SKENARIO 2
KELOMPOK : A - 3
Reaksi Alergi
Berdasarkan Waktu
a. Reaksi Cepat
Reaksi cepat terjadi dalam hitungan detik,
menghilang dalam 2 jam ikatan silang antara alergen dan igE
pada permukaan sel mast menginduksi penglepasan mediator
vasoaktif.
TIPE I
Jenis Alergi Alergen Umum Gambaran
Edema dengan peningkatan
Obat, serum, kacang- permeabilitas kapiler, okulasi
Anafilaksis
kacangan trakea, kolaps sirkulasi yang
dapat menyebabkan kematian
Urtikaris akut Sengatan serangga Bentol merah
Rinitis alergi Polen, tungau debu rumah Edema dan iritasi mukosa nasal
Konstriksi bronkial, peningkatan
Asma Polen, tungau debu rumah produksi mukus, inflamasi
saluran nafas
Kerang, susu, telur, ikan, Urtikaria yang gatal dan
Makanan
bahan asal gandum potensial menjadi anafilaksis
Inflamasi pada kulit yang terasa
Polen, tungau debu runah,
Ekzem atopi gatal, biasanya merah dan
beberapa makanan
ada kalanya vesikular
TIPE II
Reaksi hipersensitivitas tipe II atau sitotoksik terjadi
karena dibentuknya antibodi jenis IgG atau IgM terhadap
antigen yang merupakan bagian sel pejamu. Kerusakan
diakibatkan adanya aktivasi komplemen atau sel
mononuklear.
Mungkin terjadi sekresi atau stimulasi dari suatu
organ misalnya tiroid. Kejadian ini dapat terjadi pada:
1. Reaksi obat
2. Aglutinin pada transfusi darah yang inkompatibel
3. Antigen rhesus
TIPE III
Antigen pada reaksi tipe III ini dapat berasal dari
infeksi kuman patogen yang persisten (malaria), bahan
yang terhirup (spora jamur yang menimbulkan
alveolitis alergik ekstrinsik) atau dari jaringan sendiri
(penyakit autoimun). Infeksi dapat disertai dengan
antigen dalam jumlah berlebihan, tetapi tanpa adanya
respons antibodi yang efektif.
Penyebab reaksi hipersensitivitas tipe III yang
sering terjadi, terdiri dari :
1. Infeksi persisten
2. Autoimunitas
3. Ekstrinsik
TIPE IV
Reaksi hipersensitivitas tipe IV telah dibagi menjadi:
1. Delayed Type Hypersensitivity Tipe IV
Merupakan hipersensitivitas granulomatosis, terjadi pada
bahan yang tidak dapat disingkirkan dari rongga tubuh seperti
talkum dalam rongga peritoneum dan kolagen sapi dari bawah kulit.
2. T Cell Mediated Cytolysis
Reaksi terjadi karena sel T yang sudah disensitasi tersebut,
sel T dengan reseptor spesifik pada permukaannya akan dirangsang
oleh antigen yang sesuai dan mengeluarkan zat disebut limfokin.
Limfosit yang terangsang mengalami transformasi menjadi besar
seperti limfoblas yang mampu merusak sel target yang mempunyai
reseptor di permukaannya sehingga dapat terjadi kerusakan jaringan.
PATOFISIOLOGI
TIPE I
1. Fase sensitasi yaitu waktu yang dibutuhkan untuk
membentuk IgE sampai diikat silang oleh reseptor spesifik
pada permukaan sek mast/basofil.
2. Fase aktivasi yaitu waktu yang diperlukan antara
pajanan ulang dengan antigen yang spesifik dan sel
mast/basofil melepas isinya yang berisikan granul yang
menimbulkan reaksi. Hal ini terjadi oleh ikatan silang
antara antigen dan IgE.
3. Fase efektor yaitu waktu yang terjadi respon yang
kompleks (anafilaksis) sebagai efek mediator-mediator
yang dilepas sel mast/basofil dengan aktivasi
farmakologik.
Mediator primer utama pada hipersensitivitas Tipe 1
Mediator Efek
Peningkatan permeabilitas kapiler, vasodilatasi, kontraksi
Histamin
otot polos, sekresi mukosa gaster
ECF-A Kemotaksis eosinofil
NCF-A Kemotaksis neutrofil
Eosinophil
Kemotaktik untuk eosinofil
chemotactic
Neutrophil
Kemotaktik untuk neutrofil
chemotactic
Sekresi mukus bronkial, degradasi membran basal
Protease pembuluh darah, pembentukan produk pemecah
komplemen
Agregasi dan degranulasi trombosit, kontraksi otot polos
PAF
paru
Hidrolase asam Degradasi matriks ekstraseluler
NCA Kemotaksis neutrofil
BK-A Kalikrein : kininogenase
Heparin, kondrotin sulfat, sulfat dermatan; mencegah
Proteoglikan
komplemen yang menimbulkan koagulasi (?)
Enzim Kimase, triptase, proteolisis
Mediator sekunder utama pada Hipersensitivitas Tipe 1
Mediator Efek
Sitokin Aktivasi berbagai sel radang
ANTIHISTAMIN
Antihistamin adalah zat-zat yang dapat mengurangi
atau menghalangi efek histamin terhadap tubuh dengan
jalan memblok reseptor histamin (penghambatan
saingan). Antagonis Reseptor Antihistamin dibedakan
menjadi 2 yaitu AH1 dan AH2.
AH 1
Generasi 1 = CTM (klorfeniramin)
Generasi 2 = Terfenadin, Astemizol, Loratadin, Akrivastin,
Setirizin
1. Antagonis reseptor H1
Farmakodinamik
Menghambat efek histamin pada pembuluh darah,bronkus, dan
bermacam otot polos.
Farmakokinetik
Efek yang ditimbulkan dari antihistamin 15-30 menit setelah pemberian
oral dan maksimal setelah 1-2 jam. Lama kerja H1 umumnya 4-6 jam.
Kadar tertinggi terdapat pada paru-paru, sedangkan pada
limpa,ginjal,otak,otot,dan kulit, kadarnya lebih rendah. Tempat utama
biotransformasi H1 ialah Hati. H1 di sekrsi melalui urin selama 24 jam, dalam
bentuk metabolitnya.
Indikasi
H1 berguna untuk pengobatan simtomatik berbagai penyakit alergi dan
mencegah atau mengobati mabuk perjalanan.
Efek samping
Yang paling sering adalah sedasi. Efek samping berhubungan dengan H1
adalah vertigo, tinitus,lelah,penat,inkoordinasi,penglihatan
kabur,diplopia,euforia,gelisah,insomnia,tremor,nafsu makan
berkurang,mual,mutah,keluhan pada epigastrium,diare, mulutkering,sakit
kepala,dll.
2. Antagonis reseptor H2
- Simetidin dan ranitidin
Farmakodinamik
Menghambat reseptor H2 secara selektif dan reversibel.kerjanya
menghambat sekresi asam lambung.serta mengganggu volume dan kadar
pepsin cairan lambung.
Farmakokinetik
Absorbsi simetidin diperlambat oleh makan, sehingga simetidin dibrikan
bersama atau segera setelah makan. Renitidin mengalami metabolisme
lintas pertama di hati dalam jumlah cukup besar setelah peberian oral.
Renitidin dan metabolitnya di sekresi terutama melalui ginjal,sisanya melalui
tinja.
Indikasi
Efektif untuk mengatasi gejala akut tukak duodenum dan mempercepat
penyembuhannya. Selain itu,juga efektif untuk mengatasi gejala dan
mempercepat penyembuhan tukak lambung.
Efek samping
Yaitu penghambatan terhadap reseptor H2, seperti nyeri kepala,
pusing,malaise,mialgia,mual,diare,dll.
-Famotidin
Farmakodinamik
Dapat menghambat sekresi asam lambung pada keadaan
basal,malam,dan akibat di stimulasi oleh pentagastrin.femotidin 3 kali lebih
poten daripada ramitidin dan 20 kali lebih poten daripada simetidin.
Farmakokinetik
Femotidin mencapai kadarpuncak di plasma kira-kira dalam 2 jam setelah
penggunaan secra oral, masa paruh eliminasi 3-8 jam. Metabolit utama
adalah famotidin-S-oksida. Pada pasien gagal ginjal berat masa paruh
eliminasi dapat melebihi 20 jam.
Indikasi
Efektifitas obat ini untuk tukak duodenum dan tukak lambung, refluks
esofagitis, dan untuk pasien dengan sindrom zollinger-ellison.
Efek samping
Ringan dan jarang terjadi, seperti sakit kepala, pusing, konstipasi dan diare,
dan tidak menimbulkan efek antiandrogenik.
-Nizatidin
Farmakodinamik
Menghambat sekresi asam lambung.
Farmakokinetik
Kadar puncak dalam serum setelah pemeberian oral dicapai dalam 1
jam, masa paruh plasma sekitar 1,5 jam dan lama kerja sampai dengan 10
jam, disekresi melalui ginjal.
Indikasi
Efektifitas untuk tukak duodenum diberikan satu atau dua kali sehari selam
8 minggu,tukak lambung, refluks esofagitis, zollinger-ellison.
Efek samping
Ringan, saluran cerna dapat terjadi dan tidak memiliki efek
antiandrogenik.
KORTIKOSTEROID
Adalah suatu kelompok hormon steroid yang
dihasilkan di kulit kelenjar adrenal. Berperan pada
banyak sistem fisiologispada tubuh, misal tanggapan
terhadap stres, sistem kekebalan tubuh,dan pengaturan
inflamasi, metabolisme karbohidrat,pemecahan protein,
kadar elektrolit darah, serta tingkah laku. Kortikosteroid
bekerja mempengaruhi kecepatan sintesis protein.
Farmakodinamik
Kortikosteroid mempengaruhi metabolisme karbohidrat,protein, dan lemak,
selain itu juga mempengaruhi fungsi sistem kardiovaskular, ginjal,otot
lurik,sistem saraf dan organ lain.
Dalam klinik umumnya kortikosteroid di bedakan menjadi 2 golongan besar
yaitu glukokortikoid dan mineralokortikoid
Efek utama glukokortikoid ialah pada penyimpanan glikogen hepar dan
efek anti-inflamasi,sednagkan pengaruhnya pada keseimbangan air dan
elektrolit kecil
Efek pada mineralokortikoid ialah terhadap keseimbangan air dan elektrolit,
sedangkan pengaruhnya pada penyimpanan glikogen hepar sangat kecil.
Farmakokinetik
Perubahan struktur kimia sangat di pengaruhi kecepatan absorbsi, mulai
kerja dan lama kerja karena juga mempengaruhi afinitas terhadap reseptor
dan ikatan protein. Glukokortikoid dapat di absorbsi melalui kulit, sakus
konjungtiva dan ruang sinovial. Penggunaan jangka panjang atau pada
daerah kulit yang luas dapat menyebabkan efek sistemik, antara lain supresi
korteks adrenal.
Indikasi
Untuk tiap penyakit pada tiap pasien,dosis efektif harus ditetapkan dengan
trial dan error dan harus di evaluasi dari waktu ke waktu sesuai dengan
perubahan penyakit.
Status dosis tunggal besar kortikosteroid umumnya tidak berbahaya.
Penggunaan kortikosteroid untuk beberapa hari tanpa adanya
kontraindikasi spesifik,tidak membahayakan kecuali dengan dosis sangat
besar.
Efek samping
Efek samping dapat timbul karena penghentian pemberian secara tiba-tiba
atau pemberian terus-menerus terutama dengan dosis besar.
Pemberian kortikosteroid jangka lama yang di hentikan tiba-tiba dapat
menimbulkan insifisiensi adrenal akut dengan gejala demam,
malgia,antralgia,dan malaise.
Komplikasi yang timbul akibat pengobatan lama ialah gangguan cairan
dan elektrolit, hiperglikemia, glikosuria, mudah mendapat infeksi terutama
tuberkulosis, pasien tukak peptik mungkin dapat mengalami pendarahan
atau perforasi, osteoporosis,dll.
Alkalosis hipokalemik jarang terjadi pada pasien dengan pengobatan
derivat kortikosteroid sintetik.
PANDANGAN ISLAM TENTANG
BEROBAT
Nabi bersabda,Setiap penyakit pasti ada obatnya.
Jika obat tepat pada penyakitnya maka ia akan
sembuh dengan izin Allah. (HR Muslim: I/191)