Wanita dengan aktivitas seksual yang tinggi, dan sering berganti-ganti pasangan
Berganti-ganti pasangan akan memungkinkan tertularnya penyakit kelamin, salah
satunya Human Papilloma Virus (HPV). Virus ini akan mengubah sel-sel di permukaan
mukosa hingga membelah menjadi lebih banyak sehingga tidak terkendali sehingga
menjadi kanker.
Penggunaan antiseptik
Kebiasaan pencucian vagina dengan menggunakan obat-obatan antiseptik maupun
deodoran akan mengakibatkan iritasi di serviks yang merangsang terjadinya kanker.
Paritas
Semakin tinggi risiko pada wanita dengan banyak anak, apalagi dengan jarak persalinan
yang terlalu pendek. Perempuan yang sering melahirkan (banyak anak) termasuk
golongan risiko tinggi untuk terkena penyakit kanker leher rahim. Dengan seringnya
seorang ibu melahirkan, maka akan berdampak pada seringnya terjadi perlukaan di
organ reproduksinya yang akhirnya dampak dari luka tersebut akan memudahkan
timbulnya Human Papilloma Virus (HPV) sebagai penyebab terjadinya penyakit kanker
leher rahim.
Pekerjaan
Diperkirakan bahwa paparan bahan tertentu dari suatu pekerjaan (debu, logam, bahan
kimia, tar, atau oli mesin) dapat menjadi faktor risiko kanker serviks.
1.3 Epidemiologi
Pada tahun 2010 estimasi jumlah insiden kanker serviks adalah 454.000 kasus. Data
ini didapatkan dari registrasi kanker berdasarkan populasi, registrasi data vital, dan data
otopsi verbal dari 187 negara dari tahun 1980 sampai 2010. Per tahun insiden dari kanker
serviks meningkat 3.1% dari 378.000 kasus pada tahun 1980. Ditemukan sekitar 200.000
kematian terkait kanker serviks, dan 46.000 diantaranya adalah wanita usia 15-49 tahun
yang hidup di negara sedang berkembang.
Berdasarkan GLOBOCAN 2012 kanker serviks menduduki urutan ke-7 secara global
dalam segi angka kejadian (urutan ke urutan ke-6 di negara kurang berkembang) dan
urutan ke-8 sebagai penyebab kematian (menyumbangkan 3,2% mortalitas, sama dengan
angka mortalitas akibat leukemia). Kanker serviks menduduki urutan tertinggi di negara
berkembang, dan urutan ke 10 pada negara maju atau urutan ke 5 secara global. Di
2
Indonesia kanker serviks menduduki urutan kedua dari 10 kanker terbanyak berdasar data
dari Patologi Anatomi tahun 2010 dengan insidens sebesar 12,7%.
Menurut perkiraan Departemen Kesehatan RI saat ini, jumlah wanita penderita baru
kanker serviks berkisar 90-100 kasus per 100.000 penduduk dan setiap tahun terjadi 40
ribu kasus kanker serviks. Kejadian kanker serviks akan sangat mempengaruhi hidup dari
penderitanya dan keluarganya sertajuga akan sangat mempengaruhi sektor pembiayaan
kesehatan oleh pemerintah. Oleh sebab itu peningkatan upaya penanganan kanker serviks,
terutama dalam bidang pencegahan dan deteksi dini sangat diperlukan oleh setiap pihak
yang terlibat.
1.4 Klasifikasi Kanker Serviks
Secara histopatologis pertumbuhan sel kanker serviks dapat diklasifikasikan ke dalam
empat stadium yaitu:
1. Displasia
Displasia adalah pertumbuhan aktif disertai gangguan proses pematangan epitel serviks
uteri yang dimulai pada bagian basal sampai ke lapisan superfisial. Perubahan dimulai
diinti sel dimana rasio inti-sitoplasma bertambah, warna lebih gelap, bentuk dan besar sel
mulai bervariasi, susunan tidak teratur dan mitosis aktif.
Displasia ringan
Perubahan terjadi pada sepertiga basal epidermis. Displasia ringan ditandai dengan
inti sel selalu besar, tidak teratur dan berwarna hitam/gelap.
Displasia sedang
Derajat atipia lebih nyata dan sel atipia menempati sampai dua pertiga ketebalan
epitel dan membran inti teratur.
Displasia berat
Sel atipia sangat mencolok dan disertai kekacauan polaritas yang mencolok. Sel
berukuran besar dengan inti yang lebih gelap dan hampir menempati seluruh
ketebalan epitel.
2. Karsinoma in situ.
Pada karsinoma in situ perubahan sel epitel terjadi pada seluruh lapisan epidermis
menjadi karsinoma sel skuamos namun membran basalis dalam keadaan utuh.
3. Karsinoma mikroinvasif.
Perubahan derajat pertumbuhan sel meningkat, juga sel tumor menembus membran
basalis dan invasi pada stoma sejauh tidak lebih 5 mm dari membrana basalis.
4. Karsinoma invasive
Perubahan derajat pertumbuhan sel menonjol, besar dan bentuk sel bervariasi, inti gelap
dan kromatin berkelompok tidak merata serta susunan sel semakin tidak teratur.
3
Berdasarkan tingkat keganasannya, perkembangan kanker serviks terbagi dalam
beberapa stadium, dimulai dari stadium nol yang bersifat non invasive hingga stadium IV
yang sudah menyebar ke organ-organ tubuh yang lain.
Stadium Klinis kanker Serviks menurut FIGO (International Federation of Gynecology)
5
biasanya jumlah perdarahnnya tidak banyak dan seringkali diabaikan karena tidak
disertai dengan gejala sakit pada perut dan pinggang.
Keputihan Berulang
Keputihan merupakan keluarnya cairan encer yang berlebihan dari vagina. Tidak
semua keputihan berbahaya, ada dua jenis keputihan yaitu yang bersifat fisiologis
(normal) dan keputihan patologis (abnormal). Keputihan fisiologis terjadi sebelum
dan sesudah menstruasi. Keputihan terlihat bening, tidak gatal, dan tidak berbau.
Keputihan dapat menghilang jika mendapatkan penanganan yang tepat. Namun,
keputihan yang disebabkan oleh kanker biasanya tidak menunjukkan kesembuhan
meskipun sudah ditangani dengan baik dan benar. Keputihan patologis yang dirasakan
biasanya berbau, gatal dan panas karena sudah terjadi infeksi.
Gejala lanjutan kanker serviks yaitu:
- Keluarnya cairan vagina berbau tidak sedap
- Nyeri pada bagian panggul, pinggang, dan tungkai
- Gangguan saat berkemih dan kesulitan buang air kecil karena adanya sumbatan
pada saluran kemih
- Nyeri di daerah kandung kemih dan anus
- Penurunan berat badan
- Mudah merasa lelah
(Arum, 2015)
c. Pemeriksaan Ginekologi
6
Pada pemeriksaan makroskopis/inspekulo
o Prekanker: tidak ada kelainan porsio, gambaran khas leukoplakia, erosi, ektropion
atau servisitis
o Pada tingkat lanjut dimana porsio terlihat benjol-benjol menyerupai bunga kol
(pertumbuhan eksofitik) atau mungkin juga ditemukan fistula rektovaginal ataupun
vesikovagina. Pada keadaan ini porsio mudah sekali berdarah karena kerapuhan sel
sehingga pada pemeriksaan ginekologi dianjurkan mulai dengan pemeriksaan
inspekulo yang dilanjutkan dengan pemeriksaan vagina bimanual untuk eksplorasi
vagina.
d. Pemeriksaan Penunjang
Skrining
WHO mengindikasikan skrining dilakukan pada kelompok berikut:
Setiap perempuan yang berusia antara 25-35 tahun, yang belum pernah menjalani
tes Pap sebelumnya, atau pernah mengalami tes Pap 3 tahun sebelumnya atau
lebih.
Perempuan yang ditemukan lesi abnormal pada pemeriksaan tes Pap sebelumnya
perempuan yang mengalami perdarahan abnormal pervaginam, perdarahan pasca
sanggama atau perdarahan pasca menopause atau mengalami tanda dan gejala
abnormal lainnya
perempuan yang ditemukan ketidaknormalan pada leher rahimnya
7
d. Setelah itu, sel-sel diletakkan dalam object glass (kaca objek) dan disemprot
dengan zat untuk memfiksasi, atau diletakkan dalam botol yang mengandung zat
pengawet, kemudian dikirim ke laboratorium untuk diperiksa.
Kelas I Negatif (tidak ditemukan sel-sel ganas)
8
Kelas II Negatif, tidak ditemukan tanda-tanda ganas, ditemukan beberapa sel
atipik
Kelas III Ada sel-sel atipik yang sugestif tetapi tidak diagnostik untuk keganas
an maka hanya displasia (ringan,sedang,berat)
Kelas IV Positif, ditemukan beberapa sel atipik, carcinoma in situ
2. Pemeriksaan IVA (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat) merupakan metode inspeksi
yang sangat sederhana, murah, nyaman, praktis, dan mudah. Pemeriksaan ini
dilakukan dengan cara mengoleskan larutan asam asetat 3% -5% pada serviks
sebelum melakukan inspeksi visual. Pemeriksaan ini disebut positif bila terdapat area
putih (acetowhite) didaerah sekitar porsi serviks.
4. Radiologi
a) Pelvik limphangiografi, yang dapat menunjukkan adanya gangguan pada saluran
pelvik atau peroartik limfe.
b) Pemeriksaan intravena urografi, yang dilakukan pada kanker serviks tahap lanjut,
yang dapat menunjukkan adanya obstruksi pada ureter terminal. Pemeriksaan
radiologi direkomendasikan untuk mengevaluasi kandung kemih dan rektum yang
meliputi sitoskopi, pielogram intravena (IVP), enema barium, dan sigmoidoskopi.
Magnetic Resonance Imaging (MRI) atau scan CT abdomen / pelvis digunakan untuk
menilai penyebaran lokal dari tumor dan / atau terkenanya nodus limpa regional
5. Uji Colposcopy
Jika pada saat pap smear ditemukan ketidaknormalan pada serviks, maka langkah
selanjutnya adalah dilakukan colposcopy. Colposcopy adalah suatu pengujian yang
memungkinkan dokter bernama colposcope. Colposcope akan dimasukkan ke dalam
vagina dan kemudian gambar yang ditangkap oleh alat tersebut akan ditampilkan
pada layar computer atau televisi. Dengan cara seperti ini, kondisi yang terjadi dalam
leher rahim akan sangat jelas terlihat.
9
area antara uterus dan serviks.
DIAGNOSIS BANDING
1. Adenokarsinoma endometrial
2. Polip endoservikal
3. Chlamydia trachomatis atau Infeksi menular seksual lainnya pada wanita dengan:
Keluhan perdarahan vagina, duh vagina serosanguinosa, nyeri pelvis
Serviks yang meradang dan rapuh (mudah berdarah, terutama setelah berhubungan
seksual). (Kementrian Kesehatan RI, 2015)
1.8 Tatalaksana
1) Tatalaksana lesi prakanker
Terapi NIS dengan destruksi local
Beberapa metode terapi destruksi lokal antara lain: krioterapi dengan N2O dan CO2,
elektrokauter, elektrokoagulasi, dan laser. Metode tersebut ditujukan untuk destruksi
lokal lapisan epitel serviks dengan kelainan lesi prakanker yang kemudian pada fase
penyembuhan berikutnya akan digantikan dengan epitel skuamosa yang baru
a. Krioterapi
Krioterapi digunakan untuk destruksi lapisan epitel serviks dengan metode
pembekuan atau freezinghingga sekurang-kurangnya -20oC selama 6 menit (teknik
freeze-thaw-freeze) dengan menggunakan gas N2O atau CO2. Kerusakan bioselular
akan terjadi dengan mekanisme:
(a) Sel-sel mengalami dehidrasi dan mengkerut;
(b) Konsentrasi elektrolit dalam sel terganggu;
(c) Syok termal dan denaturasi kompleks lipid protein;
(d) Status umum sistem mikrovaskular.
b. Elektrokauter
Metode ini menggunakan alat elektrokauter atau radiofrekuensi dengan melakukan
eksisi loop diathermyterhadap jaringan lesi prakanker pada zona transformasi.
Jaringan spesimen akan dikirimkan ke laboratorium patologi anatomi untuk
konfirmasi diagnostik secara histopatologik untuk menentukan tindakan cukup atau
perlu terapi lanjutan
c. Diatermi elektrokoagulasi
Diatermi elektrokoagulasi dapat memusnahkan jaringan lebih luas dan efektif jika
dibandingkan dengan elektrokauter, tetapi harusdilakukan dengan anestesi umum.
Tindakan ini memungkinkan untuk memusnahkan jaringan serviks sampai
kedalaman satucm, tetapi fisiologi serviks dapat dipengaruhi terutama jika lesi
tersebut sangat luas
10
d. Laser
Sinar laser (light amplication by stimulation emission of radiation) merupakansuatu
muatan listrik dilepaskan dalam suatu tabung yang berisi campuran gas helium, gas
nitrogen, dan gas CO2. Perubahan patologis yang terdapat pada serviks dapat
dibedakan dalam dua bagian, yaitu penguapan dan nekrosis. Lapisan paling luar dari
mukosa serviks menguap karena cairan intraselular mendidih, sedangkan jaringan
yang mengalami nekrotik terletak di bawahnya. Volume jaringan yang menguap
atau sebanding dengan kekuatan dan lama penyinaran
11
Stadium IIB
Pilihan:
(1) Kemoradiasi (rekomendasi A)
(2) Radiasi (rekomendasi B)
(3) Neoajuvan kemoterapi (rekomendasi C)
Kemoterapi (tiga seri) dilanjutkan radikal histerektomi dan pelvik limfadenektomi.
(4) Histerektomi ultraradikal, laterally extended parametrectomy (dalam penelitian).
1.9 Komplikasi
Rasa sakit yang parah muncul ketika sel kanker sudah menyerang saraf, tulang, atau
otot.
Gagal ginjal
Pada beberapa kasus kanker serviks stadium lanjut, sel kanker bisa menekan ureter
dan menyebabkan terhalangnya aliran urin untuk keluar dari ginjal. Penumpukan
urin dalam ginjal, yang disebut hidronefosis, dapat menyebabkan ginjal
membengkak dan meregang. Hidronefrosis parah bisa merusak ginjal sehingga
kehilangan seluruh fungsinya. Akibatnya, terjadilah gagal ginjal.
Penggumpalan darah
kanker serviks dapat membuat darah menjadi lebih kental dan menggumpal,
munculnya tumor yang besar dapat menekan pembuluh darah pada panggul. Hal
12
inilah yang memperlambat aliran darah balik dan akhirnya
mengakibatkan penggumpalan di kaki. Penggumpalan darah di kaki bisa berdampak
sangat fatal jika gumpalan darah tersebut lepas mengalir ke atas dan jadi menyumbat
pembuluh paru-paru. Kondisi ini disebut dengan emboli paru-paru.
Perdarahan hebat
Ketika sel kanker sudah menyerang vagina, usus, atau kandung kemih, salah satu
risikonya adalah perdarahan hebat. Perdarahan bisa muncul di anus. Salah satu
gejalanya adalah urin atau BAB yang berdarah.
Keputihan abnormal
Ditandai dengan bau aneh dan tidak sedap yang kuat.
Fistula
Fistula adalah terbentuknya sambungan atau saluran abnormal antara dua bagian dari
tubuh. Pada kasus kanker serviks, fistula bisa terbentuk antara kandung kemih dan
vagina (fistula vesiko vesicovaginal). Sambungan ini bisa mengakibatkan urin keluar
tanpa henti dari vagina. Terkadang, fistula bisa menyambungkan antara saluran
vagina dan rectum (fistula rektovaginal).
Menopause dini
Menopause dini dapat terjadi jika rahim dan ovarium diangkat lewat operasi, atau
bisa juga karena rahim dan ovarium yang rusak saat menjalani radioterapi. Beberapa
gejala yang bisa muncul akibat kondisi ini adalah:
- Vagina kering.
- Menstruasi berhenti atau tidak teratur.
- Kehilangan nafsu seksual.
- Sensasi rasa panas dan berkeringat.
- Berkeringat berlebihan di malam hari.
- Kehilangan kemampuan menahan buang air kecil (inkontinensia urin)
- Penipisan tulang yang bisa menyebabkan osteoporosis atau tulang rapuh
Penyempitan vagina
Munculnya limfedema
Limfedema adalah kondisi pembengkakan tangan atau kaki karena sistem limfatik
yang terhalang atau nodus limfatik diangkat sebagai bagian dari prosedur operasi.
1.10 Pencegahan
a. Pencegahan Primer
Pencegahan primer kanker serviks adalah mencegah terjadinya infeksi HPV
onkogenik karena infeksi onkogenik berpotensi menjadi infeksi HPV persisten yang
merupakan salah satu faktor terjadinya karsinogenesis kanker serviks. Pencegahan
primer meliputi pendidikan kehidupan yang higienis, asupan gizi yang baik untuk
13
meningkatkan daya imun, pola kehidupan seksual yang normal, menghindari faktor-
faktor risiko
• Menunda aktivitas seksual sampai usia 20 tahun dan berhubungan secara monogami
akan mengurangi risiko kanker serviks secara signifikan
• Penggunaan kontrasepsi barrier, meningkatkan daya proteksi serviks terhadap
infeksi HPV onkogenik ataupun meningkatkan regresi spontan infeksi HPV.
• Penggunaan vaksinasi HPV
b. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder adalah menemukan kelainan sel dalam tahap infeksi HPV
ataupun lesi prakanker. Deteksi dini penyakit kanker dengan program skrining.
• Pasien dengan risiko sedang
Hasil pap smear yang negatif sebanyak tiga kali berturut-turut dengan selisih waktu
antar pemeriksaan satu tahun dan atas petunjuk dokter sangat dianjurkan. Untuk
pasien (atau partner) hubungan seksual yang level aktivitasnya tidak diketahui,
dianjurkan untuk melakukan pap smear tiap tahun.
• Pasien dengan risiko tinggi
Pasien yang memulai hubungan seksual saat usia < 18 tahun dan wanita yang
mempunyai banyak partner (multipel partner) seharusnya melakukan pap smear tiap
tahun, dimulai dari onset seksual intercourse aktif. Interval sekarang ini dapat
diturunkan menjadi setiap 6 bulan untuk pasien dengan risiko khusus, seperti yang
mempunyai riwayat penyakit seksual berulang.
c. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier termasuk komponen natural atau sintetik untuk menekan atau
melawan proses terjadinya kanker. Pencegahan tersier meliputi pelayanan di rumah
sakit (diagnosa dan pengobatan) dan perawatan paliatif. Pencegahan tersier biasanya
diarahkan pada individu yang telah positif menderita kanker serviks. Penderita yang
menjadi cacat karena komplikasi penyakitnya atau karena pengobatan perlu
direhabilitasi untuk mengembalikan bentuk dan/atau fungsi organ yang cacat itu
supaya penderita dapat hidup dengan layak dan wajar di masyarakat. (Rasjidi dkk,
2009)
1.10 Prognosis
Angka harapan hidup (kesintasan) pada penderita kanker serviks dapat dilihat pada
tabel berikut:
14
LI 2. MM Etika Pemeriksaan Genitalia menurut Pandangan Islam
Islam mensyariatkan, jika seseorang tertimpa penyakit maka ia diperintahkan untuk berusaha
mengobatinya. Al-Qur`ân dan as-Sunnah telah menetapkan syariat tersebut. Dan pada
pelayanan dokter memang terdapat faedah, yaitu memelihara jiwa. Satu hal yang termasuk
ditekankan dalam syariat Islam
Dalam hadits di bawah ini, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah memperingatkan
kaum lelaki untuk lebih berhati-hati dalam masalah wanita.
"Berhati-hatilah kalian dari menjumpai para wanita,” maka seorang sahabat dari Anshar
bertanya,"Bagaimana pendapat engkau tentang saudara ipar, wahai Rasulullah?” Rasulullah
menjawab,"Saudara ipar adalah maut (petaka).” [HR Bukhari dan Muslim]
"Dari ‘Abdir-Rahman bin Abi Sa`id al-Khudri, dari ayahnya, bahwasanya Nabi Shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda: “Janganlah seorang lelaki melihat kepada aurat lelaki (yang lain),
dan janganlah seorang wanita melihat kepada aurat wanita (yang lain)". [HR Muslim]
15
Berkaitan dengan masalah itu, Syaikh Bin Bâz rahimahullah mengatakan:
“Seharusnya para dokter wanita menangani kaum wanita secara khusus, dan dokter lelaki
melayani kaum lelaki secara khusus kecuali dalam keadaan yang sangat terpaksa. Bagian
pelayanan lelaki dan bagian
pelayanan wanita masing-masing disendirikan, agar masyarakat terjauhkan dari fitnah dan
ikhtilat yang bisa mencelakakan. Inilah kewajiban semua orang”.
Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memberi karunia ketakwaan dan ilmu kepada
seorang wanita, maka ia harus bersikap hati-hati untuk dirinya, benar-benar memperhatikan
masalah ini, dan tidak menyepelekan. Seorang wanita memiliki kewajiban untuk mencari
dokter wanita terlebih dahulu. Bila mendapatkannya, alhamdulillah, dan ia pun tidak
membutuhkan bantuan dokter lelaki. Bila memang dalam keadaan darurat dan terpaksa,
Islam memang membolehkan untuk menggunakan cara yang mulanya tidak diperbolehkan.
Selama mendatangkan maslahat, seperti untuk pemeliharaan dan penyelamatan jiwa dan
raganya. Seorang muslimah yang keadaannya benar-benar dalam kondisi terhimpit dan tidak
ada pilihan, (maka) ia boleh pergi ke dokter lelaki, baik karena tidak ada ada seorang dokter
muslimah yang mengetahui penyakitnya maupun memang belum ada yang ahli.
Akan tetapi harus diperhatikan, dokter lelaki yang melakukan pemeriksaan hanya
boleh melihat tubuh pasien wanita itu sesuai dengan kebutuhannya saja, yaitu saat
menganalisa penyakit dan mengobatinya, serta harus menjaga pandangan. Dan juga, saat
dokter lelaki menangani pasien wanita, maka pasien wanita itu harus disertai mahram, atau
suaminya, atau wanita yang dapat dipercaya supaya tidak terjadi khalwat. Dalam semua
kondisi di atas, tidak boleh ada orang lain yang menyertai dokter lelaki kecuali yang memang
diperlukan perannya. Selanjutnya, para dokter lelaki itu harus menjaga kerahasiaan si pasien
wanita.
16
DAFTAR PUSTAKA
Arum, S.P. 2015. Stop Kanker Serviks: Panduan Bagi Wanita Untuk Mengenal, Mencegah &
Mengobati. Yogyakarta: Notebook.
Emilia. 2010. Bebas Ancaman Kanker Serviks. Yogyakarta. Media Press Indo
Kementrian Kesehatan RI. (2015). Panduan Penatalaksanaan Kanker Serviks. Jakarta: Pusat
Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI.
Kumar V, Abbas AK, Aster JC. 2015. Buku Ajar Patologi Robbins. Edisi 9. Singapura:
Elsevier Saunders
Price, S. A. dan Wilson, L. M. 2012. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit,
Edisi 6. Jakarta: EGC.
Rasjidi I, Lerick S, Juari A. 2009. Kanker Serviks. Dalam: Deteksi dini & pencegahan
kanker pada wanita. Jakarta: Sagung Seto.
Tanto, Chris, dkk. 2014. Kapita Selekta Kedokteran Edisi IV Jilid I. Jakarta: Media
Aesculapius.
17