Anda di halaman 1dari 12

Shafira Rachmawati

1102017214
FK B12

1.1 Definisi Kanker Serviks


Menurut Prawirohardjo (2005) kanker serviks merupakan tumor ganas ginekologi,
yang timbul dibatas antara epitel yang melapisi ektoserviks (Porsio) endoserviks kanalis
serviks yang disebut squamo-columnar junction (SCJ).

Menurut Kemkes Kanker serviks merupakan keganasan yang berasal dari serviks.
Serviks merupakan sepertiga bagian bawah uterus, berbentuk silindris, menonjol dan
berhubungan dengan vagina melalui ostium uteri eksternum.

1.2 Epidemiologi Kanker Serviks


Pada tahun 2010 estimasi jumlah insiden kanker serviks adalah 454.000 kasus. Data
ini didapatkan dari registrasi kanker berdasarkan populasi, registrasi data vital, dan data
otopsi verbal dari 187 negara dari tahun 1980 sampai 2010. Per tahun insiden dari kanker
serviks meningkat 3.1% dari 378.000 kasus pada tahun 1980. Ditemukan sekitar 200.000
kematian terkait kanker serviks, dan 46.000 diantaranya adalah wanita usia 15-49 tahun yang
hidup di negara sedang berkembang.
Berdasarkan GLOBOCAN 2012 kanker serviks menduduki urutan ke7 secara global
dalam segi angka kejadian (urutan ke urutan ke6 di negara kurang berkembang) dan urutan
ke-8 sebagai penyebab kematian (menyumbangkan 3,2% mortalitas, sama dengan angka
mortalitas akibat leukemia). Kanker serviks menduduki urutan tertinggi di negara
berkembang, dan urutan ke 10 pada negara maju atau urutan ke 5 secara global. Di Indonesia
kanker serviks menduduki urutan kedua dari 10 kanker terbanyak berdasar data dari Patologi
Anatomi tahun 2010 dengan insidens sebesar 12,7%.
Menurut perkiraan Departemen Kesehatan RI saat ini, jumlah wanita penderita baru
kanker serviks berkisar 90-100 kasus per 100.000 penduduk dan setiap tahun terjadi 40 ribu
kasus kanker serviks.

1.3 Etiologi Kanker Serviks


Penyebab kanker serviks diketahui adalah virus HPV (Human Papilloma Virus) sub
tipe onkogenik, terutama sub tipe 16 dan 18. Berdasarkan penelitian Sjamsuddin (2001),
disimpulkan bahwa terdapat 3 golongan tipe HPV dalam hubungannya dengan kanker
serviks, yaitu : 1) HPV resiko rendah, yaitu HPV tipe 6 dan 11, 46 yang jarang ditemukan
pada karsinoma invasif ; 2) HPV resiko sedang, yaitu HPV 33, 35, 40, 43, 51, 56, dan 58 ; 3)
HPV resiko tinggi, yaitu HPV tipe 16, 18, 31. Ketiga jenis HPV ini dapat menyebabkan
pertumbuhan sel yang abnormal, namun hanya tipe 2 dan 3 yang menyebabakan
kanker (Anonim, 2006; Yamato et al., 2006).
Adapun faktor risiko terjadinya kanker serviks antara lain: aktivitas seksual pada usia
muda, berhubungan seksual dengan multipartner, merokok, mempunyai anak banyak, sosial
ekonomi rendah, pemakaian kontrasepsi oral jangka panjang, penyakit menular seksual,
trauma krnoik pada serviks, defisiensi asam folat, dan gangguan imunitas.
1.4 Klasifikasi Kanker Serviks
Penentuan diagnosis stadium kanker serviks sangat penting untuk pengobatan atau
penanganan yang tepat. Stadium kanker serviks dibedakan menjadi 5 jenis. Menurut
Cancer Research UK tentang jenis kanker serviks diberikan sebagai berikut:
a. Normal
Pada stadium ini disebut juga “Carsinoma In Situ (CIS)” yang berarti bahwa
beberapa sel serviks mengalami perubahan. Namun sel-sel abnormal mulai
terdapat dan terkandung dalam lapisan permukaan serviks dan masih pada
tempatnya. Carsinoma in situ bukan kanker tetapi pada beberapa wanita
perubahan akan berkembang menjadi kanker setelah beberapa tahun.
b. Stadium 1
Stadium satu ditandai dengan sel kanker yang hanya ada di serviks dan ukuran
kelainannya kurang dari 3 mm. Stadium ini berarti bahwa kanker hanya terdapat
dalam leher rahim. Biasanya dibagi menjadi 2 tahap pada stadium ini, yaitu:
1) Stadium 1A
Pada stadium 1A pertumbuhan sangat kecil hanya dapat dilihat dengan
mikroskop. Stadium 1A1 berarti kanker telah tumbuh kurang dari 3 milimeter
(mm) ke dalam jaringan leher rahim, dan kurang dari 7 mm lebarnya. Stadium
1A2 berarti kanker telah tumbuh antara 3 dan 5 mm ke dalam jaringan serviks,
tetapi masih kurang dari 7 mm lebarnya

2) Stadium 1B
Pada stadium 1B daerah kanker mulai meluas, tetapi kanker masih hanya
dalam jaringan serviks dan belum menyebar. Biasanya dapat dilihat tanpa
mikroskop, tetapi tidak selalu terlihat. Pada stadium 1B1 kanker tidak lebih
besar dari 4 cm. Pada tahap 1B2 kanker lebih besar dari 4 cm.

c. Stadium 2
Pada kanker serviks stadium 2, kanker telah mulai menyebar di luar leher
rahim ke dalam jaringan sekitarnya. Namun belum tumbuh ke dalam otot atau
ligamen yang melapisi pelvis (dinding panggul) maupun bagian bawah vagina.
Tahapan ini di bagi menjadi dua, yaitu:
1) Stadium 2A
Pada tahap 2A kanker telah menyebar ke dalam bagian atas vagina.

2) Stadium 2B Pada tahap 2B kanker tersebar sampai ke jaringan di sekitar


leher Rahim

d. Stadium 3
Kanker serviks stadium 3 telah menyebar keluar rahim tapi masih berada didalam
rongga panggul dan belum masuk sampai kandung kemih atau rektum. Namun
kelenjar getah bening sudah bisa mengandung sel kanker. Kanker pada stadium ini
adalah kanker yang tingkat dan gejalanya sudah semakin parah. Stadium 3 ini
dibagi menjadi dua, yaitu:
1) Stadium 3A
Stadium 3A apabila sel kanker telah menyebar ke sepertiga bagian bawah
vagina namun belum sampai ke dinding panggul.

2) Stadium 3B
Sedangkan stadium 3B, sel kanker telah menyebar ke dinding panggul bahkan
sudah bisa memblokir ureter karena ukurannya yang sudah membesar.
Sumbatan ini bisa menyebabkan ginjal berhenti bekerja.

e. Stadium 4
Kanker serviks stadium 4 telah menyebar ke kandung kemih, rektum atau yang
lainnya. Stadium 4 juga dibagi menjadi dua, yaitu 4A dan 4B.
1) Stadium 4A Stadium 4A telah menyebar ke kandung kemih, rektum serta
kelenjar getah bening.

2) Stadium 4B
Stadium 4B, kanker telah menyebar keluar panggul dan kelenjar getah bening
lain selain panggul seperti hati, perut, paru-paru, saluran pencernaan, tulang.
1.5 Patofisiologi Kanker Serviks
Penyebab utama dari kanker serviks adalah infeksi HPV, kebanyakan subtype 16 dan
18. Protein yang dihasilkan oleh HPV16, yaitu protein E7, berikatan dengan gen supresor
tumor Rb sehingga menyebabkan inaktivasi dari gen tsb. Sedangkan, HPV18 menghasilkan
protein E6 yang dapat menginaktivasi gen supresor p53. Akibat pengikatan protein itu
menyebabkan efek karsinogenik. Transmisi HPV biasanya terjadi akibat kontak seksual dan
organ yang paling berisiko untuk mengalami infeksi virus ini ialah zona transformasi
(Squamous columnar junction) pada serviks dan garis pectineal dari anal. Letak SCJ
dipengaruhi oleh faktor usia, aktivitas seksual dan paritas. Pada wanita muda SCJ berada di
luar ostium uteri eksternum, sedangkan pada wanita berusia di atas 35 tahun SCJ berada di
dalam kanalis serviks. Oleh karena itu pada wanita muda, SCJ yang berada di luar ostium
uteri eksternum ini rentan terhadap faktor luar berupa mutagen yang akan memicu displasia
dari SCJ tersebut. Pada wanita dengan aktivitas seksual tinggi, SCJ terletak di ostium
eksternum karena trauma atau retraksi otot oleh prostaglandin. Perkembangan kanker invasif
berawal dari terjadinya lesi neoplastik pada lapisan epitel serviks, dimulai dari neoplasia
intraepitel serviks (NIS) 1, NIS 2, NIS 3 atau karsinoma in situ (KIS). Selanjutnya setelah
menembus membran basalis akan berkembang menjadi karsinoma mikroinvasif dan invasive.

1.6 Manifestasi Klinis Kanker Serviks


Gejala pada kanker serviks stadium awal umumnya tidak terlihat. Namun gejala baru
muncul ketika sel-sel kanker serviks sudah menginvasi jaringan sekitarnya, yaitu berupa:
a. Keputihan abnormal, beraroma tidak enak dan tidak sembuh-sembuh.
b. Terjadi pendarahan apabila sel-sel rahim telah berubah sifat menjadi kanker dan
menyerang jaringan-jaringan di sekitarnya.
c. Pendarahan abnormal di luar siklus menstruasi dan setelah berhubungan seks.
d. Siklus menstruasi tidak teratur.
e. Nyeri selama berhubungan seks.
f. Rasa nyeri saat berkemih.
g. Nyeri sekitar panggul.
h. Pendarahan pada masa pra atau paska menopause.
i. Bila kanker sudah mencapai stadium tinggi, akan terjadi pembengkakan pada anggota
tubuh seperti betis, paha, tangan dan sebagainya.

1.7 Cara diagnosis dan diagnosis banding Kanker Serviks


Anamnesis
Pada anamnesis perlu diidentifikasi data mengenai riwayat perkawinan dan pesalinan,
perilaku seks yang sering berganti ganti pasangan (promiskusitas), waktu coitus pertama kali,
penyakit yang pernah dialami misalnya herpes genitalis, infeksi HPV, servisitis kronis, gaya
hidup seperti meroko, hygienis, jenis makanan san social ekonomi rendah, juga keluhan
perdarahan spontan ataupun pasca senggama. Gejala Klinis kurang menunjang sebagai
penunjuk diagnostic karena lesi prakanker umumnya asimptomatik kecuali pada keganasan
yang sudah lanjut.

Pemeriksaan Fisik
1) Keputihan. Keputihan merupakan gejala yang paling sering ditemukan, berbaubusuk
akibat infeksi dan nekrosis jaringan.
2) Pendarahan kontak merupakan 75-80% gejala karsinoma serviks. Perdarahantimbul
akibat terbukanya pembuluh darah, yang makin lama makin seringterjadi diluar
senggama.
3) Rasa nyeri, terjadi akibat infiltrasi sel tumor ke serabut saraf.
4) Gejala lainnya adalah gejala-gejala yang timbul akibat metastase jauh.
5) Pemeriksaan tanda vital seperti tensi, nadi, respirasi, suhu badan.
6) Status pasien :
 Ada atau tidaknya anemia.
 Tanda-tanda metastase di paru seperti: sesak napas, batuk darah.
 Status lokalis abdomen: umumnya tak khas, jarang menimbulkan kelainan berupa
benjolan, kecuali bila sudah ada penyebaran ke rektum menimbulkan obstipasi
ileusobstruktif.
 Palpasi hepar, supraklavikula, dan diantara kedua paha untuk melihat ada tidaknya
benjolan untuk meyakinkan ada tidaknya metastase.
c. Pemeriksaan Ginekologi
Pada pemeriksaan makroskopis/inspekulo 
o Prekanker: tidak ada kelainan porsio gambaran khas leukoplakia,erosi,ektropion atau
servisitis
o Tetapi tidak demikian halnya pada tingkat lanjut dimana porsio terlihat benjol-benjol
menyerupai bunga kol (pertumbuhan eksofitik) atau mungkin juga ditemukan fistula
rektovaginal ataupun vesikovagina. Pada keadaan ini porsio mudah sekali berdarah
karena kerapuhan sel sehingga pada pemeriksaan ginekologi dianjurkan mulai dengan
pemeriksaan inspekulo yang dilanjutkan dengan pemeriksaan vagina bimanual untuk
eksplorasi vagina.

d. Pemeriksaan Penunjang
Alur diagnosis ada 2
 Screening : pemeriksaan sitologi,inspeksi visual,HPV DNA
 Diagnosis definitif harus didasarkan pada konfirmasi histopatologi dari hasil biopsi
lesi sebelum pemeriksaan dan tatalaksana lebih lanjut dilakukan. Tindakan penunjang
diagnostik dapat berupa kolposkopi, biopsi terarah, dan kuretase endoservikal
a. Tes Pap Smear
Tes Pap Smear dilakukan secara teratur agar dapat mengurangi resiko kanker serviks.
Tes ini dilakukan dengan mengambil sampel sel leher rahim. Kemudian sampel tersebut
dianalisis lebih lanjut di laboratorium. Tes ini dapat menemukan sel-sel abnormal (kanker)
yang kemungkinan dapat menjadi kanker serviks. Hasil Pap Smear
a. Hasil pap smear normal menunjukkan hasil negatif, yaitu tidak adanya sel-sel
serviks yang abnormal,
b. Interpretasi hasil (menurut Papanicolaou)
- Kelas I : Identik dengan normal smear pemeriksaan ulang 1 tahun lagi.
- Kelas II : Menunjukkan adanya infeksi ringan non spesifik, kadang disertai:
o Kuman atau virus tertentu.
o Sel dengan kariotik ringan.
Pemeriksaan ulang 1 tahun lagi, pengobatan yang sesuai dengan kausalnya
Bila ada erosi atau radang bernanah, pemeriksaan ulang 1 bulan setelah
pengobatan.
- Kelas III : Ditemukannya sel diaknostik sedang dengan keradangan berat.
Periksa ulang 1 bulan sesudah pengobatan
- Kelas IV : Ditemukannya sel-sel yang mencurigakan ganas dalam hal
demikian dapat ditempuh 3 jalan, yaitu:
o Dilakukan biopsi.
o Dilakukan pap test ulang segera, dengan skreping lebih dalam diambil 3
sediaan
o Rujuk untuk biopsi konfirmasi.
- Kelas V : Ditemukannya sel-sel ganas. Dalam hal ini seperti ditempuh 3 jalan
seperti pada hasil kelas IV untuk konfirmasi.

b. Tes IVA
Inspeksi Visual dengan Asam asetat (IVA) merupakan metode pemeriksaan dengan
mengoles serviks atau leher rahim dengan asam asetat. Kemudian diamati ada
tidaknya kelainan seperti area berwarna putih. Jika tidak ada perubahan warna, maka
dapat dianggap tidak ada infeksi pada serviks. Tes ini dapat dilakukan hanya ntuk
deteksi dini. Jika terlihat tanda yang mencurigakan, maka metode deteksi lainnya
yang lebih lanjut harus dilakukan. Interpretasi IVA:

Jika hasil tes Pap Smear atau IVA tidak normal, maka dianjurkan melakukan tes lain
untuk membuat diagnosis. Tes lain yang dapat dilakukan antara lain:
1) Kolposkopi
Dalam tes ini, dokter menggunakan sebuah alat yang disebut kolposkopi untuk
memeriksa leher rahim. Kolposkopi menggabungkan suatu cahaya yang terang
dengan lensa pembesar untuk membuat jaringan rahim mudah dilihat. Alat ini
tidak dimasukkan ke dalam vagina. Kolposkopi biasanya dilakukan di tempat
praktek dokter atau klinik.
2) Biopsi Metode
biospi dilakukan dengan pengangkatan jaringan untuk mencari selsel sebelum
bersifat kanker atau sel-sel kanker. Lalu seorang ahli patologi memeriksa jaringan
di bawah mikroskop untuk memeriksa adanya sel-sel abnormal.
3) USG, BNO -IVP, foto toraks dan bone scan , CT scan atau MRI, PET scan.

DIAGNOSIS BANDING
1. Adenokarsinoma Endometrial
2. Polip Endoservikal
3. Chlamydia trachomatis atau Infeksi menular seksual lainnya pada wanita dengan:
 Keluhan perdarahan vagina, duh vagina serosanguinosa, nyeri pelvis
 Serviks yang meradang dan rapuh (mudah berdarah, terutama setelah berhubungan
seksual).

1.8 Tatalaksana Kanker Serviks


1.9 Pencegahan Kanker Serviks
Pencegahan Primer
Pencegahan primer merupakan kegiatan uang dapat dilakukan oleh setiap orang untuk
menghindari diri dari faktor-faktor yang dapat menyebabkan timbulnya kanker
serviks. Hal ini dapat dilakukan dengan cara menekankan perilaku hdup sehat untuk
mengurangi atau menghindari faktor resiko seperti kawin muda, pasangan seksual
ganda dan lain-lain. Selain itu juga pencegahan primer dapat dilakukan dengan
imuisasi HPV pada kelompok masyarakat
Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder kanker serviks dilakukan dengan deteksi dini dan skrining kanker
serviks yang bertujuan untuk menemukan kasus-kasus kanker serviks secara dini
sehingga kemungkinan penyembuhan dapat ditingkatkan.
WHO mengindikasikan skrining deteksi dini kanker leher rahim dilakukan pada
kelompok berikut ini :
a. Setiap perempuan yang berusia antara 25-35 tahun, yang belum pernah
menjalani tes sebelumnya, atau pernah menjalani tes 3 tahun sebelumnya atau
lebih.
b. Perempuan yang ditemukan lesi abnormal pada pemeriksaan tes sebelumnya.
c. Perempuan yang mengalami perdarahan abnormal pervaginam, perdarahan
pasca sanggama atau perdarahan pasca menopause atau mengalami tanda dan
gejala abnormal lainnya.
d. Perempuan yang ditemukan ketidaknormalan pada leher rahimnya

Interval skrining yang direkomendasikan oleh WHO yaitu :


a. Bila skrining hanya mungkin dilakukan 1 kali seumur hidup maka sebaiknya
dilakukan pada perempuan antara usia 35 – 45 tahun.
b. Untuk perempuan usia 25- 45 tahun, bila sumber daya memungkinkan, skrining
hendaknya dilakukan tiap 3 tahun sekali.
c. Untuk usia diatas 50 tahun, cukup dilakukan 5 tahun sekali.
d. Bila 2 kali berturut-turut hasil skrining sebelumnya negatif, perempuan usia
diatas 65 tahun, tidak perlu menjalani skrining.
e. Tidak semua perempuan direkomendasikan melakukan skrining setahun sekali

Di Indonesia interval pemeriksaan IVA adalah 5 tahun sekali. Jika hasil


pemeriksaan negatif maka dilakukan ulangan 5 tahun dan jika positif maka
dilakukan ulangan 1 tahun kemudian (Depkes RI, 2007a)

1.10 Komplikasi Kanker serviks


a. Retensi Uri
Terjadi akibat rudapaksa pleksus saraf dan pembuluh darah kecil intra pelvis,
hingga timbul gangguan sirkulasi darah, disuria, retensi uri saat histerektomi
total radikal.
b. Kista Limfatik Pelvis
Terjadi akibat pasca pembersihan kelenjar limfe pelvis, drainase limfe tidak
lancar sehingga dapat terbentuk kista limfatik retroperitoneal.

Berdasarkan komplikasi yang dapat terjadi pasca terapi antara lain :


- Berkaitan dengan pembedahan ; fistula uretra, disfungsi kandung
kemih, emboli pulmonal, infeksi pelvis, obstruksi usus besar dan fistula
retovaginal
- berkaitan saat terapi radiasi ; reaksi kulit, sistitits radiasi, dan enteritis
- berkaitan dengan kemoterapi ; tergantung pada obat kombinasi, masalah
yang sering muncul seperti supresi sumsum tulang, mual muntah karena obat
mengandung sisplatin

1.11 Prognosis Kanker Serviks


Prognosis kanker serviks adalah buruk. Prognosis yang buruk tersebut dihubungkan
dengan 85-90 % kanker serviks terdiagnosis pada stadium invasif, stadium lanjut, bahkan
stadium terminal (Suwiyoga, 2000; Nugroho, 2000). Prognosis kanker serviks tergantung
dari stadium penyakit. Umumnya, 5-years survival rate untuk stadium I lebih dari 90%,
untuk stadium II 60-80%, stadium III kira - kira 50%, dan untuk stadium IV kurang dari
30%.
• Stadium 0
100 % penderita dalam stadium ini akan sembuh.
• Stadium 1
Kanker serviks stadium I sering dibagi menjadi IA dan IB. Dari semua wanita yang
terdiagnosis pada stadium IA memiliki 5-years survival rate sebesar 95%. Untuk
stadium IB 5-years survival rate sebesar 70 sampai 90%. Ini tidak termasuk wanita
dengan kanker pada limfonodi mereka.
• Stadium 2
Kanker serviks stadium 2 dibagi menjadi 2, 2A dan 2B. Dari semua wanita yang
terdiagnosis pada stadium 2A memiliki 5-years survival rate sebesar 70-90%. Untuk
stadium 2B 5-years survival rate sebesar 60 sampai 65%.
• Stadium 3
Pada stadium ini 5-years survival rate-nya sebesar 30-50%.
• Stadium 4
Pada stadium ini 5-years survival rate-nya sebesar 20-30%. 6. Stadium 5 Pada
stadium ini 5-years survival rate-nya sebesar 5-10%.

2. Etika pemeriksaan genitalia menurut pandangan islam

Islam mensyariatkan, jika seseorang tertimpa penyakit maka ia diperintahkan untuk berusaha
mengobatinya. Al-Qur`ân dan as-Sunnah telah menetapkan syariat tersebut. Dan pada
pelayanan dokter memang terdapat faedah, yaitu memelihara jiwa. Satu hal yang termasuk
ditekankan dalam syariat Islam

PANDANGAN ISLAM TERHADAP IKHTILAT 


Yang dimaksud ikhtilat, yaitu berduanya seorang lelaki dengan seorang perempuan di tempat
sepi. Dalam hal ini menyangkut pergaulan antara sesama manusia, yang rambu-rambunya
sangat mendapat perhatian dalam Islam

Dalam hadits di bawah ini, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah memperingatkan
kaum lelaki untuk lebih berhati-hati dalam masalah wanita.

ُ ْ‫و‬QQQQ‫ ُو ْال َم‬QQQQ‫ال ْال َح ْم‬QQQQ


‫ت‬ َ ‫ َرأَيْتَ ْال َح ْم‬QQQQَ‫و َل هَّللا ِ أَف‬QQQQ‫ا َر ُس‬QQQQَ‫ار ي‬
َ َ‫و ق‬QQQQ َ ‫ ٌل ِم ْن اأْل َ ْن‬QQQQُ‫ا َل َرج‬QQQQَ‫ا ِء فَق‬QQQQ‫ ُّد ُخو َل َعلَى النِّ َس‬QQQQ‫إِيَّا ُك ْم َوال‬
ِ QQQQ‫ص‬

"Berhati-hatilah kalian dari menjumpai para wanita,” maka seorang sahabat dari Anshar
bertanya,"Bagaimana pendapat engkau tentang saudara ipar, wahai Rasulullah?” Rasulullah
menjawab,"Saudara ipar adalah maut (petaka).” [HR Bukhari dan Muslim

PERINTAH MENJAGA AURAT DAN MENAHAN PANDANGAN 


Disebutkan dalam sebuah hadits:

‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم قَا َل اَل يَ ْنظُ ُر ال َّر ُج ُل إِلَى عَوْ َر ِة ال َّرج ُِل َواَل‬ َ ‫ي ع َْن أَبِي ِه أَ َّن َرس‬
َ ِ ‫ُول هَّللا‬ ِّ ‫د ْال ُخ ْد ِر‬Qٍ ‫ع َْن َع ْب ِد الرَّحْ َم ِن ْب ِن أَبِي َس ِعي‬
َ‫ال َمرْ أَةُ ِإلَى عَوْ َر ِة ْال َمرْ أ ِة‬ 
ْ
"Dari ‘Abdir-Rahman bin Abi Sa`id al-Khudri, dari ayahnya, bahwasanya Nabi Shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda: “Janganlah seorang lelaki melihat kepada aurat lelaki (yang lain),
dan janganlah seorang wanita melihat kepada aurat wanita (yang lain)". [HR Muslim]

IDEALNYA MUSLIMAH BEROBAT KE DOKTER WANITA 


Hukum asalnya, apabila ada dokter umum dan dokter spesialis dari kaum Muslimah, maka
menjadi kewajiban kaum Muslimah untuk menjatuhkan pilihan kepadanya. Meski hanya
sekedar keluhan yang paling ringan, flu batuk pilek sampai pada keadaan genting, semisal
persalinan ataupun jika harus melakukan pembedahan.
Berkaitan dengan masalah itu, Syaikh Bin Bâz rahimahullah mengatakan: “Seharusnya para
dokter wanita menangani kaum wanita secara khusus, dan dokter lelaki melayani kaum lelaki
secara khusus kecuali dalam keadaan yang sangat terpaksa. Bagian pelayanan lelaki dan
bagian
pelayanan wanita masing-masing disendirikan, agar masyarakat terjauhkan dari fitnah dan
ikhtilat yang bisa mencelakakan. Inilah kewajiban semua orang”.

Anda mungkin juga menyukai