Anda di halaman 1dari 6

WRAP UP JOURNAL READING

BLOK EMERGENSI

Severe oral and intravenous insecticide mixture


poisoning with diabetic ketoacidosis: a case report

Kelompok A-8

Ketua : Ilham Roza (1102016089)


Sekertaris : Melsya Halim Utami (1102016118)
Anggota : Arki Farros (1102015035)
Afif Baarid Khair (1102016009)
Dina Ramayanti (1102016055)
Hanifah Ainun Aryana (1102016079)
Hartomarasiddin (1102016081)
Heramitha Azahra (1102016084)
Ismanu Aji (1102016092)

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI
2019-2020
Latar Belakang Masalah
Penggunaan pestisida untuk pengendalian hama pertanian telah menyebabkan
pencemaran lingkungan dan bahaya bagi kesehatan, termasuk keracunan akut dan
kronis. Untuk meningkatkan pemasaran dilakukan pencampuran pestisida yang
mengakibatkan peningkatan toksisitas. Keracunan pestisida dapat diakibatkan dari
konsumsi oral, inhalasi, penyerapan melalui kulit, dan jarang melalui suntikan. Salah
satu efek sampingnya adalah hiperglikemia. Organofosfat (OP) yang merupakan
kandungan dari pestisida dapat mempengaruhi homeostasis glukosa tubuh melalui
beberapa mekanisme termasuk stres fisiologis, stres oksidatif, stres nitrosative,
pankreatitis, penghambatan cholinesterase dan lain-lain.
Terdapat sebuah kasus baru dimana seorang pria dewasa mengalami
keracunan insektisida akut dengan cara konsumsi oral dan menyuntikkan secara IV
yang menimbulkan manifestasi klinis yaitu ketoasidosis diabetik. Pestisida tersebut
mengandung campuran klorpirifos 50% (CPF) dan cypermethrin 5% (CM) yang pada
umumnya pestisida mengandung campuran OP dan PYR.

Presentasi Kasus
Seorang pria Arab Maroko belum menikah berusia 30 tahun dibawa ke UGD
dalam waktu dua jam dari keracunan insektisida akut. Dia telah menelan dan
menyuntikkan secara intravena ke lengan kirinya dengan jumlah yang tidak diketahui
dari insektisida Synergy® (mengandung campuran klorpirifos 50% (CPF) dan
cypermethrin 5% (CM)). Pria tersebut memiliki riwayat penyalahgunaan
polysubstance benzodiazepin, alkohol, ganja dan narkoba yang digunakan secara
intravena. Dia juga telah menderita gangguan sosial dan delusi agama namun tidak
pernah berkonsultasi dengan psikiater.

Tujuan
Mengetahui keefektifan pengobatan dari kasus keracunan pestisida campuran
akut dengan ketoasidosis diabetik pada orang dewasa dengan terapi suportif dan
atropin dalam dosis besar.
Manfaat
Dapat menjadi acuan pengobatan pada kasus yang sama dikemudian hari serta
mengetahui perjalanan manifestasi klinis yang timbul secara berurutan akibat
keracunan pestisida campuran yaitu CPF dan CM juga manifestasi yang timbul
setelah terapi.

Waktu dan Tempat


Penelitian ini dilakukan selama 4 minggu pada tahun 2014 yaitu dimulai saat
pasien masuk ke UGD setelah 2 jam keracunan. Dan bertempat di pusat Anti Racun et
de Pharmacovigilance du Maroc, Rabat, Maroko.

Metode
Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan menggali informasi
dari anamnesa, serta melakukan observasi dari hasil pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang selama pasien dirawat dan mengikuti perjalanan penyakitnya
hingga pulih.

Hasil
Dari anamnesa dan identifikasi senyawa berdasarkan bukti dari wadah yang
dibawa kerabat pasien disimpulkan bahwa pasien keracunan campuran dari OP dan
piretroid (PYR). Dari pemeriksaan fisik saat di UGD didapatkan tanda-tanda vital
takikardi (denyut nadi 100x/menit), hipertensi (tekanan darah 170/100 mmHg),
tadipnea (pernapasan 25x/menit), suhu febris. Juga didapatkan hipoksemia (saturasi
oksigen 80%), miosis, banyak sekresi oral, ronki dan dalam keadaan sopor (GCS
6/15). Pasien membutuhkan ventilator dan dirawat di Intensive Care Unit Medis
(MICU).
Dalam beberapa jam didapatkan hipotermia (34 ° C), bradikardi (35x/menit),
tremor, sekresi bronkial dan bronkospasme. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
hiperemia memanjang dari ketiga proksimal lengan bawah ke daerah ketiak dengan
edema berat di fossa antecubital tanpa indurasi atau nekrosis. Urin berubah warna
menjadi coklat kemerahan. Saat masuk ke MICU, menunjukkan hiperglikemia
(2,42g/L), rhabdomyolysis (tingkat creatine kinase dalam darah adalah 1188 UI/L)
dan tingkat bikarbonat rendah (16 mEq/L), gambar darah menunjukkan leukositosis,
cholinesterase sel darah merah dan plasma yang sangat rendah (<10%). Terapi yang
diberikan adalah cairan intravena (IV), atropin, fenobarbital, natrium bikarbonat
intravena (IV) dan rewarming eksternal. Atropin (2 mg) diberikan setiap 10 menit
selama empat jam, diikuti dengan infus 2,5 mg per jam, dan dosis disesuaikan sesuai
respon klinis.
Pada hari 3, pasien mengalami hipotensi (80/50 mmHg) dan takikardia
(143x/menit). Uji laboratorium menunjukkan hiperglikemia berat (4,49 g/dL),
hipokaliemia (2,4 mEq/L), glikosuria, ketonuria, dan tingkat bikarbonat rendah
(12mEq/L). Dari analisa gas darah didapatkan pH 6,99, PaCO 2 73 mmHg, PaO 2 195
mmHg (VIO 2 70%), dan HCO3ˉ 17,6 mEq/L, menunjukkan asidosis campuran.
Procalcitonine 1,90 ng/mL dan C-reactive protein (CRP) 2,70 mg/L. Diberikan terapi
berupa cairan IV, infus insulin, kalium parenteral, natrium bikarbonat, adrenalin pada
6mg/jam dan hidrokortison-hemisuccinate. Terapi suportif dan atropin dilanjutkan.
Pada hari ke-5, pasien mengalami hipertermia dengan menggigil. Tingkat
procalcitonin dan CRP meningkat. Bakteri Klebsiella pneumoniae dan
Staphylococcus hominis diisolasi dari darah dan diberikan terapi antibiotik dengan
ceftriaxone dan gentamisin. Kadar glukosa normal dan tidak membutuhkan terapi
insulin lebih lanjut, dan pasien sudah tidak dalam keadaan asidosis.
Pengobatan dengan adrenalin dihentikan pada hari 6. Pemakaian ventilator
diberikan selama 7 hari dan atropin selama 10 hari. Dosis total atropine yang
diberikan oleh pasien sebanyak 700 mg. Cholinesterase sel darah merah dan plasma
masih sangat rendah (<10%). Berdasarkan konsultasi dengan psikiater disimpulkan
pasien mengidap gangguan psikotik. Pasien dipulangkan setelah 13 hari dirawat
dengan melanjutkan terapi antibiotik, pemantauan klinis dan memulai terapi
antipsikotik. Serum cholinesterase telah normal empat minggu setelah keracunan.

Diskusi
Pada penggunaan dua senyawa aktif dapat menghasilkan efek yang lebih cepat
dan parah. Salah satu kombinasi yang paling populer adalah OP dan PYR, hal ini
dapat menyebabkan kombinasi baru pada campuran di atas. Pada pasien ini, ia
memakai campuran senyawa CPF dan CM yang dapat menghambat carboxylesterase
dimediasi oleh hidrolisis CM. Terdapat gejala tremor dan hipersalivasi akibat dari
kerja CM.
Sebuah studi menunjukkan bahwa, awal keracunan OP menyebabkan
penurunan suhu tubuh, diikuti dengan periode normal dengan suhu tubuh yang tinggi.
Namun, faktor-faktor seperti infeksi dan pengobatan bisa mengubah termoregulasi
pada pasien. Dan pada pasien ini sulit untuk mengkonfirmasi bahwa penyebab
hipertermia adalah keracunan OP dikarenakan terdapat faktor perancu seperti infeksi
nosokomial yang dialami pasien.
Dugaan diabetes pada pasien telah dihapuskan dikarenakan pasien tidak
memiliki riwayat diabetes, hemoglobin glikosilasi adalah normal dan tidak terdapat
hiperglikemia lanjutan selama rawat inap serta tidak ada obat yang diberikan yang
memiliki efek samping hiperglikemia.
Ketoasidosis diabetikum merupakan manifestasi jarang terjadi pada keracunan
pestisida. Pernah ditemukan kasus keracunan ketoasidosis diabetik namun pada anak-
anak, bukan pada orang dewasa

KESIMPULAN
Stres oksidatif yang disebabkan oleh OP dan PYR dapat menjadi penyebab
dari pengembangan gangguan metabolisme glukosa. Mekanisme yang tepat dari
tindakan ini perlu penyelidikan lebih lanjut. Menetapkan diagnosis komplikasi
keracunan pestisida sangat penting untuk pengobatan yang memadai dan untuk
meningkatkan hasil terapi.
DAFTAR PUSTAKA

Badrane. N. et all. (2014). Severe oral and intravenous insecticide mixture poisoning
with diabetic ketoacidosis: a case report. BioMed Central. 7:485

Anda mungkin juga menyukai