Anda di halaman 1dari 30

MELSYA HALIM UTAMI (1102016118) PBL KEDKOM SKENARIO 1

SASARAN BELAJAR

1. Memahami dan Menjelaskan Perilaku Berisiko dan Kesehatan Reproduksi pada Remaja

Pengertian Perilaku Beresiko


Perilaku yang dapat membahayakan aspek-aspek psikososial sehingga remaja sulit berhasil dalam
melalui masa perkembangannya. Perilaku berisiko dilakukan remaja dengan tujuan tertentu yaitu untuk
dapat memenuhi perkembangan psikologisnya. Contoh : Merokok, penggunaan narkoba agar diterima
teman sebayanya, bukti kemandirian dari orang tua.

Hubungan Perilaku Berisiko


Tingkah laku berisiko cenderung dihubungkan satu sama lain dengan memperkirakan bahwa
permulaan dari suatu perilaku dapat menunjukkan bahwa perilaku lain mempunyai kemungkinan besar
sebagai awal dari masa yang akan datang. Hubungan yang erat antara minum alkohol dan kecelakaan
yang tidak disengaja telah banyak diketahui. Hubungan alkohol dengan kecelakaan kendaraan bermotor
merupakan penyebab utama kematian pada akhir remaja. Alkohol juga dihubungkan dengan kecelakaan
termasuk bukan penggunaan kendaraan dan olah raga air. Penyalahgunaan obat mempunyai hubungan
positif dengan mulanya perilaku seksual dini. Remaja wanita yang dilaporkan menggunakan obat-obat
yang tidak sah dan merokok sigaret lebih suka tidak menggunakan kontrasepsi dan tidak menginginkan
kehamilan.
Di antara masalah penyalahgunaan obat, pola penggunaan dihubungkan dengan berbagai
kebiasaan yang diperkirakan. Permulaan kebiasaan minum alkohol dan merokok merupakan hal yang
merusak. Sebagai rangkaian kemajuan selanjutnya, penggunaan mariyuana didahului dengan minum
alkohol dan merokok; alkohol, sigaret (rokok) dan mariyuana mendahului obat-obat illegal yang lain
(termasuk pelanggaran hokum, kokain, heroin, sedatif dan tranquiliser) dan penggunaan obat psikoaktif
akan diikuti oleh obat-obat bius yang lain. Pada anak wanita, merokok sering merupakan prediksi yang
penting untuk penyalahgunaan obat bius yang lain. Penggunaan obat bius secara umum akan
mengakibatkan mudahnya penggunaan obat bius yang lain yang menyebabkan efek kumulatif dari semua
obat bius.
Konsekuensi medis dari perilaku berisiko dapat berdampak jangka pendek maupun jangka
panjang dari tingkah laku berisiko. Dampak jangka pendek terlihat dalam beberapa minggu atau bulan,
yaitu selama masa remaja; efek jangka panjang akan muncul umumnya setelah masa remaja. Konsekuensi
jangka pendek dari penggunaan alkohol terlihat pada umumnya di ruang gawat darurat yang dikaitkan
dengan kecelakaan. Bahan psikoaktif delta-9-tetra hidrokanabinol dalam mariyuana menyebabkan
perubahan suasana hati. Risiko jangka panjang tidak akan didokumentasi. Disfungsi psikologis pada
umumnya sering dilaporkan dalam penggunaan obat bius. Petunjuk penting untuk kekurangan disfungsi
termasuk di sini adalah gangguan motivasi secara umum dan gangguan perkembangan di dalam sekolah.
Pencarian identitas bagi yang sudah berpengalaman pada pecandu sangat sulit karena tidak mungkin
untuk mengidentifikasi karena remaja tidak mungkin memakai obat-obatan tanpa jalan pintas

Akibat perilaku beresiko


a. Berisiko terhadap kesehatan:
- Merokok, minum alkohol, narkoba, tawuran
b. Berisiko terhadap masa depan:
- putus sekolah, kehamilan
- konsep diri yang tidak adekuat.

1
c. Berisiko terhadap lingkungan sosialnya:
- bermasalah dengan hukum
- Pengangguran

Center for Deseases Control and Prevention (CDC) di US sejak tahun 1989 melakukan Youth Risk
Behavior Surveillance System(YRBSS) untuk memonitor masa depan USA. Perilaku yang dipantau:
♥ Safety driving
♥ Tobacco use
♥ Drinking alcohol and or using drugs
♥ Unprotected sex
♥ Eating pattern
♥ Physical activities
*yang dibold : resiko triad

Faktor Faktor yang berpengaruh terhadap Perilaku beresiko :

Permasalahan pada remaja


Pada umumnya, masalah remaja di sekolah, baik di tingkat SMP maupun SMA, berkenaan dengan
perilaku. Berikut beberapa masalah remaja di sekolah:
1. Perilaku Bermasalah (Problem Behavior)
Masalah perilaku yang dialami remaja di sekolah dapat dikatakan masih dalam kategori wajar
jika tidak merugikan dirinya sendiri dan orang lain. Dampak perilaku bermasalah yang dilakukan
remaja akan menghambat dirinya dalam proses sosialisasi dengan remaja lain, guru, dan masyarakat.
Perilaku malu dalam mengikuti berbagai aktivitas yang digelar sekolah, misalnya, termasuk dalam
kategori perilaku bermasalah yang menyebabkan seorang remaja menjadi kurang pengalaman. Jadi,

2
perilaku bermasalah ini akan merugikan remaja di sekolah secara tidak langsung akibat perilakunya
sendiri.
2. Perilaku Menyimpang (Behavior Disorder)
Perilaku menyimpang pada remaja merupakan perilaku yang kacau dan menyebabkan seorang
remaja kelihatan gugup (nervous) serta perilakunya tidak terkontrol (uncontrol). Memang diakui
bahwa tidak semua remaja mengalami perilaku ini. Seorang remaja mengalami hal ini jika ia merasa
tidak tenang dan tidak bahagia sehingga menyebabkan hilangnya konsentrasi diri. Perilaku
menyimpang pada remaja akan mengakibatkan munculnya tindakan tidak terkontrol yang mengarah
pada tindakan kejahatan. Penyebab behaviour disorder lebih banyak karena persoalan psikologis
yang selalu menghantui dirinya.
3. Penyesuaian Diri yang Salah (Behaviour Maladjustment)
Perilaku tidak sesuai yang dilakukan remaja biasanya didorong oleh keinginan mencari jalan
pintas dalam menyelesaikan sesuatu tanpa mendefinisikan secara cermat akibatnya. Perilaku
menyontek, membolos, dan melanggar peraturan sekolah merupakan contoh penyesuaian diri yang
salah pada remaja di sekolah menengah.
4. Perilaku Tidak Dapat Membedakan Benar atau Salah (Conduct Disorder)
Kecenderungan pada sebagian remaja adalah tidak mampu membedakan antara perilaku yang
benar dan perilaku yang salah. Wujud dari conduct disorder adalah munculnya cara berpikir dan
perilaku yang kacau dan sering menyimpang dari aturan yang berlaku di sekolah. Penyebabnya
adalah karena sejak kecil, orang tua tidak bisa membedakan perilaku yang benar dan yang salah pada
anak. Seharusnya, orang tua mampu memberikan hukuman (punishment) saat anak berperilaku salah
dan memberikan pujian atau hadiah (reward) saat anak berperilaku baik atau benar. Seorang remaja
di sekolah dikategorikan dalam conduct disorder apabila ia memunculkan perilaku antisosial, baik
secara verbal maupun secara nonverbal, seperti melawan aturan, tidak sopan terhadap guru, dan
mempermainkan temannya.
5. Perilaku Berkaitan dengan Perhatian (Attention Deficit Hyperactivity Disorder)
Perilaku berkaitan dengan perhatian adalah anak yang mengalami defisiensi dalam perhatian dan
tidak dapat menerima impuls-impuls sehingga gerakan-gerakannya tidak dapat terkontrol dan
menjadi hiperaktif. Remaja di sekolah yang hiperaktif biasanya mengalami kesulitan dalam
memusatkan perhatian sehingga tidak dapat menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan kepadanya
atau tidak dapat berhasil dalam menyelesaikan tugasnya. Jika diajak berbicara, remaja yang
hiperaktif tidak akan memperhatikan lawan bicaranya dan cepat terpengaruh oleh stimulus yang
datang dari luar.

PERILAKU KESEHATAN
Definisi
Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah suatu respons seseorang (organisme) terhadap stimulus yang
berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistim pelayanan kesehatan, makanan, serta lingkungan.

Respons dan Stimulus


Batasan ini mempunyai dua unsur pokok, yakni respons dan stimulus atau perangsangan.
Respons atau reaksi manusia, baik bersifat pasif (pengetahuan, persepsi, dan sikap), maupun bersifat aktif
(tindakan yang nyata atau practice).
Sedangkan stimulus atau rangsangan di sini terdiri 4 unsur pokok, yakni: sakit dan penyakit, system
pelayanan kesehatan dan lingkungan.
Dengan demikian secara lebih terinci perilaku kesehatan itu mencakup:
1. Perilaku seseorang terhadap sakit dan penyakit, yaitu bagaimana manusia berespons, baik secara pasif
(mengetahui, bersikap, dan mempersepsi penyakit dan rasa sakit yang ada pada dirinya dan di luar
dirinya, maupun aktif (tindakan) yang dilakukan sehubungan dengan penyakit dan sakit tersebut.

3
Perilaku terhadap sakit dan penyakit ini dengan sendirinya sesuai dengan tingkat-tingkat pencegahan
penyakit, yakni:
 Perilaku sehubungan dengan peningkatan dan pemeliharaan kesehatan, (health promotion
behavior), misalnya makan makanan yang bergizi, olah raga, dan sebagainya.
 Perilaku pencegahan penyakit (health prevention behavior), adalah respons untuk melakukan
pencegahan penyakit, misalnya: tidur memakai kelambu untuk mencegah gigitan nyamuk
malaria, imunisasi, dan sebagainya. Termasuk juga perilaku untuk tidak menularkan penyakit
kepada orang lain.
 Perilaku sehubungan dengan pencarian pengobatan (health seeking behavior), yaitu perilaku
untuk melakukan atau mencari pengobatan, misalnya usaha-usaha mengobati sendiri penyakitnya,
atau mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas kesehatan modern (puskesmas, mantra, dokter
praktek, dan sebagainya), maupun ke fasilitas kesehatan tradisional (dukun, sinshe, dan
sebagainya).
 Perilaku sehubungan dengan pemulihan kesehatan (health rehabilitation behavior), yaitu perilaku
yang berhubungan dengan usaha-usaha pemulihan kesehatan setelah sembuh dari suatu penyakit.
Misalnya melakukan diet, mematuhi anjuran-anjuran dokter dalam rangka pemulihan
kesehatannya.
2. Perilaku terhadap sistem pelayanan kesehatan, adalah respons seseorang terhadap system pelayanan
kesehatan baik sistem pelayanan kesehatan modern maupun tradisional. Perilaku ini menyangkut
respons terhadap fasilitas pelayanan, cara pelayanan, petugas kesehatan, dan obat-obatannya, yang
terwujud dalam pengetahuan, persepsi, sikap, dan penggunaan fasilitas, petugas, dan obat-obatan.
3. Perilaku terhadap makanan (nutrition behavior), yakni respons seseorang terhadap makanan sebagai
kebutuhan vital bagi kehidupan. Perilaku ini meliputi pengetahuan, persepsi, sikap, dan praktek kita
terhadap makanan serta unsur-unsur yang terkandung di dalamnya (zat gizi), pengelolaan makanan,
dan sebagainya sehubungan dengan kebutuhan tubuh kita.
4. Perilaku terhadap lingkungan kesehatan (environmental health behavior) adalah respons seseorang
terhadap lingkungan sebagai determinan kesehatan manusia. Lingkup perilaku ini seluas lingkup
kesehatan lingkungan itu sendiri. Perilaku ini antara lain mencakup:
 Perilaku sehubungan dengan air bersih, termasuk di dalmnya komponen, manfaat, dan
penggunaan air bersih untuk kepentingan kesehatan.
 Perilaku sehubungan dengan pembuangan air kotor, yang menyangkut segi-segi higien
pemeliharaan teknik, dan penggunaannya.
 Perilaku sehubungan dengan limbah, baik limbah padat maupun limbah cair. Termasuk di
dalamnya system pembuangan sampah dan air limbah yang sehat, serta dampak pembuangan
limbah yang tidak baik.
 Perilaku sehubungan dengan rumah yang sehat, yang meliputi ventilasi, pencahayaan, lantai, dan
sebagainya.
 Perilaku sehubungan dengan pembersihan sarang-sarang nyamuk (vector), dan sebagainya.

Becker (1979) mengajukan klasifikasi perilaku yang berhubungan dengan kesehatan (health related
behavior) sebagai berikut:
1. Perilaku kesehatan (health behavior), yaitu hal-hal yang berkaitan dengan tindakan atau kegiatan
seseorang dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya. Termasuk juga tindakan-tindakan
untuk mencegah penyakit, kebersihan perorangan, memilih makanan, sanitasi, dan sebaginya.
2. Perilaku sakit (illness behavior), yakni segala tindakan atau kegiatan yang dilakukan oleh
seseorang individu yang merasa sakit, untuk merasakan dan mengenal keadaan kesehatannya atau
rasa sakit. Termasuk di sini juga kemampuan atau pengetahuan individu untuk mengidentifikasi
penyakit, penyebab penyakit, serta usaha-usaha mencegah penyakit tersebut.
3. Perilaku peran sakit (the sick role behavior), yakni segala tindakan atau kegiatan yang dilakukan
oleh individu yang sedang sakit untuk memperoleh kesembuhan. Perilaku ini di samping

4
berpengaruh terhadap kesehatan/ kesakitannya sendiri, juga berpengaruh terhadap orang lain,
terutama kepada anak-anak yang belum mempunyai kesadaran dan tanggung jawab terhadap
kesehatannya.

2. Memahami dan Menjelaskan Risiko Tinggi Kehamilan


Pengertian Kehamilan Resiko Tinggi.
Kehamilan usia dini memuat risiko yang tidak kalah berat. Pasalnya, emosional ibu belum stabil
dan ibu mudah tegang. Sementara kecacatan kelahiran bisa muncul akibat ketegangan saat dalam
kandungan, adanya rasa penolakan secara emosional ketika si ibu mengandung bayinya. (Ubaydillah,
2000).
Dampak Kehamilan Resiko Tinggi pada Usia Muda.
a. Keguguran.
Keguguran pada usia muda dapat terjadi secara tidak disengaja. misalnya : karena terkejut, cemas,
stres. Tetapi ada juga keguguran yang sengaja dilakukan oleh tenaga non profesional sehingga
dapat menimbulkan akibat efek samping yang serius seperti tingginya angka kematian dan infeksi
alat reproduksi yang pada akhirnya dapat menimbulkan kemandulan.
b. Persalinan prematur, berat badan lahir rendah (BBLR) dan kelainan bawaan.
Prematuritas terjadi karena kurang matangnya alat reproduksi terutama rahim yang belum siap
dalam suatu proses kehamilan, berat badan lahir rendah (BBLR) juga dipengaruhi gizi saat hamil
kurang dan juga umur ibu yang belum menginjak 20 tahun. cacat bawaan dipengaruhi kurangnya
pengetahuan ibu tentang kehamilan, pengetahuan akan asupan gizi rendah, pemeriksaan
kehamilan (ANC) kurang, keadaan psikologi ibu kurang stabil. selain itu cacat bawaan juga di
sebabkan karena keturunan (genetik) proses pengguguran sendiri yang gagal, seperti dengan
minum obat-obatan (gynecosit sytotec) atau dengan loncat-loncat dan memijat perutnya sendiri.
Ibu yang hamil pada usia muda biasanya pengetahuannya akan gizi masih kurang, sehingga akan
berakibat kekurangan berbagai zat yang diperlukan saat pertumbuhan dengan demikian akan
mengakibatkan makin tingginya kelahiran prematur, berat badan lahir rendah dan cacat bawaan.
c. Mudah terjadi infeksi.
Keadaan gizi buruk, tingkat sosial ekonomi rendah, dan stress memudahkan terjadi infeksi saat
hamil terlebih pada kala nifas.
d. Anemia kehamilan / kekurangan zat besi.
Penyebab anemia pada saat hamil di usia muda disebabkan kurang pengetahuan akan pentingnya
gizi pada saat hamil di usia muda.karena pada saat hamil mayoritas seorang ibu mengalami
anemia. tambahan zat besi dalam tubuh fungsinya untuk meningkatkan jumlah sel darah merah,
membentuk sel darah merah janin dan plasenta.lama kelamaan seorang yang kehilangan sel darah
merah akan menjadi anemis..
e. Keracunan Kehamilan (Gestosis).
Kombinasi keadaan alat reproduksi yang belum siap hamil dan anemia makin meningkatkan
terjadinya keracunan hamil dalam bentuk pre-eklampsia atau eklampsia. Pre-eklampsia dan
eklampsia memerlukan perhatian serius karena dapat menyebabkan kematian.
f. Kematian ibu yang tinggi.
Kematian ibu pada saat melahirkan banyak disebabkan karena perdarahan dan infeksi. Selain itu
angka kematian ibu karena gugur kandung juga cukup tinggi.yang kebanyakan dilakukan oleh
tenaga non profesional (dukun).

Adapun akibat resiko tinggi kehamilan usia dibawah 20 tahun antara lain:
a) Resiko bagi ibunya :
1) Mengalami perdarahan.

5
Perdarahan pada saat melahirkan antara lain disebabkan karena otot rahim yang terlalu lemah
dalam proses involusi. selain itu juga disebabkan selaput ketuban stosel (bekuan darah yang
tertinggal didalam rahim).kemudian proses pembekuan darah yang lambat dan juga
dipengaruhi oleh adanya sobekan pada jalan lahir.
2) Kemungkinan keguguran / abortus.
Pada saat hamil seorang ibu sangat memungkinkan terjadi keguguran. hal ini disebabkan
oleh faktor-faktor alamiah dan juga abortus yang disengaja, baik dengan obat-obatan maupun
memakai alat.
3) Persalinan yang lama dan sulit.
Adalah persalinan yang disertai komplikasi ibu maupun janin.penyebab dari persalinan lama
sendiri dipengaruhi oleh kelainan letak janin, kelainan panggul, kelainan kekuatan his dan
mengejan serta pimpinan persalinan yang salah.
4) Kematian ibu.
Kematian pada saat melahirkan yang disebabkan oleh perdarahan dan infeksi.
b) Dari bayinya :
1) Kemungkinan lahir belum cukup usia kehamilan.
Adalah kelahiran prematur yang kurang dari 37 minggu (259 hari). hal ini terjadi karena
pada saat pertumbuhan janin zat yang diperlukan berkurang.
2) Berat badan lahir rendah (BBLR).
Yaitu bayi yang lahir dengan berat badan yang kurang dari 2.500 gram. kebanyakan hal ini
dipengaruhi kurangnya gizi saat hamil, umur ibu saat hamil kurang dari 20 tahun. dapat juga
dipengaruhi penyakit menahun yang diderita oleh ibu hamil.
3) Cacat bawaan.
Merupakan kelainan pertumbuhan struktur organ janin sejak saat pertumbuhan.hal ini
dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya kelainan genetik dan kromosom, infeksi, virus
rubela serta faktor gizi dan kelainan hormon.
4) Kematian bayi
Kematian bayi yang masih berumur 7 hari pertama hidupnya atau kematian perinatal.yang
disebabkan berat badan kurang dari 2.500 gram, kehamilan kurang dari 37 minggu (259
hari), kelahiran kongenital serta lahir dengan asfiksia.(Manuaba,1998).

Faktor-Faktor Resiko pada Kehamilan


Menurut Azrul Azwar (2008) faktor-faktor resiko pada ibu hamil meliputi:
1) Umur
 Terlalu muda yaitu < 20 tahun
Pada usia ini rahim dan panggul ibu belum berkembang dengan baik sehingga perlu
diwaspadai kemungkinan mengalami persalinan yang sulit.
 Terlalu tua yaitu > 35 tahun
Pada umur ini kesehatan dan rahim ibu sudah tidak baik seperti pada umur 20-35 tahun
sebelumnya sehingga perlu diwaspadai kemungkinan terjadinya persalinan lama, perdarahan
dan resiko cacat bawaan.
2) Paritas
Paritas lebih dari 3 perlu diwaspadai kemungkinan persalinan lama, karena semakin banyak anak
keadaan rahim ibu semakin lemah.
3) Interval
Jarak persalinan terakhir dengan awal kehamilan sekarang < 2 tahun, bila jarak terlalu dekat maka
rahim dan kesehatan ibu bulum pulih, keadaan ini perl diwaspadai persalinan lama, kemungkinan
pertumbuhan janin kurang baik atau perdarahan.
4) Tinggi badan
Tinggi badan < 145 cm, pada keadaan ini paerlu diwaspadai ibu yang mempunyai panggul sempit
sehingga sulit untuk melahirkan

6
5) Lingkar Lengan Atas
Lila < 23,5 cm, ini berarti ibu beresiko memderita KEK (Kekurangan Energi Kronik) atau
kekurangan gizi yang lama. Pada keadaan ini perlu diwaspadai kemungkinan ibu melahirkan bayi
dengan berat badan lahir rendah, pertumbuhan dan perkembangan otak janin terhambat sehingga
mempengaruhi kecerdasan anak dikemudian hari.
6) Riwayat Keluarga menderita penyakit kencing manis (DM), Hipertensi dan riwayat cacat
kongenital.
7) Kelainan bentuk tubuh, misalnya kelainan tulang belakang atau panggul
Menurut Wordpress (2008), faktor resiko atau resiko sedang dalam kehamilan yaitu: tinggi badan
kurang dari 145 cm, jarak antara kelahiran/ kehamilan kurang dari 2 tahun, paritas lebih dari 3 orang, usia
>35 tahun dan <20 tahun, serta lingkar lengan atas <23,5 cm.
Banyak Faktor yang menentukan resiko pada kehamilan contohnya:
1) Ibu hamil yang berusia diatas 35 tahun memiliki resiko yang lebih tinggi diperlukannya operasi
Caesaria
2) Bila bayi terlalu besar atau berat badan naik terlalu berat masalah yang biasa terjadi adalah
kelahiran melalui vagina biasanya sulit terjadi.
3) Pada ibu hamil dengan factor resiko usia diatas 35 tahun, bayi biasannya berada pada posis yang
menimbulkan komplikasi pada saat kelahiran, seperti pada bagian pantat atau kaki yang berada di
bawah.
4) Placenta previa suatu keadaan dimana placenta menutup saluran rahim baik sescara keseluruhan
maupun hanya sebagian, yang menyebabkan diperlukannya operasi Caesar.

Tanda-Tanda Bahaya pada Kehamilan


Tanda-tanda bahaya pada kehamilan adalah keadaan pada ibu hamil yang mengancam jiwa ibu atau janin
yang dikandungnya.
Tanda bahaya pada kehamilan adalah:
a) Perdarahan pervaginam
b) Sakit kepala yang hebat, menetap dan tidak menghilang
c) Perubahan visual yang hebat
d) Nyeri abdomen yang hebat
e) Bayi kurang bergerak seperti biasa
f) Pembengkakan pada wajah dan tangan

Penatalaksanaan
Kehamilan dengan faktor resiko dapat dicegah bila gejalanya dapat ditemukan sedini mungkin sehingga
dapat dilakukan tindakan perbaikannya. Pencegahannya dapat dilakukan dengan:
1. Ibu hamil harus memeriksakan kehamilannya sedini mungkin dan teratur ke petugas kesehatan
minimal 4 kali selama kehamilan.
2. Ibu hamil mendapatkan imunisasi TT 1 dan TT 2
3. Bila ditemukan dengan kelainan resiko tinggi, pemeriksaan harus lebih sering dan lebih intensif
4. Mengkonsumsi makanan dengan pola makan teratur dan gizi seimbang.

Kehamilan dengan faktor resiko dapat dihindari dengan mengenali tanda-tanda kehamilan beresiko serta
segera datang ke petugas kesehatan bila ditemukan tanda-tanda bahaya kehamilan

7
3. Memahami dan Menjelaskan Audit Kehamilan Maternal Perinatal, Angka Kematian
Ibu(AKI) dan Angka Kematian Bayi(AKB)
Audit Kehamilan Maternal dan Perinatal
a. Definisi

Pengembangan upaya peningkatan mutu pelayanan pada saat ini mengarah kepada patient safety
yaitu keselamatan dan keamanan pasien. Karena itu penerapan patient safety sangat penting
untuk meningkatkan mutu pelayanan dalam rangka globalisasi. Dalam World Health Assembly
pada tanggal 18 Januari 2002, WHO Excecutive Board yang terdiri dari 32 wakil dari 191 negara
anggota telah mengeluarkan suatu resolusi untuk membentuk program patient safety. Isi dari
program patient safety adalah :

1. Penetapan norma, standard dan pedoman global mengenai pengertian, pengaturan dan
pelaporan dalam melaksanakan kegiatan pencegahan dan penerapan aturan untuk
menurunkan resiko.

2. Merencanakan kebijakan upaya peningkatan pelayanan pasien berbasis bukti dengan


standard global, yang menitik beratkan terutama dalam aspek produk yang aman dan
praktek klinis yang aman sesuai dengan pedoman, medical product dan medical
devices yang aman digunakan serta mengkreasikan budaya keselamatan dan keamanan
dalam pelayanan kesehatan dan organisasi pendidikan.

3. Mengembangkan mekanisme melalui akreditasi untuk mengakui karakteristik provider


pelayanan kesehatan bahwa telah melewati benchmark untuk unggulan dalam
keselamatan dan keamanan pasien secara internasional. Dan yang terakhir adalah
mendorong penelitian terkait dengan patient safety.

Sesuai dengan isi program patient safety yang pertama, maka perlu dilaksanakan Audit
Maternal-Perinatal (AMP) sebagai salah satu upaya pencegahan sekaligus penerapan aturan
untuk menurunkan risiko kematian ibu dan bayinya.

Audit maternal perinatal adalah proses penelaahan bersama kasus kesakitan dan kematian ibu
dan perinatal serta penatalaksanaannya, dengan menggunakan berbagai informasi dan
pengalaman dari suatu kelompok terdekat, untuk mendapatkan masukan mengenai intervensi
yang paling tepat dilakukan dalam upaya peningkatan kualitas pelayanan KIA disuatu wilayah.

8
Dengan demikian, kegiatan audit ini berorientasi pada peningkatan kualitas pelayanan dengan
pendekatan pemecahan masalah. Dalam kaitannya dengan pembinaan, ruang lingkup wilayah
dibatasi pada kabupaten/kota, sebagai unit efektif yang mempunyai kemampuan pelayan
obstetrik-perinatal dan didukung oleh pelayanan KIA sampai ketingkat masyarakat.

Audit maternal perinatal nerupakan suatu kegiatan untuk menelusuri sebab kesakitan dan
kematian ibu dan perinatal dengan maksud mencegah kesakitan dan kematian dimasa yang akan
datang. Penelusuran ini memungkinkan tenaga kesehatan menentukan hubungan antara faktor
penyebab yang dapat dicegah dan kesakitan/kematian yang terjadi. Dengan kata lain, istilah audit
maternal perinatal merupakan kegiatan death and case follow up.

Lebih lanjut kegiatan ini akan membantu tenaga kesehatan untuk menentukan pengaruh keadaan
dan kejadian yang mendahului kesakitan/kematian. Dari kegiatan ini dapat ditentukan:
 Sebab dan faktor-faktor terkaitan dalam kesakitan/kematian ibu dan perinatal

 Dimana dan  mengapa berbagai sistem program gagal dalam mencegah kematian

 Jenis intervensi dan pembinaan yang diperlukan

Audit maternal perinatal juga dapat berfungsi sebagai alat pemantauan dan sistem rujukan. Agar
fungsi ini berjalan dengan baik, maka dibutuhkan :
 Pengisian rekam medis yang lengkap dengan benar di semua tingkat pelayanan kesehatan

 Pelacakan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan puskesmas dengan cara otopsi verbal,
yaitu wawancara kepada keluarga atau orang lain yang mengetahui riwayat penyakit atau
gejala serta tindakan yang diperoleh  sebelum penderita meninggal sehingga dapat
diketahui perkiraan sebab kematian.

b. Tujuan

Tujuan umum audit maternal perinatal adalah meningkatkan mutu pelayanan KIA di seluruh
wilayah kabupaten/kota dalam rangka mempercepat penurunan angka kematian ibu dan
perinatal.
Tujuan khusus audit maternal adalah :
 Menerapkan pembahasan analitik mengenai kasus kebidanan dan perinatal secara
teratur dan berkesimnambungan, yang dilakukan oleh dinas kesehatan
kabupaten/kota, rumah sakit pemerintah atau swasta dan puskesmas, rumah

9
bersalin (RB), bidan praktek swasta atau BPS di wilayah kabupaten/kota dan
dilintas batas kabupaten/kota provinsi

 Menentukan intervensi dan pembinaan untuk masing-masing pihak yang


diperlukan untuk mengatasi masalah-masalah yang ditemukan dalam pembahasan
kasus

 Mengembangkan mekanisme koordinasi antara dinas kesehatan kabupaten/kota,


rumah sakit pemerintah/swasta, puskesmas, rumah sakit bersalin dan BPS dalam
perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi terhadap intervensi yang
disepakati

c. Indikator Mortalitas

1. Angka Kematian Kasar (AKK) atau Crude Death Rate (CDR)

Konsep Dasar
Angka Kematian Kasar (Crude Death Rate) adalah angka yang menunjukkan berapa besarnya
kematian yang terjadi pada suatu tahun tertentu untuk setiap 1000 penduduk. Angka ini disebut
kasar sebab belum memperhitungkan umur penduduk. Penduduk tua mempunyai risiko kematian
yang lebih tinggi dibandingkan dengan penduduk yang masih muda.

Kegunaan
Angka Kematian Kasar adalah indikator sederhana yang tidak memperhitungkan pengaruh umur
penduduk. Tetapi jika tidak ada indikator kematian yang lain angka ini berguna untuk
memberikan gambaran mengenai keadaan kesejahteraan penduduk pada suatu tahun yang
bersangkutan. Apabila dikurangkan dari Angka kelahiran Kasar akan menjadi dasar perhitungan
pertumbuhan penduduk alamiah.

Definisi
Angka Kematian Kasar adalah angka yang menunjukkan banyaknya kematian per 1000
penduduk pada pertengahan tahun tertentu, di suatu wilayah tertentu.

10
Catatan: P idealnya adalah
"jumlah penduduk pertengahan tahun tertentu" tetapi yang umumnya tersedia adalah "jumlah
penduduk pada satu tahun tertentu" maka jumlah dapat dipakai sebagai pembagi. Kalau ada
jumlah penduduk dari 2 data dengan tahun berurutan, maka rata-rata kedua data tersebut dapat
dianggap sebagai penduduk tengah tahun.
2. Age Specific Death Rate (ASDR = Angka Kematian Menurut Umur)

3. Angka Kematian Bayi (AKB)


Konsep Dasar
Kematian bayi adalah kematian yang terjadi antara saat setelah bayi lahir sampai bayi belum
berusia tepat satu tahun. Banyak faktor yang dikaitkan dengan kematian bayi. Secara garis besar,
dari sisi penyebabnya, kematian bayi ada dua macam yaitu endogen dan eksogen.

Kematian bayi endogen atau yang umum disebut dengan kematian neonatal; adalah kematian
bayi yang terjadi pada bulan pertama setelah dilahirkan, dan umumnya disebabkan oleh faktor-
faktor yang dibawa anak sejak lahir, yang diperoleh dari orang tuanya pada saat konsepsi atau
didapat selama kehamilan.

Kematian bayi eksogen atau kematian post neo-natal, adalah kematian bayi yang terjadi setelah
usia satu bulan sampai menjelang usia satu tahun yang disebabkan oleh faktor-faktor yang
bertalian dengan pengaruh lingkungan luar.

Kegunaan Angka Kematian Bayi dan Balita


Angka Kematian Bayi menggambarkan keadaan sosial ekonomi masyarakat dimana angka
kematian itu dihitung. Kegunaan Angka Kematian Bayi untuk pengembangan perencanaan

11
berbeda antara kematian neo-natal dan kematian bayi yang lain. Karena kematian neo-natal
disebabkan oleh faktor endogen yang berhubungan dengan kehamilan maka program-program
untuk mengurangi angka kematian neo-natal adalah yang bersangkutan dengan program
pelayanan kesehatan Ibu hamil, misalnya program pemberian pil besi dan suntikan anti tetanus.
Sedangkan Angka Kematian Post-NeoNatal dan Angka Kematian Anak serta Kematian Balita
dapat berguna untuk mengembangkan program imunisasi, serta program-program pencegahan
penyakit menular terutama pada anak-anak, program penerangan tentang gisi dan pemberian
makanan sehat untuk anak dibawah usia 5 tahun.

Definisi
Angka Kematian Bayi (AKB) adalah banyaknya kematian bayi berusia dibawah satu tahun, per
1000 kelahiran hidup pada satu tahun tertentu.

Catatan : K = Konstanta (1000)


 Angka kematian neo-natal

Definisi
Angka Kematian Neo-Natal adalah kematian yang terjadi sebelum bayi berumur satu bulan atau
28 hari, per 1000 kelahiran hidup pada satu tahun tertentu.

Catatan :
Angka Kematian Neo-Natal =Angka Kematian Bayi umur 0-<1bulan
ΣD 0-<1bulan =Jumlah Kematian Bayi umur 0 - kurang 1 bulan pada satu tahun tertentu di
daerah tertentu.
Σlahir hidup = Jumlah Kelahiran hidup pada satu tahun tertentu di daerah tertentu
K = 1000

12
 Angka kematian post neo-natal

Definisi
Angka Kematian Post Neo-natal atau Post Neo-natal Death Rate adalah kematian yang terjadi
pada bayi yang berumur antara 1 bulan sampai dengan kurang 1 tahun per 1000 kelahiran hidup
pada satu tahun tertentu.
Rumus

Catatan :
Angka Kematian Post Neo-Natal = angka kematian bayi berumur 1 bulan sampai dengan kurang
dari 1 tahun
ΣD 1bulan-<1tahun = Jumlah kematian bayi berumur satu bulan sampai dengan kurang dari 1
tahun pada satu tahun tertentu & daerah tertentu
Σlahir hidup = Jumlah kelahiran hidup pada satu tahun tertentu & daerah tertentu
K = konstanta (1000)

4. Angka Kematian Balita (AKBa 0-5 tahun)


Konsep
Balita atau bawah lima tahun adalah semua anak termasuk bayi yang baru lahir, yang berusia 0
sampai menjelang tepat 5 tahun (4 tahun, 11 bulan, 29 hari). Pada umumnya ditulis dengan
notasi 0-4 tahun.
Definisi
Angka Kematian Balita adalah jumlah kematian anak berusia 0-4 tahun selama satu tahun
tertentu per 1000 anak umur yang sama pada pertengahan tahun itu (termasuk kematian bayi)
Rumus

Catatan :

13
Jumlah Kematian Balita (0-4)th = Banyaknya kematian anak berusia 0-4 tahun pada satu tahun
tertentu di daerah tertentu
Jumlah Penduduk Balita (0-4)th = jumlah penduduk berusia 0-4 tahun pada pertengahan tahun
tertentu di daerah tertentu
K = Konstanta, umumnya 1000

5. Angka Kematian Anak (AKA 1-5 tahun)


Konsep
Yang dimaksud dengan anak (1-4 tahun) disini adalah penduduk yang berusia satu sampai
menjelang 5 tahun atau tepatnya 1 sampai dengan 4 tahun 11 bulan 29 hari.

Angka Kematian Anak mencerminkan kondisi kesehatan lingkungan yang langsung


mempengaruhi tingkat kesehatan anak. Angka Kematian Anak akan tinggi bila terjadi keadaan
salah gizi atau gizi buruk, kebersihan diri dan kebersihan yang buruk, tingginya prevalensi
penyakit menular pada anak, atau kecelakaan yang terjadi di dalam atau di sekitar rumah.

Definisi
Angka Kematian Anak adalah jumlah kematian anak berusia 1-4 tahun selama satu tahun
tertentu per 1000 anak umur yang sama pada pertengahan tahun itu. Jadi Angka Kematian Anak
tidak termasuk kematian bayi.

Catatan :
Jumlah kematian Anak (1-4)th =Banyaknya kematian anak berusia 1-4 tahun (yang belum tepat
berusia 5 tahun) pada satu tahun tertentu di daerah tertentu.
Jumlah Penduduk (1-4) th =jumlah penduduk berusia 1-4 tahun pada pertengahan tahun tertentu
di daerah tertentu
K = Konstanta, umumnya 1000
6. Angka Kematian IBU (AKI)

14
Konsep
Kematian ibu adalah kematian perempuan pada saat hamil atau kematian dalam kurun waktu 42
hari sejak terminasi kehamilan tanpa memandang lamanya kehamilan atau tempat persalinan,
yakni kematian yang disebabkan karena kehamilannya atau pengelolaannya, tetapi bukan karena
sebab-sebab lain sepertikecelakaan, terjatuh dll.
Definisi
Angka Kematian Ibu (AKI) adalah banyaknya kematian perempuan pada saat hamil atau selama
42 hari sejak terminasi kehamilan tanpa memandang lama dan tempat persalinan, yang
disebabkan karena kehamilannya atau pengelolaannya, dan bukan karena sebab-sebab lain, per
100.000 kelahiran hidup.
Cara Menghitung
Kemudian kematian ibu dapat diubah menjadi rasio kematian ibu dan dinyatakan per 100.000
kelahiran hidup, dengan membagi angka kematian dengan angka fertilitas umum. Dengan cara
ini diperoleh rasio kematian ibu kematian maternal per 100.000 kelahiran.

Catatan:
Jumlah Kematian Ibu yang dimaksud adalah banyaknya kematian ibu yang disebabkan karena
kehamilan, persalinan sampai 42 hari setelah melahirkan, pada tahun tertentu, di daerah tertentu.
Jumlah kelahiran Hidup adalah banyaknya bayi yang lahir hidup pada tahun tertentu, di daerah
tertentu.
Konstanta =100.000 bayi lahir hidup.
Keterbatasan
AKI sulit dihitung, karena untuk menghitung AKI dibutuhkan sampel yang besar, mengingat
kejadian kematian ibu adalah kasus yang jarang. Oleh karena itu kita umumnya dignakan AKI
yang telah tersedia untuk keperluan pengembangan perencanaan program.

d. Kebijaksanaan dan Strategi

Undang-undang Nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan menyatakan bahwa tenaga kesehatan
dalam melaksanakan tugasnya berkewajiban untuk mematuhi standar profesi dan dan
menghormati hak pasien. Berdasarkan hal tersebut, kebijaksanaan Indonesia Sehat 2010 dan
strategi Making Pregnancy Safer (MPS) sehubungan dengan audit maternal perinatal adalah
sebagai berikut :

15
 Peningkatan mutu pelayanan KIA dilakukan secara terus menerus melalui program
jaga mutu puskesmas, di samping upaya perluasan jangkauan pelayanan. Upaya
peningkatan dan pengendalian mutu antara lain melalui kegiatan audit perinatal.

 Meningkatkan fungsi kabupaten/kota sebagai unit efektif yang mampu


memanfaatkan semua potensi dan peluang yang ada untuk meningkatkan pelayanan
KIA diseluruh wilayahnya

 Peningkatan kesinambungan pelayanan KIA ditingkat pelayanan dasar (puskesmas


dan jajarannya) dan tingkat rujukan primer RS kabupaten/kota

 Peningkatan kemampuan manajerial dan keterampilan teknis dari para pengelola


dan pelaksanaan program KIA melalui kegiatan analisis manajemen dan pelatihan
klinis

ANGKA KEMATIAN IBU


I. Kematian Ibu
Kematian ibu menurut International Classification of Diseases (ICD) adalah kematian wanita
dalam kehamilan atau 42 hari pasca terminasi kehamilan, tanpa memandang usia kehamilan dan kelainan
kehamilan, yang disebabkan baik oleh kehamilannya maupun tatalaksana, namun bukan akibat
kecelakaan. Kematian ini terbagi dua, yaitu kematian langsung dan tidak langsung. Kematian yang
bersifat koinsidental, terjadi selama masa kehamilan atau 42 hari pascaterminasi kehamilan, namun tidak
terkait dengan kehamilannya.
Saat ini, WHO telah menetapkan sistem klasifikasi kematian ibu. Sistem klasifikasi kematian ibu
bertujuan:
 Mengembangkan sistem klasifikasi standar guna identifikasi kausa kematian ibu yang
akurat, diperlukan perbandingan berbagai studi penelitian
 Menjamin sistem tersebut dapat diterapkan secara luas
 Mengembangkan sistem klasifikasi paralel terhadap morbiditas maternal berat.
Hal-hal yang mendasari sebab kematian ibu, dapat diklasifikasikan berdasarkan sejumlah
variabel, yaitu sebab/kondisi yang secara langsung mendasari kematian, gejala/tanda dari penyakit yang
menyebabkan kematian, misalnya perdarahan pascapartum, dan kondisi lain yang memperberat sebab
kematian, misalnya HIV dan Anemia. Prinsip sistem klasifikasi kematian ibu menurut WHO, yaitu:
 Harus dapat diterapkan dan dipahami dalam penggunaannya, baik oleh dokter, ahli epidemiologi,
dan pihak-pihak lain yang terkait.
 Kondisi/penyakit spesifik dengan sebab yang belum jelas harus dipisah dari kondisi lainnya.
 Sistem klasifikasi baru harus sesuai dengan International Classification of Diseases (ICD)

Penyebab kematian ibu di berbagai belahan dunia dapat dilihat pada gambar berikut:

16
II. Angka Kematian Ibu Melahirkan (AKI)
Angka kematian ibu merupakan angka yang didapat dari jumlah kematian ibu untuk setiap
100.000 kelahiran hidup, sehingga berkaitan langsung dengan kematian ibu. Penyebab kematian tersebut
dapat berhubungan langsung maupun tidak langsung dengan kehamilan, dan umumnya terdapat sebab
utama yang mendasari. Dalam upaya memudahkan identifikasi kematian ibu, WHO telah menetapkan
sejumlah sistem klasifikasi kematian ibu. Dengan adanya sistem ini, diharapkan akan meningkatkan
kewaspadaan, perencanaan tindakan, dan pada akhirnya akan menurunkan angka kematian ibu.
Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk melihat derajat kesehatan
perempuan. Angka kematian ibu juga merupakan salah satu target yang telah ditentukan dalam tujuan
pembangunan millenium yaitu tujuan ke 5 yaitu meningkatkan kesehatan ibu dimana target yang akan
dicapai sampai tahun 2015 adalah mengurangi sampai ¾ resiko jumlah kematian ibu. Dari hasil survei
yang dilakukan AKI telah menunjukkan penurunan dari waktu ke waktu, namun demikian upaya untuk
mewujudkan target tujuan pembangunan millenium masih membutuhkan komitmen dan usaha keras yang
terus menerus.
Pencapaian dan Proyeksi Angka Kematian Ibu (AKI) Tahun 1994-2015
(Dalam 100.000 Kelahiran Hidup)

Gambar disamping
menunjukkan trend AKI Indonesia
secara Nasional dari tahun 1994
sampai dengan tahun 2007, dimana
menunjukkan penurunan yang
signifikan dari tahun ke tahun.
Berdasarkan SDKI survei terakhir
tahun 2007 AKI Indonesia sebesar 228
per 100.000 Kelahiran Hidup,

17
meskipun demikian angka tersebut masih tertinggi di Asia. Sementara target Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional (RPJMN) ada sebesar 226 per 100.000 Kelahiran Hidup.

III. Penyebab Kematian Ibu Melahirkan


Sejumlah kondisi mayor terkait dengan angka mortalitas maternal. Penyebab mayor dari
kematian ibu ternyata berkontribusi besar terhadap kematian bayi.

Rendahnya kesadaran masyarakat tentang kesehatan ibu hamil menjadi faktor penentu angka
kematian, meskipun masih banyak faktor yang harus diperhatikan untuk menangani masalah ini.
Persoalan kematian yang terjadi lantaran indikasi yang lazim muncul. Yakni pendarahan, keracunan
kehamilan yang disertai kejang, aborsi, dan infeksi. Namun, ternyata masih ada faktor lain yang juga
cukup penting. Misalnya, pemberdayaan perempuan yang tak begitu baik, latar belakang pendidikan,
sosial ekonomi keluarga, lingkungan masyarakat dan politik, kebijakan juga berpengaruh. Kaum lelaki
pun dituntut harus berupaya ikut aktif dalam segala permasalahan bidang reproduksi secara lebih
bertanggung jawab. Selain masalah medis, tingginya kematian ibu juga karena masalah ketidaksetaraan
gender, nilai budaya, perekonomian serta rendahnya perhatian laki-laki terhadap ibu hamil dan
melahirkan. Oleh karena itu, pandangan yang menganggap kehamilan adalah peristiwa alamiah perlu
diubah secara sosiokultural agar perempuan dapat perhatian dari masyarakat. Sangat diperlukan upaya
peningkatan pelayanan perawatan ibu baik oleh pemerintah, swasta, maupun masyarakat terutama suami.
Penyebab kematian ibu adalah perdarahan, eklampsia atau gangguan akibat tekanan darah tinggi
saat kehamilan, partus lama, komplikasi aborsi, dan infeksi. Perdarahan, yang biasanya tidak bisa
diperkirakan dan terjadi secara mendadak, bertanggung jawab atas 28 persen kematian ibu. Sebagian
besar kasus perdarahan dalam masa nifas terjadi karena retensio plasenta dan atonia uteri. Hal ini
mengindikasikan kurang baiknya manajemen tahap ketiga proses kelahiran dan pelayanan emergensi
obstetrik dan perawatan neonatal yang tepat waktu. Eklampsia merupakan penyebab utama kedua
kematian ibu, yaitu 24 persen kematian ibu di Indonesia (rata-rata dunia adalah 12 persen). Pemantauan
kehamilan secara teratur sebenarnya dapat menjamin akses terhadap perawatan yang sederhana dan
murah yang dapat mencegah kematian ibu karena eklampsia.

18
Distribusi Persentase Penyebab Kematian Ibu Melahirkan
Aborsi yang tidak aman. Bertanggung jawab ter hadap 11 persen kematian ibu di Indonesia
(ratarata dunia 13 persen). Kematian ini sebenarnya dapat dicegah jika perempuan mempunyai akses
terhadap informasi dan pelayanan kontrasepsi serta perawatan terhadap komplikasi aborsi. Data dari
SDKI 2002–2003 menunjukkan bahwa 7,2 persen kelahiran tidak diinginkan.
Prevalensi pemakai alat kontrasepsi. Kontrasepsi modern memainkan peran penting untuk
menurunkan kehamilan yang tidak diinginkan. SDKI 2002–2003 menunjukkan bahwa kebutuhan yang
tak terpenuhi (unmet need) dalam pemakaian kontrasepsi masih tinggi, yaitu sembilan persen dan tidak
mengalami banyak perubahan sejak 1997. Angka pemakaian kontrasepsi (Contraceptive Prevalence
Rate) di Indonesia naik dari 50,5 persen pada 1992 menjadi 54,2 persen pada 2002 6 (Gambar 2 dan Tabel
1). Untuk indikator yang sama, SDKI 2002–2003 menunjukkan angka 60.3 persen.
Pertolongan persalinan oleh petugas kesehatan terlatih. Pola penyebab kematian di atas
menunjukkan bahwa pelayanan obstetrik dan neonatal darurat serta pertolongan persalinan oleh tenaga
kesehatan terlatih menjadi sangat penting dalam upaya penurunan kematian ibu. Walaupun sebagian besar
perempuan bersalin di rumah, tenaga terlatih dapat membantu mengenali kegawatan medis dan membantu
keluarga untuk mencari perawatan darurat. Proporsi persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan
terlatih terus meningkat dari 40,7 persen pada 1992 menjadi 68,4 persen pada 2002. Akan tetapi, proporsi
ini bervariasi antarprovinsi dengan Sulawesi Tenggara sebagai yang terendah, yaitu 35 persen, dan DKI
Jakarta yang tertinggi, yaitu 96 persen, pada 2002 8 (Tabel 2 dan 3). Proporsi ini juga berbeda cukup jauh
mengikuti tingkat pendapatan. Pada ibu dengan dengan pendapatan lebih tinggi, 89,2 persen kelahiran
ditolong oleh tenaga kesehatan, sementara pada golongan berpendapatan rendah hanya 21,39 persen. Hal
ini menunjukkan tidak meratanya akses finansial terhadap pelayanan kesehatan dan tidak meratanya
distribusi tenaga terlatih terutama bidan.
Penyebab tidak langsung. Risiko kematian ibu dapat diperparah oleh adanya anemia dan
penyakit menular seperti malaria, tuberkulosis (TB), hepatitis, dan HIV/AIDS. Pada 1995, misalnya,
prevalensi anemia pada ibu hamil masih sangat tinggi, yaitu 51 persen, dan pada ibu nifas 45 persen. 10
Anemia pada ibu hamil mempuyai dampak kesehatan terhadap ibu dan anak dalam kandungan,
meningkatkan risiko keguguran, kelahiran prematur, bayi dengan berat lahir rendah, serta sering
menyebabkan kematian ibu dan bayi baru lahir. Faktor lain yang berkontribusi adalah kekurangan energi
kronik (KEK). Pada 2002, 17,6 persen wanita usia subur (WUS) men derita KEK. Tingkat sosial
ekonomi, tingkat pendidikan, faktor budaya, dan akses terhadap sarana kesehatan dan transportasi juga
berkontribusi secara tidak langsung terhadap kematian dan kesakitan ibu. Situasi ini diidentifikasi sebagai
“3 T” (terlambat). Yang pertama adalah terlambat deteksi bahaya dini selama kehamilan, persalinan, dan

19
nifas, serta dalam mengambil keputusan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan ibu dan neonatal.
Kedua, terlambat merujuk ke fasilitas kesehatan karena kondisi geografis dan sulitnya transportasi.
Ketiga, terlambat mendapat pelayanan kesehatan yang memadai di tempat rujukan.

4T (Terlambat)
1. Terlambat deteksi dini adanya resiko tinggi pada ibu hamil di tingkat keluarga
2. Terlambat untuk memutuskan mencari pertolongan pada tenaga kesehatan
3. Terlabat untuk datang di fasilitas pelayanan kesehatan
4. Terlambat untuk mendapatkan pertolongan pelayanan kesehatan yang cepat dan berkualitas di
fasilitas pelayanan kesehatan

4T (Terlalu), yang mempunyai resiko tinggi:


1. Terlalu muda
2. Terlalu tua
3. Terlalu sering
4. Terlalu banyak

IV. Cakupan Pertolongan Persalinan Oleh Bidan atau Tenaga Kesehatan


Salah satu faktor tingginya AKI di Indonesia adalah disebabkan karena relatif masih rendahnya
cakupan pertolongan oleh tenaga kesehatan. Departemen Kesehatan menetapkan target 90 persen
persalinan ditolong oleh tenaga medis pada tahun 2010. Perbandingan dengan hasil survei SDKI bahwa
persalinan yang ditolong oleh tenaga medis profesional meningkat dari 66 persen dalam SDKI 2002-2003
menjadi 73 persen dalam SDKI 2007. Angka ini relatif rendah apabila dibandingkan dengan negara
tetangga seperti Singapura, Malaysia, Thailand di mana angka pertolongan persalinan oleh tenaga
kesehatan hampir mencapai 90%. Apabila dilihat dari proyeksi angka pertolongan persalinan oleh tenaga
kesehatan nampak bahwa ada pelencengan dari tahun 2004 dimana angka pertolongan persalinan oleh
tenaga kesehatan dibawah dari angka proyeksi, apabila hal ini tidak menjadi perhatian kita semua maka
diperkirakan angka pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan sebesar 90 % pada tahun 2010 tidak
akan tercapai, konsekuensi lebih lanjut bisa berimbas pada resiko angka kematian ibu meningkat. Kondisi
geografis, persebaran penduduk dan sosial budaya merupakan beberapa faktor penyebab rendahnya
aksesibilitas terhadap tenaga pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan, dan tentunya disparitas antar
daerah akan berbeda satu sama lain.
Tempat Persalinan dan Penolong Persalinan dengan Kualifikasi Terendah

20
Distribusi Persentase Anak Lahir Hidup Terakhir Dalam Lima Tahun

Sementara dilihat dari latar belakang pendidikan, ibu dengan status tidak sekolah lebih banyak
ditolong oleh Dukun bayi.

Apabila dilihat dari tren pertolongan persalinan oleh bidan atau tenaga kesehatan dari tahun 2000-
2007 menunjukkan bahwa pertolongan persalinan oleh dokter dari tahun trendnya meningkat baik di desa
maupun di kota. Bahkan di daerah perkotaan angka pertolongan persalinan oleh dokter pada tahun 2007
telah lebih dari 20%. Sedangkan cakupan pertolongan persalinan oleh bidan relatif tidak banyak bergerak
bahkan apabila dibandingkan antara tahun 2007 dan 2004 secara total pertolongan persalinan oleh bidan
kecenderunganya menjadi turun.

V. Upaya Menurunkan AKI


1. Peningkatan pelayanan kesehatan primer menurunkan AKI 20%
2. Sistem rujukan yang efektif menurunkan sampai 80%

Upaya safe motherhood


Tahuin 1988 diadakan Lokakarya Kesejahteraan Ibu, yang merupakan kelanjutan konferensi
tentang kematian ibu di Nairobi setahuin sebelumnya. Lokakarya bertujuan mengemukakan betapa
kompleksnya masalah kematian ibu, sehingga penanganannya perlu dilaksanakan berbagai sector dan
pihak terkait. Pada waktu itu ditandatangani kesepakatam oleh sejumlah 17 sektor. Sebagai koordinator
dalam upaya itu ditetapkan Kantor Menteri Negara Urusan Peranan Wanita ( sekarang : Kantor Menteri
Negara Pemberdayaan Perempuan ).
Tahun 1990-1991, Departemen Kesehatan dibantu WHO, UNICEF, dan UNDP melaksanakan
Assessment Safe Motherhood. Suatu hasil dari kegiatan ini adalah rekomendasi Rencana Kegiatan Lima

21
Tahun. Departemen Kesehatan menerapkan rekomendasi tersebut dalam bentuk strategi operasional untuk
mempercepat penurunan angka kematian ibu ( AKI ). Sasarannya adalah menurunkan AKI dari 450 per
100.000 kelahiran hidup pada 1986, menjadi 225 pada tahun 2000.
Awal tahun 1996, Departemen Kesehatan mengadakan Lokakarya Kesehatan Reproduksi, yang
menunjukkan komitmen Indonesia untuk melaksanakan upaya kesehatan resproduksi sebagaimana
dinyatakan dalam ICPD di Kairo. Pada pertengahan tahun itu juga, Menperta meluncurkan Gerakan
Sayang Ibu, yaitu upaya advokasi dan mobilisasi social untuk mendukung upaya percepatan penurunan
AKI.
Intervensi Strategis Dalam Upaya Safe Motherhood

SAFE MOTHERHOOD

ASUHAN PERSALINAN PELAYANA


ANTE BERSIH DAN N
KB OBSTETRI
NATAL AMAN
ESENSIAL

PELAYANAN KEBIDANAN
DASAR

PELAYANAN KESEHATAN PRIMER

PEMBERDAYAAN WANITA
Empat pilar Safe Motherhood

Intervensi strategis dalam upaya safe motherhood dinyatakan sebagai empat pilar safe motherhood,
yaitu :
a. Keluarga berencana, yang memastikan bahwa setiap orang/pasangan mempunyai akses ke
informasi dan pelayanan KB agar dapat merencanakan waktu yang tepat untuk kehamilan, jarak
kehamilan dan jumlah anak. Dengan demikian diharapkan tidak ada kehamilan yang tak
diinginkan. Kehamilan yang masuk dala, kategori “4 terlalu”, yaitu terlalu muda atau terlalu tua
untuk kehamilan, terlalu sering hamil dan terlalu banyak anak.
b. Pelayanan antenatal, untuk mencegah adanya komplikasi obstetrik bila mungkin dan memastikan
bahwa komplikasi dideteksi sedini mungkin serta ditangani secara memadai.
c. Persalinan yang aman, memastikan bahwa semua penolong persalinan mempunyai pengetahuan,
keterampilan dan alat untuk memberikan pertolongan yang aman dan bersih, serta memberikan
pelayanan nifas kepada ibu dan bayi
d. Pelayanan obstetrik esensial, memastikan bahwa pelayanan obstetrik untuk resiko tinggi dan
komplikasi tersedia bagi ibu hamil yang membutuhkannya.
Keempat intervensi strategis diatas perlu dilaksanakan lewat pelayanan kesehatan dasar, dan
bersendikan kesetaraan hak dan status bagi wanita.
Kebijaksanaan Departemen Kesehatan dalam penurunan AKI
Tingginya AKI di Indonesia yaitu 390 per 100.000 kelahiran hidup ( SDKI, 1994 ) tertinggi di
ASEAN, menempatkan upaya penurunan AKI sebagai program prioritas. Penyebab langsung kematian
ibu di Indonesia, seperti halnya di negara lain adalah pendarahan, infeksi, dan eklampsia. Ke dalam
pendarahan dan infeksi sebagai penyebab kematian, sebenarnya tercakup pula kematian akibat abortus

22
terinfeksi dan partus lama. Hanya sekitar 5% kematian ibu disebabkan oleh penyakit yang memburuk
akibat kehamilan, misalnya penyakit jantung dan infeksi yang kronis.
Selain itu, keadaan ibu sejak pra-hamil dapat berpengaruh terhadap kehamilannya. Penyebab tak
langsung kematian ibu ini antara lain adalah anemia, kurang energi kronis ( KEK ) dan keadaan “4
terlalu” ( terlalu muda/tua, terlalu sering, dan terlalu banyak ). Tahun 1995, kejadian anemia ibu hamil
sekitar 51%, dan kejadian resiko KEK pada ibu hamil ( lingkar / lengan atas kurang dari 23,5 cm ) sekitar
30%.
Lagipula, seperti dikemukakan diatas, kematian ibu diwarnai oleh hal-hal nonteknis yang masuk
kategori penyebab mendasar, seperti rendahnya status wanita, ketidakberdayaannya dan tarif pendidikan
yang rendah. Hal nonteknis ini ditangani oleh sektor terkait diluar sektor kesehatan, sedangkan sector
kesehatan lebih memfokuskan intervensinya untuk mengatasi penyebab langsung dan tidak langsung dari
kematian ibu.
Dalam menjalankan fokus intervensinya itu Departemen Kesehatan tetap memerlukan dukungan
dari sektor dan pihak terkait lainnya. Kebijakan Departemen Kesehatan tersebut dalam upaya
mempercepat penurunan AKI pada dasarnya mengacu kepada inventarisasi strategis “ Empat pilar Safe
Mothehood “. Dewasa ini, program keluarga berencana – sebagai pilar pertama – telah dianggap berhasil.
Namun, untuk mendukung upaya mempercepat penurunan AKI, diperlukan penajaman sasaran agar
kejadian “ 4 terlalu “ dan kehamilan yang tak diinginkan dapat ditekan serendah mungkin. Akses terhadap
pelayanan antenatal – sebagai pilar kedua – cukup baik, yaitu 87% pada tahun 1997; namun mutunya
masih perlu ditingkatkan terus.. persalinan yang aman – sebagai pilar ketiga - yang dikategorikan sebagai
pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan, pada tahun 1997 baru mempunyai 60%.
Untuk mencapai AKI sekitar 200 per 100.000 kelahiran hidup diperlukan cakupan persalinan oleh
tenaga kesehatan sekitar angka 80%. Cakupan pelayanan obstetrik esensial – sebagai pilar keempat –
masih sangat rendah, dan mutunya belum optimal. Mengingat kira-kira 90% kematian ibu terjadi di saat
sekitar persalinan dan kira-kira 95% penyebab kematian ibu adalah komplikasi obstetrik yang sering tak
dapat diperkirakan sebelumnya, maka kebijaksanaan Departemen Kesehatan untuk mempercepat
penurunan AKI adalah mengupayakan agar setiap persalinan ditolong atau minimal didampingi oleh
bidan, dan pelayanan obstetrik sedekat mungkin kepada semua ibu hamil.
Salah satu upaya terobosan yang cukup mencolok untuk mencapai keadaan tersebut adalah
pendidikan sejumlah 54.120 bidan ditempatkan di desa selama 1989/1990 sampai 1996/1997. Dalam
pelaksanaan operasional, sejak tahun 1994 diterapkan strategi berikut :
a. Penggerakan Tim Dati II ( Dinas Kesehatan dan seluruh jajarannya sampai ke tingkat kecamatan dan
desa, RS Dati II dan pihak terkait ) dalam upaya mempercepat penurunan AKI sesuai dengan peran
dan fungsinya masing-masing.
b. Pembinaan daerah yang intensif di setiap Dati II, sehingga pada akhir Pelita VII :
- Cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan mencapai 80% atau lebih.
- Cakupan penanganan kasus obstetrik ( resiko tinggi dan komplikasi obstetrik ) minimal meliputi
10% seluruh persalinan.
- Bidan mampu memberikan pertolongan pertama pada kegawatdaruratan obstetrik neonatal dan
puskesmas sanggup memberikan pelayanan obstetrik-neonatal esensial dasar ( PONED ), yang
didukung oleh RS Dati II sebagai fasilitas rujukan utama yang mampu menyediakan pelayanan
obstetrik-neonatal esensial komprehensif ( PONEK ) 24 jam; sehingga tercipta jaringan
pelayanan obstetrik yang mantap dengan bidan desa sebagai ujung tombaknya.
c. Penerapan kendali mutu layanan kesehatan ibu, antara lain melalui penerapan standar pelayanan,
prosedur tetap, penilaian kerja, pelatihan klinis dan kegiatan audit maternal-perinatal.
d. Meingkatkan komunikasi, informasi, dan esukasi ( KIE ) untuk mendukung upaya percepatan
penurunan AKI
e. Pemantapan keikutsertaan masyrakat dalam berbagai kegiatan pendukung untuk mempercepat
penurunan AKI.

Keterlibatan Lintas Sektor

23
Dalam mempercepat penurunan AKI, keterlibatan sector lain disamping kesehatan sangat
diperlukan. Berbagai bentuk keterlibatan lintas sector dalam upaya penurunan AKI adalah sebagai berikut
:
a. Gerakan Sayang Ibu ( GSI )
GSI dirintis oleh kantor Menperta pada tahun 1996 di 8 kabupaten perintis di 8 propinsi. Ruang
lingkup kegiatan GSI meliputi advokasi dan mobilisasi social. Dalam pelaksanaannya, GSI
mempromosikan kegiatan yang berkaitan dengan Kecamatan Sayang Ibu dan Rumah Sakit Sayang
Ibu, unruk mencegah tiga macam keterlambatan, yaitu :
- Keterlambatan di tingkat keluarga dalam mengenali tanda bahaya dan membuat keputusan untuk
segera mencari pertolongan.
- Keterlambatan dalam mencapai fasilitas pelayanan kesehatan
- Keterlambatan di fasilitas pelayanan kesehatan untuk mendapat pertolongan yang dibutuhkan.
Kegiatan yang terkait dengan Kecamatan Sayang Ibu berusaha mencegah keterlambatan
pertama dan kedua, sedangkan kegiatan yang terkait dengan Rumah Sakit Sayang Ibu adalah
mencegah keterlambatan ketiga.
Pada tahun 1997 diadakan Rakornas GSI yang diadakan bersamaan dengan Rakerkesnas.
Pada saat itu pengalaman di 8 kabupaten perintis diinformasikan ke wakil-eakil semua propinsi dan
selanjutnya mereka diharapkan akan melaksanakan kegiatan GSI. Sampai pertengahan 1998 upaya
perluasan kegiatan GSI masih terus dilaksanakan.
b. Kelangsungan hidup, perkembangan dan perlindungan ibu dan anak
Upaya yang dirintis sejak 1990 oleh Dirjen Pembangunan Daerah, Depdagri, dengan bantuan
UNICEF yang lebih dikenal sebagai upaya KHPPIA ini bertujuan menghimpun koordinasi lintas
sector dalam penentuan kegiatan dan pembiayaan dari berbagai sumber dana, antara lain untuk
menurunkan AKI dan AKB. Kegiatan utamanya adalah koordinasi perencanaan kegiatan dari sector
terkait dalam upaya itu. Propinsi yang dilibatkan adalah mereka yang mendapat bantuan UNICEF,
namun pola ini akan diperluas oleh Depdagri ke semua propinsi.
c. Gerakan Reproduksi keluarga Sehat ( GRKS )
GRKS dimulai oleh BKKBN sebagai kelanjutan dari Gerakan Sayang Ibu Sehat Sejahtera.
Gerakan ini intinya merupakan upaya promosi mendukung terciptanya keluarga yang sadar akan
pentingnya mengupayakan kegiatan reproduksi. Di antara masalah yang dikemukakan adalah masalah
kematian ibu. Karena itu, promosi yang dilakukan melalui GRKS juga termasuk promosi untuk
kesejahteraan ibu.
Selain ketiga upaya lintas sector tersebut, masih ada perbagai kegiatan lain yang dilaksanakan
pihak terkait, seperti organisasi profesi, yaitu POGI, IBI, Perinasia, PKK, dan pihak lain sesuai
dengan peran dan fungsinya masing-masing

Pemantauan dan Evaluasi


Dalam memantau program kesehatan ibu, dewasa ini digunakan indicator cakupan, yaitu :
cakupan antenatal ( K1 untuk askes dan K4 untuk kelengkapan layanan antenatal ), cakupan persalinan
oleh tenaga kesehatan dan cakupan kunjungan neonatal/nifas. Untuk itu, sejak awal tahun 1990-an telah
digunakan alat pantau berupa Pemantauan Wilayah Setempat – Kesehatan Ibu dan Anak ( PWS-KIA ),
yang mengikuti jejak program imunisasi. Dengan adanya PWS-KIA, data cakupan layanan program
kesehatan ibu dapat diperoleh setiap tahunnya dari semua propinsi.
Walau demikian, disadari bahwa indikator cakupan tersebut cukup memberikan gambaran untuk
menilai kemajuan upaya menurunkan AKI. Mengingat bahwa mengukur AKI, sebagai indicator dampak,
secara berkala dalam waktu kurang dari 5-10 trahun tidak realistis, maka para pakar dunia menganjurkan
pemakaian indikator praktis atau indikator outcome. Indicator tersebut antara lain :
a. Cakupan penanganan kasus obstetrik
b. Case fatality rate kasus obstetric yang ditangani.
c. Jumlah kematian absolute
d. Penyebaran fasilitas pelayanan obstetric yang mampu PONEK dan PONED

24
e. Persentase bedah sesar terhadap seluruh persalinan di suatu wilayah
Indikator gabungan tersebut akan lebih banyak digunakan dalam Repelita VII, agar pemantauan dan
evaluasi terhadap upaya penurunan AKI lebih tajam.

Antenatal Care
Pelayanan antenatal adalah pelayanan kesehatan oleh tenaga kesehatan untuk ibu selama masa
kehamilannya, dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan antenatal yang ditetapkan dalam Standar
Pelayanan Kebidanan (SPK). Pelayanan antenatal sesuai standar meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik
(umum dan kebidanan), pemeriksaan laboratorium rutin dan khusus, serta intervensi umum dan khusus
(sesuai risiko yang ditemukan dalam pemeriksaan). Dalam penerapannya terdiri atas:
1. Timbang berat badan dan ukur tinggi badan.
2. Ukur tekanan darah.
3. Nilai Status Gizi (ukur lingkar lengan atas).
4. Ukur tinggi fundus uteri.
5. Tentukan presentasi janin dan denyut jantung janin (DJJ).
6. Skrining status imunisasi Tetanus dan berikan imunisasi Tetanus Toksoid  (TT) bila diperlukan.
7. Pemberian Tablet zat besi minimal 90 tablet selama kehamilan.
8. Test laboratorium (rutin dan khusus).
9. Tatalaksana kasus
10. Temu wicara (konseling), termasuk Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K)
serta KB pasca persalinan.
Pemeriksaan laboratorium rutin mencakup pemeriksaan golongan darah, hemoglobin, protein
urine dan gula darah puasa. Pemeriksaan khusus dilakukan di daerah prevalensi tinggi dan atau kelompok
berrisiko, pemeriksaan yang dilakukan adalah hepatitis B, HIV, Sifilis, malaria, tuberkulosis, kecacingan
dan thalasemia.
Dengan demikian maka secara operasional, pelayanan antenatal disebut lengkap apabila
dilakukan oleh tenaga kesehatan serta memenuhi standar tersebut. Ditetapkan pula bahwa frekuensi
pelayanan antenatal adalah minimal 4 kali selama kehamilan, dengan ketentuan waktu pemberian
pelayanan yang dianjurkan sebagai berikut :
- Minimal 1 kali pada triwulan pertama.
- Minimal 1 kali pada triwulan kedua.
- Minimal 2 kali pada triwulan ketiga.
Standar waktu pelayanan antenatal tersebut dianjurkan untuk menjamin perlindungan kepada
ibu hamil, berupa deteksi dini faktor risiko, pencegahan dan penanganan komplikasi.
Tenaga kesehatan yang berkompeten memberikan pelayanan antenatal kepada Ibu
hamil adalah : dokter spesialis kebidanan, dokter, bidan dan perawat.
Pertolongan Persalinan
Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan adalah pelayanan persalinan yang aman yang
dilakukan oleh tenaga kesehatan yang kompeten. Pada kenyataan di lapangan, masih terdapat
penolong persalinan yang bukan tenaga kesehatan dan dilakukan di luar fasilitas pelayanan kesehatan.
Oleh karena itu secara bertahap seluruh persalinan akan ditolong oleh tenaga kesehatan kompeten dan
diarahkan ke fasilitas pelayanan kesehatan.
Pada prinsipnya, penolong persalinan harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1. Pencegahan infeksi
2. Metode pertolongan persalinan yang sesuai standar.
3. Manajemen aktif kala III
4. Merujuk kasus yang tidak dapat ditangani ke tingkat pelayanan yang lebih tinggi.
5. Melaksanakan Inisiasi Menyusu Dini (IMD).
6. Memberikan Injeksi Vit K 1 dan salep mata pada bayi baru lahir.
Tenaga kesehatan yang berkompeten memberikan pelayanan pertolongan persalinan
adalah : dokter spesialis kebidanan, dokter dan bidan.

25
VI. Mempercepat Penurunan AKI
1. Peningkatan deteksi dan penanganan RISTI
2. Peningkatan cakupan pertolongan/pendampingan
3. Peningkatan sarana dan prasarana pelayanan kesehatan maternal
4. Peningkatan pembinaan teknis bidan
5. Pemantapan kerja Dinkes dan RS
6. Pemantapan kemampuan pengelolaan KIA
7. Peningkatan peran serta lintas program

VII. Indikator Keberhasilan


1. Jumlah kematian maternal menurun
2. Cakupan akses dan pelayanan ANC
3. Cakupan persalinan yang ditolong/didampingi
4. Adanya fasilitas POED dan POEK
5. Proporsi RISTI yang ditangani adekuat
6. Case fatality rate RISTI per tahun dibagi jumlah RISTI yang ditangani kali 100%
7. Presentasi bedah sesar terhadap seluruh persalinan

VIII. Program Dari Puskesmas


Standar minimal ANC:
1. Medical record
2. Anamnesis
3. Pemeriksaan fisik 7K
4. Pemeriksaan penunjang K1: golongan darah, Hb, AL, urine (protein, reduksi)
5. Pemeriksaan pada minggu 12: Hb, AL, urine, konsultasi gizi
6. Pemeriksaan pada minggu ke 36: Hb, AL, CT, BT, urine
7. Konsultasi dokter ahli pada minggu 12, 28, 36, 40
8. USG:
 Minggu 12: kondisi janin
 Minggu 28: presentasi, kelainan plasenta
 Minggu 36: presentasi, rencana persalinan

3. Memahami dan Menjelaskan Pandangan Islam mengenai Risiko Kehamilan Dini,


Hubungan Diluar Pernikahan dan Aborsi
Resiko Hamil di Luar Nikah Menurut Islam
Haram hukumnya seorang laki-laki menikahi seorang wanita yang sedang mengandung anak dari orang
lain. Karena hal itu akan mengakibatkan rancunya nasab anak tersebut.
Dalilnya adalah beberapa nash berikut ini:
Nabi SAW bersabda, "Janganlah disetubuhi (dikawini) seorang wanita hamil (karena zina)"
Nabi SAW bersabda, "Tidak halal bagi seorang muslim yang beriman kepada Allah dan hari akhir untuk
menyiramkan airnya pada tanaman orang lain." (HR Abu Daud dan Tirmizy)
Adapun bila wanita yang hamil itu dinikahi oleh laki-laki yang menghamilinya di luar nikah, maka
umumnya para ulama membolehkannya, dengan beberapa varisasi detail pendapat :

26
Pendapat Imam Abu Hanifah. Imam Abu Hanifah menyebutkan bahwa bila yang menikahi wanita hamil
itu adalah laki-laki yang menghamilinya, hukumnya boleh. Sedangkan kalau yang menikahinya itu bukan
laki-laki yang menghamilinya, maka laki-laki itu tidak boleh menggaulinya hingga melahirkan.
Pendapat Imam Malik dan Imam Ahmad bin Hanbal. Imam Malik dan Imam Ahmad bin Hanbal
mengatakan laki-laki yang tidak menghamili tidak boleh mengawini wanita yang hamil. Kecuali setelah
wanita hamil itu melahirkan dan telah habis masa 'iddahnya. Imam Ahmad menambahkan satu syarat lagi,
yaitu wanita tersebut harus sudah tobat dari dosa zinanya. Jika belum bertobat dari dosa zina, maka dia
masih boleh menikah dengan siapa pun. Demikian disebutkan di dalam kitab Al-Majmu' Syarah Al-
Muhazzab karya Al-Imam An- Nawawi, jus XVI halaman 253.
Pendapat Imam Asy-Syafi'i Adapun Al-Imam Asy-syafi'i, pendapat beliau adalah bahwa baik laki-laki
yang menghamili atau pun yang tidak menghamili, dibolehkan menikahinya. Sebagaimana tercantum di
dalam kitab Al-Muhazzab karya Abu Ishaq Asy- Syairazi juz II halaman 43.
Semua pendapat yang menghalalkan wanita hamil di luar nikah dikawinkan dengan laki-laki yang
menghamilinya, berangkat dari beberapa nash berikut ini :
Dari Aisyah ra berkata,`Rasulullah SAW pernah ditanya tentang seseorang yang berzina dengan seorang
wanita dan berniat untuk menikahinya, lalu beliau bersabda,`Awalnya perbuatan kotor dan akhirnya
nikah. Sesuatu yang haram tidak bisa mengharamkan yang halal`. (HR Tabarany dan Daruquthuny).
Seseorang bertanya kepada Rasulullah SAW,`Isteriku ini seorang yang suka berzina`. Beliau
menjawab,`Ceraikan dia`. `Tapi aku takut memberatkan diriku`. `Kalau begitu mut`ahilah dia`. (HR Abu
Daud dan An- Nasa`i)
Apakah hukumnya jika wanita yang hamil diluar nikah itu dinikahkan? Kemudian apa status anak
tersebut secara humum Islam ?
Untuk masalah tersebut, tidak ada ayat Qur’an atau Hadits yang menegaskan untuk masalah ini. Sehingga
melahirkan 2 pendapat.
Pendapat Yang Membolehkan
Dari Imam As-Syafi’I, syaratnya kedua keluarga dan pasangan tersebut tidak mengekspos kepada yang
lain, cukup mereka dan pihak Kantor Urusan Agama. Tujuannya, supaya yang lain tidak melakukan
perbuatan yang sama.
Ulama yang membolehkan juga menggambarkan, misal wanita yang dihamili oleh si A, boleh dinikahi
oleh si A walaupun belum lepas masa iddah karena masa iddah dipandang untuk memperjelas siapa ayah
biologis si anak karena selama masa iddah, si wanita tidak disentuh oleh siapapun. Jadi, laki laki yang
berzina dengan seorang wanita, kemudian wanita tersebut hamil, maka laki-laki itu boleh menikahi
wanita itu, karena sudah jelas bahwa anak yang dikandung tersebut adalah anak laki-laki tersebut.
Riwayat Sebuah Hadits
" Sesungguhnya Ummar pernah pukul seorang laki-laki dan wanita yang berzina, kemudian Ummar
menyuruhnya untuk menikahi, akan tetapi laki-laki tersebut menolaknya (Al-Mughni) "
Pendapat Yang Melarang atau Mengharamkan
Sebagian ulama lagi mengatakan tidak halal untuk ditikahkan, walaupun laki-laki tersebut yang
menghamilinya, kecuali jika wanita tersebut telah melahirkan.
Surat At-Thalaq ayat 4,
" . . . . wanita yang mengandung, iddahnya adalah setelah dia melahirkan anaknya "

27
Begitu juga melalui riwayat sebuah hadits, dari Imam Ibnu Quda’mah Al Maqdasi di dalam Asy-Syarhul
Kabier 7 : 502
" . . . tidak boleh dicampuri seorang wanita yang hamil, kecuali setelah dia melahirkan "
Ada juga dari sebuah hadits
" Seorang laki-laki yang berhubungan badan dengan seorang wanita lalu wanita tersebut mengandung,
kemudian dia bertanya kepada Rasul SAW, lalu nabi berkata, pisahkan mereka."Imam Ibnu Taimiyah,
sebelum bayi tersebut lahir atau istibro lalu bersih dari nifas.
Dari Ibnu Abbas R.A.
"Seorang laki-laki datang kepada Nabi Muhammad SAW, sesungguhnya istriku tidak menolak dengan
tangan penyentuh, Nabi bersabda “ceraikanlah dia”, lalu si laki-laki berkata “nafsuku kepadanya”. Nabi
bersabda, kalau begitu bersenang-senanglah dengannya ”
Hanya saja, untuk kesimpulan permasalahan diatas, jika ingin selamat maka tunggulah sampai wanita
hamil tersebut melahirkan anaknya, atau sampai haid sekali, bahkan lebih baik lagi jika melewati dulu 3
kali masa haid.
Adapun Status anak tersebut di dalam Islam
Anak tersebut tidak mendapatkan hak wali, juga tidak mendapatkan hak waris dari garis Ayahnya, kalau
dari garis Ibu, kakek dan neneknya dia mendapatkannya
Aborsi menurut Islam

ِ ‫ب هّللا ُ َعلَ ْي ِه َولَ َعنَهُ َوأَ َع َّد لَهُ َع َذابًا ع‬


‫َظي ًما‬ ِ ‫َو َمن يَ ْقتُلْ ُم ْؤ ِمنًا ُّمتَ َع ِّمدًا فَ َجزَ آ ُؤهُ َجهَنَّ ُم خَالِدًا فِيهَا َو َغ‬
َ ‫ض‬

“ Dan barang siapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja, maka balasannya adalah neraka
Jahanam, dan dia kekal di dalamnya,dan Allah murka kepadanya dan melaknatnya serta menyediakan
baginya adzab yang besar( Qs An Nisa’ : 93 )

Begitu juga hadist yang diriwayatkan oleh Ibnu Mas’ud bahwasanya Rosulullah saw bersabda :

ُ „َ‫ك ثُ َّم يُرْ َس„ ُل ْال َمل‬


‫ك فَيَ ْنفُ ُخ فِي „ ِه‬ َ „ِ‫ك ُمضْ َغةً ِم ْث َل َذل‬ َ ِ‫ك ثُ َّم يَ ُكونُ فِي َذل‬ َ ِ‫ط ِن أُ ِّم ِه أَرْ بَ ِعينَ يَوْ ًما ثُ َّم يَ ُكونُ فِي َذل‬
َ ِ‫ك َعلَقَةً ِم ْث َل َذل‬ ْ َ‫إِ ََّن أَ َح َد ُك ْم يُجْ َم ُع َخ ْلقُهُ فِي ب‬
َ َ
‫ب ِر ْزقِ ِه َوأ َجلِ ِه َو َع َملِ ِه َو َشقِ ٌّي أوْ َس ِعي ٌد‬ ِ ‫ت بِ َك ْت‬ َ
ٍ ‫وح َوي ُْؤ َم ُر بِأرْ بَ ِع َكلِ َما‬
َ ُّ‫الر‬

“ Sesungguhnya seseorang dari kamu dikumpulkan penciptaannya di dalam perut ibunya selama empat
puluh hari. Setelah genap empat puluh hari kedua, terbentuklah  segumlah darah beku. Ketika genap
empat puluh hari ketiga , berubahlah menjadi segumpal daging. Kemudian Allah mengutus malaikat  
untuk meniupkan roh, serta memerintahkan untuk menulis empat perkara, yaitu penentuan rizki, waktu
kematian, amal, serta nasibnya, baik yang celaka, maupun yang bahagia. “ ( Bukhari dan Muslim )

Maka, untuk mempermudah pemahaman, pembahasan ini bisa dibagi menjadi dua bagian sebagai
berikut :

1. Menggugurkan Janin Sebelum Peniupan Roh


Dalam hal ini, para ulama berselisih tentang hukumnya dan terbagi menjadi tiga pendapat :

Pendapat Pertama :

28
Menggugurkan janin sebelum peniupan roh hukumnya boleh. Bahkan sebagian dari ulama
membolehkan menggugurkan janin tersebut dengan obat. ( Hasyiat Al Qalyubi : 3/159 )
Pendapat ini dianut oleh para ulama dari madzhab Hanafi, Syafi’I, dan Hambali.  Tetapi
kebolehan ini disyaratkan adanya ijin dari kedua orang tuanya,( Syareh Fathul Qadir : 2/495 )
Mereka berdalil dengan hadist Ibnu Mas’ud di atas yang menunjukkan bahwa sebelum empat
bulan, roh belum ditiup ke janin dan penciptaan belum sempurna, serta dianggap benda mati, sehingga
boleh digugurkan.

Pendapat kedua :
Menggugurkan janin sebelum peniupan roh hukumnya makruh. Dan jika sampai pada waktu
peniupan ruh, maka hukumnya menjadi haram.
Dalilnya bahwa waktu peniupan ruh tidak diketahui secara pasti, maka tidak boleh menggugurkan
janin jika telah mendekati waktu peniupan ruh , demi untuk kehati-hatian . Pendapat ini dianut oleh
sebagian ulama madzhab Hanafi dan Imam Romli salah seorang ulama dari madzhab Syafi’I . (  Hasyiyah
Ibnu Abidin : 6/591,  Nihayatul Muhtaj : 7/416 )

Pendapat ketiga :
Menggugurkan janin sebelum peniupan roh hukumnya haram. Dalilnya bahwa  air mani sudah
tertanam dalam rahim dan telah bercampur dengan ovum wanita sehingga siap menerima kehidupan,
maka merusak wujud ini adalah tindakan kejahatan . Pendapat ini dianut oleh Ahmad Dardir , Imam
Ghozali dan Ibnu Jauzi ( Syareh Kabir : 2/ 267, Ihya Ulumuddin : 2/53, Inshof : 1/386)
Adapun status janin yang gugur sebelum ditiup rohnya (empat bulan) , telah dianggap benda
mati, maka tidak perlu dimandikan, dikafani ataupun disholati. Sehingga bisa dikatakan bahwa
menggugurkan kandungan dalam fase ini tidak dikatagorikan pembunuhan, tapi hanya dianggap merusak
sesuatu yang bermanfaat.
Ketiga pendapat ulama di atas tentunya dalam batas-batas tertentu, yaitu jika di dalamnya ada
kemaslahatan, atau dalam istilah medis adalah salah satu bentuk Abortus Profocatus
Therapeuticum, yaitu jika bertujuan untuk kepentingan medis dan terapi serta pengobatan. Dan bukan
dalam katagori Abortus Profocatus Criminalis, yaitu yang dilakukan karena alasan yang bukan medis dan
melanggar hukum yang berlaku, sebagaimana yang telah dijelaskan di atas.

2. Menggugurkan Janin Setelah Peniupan Roh


Secara umum, para ulama telah sepakat bahwa menggugurkan janin setelah peniupan roh hukumnya
haram. Peniupan roh terjadi ketika janin sudah berumur empat bulan dalam perut ibu, Ketentuan ini
berdasarkan hadist Ibnu Mas’ud di atas. Janin yang sudah ditiupkan roh dalam dirinya, secara
otomatis pada saat itu, dia  telah menjadi seorang manusia, sehingga haram untuk dibunuh. Hukum
ini berlaku jika pengguguran tersebut dilakukan tanpa ada sebab yang darurat.
Namun jika disana ada sebab-sebab darurat, seperti jika sang janin nantinya akan membahayakan
ibunya jika lahir nanti, maka dalam hal ini, para ulama berbeda pendapat:

Pendapat Pertama :
Menyatakan bahwa menggugurkan janin setelah peniupan roh hukumnya tetap haram, walaupun
diperkirakan bahwa janin tersebut akan membahayakan keselamatan ibu yang mengandungnya. Pendapat
ini dianut oleh Mayoritas Ulama.
Dalilnya adalah firman Allah swt :
َ ِ ِ ُ ‫س الَّتِي َح َّر َم هّللا‬
ِّ ‫الح‬
‫ق‬ ‫ب‬ َّ ‫ال‬ ‫إ‬ ْ ُ‫َوالَ تَ ْقتُل‬
َ ‫وا النَّ ْف‬
“ Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya), melainkan dengan
suatu (alasan) yang benar. “ ( Q.S. Al Israa’: 33 )
Kelompok ini juga mengatakan bahwa kematian ibu masih diragukan, sedang keberadaan janin
merupakan sesuatu yang pasti dan yakin, maka sesuai dengan kaidah fiqhiyah : “ Bahwa sesuatu yang
yakin tidak boleh dihilanngkan dengan sesuatu yang masih ragu.”, yaitu tidak boleh membunuh janin

29
yang sudah ditiup rohnya yang merupakan sesuatu yang pasti , hanya karena kawatir dengan kematian
ibunya yang merupakan sesuatu yang masih diragukan. ( Hasyiyah Ibnu Abidin : 1/602 ).
Selain itu, mereka memberikan permitsalan bahwa jika sebuah perahu akan tenggelam,
sedangkan keselamatan semua perahu tersebut bisa terjadi jika sebagian penumpangnya dilempar ke laut,
maka hal itu juga tidak dibolehkan.

Pendapat Kedua :
Dibolehkan menggugurkan janin walaupun sudah ditiupkan roh kepadanya, jika hal itu
merupakan satu-satunya jalan untuk menyelamatkan ibu dari kematian. Karena menjaga kehidupan ibu
lebih diutamakan dari pada menjaga kehidupan janin, karena kehidupan ibu lebih dahulu dan ada secara
yakin, sedangkan kehidupan janin belum yakin dan keberadaannya terakhir.( Mausu’ah Fiqhiyah : 2/57 )
Prediksi tentang keselamatan Ibu dan janin bisa dikembalikan kepada ilmu kedokteran, walaupun
hal itu tidak mutlak benarnya. Wallahu A’lam.
Dari keterangan di atas, bisa diambil kesimpulan bahwa para ulama sepakat bahwa Abortus
Profocatus Criminalis, yaitu aborsi kriminal yang menggugurkan kandungan setelah ditiupkan roh ke
dalam janin tanpa suatu alasan syar’I hukumnya adalah haram dan termasuk katagori membunuh jiwa
yang diharamkan Allah swt.
Adapun aborsi yang masih diperselisihkan oleh para ulama adalah Abortus Profocatus
Therapeuticum, yaitu aborsi yang bertujuan untuk penyelamatan jiwa, khususnya janin yang belum
ditiupkan roh di dalamnya.

DAFTAR PUSTAKA
 Departemen Kesehatan RI. Riset kesehatan dasar (RISKESDAS) 2007, laporan nasional 2007, badan
penelitian dan pengembangan kesehatan, Jakarta: Indonesia. 2008.
 http://staff.ui.ac.id/internal/132147454/material/PelatihanKesehatanReproduksiRemaja.pdf
 http://www.depkes.go.id/downloads/publikasi/Peta%20Kesehatan%202007.pdf
 http://www.idai.or.id/saripediatri/pdfile/3-3-13.pdf
 http://www.khususkebidanan.com/kehamilan-remaja/
 Statistics Indonesia (Badan Pusat Statistik-BPS) and Macro International. Indonesia demographic and
health survey 2007. Calverton, Maryland, USA: BPS and Macro International. 2008.
 World Health Organization (WHO). Adolescent friendly health service, an agenda for change, Geneva:
Switzerland. 2002.
 World Health Organization (WHO). Life skills education for children and adolescents in schools,
introduction and guidelines to facilitate the development and implementation of life skill programme,
programme on mental health, Geneva: 1997.

30

Anda mungkin juga menyukai