Anda di halaman 1dari 17

HASIL SASARAN BELAJAR

LI. 1. Memahami dan Menjelaskan Kanker Serviks


1.1 Definisi
Kanker serviks merupakan keganasan yang berasal dari serviks. Serviks merupakan
sepertiga bagian bawah uterus, berbentuk silindris, menonjol dan berhubungan dengan
vagina melalui ostium uteri eksternum. (Kementrian Kesehatan RI)
Kanker leher rahim adalah kanker yang terdapat pada serviks atau leher rahim, yaitu
area bagian bawah rahim yang menghubungkan rahim dengan vagina. Kanker leher rahim
terjadi jika sel-sel serviks menjadi abnormal dan membelah secara tidak terkendali.
1.2 Etiologi
Penyebab utama dari karsinoma serviks adalah infeksi dari human papilloma virus
(HPV). HPV merupakan virus dengan DNA berantai ganda yang terdiri atas tiga jenis
yaitu kutaneotropik, mukosotropik, dan tipe yang ditemukan pada mukosa dan kutan.
HPV tipe 16, 18, 31. 33, 52, dan 58 termasuk dalam mukosotropik dan dihubungkan
dengan karsinoma serviks. Kebanyakan kasus karsinoma serviks disebabkan oleh HPV
tipe 16 dan 18. (Tanto dkk, 2014)

Menurut Diananda (2007), faktor yang mempengaruhi kanker serviks yaitu :


 Usia lebih dari 35 tahun
Usia lebih dari 35 tahun mempunyai risiko tinggi terhadap kanker leher rahim. Semakin
tua usia seseorang, maka semakin meningkat risiko terjadinya kanker laher rahim.
Meningkatnya risiko kanker leher rahim pada usia lanjut merupakan gabungan dari
meningkatnya dan bertambah lamanya waktu pemaparan terhadap karsinogen serta
makin melemahnya sistem kekebalan tubuh akibat usia.

 Usia pertama kali menikah


Menikah pada usia kurang 20 tahun dianggap terlalu muda untuk melakukan hubungan
seksual dan berisiko terkena kanker leher rahim 10-12 kali lebih besar daripada mereka
yang menikah pada usia lebih dari 20 tahun. Umumnya sel-sel mukosa baru matang
setelah wanita berusia 20 tahun ke atas. Hal ini berkaitan dengan kematangan sel-sel
mukosa pada serviks. Pada usia muda, sel-sel mukosa pada serviks belum matang.
Artinya, masih rentan terhadap rangsangan sehingga tidak siap menerima rangsangan
dari luar termasuk zat-zat kimia yang dibawa sperma. Karena masih rentan, sel-sel
mukosa bisa berubah sifat menjadi kanker.

 Wanita dengan aktivitas seksual yang tinggi, dan sering berganti-ganti pasangan
Berganti-ganti pasangan akan memungkinkan tertularnya penyakit kelamin, salah
satunya Human Papilloma Virus (HPV). Virus ini akan mengubah sel-sel di permukaan
mukosa hingga membelah menjadi lebih banyak sehingga tidak terkendali sehingga
menjadi kanker.

 Penggunaan antiseptik
Kebiasaan pencucian vagina dengan menggunakan obat-obatan antiseptik maupun
deodoran akan mengakibatkan iritasi di serviks yang merangsang terjadinya kanker.

 Wanita yang merokok


Wanita perokok memiliki risiko 2 kali lebih besar terkena kanker serviks dibandingkan
dengan wanita yang tidak merokok. Penelitian menunjukkan, lendir serviks pada wanita
perokok mengandung nikotin dan zat-zat lainnya yang ada di dalam rokok. Zat-zat
tersebut akan menurunkan daya tahan serviks di samping meropakan ko-karsinogen
infeksi virus. Nikotin, mempermudah semua selaput lendir sel-sel tubuh bereaksi atau
menjadi terangsang, baik pada mukosa tenggorokan, paru-paru maupun serviks.

 Riwayat penyakit kelamin seperti kutil genitalia.


Wanita yang terkena penyakit akibat hubungan seksual berisiko terkena virus HPV,
karena virus HPV diduga sebagai penyebab utama terjadinya kanker leher rahim
sehingga wanita yang mempunyai riwayat penyakit kelamin berisiko terkena kanker
leher rahim.

 Paritas
Semakin tinggi risiko pada wanita dengan banyak anak, apalagi dengan jarak persalinan
yang terlalu pendek. Perempuan yang sering melahirkan (banyak anak) termasuk
golongan risiko tinggi untuk terkena penyakit kanker leher rahim. Dengan seringnya
seorang ibu melahirkan, maka akan berdampak pada seringnya terjadi perlukaan di
organ reproduksinya yang akhirnya dampak dari luka tersebut akan memudahkan
timbulnya Human Papilloma Virus (HPV) sebagai penyebab terjadinya penyakit kanker
leher rahim.

 Penggunaan kontrasepsi oral dalam jangka waktu lama


Penggunaan kontrasepsi oral yang dipakai dalam jangka lama yaitu lebih dari 4 tahun
dapat meningkatkan risiko kanker leher rahim.

 Etnis dan Faktor Sosial,


Wanita di kelas sosio-ekonomi yang paling rendah memiliki faktor risiko lima kali
lebih besar daripada wanita di kelas yang paling tinggi. Hubungan ini mungkin
dikacaukan oleh hubungan seksual dan akses ke sistem pelayanan kesehatan.

 Pekerjaan
Diperkirakan bahwa paparan bahan tertentu dari suatu pekerjaan (debu, logam, bahan
kimia, tar, atau oli mesin) dapat menjadi faktor risiko kanker serviks.

1.3 Epidemiologi
Pada tahun 2010 estimasi jumlah insiden kanker serviks adalah 454.000 kasus. Data
ini didapatkan dari registrasi kanker berdasarkan populasi, registrasi data vital, dan data
otopsi verbal dari 187 negara dari tahun 1980 sampai 2010. Per tahun insiden dari kanker
serviks meningkat 3.1% dari 378.000 kasus pada tahun 1980. Ditemukan sekitar 200.000
kematian terkait kanker serviks, dan 46.000 diantaranya adalah wanita usia 15-49 tahun
yang hidup di negara sedang berkembang.
Berdasarkan GLOBOCAN 2012 kanker serviks menduduki urutan ke-7 secara global
dalam segi angka kejadian (urutan ke urutan ke-6 di negara kurang berkembang) dan
urutan ke-8 sebagai penyebab kematian (menyumbangkan 3,2% mortalitas, sama dengan
angka mortalitas akibat leukemia). Kanker serviks menduduki urutan tertinggi di negara
berkembang, dan urutan ke 10 pada negara maju atau urutan ke 5 secara global. Di

2
Indonesia kanker serviks menduduki urutan kedua dari 10 kanker terbanyak berdasar data
dari Patologi Anatomi tahun 2010 dengan insidens sebesar 12,7%.
Menurut perkiraan Departemen Kesehatan RI saat ini, jumlah wanita penderita baru
kanker serviks berkisar 90-100 kasus per 100.000 penduduk dan setiap tahun terjadi 40
ribu kasus kanker serviks. Kejadian kanker serviks akan sangat mempengaruhi hidup dari
penderitanya dan keluarganya sertajuga akan sangat mempengaruhi sektor pembiayaan
kesehatan oleh pemerintah. Oleh sebab itu peningkatan upaya penanganan kanker serviks,
terutama dalam bidang pencegahan dan deteksi dini sangat diperlukan oleh setiap pihak
yang terlibat.
1.4 Klasifikasi Kanker Serviks
Secara histopatologis pertumbuhan sel kanker serviks dapat diklasifikasikan ke dalam
empat stadium yaitu:
1. Displasia
Displasia adalah pertumbuhan aktif disertai gangguan proses pematangan epitel serviks
uteri yang dimulai pada bagian basal sampai ke lapisan superfisial. Perubahan dimulai
diinti sel dimana rasio inti-sitoplasma bertambah, warna lebih gelap, bentuk dan besar sel
mulai bervariasi, susunan tidak teratur dan mitosis aktif.

Displasia dibagi dalam 3 derajat pertumbuhan yaitu:

 Displasia ringan
Perubahan terjadi pada sepertiga basal epidermis. Displasia ringan ditandai dengan
inti sel selalu besar, tidak teratur dan berwarna hitam/gelap.
 Displasia sedang
Derajat atipia lebih nyata dan sel atipia menempati sampai dua pertiga ketebalan
epitel dan membran inti teratur.
 Displasia berat
Sel atipia sangat mencolok dan disertai kekacauan polaritas yang mencolok. Sel
berukuran besar dengan inti yang lebih gelap dan hampir menempati seluruh
ketebalan epitel.
2. Karsinoma in situ.
Pada karsinoma in situ perubahan sel epitel terjadi pada seluruh lapisan epidermis
menjadi karsinoma sel skuamos namun membran basalis dalam keadaan utuh.
3. Karsinoma mikroinvasif.
Perubahan derajat pertumbuhan sel meningkat, juga sel tumor menembus membran
basalis dan invasi pada stoma sejauh tidak lebih 5 mm dari membrana basalis.
4. Karsinoma invasive
Perubahan derajat pertumbuhan sel menonjol, besar dan bentuk sel bervariasi, inti gelap
dan kromatin berkelompok tidak merata serta susunan sel semakin tidak teratur.

3
Berdasarkan tingkat keganasannya, perkembangan kanker serviks terbagi dalam
beberapa stadium, dimulai dari stadium nol yang bersifat non invasive hingga stadium IV
yang sudah menyebar ke organ-organ tubuh yang lain.
Stadium Klinis kanker Serviks menurut FIGO (International Federation of Gynecology)

(Kementrian Kesehatan RI, 2015)


1.5 Patofisiologi
4
Karsinoma serviks adalah penyakit yang progresif, mulai dengan intraepitel, berubah
menjadi neoplastik, dan akhirnya menjadi kanker serviks setelah 10 tahun atau lebih.
Secara histopatologi lesi pre invasif biasanya berkembang melalui beberapa stadium
displasia (ringan, sedang dan berat) menjadi karsinoma insitu dan akhirnya invasif. Proses
perubahan menjadi kanker diakibatkan oleh adanya mutasi gen pengendali siklus sel. Gen
pengendali tersebut adalah onkogen, tumor supresor gene, dan repair genes. Onkogen
memperantarai timbulnya transformasi maligna, sedangkan tumor supresor gen akan
menghambat perkembangan tumor yang diatur oleh gen yang terlibat dalam pertumbuhan
sel.
Waktu yang diperlukan dari displasia menjadi karsinoma insitu (KIS) berkisar antara
1 – 7 tahun, sedangkan waktu yang diperlukan dari karsinoma insitu menjadi invasif
adalah 3 – 20 tahun. Proses perkembangan kanker serviks berlangsung lambat, diawali
adanya perubahan displasia yang perlahan-lahan menjadi progresif. Displasia ini dapat
muncul bila ada aktivitas regenerasi epitel yang meningkat misalnya akibat trauma
mekanik atau kimiawi, infeksi virus atau bakteri dan gangguan keseimbangan hormon.
Dalam jangka waktu 7 – 10 tahun perkembangan tersebut menjadi bentuk preinvasif
berkembang menjadi invasif pada stroma serviks dengan adanya proses keganasan.
Perluasan lesi di serviks dapat menimbulkan luka, pertumbuhan yang eksofitik atau
dapat berinfiltrasi ke kanalis serviks. Lesi dapat meluas ke forniks, jaringan pada serviks,
parametria dan akhirnya dapat menginvasi ke rektum dan atau vesika urinaria. Virus
DNA ini menyerang epitel permukaan serviks pada sel basal zona transformasi, dibantu
oleh faktor risiko lain mengakibatkan perubahan gen pada molekul vital yang tidak dapat
diperbaiki, menetap, dan kehilangan sifat serta kontrol pertumbuhan sel normal sehingga
terjadi keganasan.
Berbagai jenis protein diekspresikan oleh HPV yang pada dasarnya merupakan
pendukung siklus hidup alami virus tersebut. Protein tersebut adalah E1, E2, E4, E5, E6,
dan E7 yang merupakan segmen open reading frame (ORF). Di tingkat seluler, infeksi
HPV pada fase laten bersifat epigenetic. Pada infeksi fase laten, terjadi terjadi ekspresi E1
dan E2 yang menstimulus ekspresi terutama terutama L1 selain L2 yang berfungsi pada
replikasi dan perakitan virus baru. Virus baru tersebut menginfeksi kembali sel epitel
serviks. Infeksi fase laten ini muncul reaksi imun tipe lambat dengan terbentuknya
antibodi E1 dan E2 yang mengakibatkan penurunan ekspresi E1 dan E2 sehingga dapat
mendorong terjadinya integrasi antara DNA virus dengan DNA sel penjamu untuk
kemudian infeksi HPV memasuki fase aktif.
Protein 53 (p53) sebagai supresor tumor diduga paling banyak berperan. Apabila
terjadi degradasi fungsi p53 maka proses karsinogenesis berjalan tanpa kontrol oleh p53.
Terjadi penurunan p53 pada kanker serviks akibat infeksi HPV. Bila pembuluh limfe
terkena invasi, kanker dapat menyebar ke pembuluh getah bening pada servikal dan
parametria, kelenjar getah bening obtupator, iliaka eksterna dan kelenjar getah bening
hipogastrika. Dari sini tumor menyebar ke kelenjar getah bening iliaka komunis dan pada
aorta. Secara hematogen, tempat penyebaran terutama adalah paru-paru, kelenjar getah
bening mediastinum dan supravesikuler, tulang, hepar, empedu, pankreas dan otak.

1.6 Manifestasi Klinis Kanker Serviks


 Perdarahan pervagina
Biasanya terjadi setelah melakukan hubungan seksual atau di luar masa haid. Selain
itu, perdarahan bisa terjadi saat seseorang mengedan terlalu kuat pada saat buang air
besar, sehingga darah segar akan bercampur dengan keputihan. Perdarahan lain yang
dapat menjadi tanda gejala kanker serviks ialah perdarahan setelah menopause,

5
biasanya jumlah perdarahnnya tidak banyak dan seringkali diabaikan karena tidak
disertai dengan gejala sakit pada perut dan pinggang.
 Keputihan Berulang
Keputihan merupakan keluarnya cairan encer yang berlebihan dari vagina. Tidak
semua keputihan berbahaya, ada dua jenis keputihan yaitu yang bersifat fisiologis
(normal) dan keputihan patologis (abnormal). Keputihan fisiologis terjadi sebelum
dan sesudah menstruasi. Keputihan terlihat bening, tidak gatal, dan tidak berbau.
Keputihan dapat menghilang jika mendapatkan penanganan yang tepat. Namun,
keputihan yang disebabkan oleh kanker biasanya tidak menunjukkan kesembuhan
meskipun sudah ditangani dengan baik dan benar. Keputihan patologis yang dirasakan
biasanya berbau, gatal dan panas karena sudah terjadi infeksi.
 Gejala lanjutan kanker serviks yaitu:
- Keluarnya cairan vagina berbau tidak sedap
- Nyeri pada bagian panggul, pinggang, dan tungkai
- Gangguan saat berkemih dan kesulitan buang air kecil karena adanya sumbatan
pada saluran kemih
- Nyeri di daerah kandung kemih dan anus
- Penurunan berat badan
- Mudah merasa lelah
(Arum, 2015)

1.7 Diagnosis dan Diagnosis Banding


DIAGNOSIS
a. Anamnesis
Pada anamnesis perlu diidentifikasi data mengenai riwayat perkawinan dan
pesalinan, perilaku seks yang sering berganti ganti pasangan (promiskusitas), waktu
coitus pertama kali, penyakit yang pernah dialami misalnya herpes genitalis, infeksi
HPV, servisitis kronis, gaya hidup seperti merokok, hygienis, jenis makanan san social
ekonomi rendah, juga keluhan perdarahan spontan ataupun pasca senggama. Gejala
Klinis kurang menunjang sebagai penunjuk diagnostic karena lesi prakanker umumnya
asimptomatik kecuali pada keganasan yang sudah lanjut.
b. Pemeriksaan Fisik
1) Keputihan
2) Pendarahan kontak merupakan 75-80% gejala karsinoma serviks.
3) Rasa nyeri, terjadi akibat infiltrasi sel tumor ke serabut saraf.
4) Gejala lainnya adalah gejala-gejala yang timbul akibat metastase jauh.
5) Pemeriksaan tanda vital seperti tensi, nadi, respirasi, suhu badan.
6) Status pasien:
 Ada atau tidaknya anemia.
 Tanda-tanda metastase di paru seperti: sesak napas, batuk darah.
 Status lokalis abdomen: umumnya tak khas, jarang menimbulkan kelainan berupa
benjolan kecuali bila sudah ada penyebaran ke rektum menimbulkan obstipasi
ileusobstruktif.
 Palpasi hepar, supraklavikula, dan diantara kedua paha untuk melihat ada tidaknya
benjolan untuk meyakinkan ada tidaknya metastase.

c. Pemeriksaan Ginekologi

6
Pada pemeriksaan makroskopis/inspekulo 
o Prekanker: tidak ada kelainan porsio, gambaran khas leukoplakia, erosi, ektropion
atau servisitis
o Pada tingkat lanjut dimana porsio terlihat benjol-benjol menyerupai bunga kol
(pertumbuhan eksofitik) atau mungkin juga ditemukan fistula rektovaginal ataupun
vesikovagina. Pada keadaan ini porsio mudah sekali berdarah karena kerapuhan sel
sehingga pada pemeriksaan ginekologi dianjurkan mulai dengan pemeriksaan
inspekulo yang dilanjutkan dengan pemeriksaan vagina bimanual untuk eksplorasi
vagina.

d. Pemeriksaan Penunjang
Skrining
WHO mengindikasikan skrining dilakukan pada kelompok berikut:
 Setiap perempuan yang berusia antara 25-35 tahun, yang belum pernah menjalani
tes Pap sebelumnya, atau pernah mengalami tes Pap 3 tahun sebelumnya atau
lebih.
 Perempuan yang ditemukan lesi abnormal pada pemeriksaan tes Pap sebelumnya
 perempuan yang mengalami perdarahan abnormal pervaginam, perdarahan pasca
sanggama atau perdarahan pasca menopause atau mengalami tanda dan gejala
abnormal lainnya
 perempuan yang ditemukan ketidaknormalan pada leher rahimnya

1. Pemeriksaan sitologi (Pap smear)


Alasan Harus melakukan Pap smear
a. Menikah pada usia muda (dibawah 20 tahun).
b. Pernah melakukan senggama sebelum usia 20 tahun.
c. Pernah melahirkan lebih dari 3 kali.
d. Pemakaian alat kontrasepsi lebih dari 5 tahun, terutama IUD atau kontrasepsi
hormonal.
e. Mengalami perdarahan setiap hubungan seksual.
f. Mengalami keputihan atau gatal pada vagina.
g. Sudah menopause dan mengeluarkan darah pervagina.
h. Berganti-ganti pasangan dalam senggama.

Persiapan Pemeriksaan Pap Smear


a. Menghindari persetubuhan, penggunaan tampon, pil vagina, ataupun mandi
berendam dalam bath tub, selama 24 jam sebelum pemeriksaan, untuk
menghindari ‘kontaminasi’ ke dalam vagina yang dapat mengacaukan hasil
pemeriksaan.
b. Tidak sedang menstruasi, karena darah dan sel dari dalam rahim dapat
mengganggu keakuratan hasil pap smear.

Cara pengambilan sampel Pap smear


a. Pemeriksaan ini dilakukan di atas kursi pemeriksaan khusus ginekologis.
b. Sampel sel-sel diambil dari luar serviks dan dari liang serviks dengan melakukan
usapan dengan spatula yang terbuat dari bahan kayu atau plastik.
c. Setelah usapan dilakukan, sebuah cytobrush (sikat kecil berbulu halus, untuk
mengambil sel-sel serviks) dimasukkan untuk melakukan usapan dalam kanal
serviks.

7
d. Setelah itu, sel-sel diletakkan dalam object glass (kaca objek) dan disemprot
dengan zat untuk memfiksasi, atau diletakkan dalam botol yang mengandung zat
pengawet, kemudian dikirim ke laboratorium untuk diperiksa.

Ada 2 cara pemeriksaan Pap Smear


a. Pemeriksaan Sitologi Konvensional
Keterbatasan pemeriksaan Sitologi Konvensional:
o Sampel tidak memadai karena sebagian sel tertinggal pada brus (sikat untuk
pengambilan sampel), sehingga sampel tidak representatif dan tidak
menggambarkan kondisi pasien sebenarnya
o Subyektif dan bervariasi, dimana kualitas preparat yang dihasilkan tergantung
pada operator yang membuat usapan pada kaca benda
o Kemampuan deteksi terbatas (karena sebagian sel tidak terbawa dan preparat
yang bertumpuk dan kabur karena kotoran/faktor pengganggu)

b. Pemeriksaan Sitologi Berbasis cairan atau Liquid


Sampel (cara pengambilan sama seperti pengambilan untuk sampel sitologi
biasa/Pap Smear) dimasukkan ke dalam cairan khusus sehingga sel atau faktor
pengganggu lainnya dapat dieliminasi. Selanjutnya, sampel diproses dengan alat
otomatis lalu dilekatkan pada kaca benda kemudian diwarnai lalu dilihat di bawah
mikroskop oleh seorang dokter ahli Patologi Anatomi. Keunggulan pemeriksaan
sitologi berbasis cairan/Liquid:
o Sampel memadai karena hampir 100 % sel yang terambil dimasukkan ke dalam
cairan dalam tabung sampel
o Proses terstandardisasi karena menggunakan prosesor otomatis, sehingga preparat
(usapan sel pada kaca benda) representatif, lapisan sel tipis, serta bebas dari
kotoran/pengganggu
o Meningkatkan kemampuan/keakuratan deteksi awal adanya kelainan sel leher
rahim
o Sampel dapat digunakan untuk pemeriksaan HPV-DNA

Hasil Pap Smear


a. Hasil pap smear normal menunjukkan hasil negatif, yaitu tidak adanya sel-sel
serviks yang abnormal,
b. Interpretasi hasil (menurut Papanicolaou)

Klasifikasi menurut Papanicolau

Kelas I  Negatif (tidak ditemukan sel-sel ganas)

8
Kelas II  Negatif, tidak ditemukan tanda-tanda ganas, ditemukan beberapa sel
atipik 
Kelas III  Ada sel-sel atipik yang sugestif tetapi tidak diagnostik untuk keganas
an maka hanya displasia (ringan,sedang,berat)
Kelas IV  Positif, ditemukan beberapa sel atipik, carcinoma in situ

Kelas V  Positif, ditemukan banyak sel atipik, dengan inti prominent,


hiperkromatik, pleomoerfik, maka carsinima invasive

 
2. Pemeriksaan IVA (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat) merupakan metode inspeksi
yang sangat sederhana, murah, nyaman, praktis, dan mudah. Pemeriksaan ini
dilakukan dengan cara mengoleskan larutan asam asetat 3% -5% pada serviks
sebelum melakukan inspeksi visual. Pemeriksaan ini disebut positif bila terdapat area
putih (acetowhite) didaerah sekitar porsi serviks.

3. Pemeriksaan DNA HPV


Pemeriksaan ini dimasukkan pada skrining bersama-sama dengan Pap’s smear untuk
wanita dengan usia di atas 30 tahun. Kombinasi pemeriksaan ini dianjurkan untuk
wanita dengan umur diatas 30 tahun karena prevalensi infeksi HPV menurun sejalan
dengan waktu. DNA HPV yang positif yang ditentukan kemudian lebih dianggap
sebagai HPV yang persisten.

4. Radiologi
a) Pelvik limphangiografi, yang dapat menunjukkan adanya gangguan pada saluran
pelvik atau peroartik limfe.
b) Pemeriksaan intravena urografi, yang dilakukan pada kanker serviks tahap lanjut,
yang dapat menunjukkan adanya obstruksi pada ureter terminal. Pemeriksaan
radiologi direkomendasikan untuk mengevaluasi kandung kemih dan rektum yang
meliputi sitoskopi, pielogram intravena (IVP), enema barium, dan sigmoidoskopi.

Magnetic Resonance Imaging (MRI) atau scan CT abdomen / pelvis digunakan untuk
menilai penyebaran lokal dari tumor dan / atau terkenanya nodus limpa regional

5. Uji Colposcopy
Jika pada saat pap smear ditemukan ketidaknormalan pada serviks, maka langkah
selanjutnya adalah dilakukan colposcopy. Colposcopy adalah suatu pengujian yang
memungkinkan dokter bernama colposcope. Colposcope akan dimasukkan ke dalam
vagina dan kemudian gambar yang ditangkap oleh alat tersebut akan ditampilkan
pada layar computer atau televisi. Dengan cara seperti ini, kondisi yang terjadi dalam
leher rahim akan sangat jelas terlihat.

6. Biopsi Serviks dan Kuretase


Selama melakukan colposcopy, dokter mungkin saja melakukan biopsy dan tentunya
biopsy ini dilakukan berdasarkan apa yang dia temukan selama pemeriksaan itu.
Biopsi serviks dilakukan dengan cara mengambil sejumlah contoh jaringan serviks
untuk kemudian diperiksa di bawah mikroskop. Bersamaan dengan biopsi serviks,
kuretase endoserviks juga bisa dilakukan. Selama kuretase, dokter akan
menggunakan sikat kecil untuk menghilangkan jaringan pada saluran endoserviks,

9
area antara uterus dan serviks.

7. Biopsi Kerucut dan LEEP


Adakalanya biopsi yang lebih besar dibutuhkan untuk mendiagnosis kanker serviks.
Pada kasus ini, maka dapat dipilih biopsi kerucut. Selama biopsi kerucut, sebuah
kerucut yang tajam akan digunakan untuk mengambil jaringan dan pada prosedur ini
dibutuhkan anestesi umum. Biopsi kerucut juga digunakan untuk membuang jaringan
pra-kanker dari serviks. Loop Electro Surgical Excision Procedure (LEEP) atau
Prosedur Pembedahan Eksisi dengan Loop Elektro adalah prosedur yang dilakukan
dengan anestesi local untuk mengangkat jaringan dari serviks.

DIAGNOSIS BANDING
1. Adenokarsinoma endometrial
2. Polip endoservikal
3. Chlamydia trachomatis atau Infeksi menular seksual lainnya pada wanita dengan:
 Keluhan perdarahan vagina, duh vagina serosanguinosa, nyeri pelvis
 Serviks yang meradang dan rapuh (mudah berdarah, terutama setelah berhubungan
seksual). (Kementrian Kesehatan RI, 2015)

1.8 Tatalaksana
1) Tatalaksana lesi prakanker
 Terapi NIS dengan destruksi local
Beberapa metode terapi destruksi lokal antara lain: krioterapi dengan N2O dan CO2,
elektrokauter, elektrokoagulasi, dan laser. Metode tersebut ditujukan untuk destruksi
lokal lapisan epitel serviks dengan kelainan lesi prakanker yang kemudian pada fase
penyembuhan berikutnya akan digantikan dengan epitel skuamosa yang baru

a. Krioterapi
Krioterapi digunakan untuk destruksi lapisan epitel serviks dengan metode
pembekuan atau freezinghingga sekurang-kurangnya -20oC selama 6 menit (teknik
freeze-thaw-freeze) dengan menggunakan gas N2O atau CO2. Kerusakan bioselular
akan terjadi dengan mekanisme:
(a) Sel-sel mengalami dehidrasi dan mengkerut;
(b) Konsentrasi elektrolit dalam sel terganggu;
(c) Syok termal dan denaturasi kompleks lipid protein;
(d) Status umum sistem mikrovaskular.

b. Elektrokauter
Metode ini menggunakan alat elektrokauter atau radiofrekuensi dengan melakukan
eksisi loop diathermyterhadap jaringan lesi prakanker pada zona transformasi.
Jaringan spesimen akan dikirimkan ke laboratorium patologi anatomi untuk
konfirmasi diagnostik secara histopatologik untuk menentukan tindakan cukup atau
perlu terapi lanjutan

c. Diatermi elektrokoagulasi
Diatermi elektrokoagulasi dapat memusnahkan jaringan lebih luas dan efektif jika
dibandingkan dengan elektrokauter, tetapi harusdilakukan dengan anestesi umum.
Tindakan ini memungkinkan untuk memusnahkan jaringan serviks sampai
kedalaman satucm, tetapi fisiologi serviks dapat dipengaruhi terutama jika lesi
tersebut sangat luas

10
d. Laser
Sinar laser (light amplication by stimulation emission of radiation) merupakansuatu
muatan listrik dilepaskan dalam suatu tabung yang berisi campuran gas helium, gas
nitrogen, dan gas CO2. Perubahan patologis yang terdapat pada serviks dapat
dibedakan dalam dua bagian, yaitu penguapan dan nekrosis. Lapisan paling luar dari
mukosa serviks menguap karena cairan intraselular mendidih, sedangkan jaringan
yang mengalami nekrotik terletak di bawahnya. Volume jaringan yang menguap
atau sebanding dengan kekuatan dan lama penyinaran

2. Tatalaksana kanker serviks invasif


Stadium 0/KIS (Karsinoma in situ)
Konisasi (Cold knife conization)
Bila margin bebas, konisasi sudah adekuat pada yang masih memerlukan fertilitas.
Bila tidak tidak bebas, maka diperlukan re-konisasi. Bila fertilitas tidak diperlukan
histerektomi total. Bila hasil konisasi ternyata invasif, terapi sesuai tatalaksana kanker
invasif.
Stadium IA (LVSI negatif)
Konisasi (Cold Knife) free margin (terapi adekuat) apabila fertilitas dipertahankan
(tingkat evidens B). Hasil tidak free margin, dilakukan rekonisasi atau simple
histerektomi. Histerektomi total apabila fertilitas tidak dipertahankan.
Stadium IA1 (LVSI positif)
Operasi trakelektomi radikal dan limfadenektomi pelvik apabila fertilitas
dipertahankan. Operasi yang tidak dapat dilakukan karena kontraindikasi medik dapat
dilakukan brakhiterapi.
Stadium IA2, IB1, IIA1
Pilihan:
(1) Operatif, yaitu histerektomi radikal dengan limfadenektomi pelvik untuk tingkat
evidens 1 atau rekomendasi A
(2) Non operatif
- Radiasi
- Kemoradiasi
Stadium IB2 dan IIA2
Pilihan:
(1) Operatif (rekomendasi A)
Histerektomi radikal dan pelvik limfadenektomi.

(2) Neoajuvan kemoterapi (rekomendasi C)


Tujuan dari neoajuvan kemoterapi adalah untuk mengecilkan massa tumor primer
dan mengurangi risiko komplikasi operasi.

11
Stadium IIB
Pilihan:
(1) Kemoradiasi (rekomendasi A)
(2) Radiasi (rekomendasi B)
(3) Neoajuvan kemoterapi (rekomendasi C)
Kemoterapi (tiga seri) dilanjutkan radikal histerektomi dan pelvik limfadenektomi.
(4) Histerektomi ultraradikal, laterally extended parametrectomy (dalam penelitian).

Stadium IIIA -IIIB


(1) Kemoradiasi (rekomendasi A)
(2) Radiasi (rekomendasi B)

Stadium IIIB dengan Chronic Kidney Desease (CKD)


(1) Nefrostomi/hemodialisa bila diperlukan
(2) Kemoradiasi dengan regimen non cisplatin atau
(3) Radiasi

Stadium IVA tanpa CKD


(1) Pada stadium IVA dengan fistula rekto-vaginal, direkomendasi terlebih dahulu
dilakukan kolostomi, dilanjutkan:
(2) Kemoradiasi paliatif, atau
(3) Radiasi paliatif j) Stadium IVA dengan Chronic Kidney Desease (CKD), IVB

Stadium IVA dengan CKD, IVB


(1) Paliatif
(2) Kemoterapi paliatif atau radiasipaliatif dapat dipertimbangkanbila tidak ada
kontraindikasi
(Kementrian Kesehatan RI, 2015)

1.9 Komplikasi

Komplikasi Kanker Serviks Stadium Lanjut

 Rasa nyeri hebat

Rasa sakit yang parah muncul ketika sel kanker sudah menyerang saraf, tulang, atau
otot.

 Gagal ginjal

Pada beberapa kasus kanker serviks stadium lanjut, sel kanker bisa menekan ureter
dan menyebabkan terhalangnya aliran urin untuk keluar dari ginjal. Penumpukan
urin dalam ginjal, yang disebut hidronefosis, dapat menyebabkan ginjal
membengkak dan meregang. Hidronefrosis parah bisa merusak ginjal sehingga
kehilangan seluruh fungsinya. Akibatnya, terjadilah gagal ginjal.

 Penggumpalan darah

kanker serviks dapat membuat darah menjadi lebih kental dan menggumpal,
munculnya tumor yang besar dapat menekan pembuluh darah pada panggul. Hal

12
inilah yang memperlambat aliran darah balik dan akhirnya
mengakibatkan penggumpalan di kaki. Penggumpalan darah di kaki bisa berdampak
sangat fatal jika gumpalan darah tersebut lepas mengalir ke atas dan jadi menyumbat
pembuluh paru-paru. Kondisi ini disebut dengan emboli paru-paru.

 Perdarahan hebat
Ketika sel kanker sudah menyerang vagina, usus, atau kandung kemih, salah satu
risikonya adalah perdarahan hebat. Perdarahan bisa muncul di anus. Salah satu
gejalanya adalah urin atau BAB yang berdarah.

 Keputihan abnormal
Ditandai dengan bau aneh dan tidak sedap yang kuat.

 Fistula
Fistula adalah terbentuknya sambungan atau saluran abnormal antara dua bagian dari
tubuh. Pada kasus kanker serviks, fistula bisa terbentuk antara kandung kemih dan
vagina (fistula vesiko vesicovaginal). Sambungan ini bisa mengakibatkan urin keluar
tanpa henti dari vagina. Terkadang, fistula bisa menyambungkan antara saluran
vagina dan rectum (fistula rektovaginal).

Komplikasi Kanker Serviks akibat Penngobatan

 Menopause dini

Menopause dini dapat terjadi jika rahim dan ovarium diangkat lewat operasi, atau
bisa juga karena rahim dan ovarium yang rusak saat menjalani radioterapi. Beberapa
gejala yang bisa muncul akibat kondisi ini adalah:

- Vagina kering.
- Menstruasi berhenti atau tidak teratur.
- Kehilangan nafsu seksual.
- Sensasi rasa panas dan berkeringat.
- Berkeringat berlebihan di malam hari.
- Kehilangan kemampuan menahan buang air kecil (inkontinensia urin)
- Penipisan tulang yang bisa menyebabkan osteoporosis atau tulang rapuh

 Penyempitan vagina
 Munculnya limfedema
Limfedema adalah kondisi pembengkakan tangan atau kaki karena sistem limfatik
yang terhalang atau nodus limfatik diangkat sebagai bagian dari prosedur operasi.

1.10 Pencegahan
a. Pencegahan Primer
Pencegahan primer kanker serviks adalah mencegah terjadinya infeksi HPV
onkogenik karena infeksi onkogenik berpotensi menjadi infeksi HPV persisten yang
merupakan salah satu faktor terjadinya karsinogenesis kanker serviks. Pencegahan
primer meliputi pendidikan kehidupan yang higienis, asupan gizi yang baik untuk

13
meningkatkan daya imun, pola kehidupan seksual yang normal, menghindari faktor-
faktor risiko
• Menunda aktivitas seksual sampai usia 20 tahun dan berhubungan secara monogami
akan mengurangi risiko kanker serviks secara signifikan
• Penggunaan kontrasepsi barrier, meningkatkan daya proteksi serviks terhadap
infeksi HPV onkogenik ataupun meningkatkan regresi spontan infeksi HPV.
• Penggunaan vaksinasi HPV

b. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder adalah menemukan kelainan sel dalam tahap infeksi HPV
ataupun lesi prakanker. Deteksi dini penyakit kanker dengan program skrining.
• Pasien dengan risiko sedang
Hasil pap smear yang negatif sebanyak tiga kali berturut-turut dengan selisih waktu
antar pemeriksaan satu tahun dan atas petunjuk dokter sangat dianjurkan. Untuk
pasien (atau partner) hubungan seksual yang level aktivitasnya tidak diketahui,
dianjurkan untuk melakukan pap smear tiap tahun.
• Pasien dengan risiko tinggi
Pasien yang memulai hubungan seksual saat usia < 18 tahun dan wanita yang
mempunyai banyak partner (multipel partner) seharusnya melakukan pap smear tiap
tahun, dimulai dari onset seksual intercourse aktif. Interval sekarang ini dapat
diturunkan menjadi setiap 6 bulan untuk pasien dengan risiko khusus, seperti yang
mempunyai riwayat penyakit seksual berulang.

c. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier termasuk komponen natural atau sintetik untuk menekan atau
melawan proses terjadinya kanker. Pencegahan tersier meliputi pelayanan di rumah
sakit (diagnosa dan pengobatan) dan perawatan paliatif. Pencegahan tersier biasanya
diarahkan pada individu yang telah positif menderita kanker serviks. Penderita yang
menjadi cacat karena komplikasi penyakitnya atau karena pengobatan perlu
direhabilitasi untuk mengembalikan bentuk dan/atau fungsi organ yang cacat itu
supaya penderita dapat hidup dengan layak dan wajar di masyarakat. (Rasjidi dkk,
2009)

1.10 Prognosis
Angka harapan hidup (kesintasan) pada penderita kanker serviks dapat dilihat pada
tabel berikut:

14
LI 2. MM Etika Pemeriksaan Genitalia menurut Pandangan Islam
Islam mensyariatkan, jika seseorang tertimpa penyakit maka ia diperintahkan untuk berusaha
mengobatinya. Al-Qur`ân dan as-Sunnah telah menetapkan syariat tersebut. Dan pada
pelayanan dokter memang terdapat faedah, yaitu memelihara jiwa. Satu hal yang termasuk
ditekankan dalam syariat Islam

Pandangan Islam terhadap Ikhtilat


Yang dimaksud ikhtilat, yaitu berduanya seorang lelaki dengan seorang perempuan di tempat
sepi. Dalam hal ini menyangkut pergaulan antara sesama manusia, yang rambu-rambunya
sangat mendapat perhatian dalam Islam

Dalam hadits di bawah ini, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah memperingatkan
kaum lelaki untuk lebih berhati-hati dalam masalah wanita.

"Berhati-hatilah kalian dari menjumpai para wanita,” maka seorang sahabat dari Anshar
bertanya,"Bagaimana pendapat engkau tentang saudara ipar, wahai Rasulullah?” Rasulullah
menjawab,"Saudara ipar adalah maut (petaka).” [HR Bukhari dan Muslim]

Perintah Menjaga Aurat dan Menahan Pandangan


Disebutkan dalam sebuah hadits:

"Dari ‘Abdir-Rahman bin Abi Sa`id al-Khudri, dari ayahnya, bahwasanya Nabi Shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda: “Janganlah seorang lelaki melihat kepada aurat lelaki (yang lain),
dan janganlah seorang wanita melihat kepada aurat wanita (yang lain)". [HR Muslim]

Idealnya Muslimah Harus Berobat ke Dokter Wanita 


Hukum asalnya, apabila ada dokter umum dan dokter spesialis dari kaum Muslimah,
maka menjadi kewajiban kaum Muslimah untuk menjatuhkan pilihan kepadanya. Meski
hanya sekedar keluhan yang paling ringan, flu batuk pilek sampai pada keadaan genting,
semisal persalinan ataupun jika harus melakukan pembedahan.

15
Berkaitan dengan masalah itu, Syaikh Bin Bâz rahimahullah mengatakan:
“Seharusnya para dokter wanita menangani kaum wanita secara khusus, dan dokter lelaki
melayani kaum lelaki secara khusus kecuali dalam keadaan yang sangat terpaksa. Bagian
pelayanan lelaki dan bagian
pelayanan wanita masing-masing disendirikan, agar masyarakat terjauhkan dari fitnah dan
ikhtilat yang bisa mencelakakan. Inilah kewajiban semua orang”.

Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memberi karunia ketakwaan dan ilmu kepada
seorang wanita, maka ia harus bersikap hati-hati untuk dirinya, benar-benar memperhatikan
masalah ini, dan tidak menyepelekan. Seorang wanita memiliki kewajiban untuk mencari
dokter wanita terlebih dahulu. Bila mendapatkannya, alhamdulillah, dan ia pun tidak
membutuhkan bantuan dokter lelaki. Bila memang dalam keadaan darurat dan terpaksa,
Islam memang membolehkan untuk menggunakan cara yang mulanya tidak diperbolehkan.
Selama mendatangkan maslahat, seperti untuk pemeliharaan dan penyelamatan jiwa dan
raganya. Seorang muslimah yang keadaannya benar-benar dalam kondisi terhimpit dan tidak
ada pilihan, (maka) ia boleh pergi ke dokter lelaki, baik karena tidak ada ada seorang dokter
muslimah yang mengetahui penyakitnya maupun memang belum ada yang ahli.

Akan tetapi harus diperhatikan, dokter lelaki yang melakukan pemeriksaan hanya
boleh melihat tubuh pasien wanita itu sesuai dengan kebutuhannya saja, yaitu saat
menganalisa penyakit dan mengobatinya, serta harus menjaga pandangan. Dan juga, saat
dokter lelaki menangani pasien wanita, maka pasien wanita itu harus disertai mahram, atau
suaminya, atau wanita yang dapat dipercaya supaya tidak terjadi khalwat. Dalam semua
kondisi di atas, tidak boleh ada orang lain yang menyertai dokter lelaki kecuali yang memang
diperlukan perannya. Selanjutnya, para dokter lelaki itu harus menjaga kerahasiaan si pasien
wanita.

16
DAFTAR PUSTAKA

Arum, S.P. 2015. Stop Kanker Serviks: Panduan Bagi Wanita Untuk Mengenal, Mencegah &
Mengobati. Yogyakarta: Notebook.

Diananda R. 2007. Mengenal Seluk Beluk Kanker. Yogyakarta: Katahati.

Emilia. 2010. Bebas Ancaman Kanker Serviks. Yogyakarta. Media Press Indo
Kementrian Kesehatan RI. (2015). Panduan Penatalaksanaan Kanker Serviks. Jakarta: Pusat
Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI.
Kumar V, Abbas AK, Aster JC. 2015. Buku Ajar Patologi Robbins. Edisi 9. Singapura:
Elsevier Saunders
Price, S. A. dan Wilson, L. M. 2012. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit,
Edisi 6. Jakarta: EGC.
Rasjidi I, Lerick S, Juari A. 2009. Kanker Serviks. Dalam: Deteksi dini & pencegahan
kanker pada wanita. Jakarta: Sagung Seto.
Tanto, Chris, dkk. 2014. Kapita Selekta Kedokteran Edisi IV Jilid I. Jakarta: Media
Aesculapius.

17

Anda mungkin juga menyukai