang terasa tumpul menuju daerah yang terasa tajam.
Juga lakukan tes pada daerah di atas dahi menuju belakang melewati puncak kepala. Jika cabang oftalmikus terkena sensasi akan
timbul kembali bila mencapai dermatom C2. Temperatur tidak diperiksa secara rutin kecuali mencurigai siringobulbia, karena
hilangnya sensasi temperatur terjadi pada keadaan hilangnya sensasi nyeri, pasien tetap menutup kedua matanya dan lakukan tes
untuk raba halus dengan kapas yang baru dengan cara yang sama. Pasien disuruh mengatakan “ya” setiap kali dia merasakan
sentuhan kapas pada kulitnya.
Motorik: Pemeriksaan dimulai dengan menginspeksi adanya atrofi otot-otot temporalis dan masseter. Kemudian pasien disuruh
mengatupkan giginya dan lakukan palpasi adanya kontraksi masseter diatas mandibula.Kemudian pasien disuruh membuka mulutnya
(otot-otot pterigoideus) dan pertahankan tetap terbuka sedangkan pemeriksa berusaha menutupnya.Lesi unilateral dari cabang
motorik menyebabkan rahang berdeviasi kearah sisi yang lemah (yang terkena).
Reflek : Pemeriksaan refleks meliputi
Refleks kornea
a) Langsung : Pasien diminta melirik ke arah laterosuperior, kemudian dari arah lain kapas disentuhkan pada kornea mata, misal
pasien diminta melirik kearah kanan atas maka kapas disentuhkan pada kornea mata kiri dan lakukan sebaliknya pada mata yang
lain. Kemudian bandingkan kekuatan dan kecepatan refleks tersebut kanan dan kiri saraf aferen berasal dari N. V tetapi eferannya
(berkedip) berasal dari N.VII.
b) Tak langsung (konsensual) : Sentuhan kapas pada kornea atas akan menimbulkan refleks menutup mata pada mata kiri dan
sebaliknya kegunaan pemeriksaan refleks kornea konsensual ini sama dengan refleks cahaya konsensual, yaitu untuk melihat
lintasan mana yang rusak (aferen atau eferen). Refleks bersin (nasal refleks)
Refleks masseter untuk melihat adanya lesi UMN (certico bultar) penderita membuka mulut secukupnya (jangan terlalu lebar)
kemudian dagu diberi alas jari tangan pemeriksa diketuk mendadak dengan palu refleks. Respon normal akan negatif yaitu tidak
ada penutupan mulut atau positif lemah yaitu penutupan mulut ringan. Sebaliknya pada lesi UMN akan terlihat penutupan mulut
yang kuat dan cepat.
Kelainan Yang Dapat Menimbulkan Gangguan Pada Nervus N.V
Kelainan pada paralisis nervus abdusens menyebabkan bola mata tidak bisa bergerak ke lateral, ketika pasien melihat lurus ke atas,
mata yang sakit teradduksi dan tidak dapat digerakkan ke lateral, ketika pasien melihat ke arah nasal, mata yang paralisis bergerak ke
medial dan ke atas karena predominannya otot oblikus inferior. Jika ketiga saraf motorik dari satu mata semuanya terganggu, mata
tampak melihat lurus keatas dan tidak dapat digerakkan kesegala arah dan pupil melebar serta tidak bereaksi terhadap cahaya
(oftalmoplegia totalis).Paralisis bilateral dari otot-otot mata biasanya akibat kerusakan nuklear.Penyebab paling sering dari paralisis
nukleus adalah ensefelaitis, neurosifilis, mutiple sklerosis, perdarahan dan tumor.Penyebab yang paling sering dari kelumpuhan otot-
otot mata perifer adalah meningitis, sinusistis, trombosis sinus kavernosus, anevrisma arteri karotis interva atau arteri komunikantes
posterior, fraktur basis kranialis.
PEMERIKSAAN N.VI
Pemeriksaan meliputi gerakan mata ke lateral, strabismus konvergen dan diplopia tanda-tanda tersebut maksimal bila memandang ke
sisi yang terkena dan bayangan yang timbul letaknya horizonatal dan sejajar satu sama lain.
Kelainan Yang Dapat Menimbulkan Gangguan Pada Nervus N.VI
Kelainan yang dapat menimbulkan gangguan pada nerus trigeminus antara lain: Tumor pada bagian fosa posterior dapat
menyebabkan kehilangan reflek kornea, dan rasa baal pada wajah sebagai tanda-tanda dini. Gangguan nervus trigeminus yang paling
nyata adalah neuralgia trigeminal atau tic douloureux yang menyebabkan nyeri singkat dan hebat sepanjang percabangan saraf
maksilaris dan mandibularis dari nervus trigeminus.Janeta (1981) menemukan bahwa penyebab tersering dari neurolgia trigeminal
dicetuskan oleh pembuluh darah.Paling sering oleh arteri serebelaris superior yang melingkari radiks saraf paling proksimal yang
masih tak bermielin.Kelainan berapa lesi ensefalitis akut di pons dapat menimbulkan gangguan berupa trismus, yaitu spasme tonik
dari otot-otot pengunyah.Karena tegangan abnormal yang kuat pada otot ini mungkin pasien tidak bisa membuka mulutnya.
PEMERIKSAAN N.VII
PBL SK 2
NABILA ASHILA FATHYA - 1102017161
NEURO
Pemeriksaan saraf fasialis dilakukan saat pasien diam dan atas perintah (tes kekuatan otot) saat pasien diam diperhatikan :
Asimetri wajah : Kelumpuhan nervus VIII dapat menyebabkan penurunan sudut mulut unilateral dan kerutan dahi menghilang serta
lipatan nasolabial, tetapi pada kelumpuhan nervus fasialis bilateral wajah masih tampak simetrik
Gerakan-gerakan abnormal (tic facialis, grimacing, kejang tetanus/rhisus sardonicus tremor dan seterusnya. Ekspresi muka (sedih,
gembira, takut, seperti topeng)
Tes kekuatan otot
a) Mengangkat alis, bandingkan kanan dan kiri.
b) Menutup mata sekuatnya (perhatikan asimetri) kemudioan pemeriksa mencoba membuka kedua mata tersebut bandingkan
kekuatan kanan dan kiri.
c) Memperlihatkan gigi (asimetri)
d) Bersiul dan menculu (asimetri / deviasi ujung bibir)
e) Meniup sekuatnya, bandingkan kekuatan uadara dari pipi masing-masing.
f) Menarik sudut mulut ke bawah
Tes sensorik khusus (pengecapan 2/3 depan lidah). Pemeriksaan dengan rasa manis, pahit, asam, asin yang disentuhkan pada salah
satu sisi lidah.
Hiperakusis :Jika ada kelumpuhan N. Stapedius yang melayani otot stapedius maka suara-suara yang diterima oleh telinga pasien
menjadi lebih keras intensitasnya.
Kelainan Yang Dapat Menimbulkan Gangguan Pada Nervus N.VII
Kelainan yang dapat menyebabkan paralis nervus fasialis antara lain:
a) Lesi UMN (supranuklear) : tumor dan lesi vaskuler.
b) Lesi LMN : Penyebab pada pons, meliputi tumor, lesi vaskuler dan siringobulbia.
Pada fosa posterior, meliputi neuroma akustik, meningioma, dan meningitis kronik. Pada pars petrosa os temporalis dapat terjadi
Bell’s palsy, fraktur, sindroma Rumsay Hunt, dan otitis media. Penyebab kelumpuhan fasialis bilateral antara lain Sindrom Guillain
Barre, mononeuritis multipleks, dan keganasan parotis bilateral. Penyebab hilangnya rasa kecap unilateral tanpa kelainan lain dapat
terjadi pada lesi telinga tengah yang meliputi Korda timpani atau nervus lingualis, tetapi ini sangat jarang.
Gangguan nervus fasialis dapat mengakibatkan kelumpuhan otot-otot wajah, kelopak mata tidak bisa ditutup, gangguan air mata dan
ludah, gangguan rasa pengecap di bagian belakang lidah serta gangguan pendengaran (hiperakusis).Kelumpuhan fungsi motorik
nervus fasialis mengakibatkan otot-otot wajah satu sisi tidak berfungsi, ditandai dengan hilangnya lipatan hidung bibir, sudut mulut
turun, bibir tertarik kesisi yang sehat. Pasien akan mengalami kesulitan mengunyah dan menelan. Air ludah akan keluar dari sudut
mulut yang turun. Kelopak mata tidak bisa menutup pada sisi yang sakit, terdapat kumpulan air mata di kelopak mata bawah
(epifora).Refleks kornea pada sisi sakit tidak ada.
PEMERIKSAAN N.VIII
Ada dua macam pemeriksaan yaitu pemeriksaan pendengaran dan pemeriksaan fungsi vestibuler:
a. Pemeriksaan Pendengaran
Inspeksi meatus akustikus akternus dari pasien untuk mencari adanya serumen atau obstruksi lainnya dan membrana timpani
untuk menentukan adanya inflamasi atau perforasi kemudian lakukan tes pendengaran dengan menggunakan gesekan jari, detik
arloji, dan audiogram.Audiogram digunakan untuk membedakan tuli saraf dengan tuli konduksi dipakai tes Rinne dan tes Weber.
a) Tes Rinne : Garpu tala dengan frekuensi 256 Hz mula-mula dilakukan pada prosesus mastoideus, dibelakang telinga, dan bila
bunyi tidak lagi terdengar letakkan garpu tala tersebut sejajar dengan meatus akustikus oksterna. Dalam keadaan norma
anda masih terdengar pada meatus akustikus eksternus. Pada tuli saraf anda masih terdengar pada meatus akustikus
eksternus. Keadaan ini disebut Rinne negatif.
b) Tes Weber : Garpu tala 256 Hz diletakkan pada bagian tengah dahi dalam keadaan normal bunyi akan terdengar pada bagian
tengah dahi pada tuli saraf bunyi dihantarkan ke telinga yang normal pada tuli konduktif bunyi tedengar lebih keras pada
telinga yang abnormal.
b. Pemeriksaan Fungsi Vestibuler
Pemeriksaan fungsi vestibuler meliputi: nistagmus, tes romberg dan berjalan lurus dengan mata tertutup, head tilt test (Nylen –
Baranny, dixxon – Hallpike) yaitu tes untuk postural nistagmus.
PEMERIKSAAN N.XI
Pemeriksaan saraf asesorius dengan cara meminta pasien mengangkat bahunya dan kemudian rabalah massa otot trapezius dan
usahakan untuk menekan bahunya ke bawah, kemudian pasien disuruh memutar kepalanya dengan melawan tahanan (tangan
pemeriksa) dan juga raba massa otot sternokleido mastoideus.
Kelainan Yang Dapat Menimbulkan Gangguan Pada Nervus N.XI
Gangguan N. XI mengakibatkan kelemahan otot bahu (otot trapezius) dan otot leher (otot sterokleidomastoideus). Pasien akan
menderita bahu yang turun sebelah serta kelemahan saat leher berputar ke sisi kontralateral. Kelainan pada nervus asesorius dapat
berupa robekan serabut saraf, tumor dan iskemia akibatnya persarafan ke otot trapezius dan otot stemokleidomastoideus terganggu.
PEMERIKSAAN N.XII
Pemeriksaan saraf Hipoglosus dengan cara; Inspeksi lidah dalam keadaan diam didasar mulut, tentukan adanya atrofi dan fasikulasi
(kontraksi otot yang halus iregular dan tidak ritmik). Fasikulasi dapat unilateral atau bilateral.Pasien diminta menjulurkan lidahnya
yang berdeviasi ke arah sisi yang lemah (terkena) jika terdapat lesi upper atau lower motorneuron unilateral.Lesi UMN dari N XII
biasanya bilateral dan menyebabkan lidah imobil dan kecil.Kombinasi lesi UMN bilateral dari N. IX.X, XII disebut kelumpuhan
pseudobulbar.
Kelainan Yang Dapat Menimbulkan Gangguan Pada Nervus N.XII
Kerusakan nervus hipoglossus dapat disebabkan oleh kelainan di batang otak, kelainan pembuluh darah, tumor dan syringobulbia.
Kelainan tersebut dapat menyebabkan gangguan proses pengolahan makanan dalam mulut, gangguan menelan dan gangguan proses
pengolahan makanan dalam mulut, gangguan menelan dan gangguan bicara (disatria) jalan nafas dapat terganggu apabila lidah
tertarik ke belakang. Pada kerusakan N. XII pasien tidak dapat menjulurkan, menarik atau mengangkat lidahnya. Pada lesi unilateral,
lidah akan membelok kearah sisi yang sakit saat dijulurkan. Saat istirahat lidah membelok ke sisi yang sehat di dalam mulut.
c. Kekakuan deserebrasi cedera otak di atas pons ekstensi dan pronasi lengan serta ekstensi dari tungkai.
d. Hipotonia gangguan serebelar peningkatan macam gerakan sendi
e. Hemibalismus penyempitan pembuluh darah otak mengenai mukleus subtalamikus gerakan unilateral mengenai bagian yg
berlawanan dengan lesi
f. Tremor lesi pada jaras serebelar ritmik involunter (istirahat dan intensional)
PBL SK 2
NABILA ASHILA FATHYA - 1102017161
NEURO
Jaras Motorik
PBL SK 2
NABILA ASHILA FATHYA - 1102017161
NEURO
1. Fibrae corticospinales
PBL SK 2
NABILA ASHILA FATHYA - 1102017161
NEURO
Berjalan menuju ke sel-sel motorik cornu anterius di medulla spinalis.Semuanya berjalan ke arah caudal melalui Capsula
interna. 80% serabut menyilang setinggi medulla oblongata (Decussatio pyramidum = persilangan jaras piramidal) dan
berjalan sebagai berkas lateral pyramidal (Tractus corticospinalis (pyramidalis) anterior) di medulla spinalis dan akhirnya
menyilang pada tingkat segmen.
2. Fibrae corticonucleares bulbi
Inti-inti saraf otak menerima aksonnya dari sel-sel piramidal dari regio wajah korteks premotorik.Fibrae corticonucleares bulbi
berjalan ke inti –inti saraf otak kontralatelar motorik (III-VII, IX-XII) di baatang otak. Selain inervasi kontralateral, akson-akson
berjalan menuju ke beberapa inti saraf otak pada sisi yang sama (ipsilateral) sehingga dihasilkan inervasi bilateral. Inervasi
ganda ini, mis pada cabang dahi N. facialis.
3. Fibrae corticoreticulares
Berjalan menuju nukleus gigantocellularis di Formatio reticularis batang otak.
(prome. Hal 446. Edisi 3)
Sistem ekstrapiramidal
PBL SK 2
NABILA ASHILA FATHYA - 1102017161
NEURO
Neuron – neuron asal jaras-jaras descendens sistem ekstrapiramidal motorik berasal dari sebuah kelompok heterogen daerah
inti yang meliputi inti-inti basal (putamen, globus pallidus, an nucleus caudatus) serta nucleus ruber dan substansia nigra.
Jaras-jaras ekstrapiramidal motorik berupa
Traktus Ekstrapyramidal
Datang dari Batang Otak menuju Medulla Spinalis
a) Tractus reticulospinalis
Asal: Formatio reticulare yang terletak sepanjang mes-encephalon, pons dan medulla oblongata (neuron orde pertama).
Jalan:
Dari neuron yang ada di pons, dikirmkan axon lurus kebawah : traktus reticulospinlis pontinus
Dari neuron di medulla oblongata, menyilang garis tengah baru turun ke medulla spinalis : traktus reticulospinalis medulla
spinalis
Tujuan: Cornu anterius medulla spinalis (pusat spinal: neuron orde kedua dan ketiga)
Fungsi: mengontrol neuron orde kedua dan ketiga dalam bentuk fasilitasi dan inhibisi kontraksi otot skelet berkaitan dengan
fungsi kseimbangan tubuh.
b) Tractus Tectospinalis
Asal: Colliculus superior mes-encephalon (neuron orde pertama)
Jalan:
Menyilang garis tengah dan turun melalui pons, medulla oblongata.
Jalannya dekat sekali dengan fasciculus longitudinale medialis
Tujuan: Cornu anterius medulla spinalis (pusat spinal) dan bersinaps dengan neuron orde kedua dan ketiga
PBL SK 2
NABILA ASHILA FATHYA - 1102017161
NEURO
Fungsi:
Terjadinya reflex pupilodilatasi sbg. respon kalau lagi berada dalam ruang gelap
Terjadinya reflex gerakan tubuh sbg. respon terhadap ransang penglihatan
c) Tractus Rubrospinalis
Asal: Nucleus ruber (neuron orde pertama) pada tegmentum mes-encephalon setinggi
coliculus superior.
Jalan: Axon neuron orde pertama menyilang garis tengah turun kebawah melewati pns,
medulla oblongata menuju cornu anterior meulla spinalis subt. grisea (pusat spinal)
Fungsi: Memacu kontraksi otot fleksor dan menghambat kontraksi otot
ekstensor berkaitan dengan fungsi keseimbangan tubuh
d) Tractus vestibulospinalis
Asal: Nuclei vestibularis = neuron orde pertama (dalam pons dan med.
oblongata), menerima akson dari auris interna melalui N.vestibularis dan
cerebelum
Tujuan: Cornu anterius medulla spinalis (pusat spinal)
Fungsi: Memacu kontraksi otot ekstensor dan menghambat kontraksi otot
fleksor berkaitan dengan fungsi keseimbangan tubuh
e) Tractus olivospinalis
Asal: Nucleus olivarius inferius (neuron orde pertama), menerima axon dari :
cortex cerebrii, corpus striatum, nuceu ruber
Tujuan: Cornu anterius med. spinalis (pusat spinal)
Fungsi:Mempengaruhi kontraksi otot skelet berkaitan dengan fungsi
keseimbangan tubuh
Merupakan berkas serabut saraf berbentuk pita lebar substansia alba yang memisahkan nucleus lenticularis dengan nucleus caudatus
dan thalamus. Mengandung serabut saraf penghubung bolak-balik antara cortex cerebri dengan thalamus dan medula spinalis.Pada
penampang lintang verventuk huruf V, dimana titik sudutnya disebut genu menghadap ke medial dan kaki-kakinya disebut crus anterior
dan crusposterior.
Pars lenticulothalamicus
Mengandung serabut radiatio thalamicus yang bercampur dengan tractus eferen utama yang turun dari cortex cerebri
antara lain :
PBL SK 2
NABILA ASHILA FATHYA - 1102017161
NEURO
Tractus corticobulbaris
Menuju nuclei motorik nn.Craniales.
Letak : pada genu.
Tractus corticospinalis
Menuju nuclei motorik nn.Spinales.Di belakang tractus ini, terdapat serabut yang menghubungkan thalamus ke
cortexgyrus centralis posterior yang merupakan pusat somasthesia.
Letak : yang ke lengan dekat genu, yang ke kaki lebih jauh dari genu.
Tractus corticorubralis
Ke nucleus ruber pada mes-encephalon
Pars retrolenticularis
Terletak lateral dari thalamus dan di belakang nucleus lenticularis.
Mengandung radiatio thalamicus posterior.
Pars sublenticularis
Letak : ventralis dari ujung posterio nucleus lenticularis
Mengandung :
Tractus temporopontin
Dari cortex lobus temporalis ke nucleus pontin
Tractus geniculocalcarina
Dari corpus geniculatum laterale ke cortex fissura calcarina
Radiatio auditorius
Dari corpus geniculatum mediale ke gyrus temporalis tranversa
VASKULARISASI OTAK
Darah mengalir ke otak melalui dua arteri carotis dan dua arteri vertebralis :
Arteri carotis interna, setelah memisahkan diri dari arteri carotis comunis, naik dan masuk ke rongga tengkorak melalui canalis
carotikus, berjalan dalam sinus cavernosus, mempercabangkan arteri untuk nervus opticus dan retina, akhirnya bercabang dua : arteri
cerebri anterior dan arteri cerebri media :
Arteri carotis interna memberikan vaskularisasi pada regio sentral dan lateral hemisfer.
Arteri cerebri anterior memberikan vaskularisasi pada korteks frontalis, parietalis bagian tengah, corpus calosum dan
nukleus caudatus.
Arteri cerebri media memberikan vaskularisasi pada korteks lobus frontalis, parietalis dan temporalis.
Sistem vertebral dibentuk oleh arteri vertebralis kanan dan kiri yang berpangkal di arteri subclavia, menuju dasar tengkorak
melalui canalis transversalis di kolumna vertebralis cervikalis, masuk rongga kranium melalui foramen magnum, lalu mempercabangkan
masing-masing sepasang arteri cerebelli inferior. Pada batas medulla oblongata dan pons, keduanya bersatu menjadi arteri basilaris dan
setelah mengeluarkan 3 kelompok cabang arteri, pada tingkat mesencephalon, arteri basilaris berakhir sebagai sepasang cabang arteri
cerebri posterior.
Arteri vertebralis memberikan vaskularisasi pada batang otak dan medula spinalis atas.
Arteri basilaris memberikan vaskularisasi pada pons.
Arteri serebri posterior memberikan vaskularisasi pada lobus temporalis, oksipitalis, sebagian kapsula interna, talamus,
hipokampus, korpus genikulatum dan mamilaria, pleksus koroid dan batang otak bagian atas
Arteria basilaris (aa. vertebrales →a. Basilaris) terdiri dari :
Merupakan anastomose yang penting antara 4 arteri (a.vertebralis & a.carotis interna) yang memasok darah ke otak. Dibentuk oleh
a.cerebri posterior, a.communicans posterior, a.carotis interna, a.cerebri anterior, dan a.comunicans anterior.
Masing-masing a.cerebralis mengantar darah ke satu permukaan dan satu kutub cerebrum :
1. A. cerebri anterior → mengantar darah hampir seluruh permukaan medial & superior serta polus frontalis
2. A. cerebri media → mengantar darah ke permukaan lateral & polus temporalis
3. A. cerebri posterior → mengantar darah ke permukaan inferior & polus occipitalis.