Anda di halaman 1dari 83

TUGAS MANDIRI 3

TEORI TOKSIKOLOGI KLINIK


OLEH :
AYU CANDRA YUDANTI
P27834018002

D3 ANALIS KESEHATAN
SEMESTER 4
POLTEKKES KEMENKES SURABAYA
2020
Keterkaitan hubungan ilmu toksikologi klinik, toksikologi forensik,
toksikologi farmakologi, dan toksikologi imunologi

TOKSIKOLOGI TOKSIKOLOGI
KLINIK FORENSIK

TOKSIKOLOGI TOKSIKOLOGI
IMUNOLOGI FARMAKOLOGI
Narkotika Golonga
n Opioida
STUDI KASUS

Seorang pemuda berusia 24 tahun dibawa ke Unit Gawat Darurat (UGD)


RSUD Kota setempat dengan keadaan pingsan dan nafas tersenggal-sen
ggal, menurut informasi seseorang yang membawanya ia diduga sering
memakai obat-obatan terlarang Narkotika jenis Opioida (Morfin) dalam
dosis yang berlebihan yang kemudian mengalami gejala-gejala seperti P
upil mata sangat kecil (pinpoint), pernafasan satu- satu dan coma (tiga
gejala klasik). Bila sangat hebat, dapat terjadi dilatasi (pelebaran pupil).
Sering disertai juga nausea (mual). Kadang-kadang timbul edema paru
(paru-paru basah). Pada saat ini timbul gejala akut overdosis atau kerac
unan morfin dengan menunjukkan gejala-gejala depresi saluran pernafa
san atau henti nafas hingga pingsan.
Toksikologi Klinik
Berdasarkan dari gejala ketika ia dibawa ke RSUD, maka dokter a
kan melakukan pemeriksaan dari gejala-gejala sitomatik seperti s
uhu badan menurun, tensi menurun, serta pupil dilatasi. Kemudia
n untuk diagnosa awal maka dilakukan analisis toksikologi narkot
ika dengan mengambil sampel biologis berupa darah dan urin u
ntuk diperiksa adanya kandungan morfin dalam tubuhnya hingga
diketahui kadar toksikan dan metabolitnya.

Dari segi ilmu toksikologi klinik maka diketahui apakah benar ad


anya toksikan yang dicurigai dalam sampel yang diperiksa.
Toksikologi Forensik
Pada hal ini toksikologi forensik membantu penegakan hukum atas penyalahgu
naan obat-obatan terlarang narkotika jenis opioida sehingga dapat diketahui sa
mpai sejauh mana terjadinya perubahan perilaku pada penggunanya seperti ras
a senang berlebihan (euforia) yang mengakibatkan melakukan hal-hal berbahay
a, melakukan tindak kejahatan dan kekerasan sampai menurunnya konsentrasi d
alam mengendarai kendaraan yang dapat membahayakan dirinya dan orang lai
n. Pemeriksaan Toksikologi Sebagai barang bukti dapat berupa : Urin, cairan em
pedu dan jaringan tempat suntikan, Darah dan isi lambung, diperiksa bila diper
kirakan keracunannya peroral, Nasal swab, kalau diperkirakan melalui cara meng
hirup, Barang bukti lainnya seperti ditemukannya suntikan, cairan atau serbuk y
ang dicurigai berada pada kamar tidurnya.
Toksikologi Farmakologi
Naloxone merupakan salah satu obat untuk melawan keracunan
narkotika atau disebut opiat antagonis. Obat lain untuk melawa
n pengaruh morfin atau heroin adalah nalorphine, levallophan, c
yclazocine, tetapi risikonya cukup berbahaya. Naloxone dapat m
embantu dengan cepat kalau diberikan dalam bentuk suntikan.
Pemberian dalam bentuk suntikan naloxone HCl (Narcan, Nokob
a) yang dimulai dengan dosis 0,4 mg/dl, dapat memperbaiki kea
daan gangguan pernapasan. Pemberian sebaiknya langsung mas
uk pembuluh darah balik atau intravena. Setelah disuntik, diperh
atikan keadaan pernapasannya. Jika belum membaik, setelah dio
bservasi dalam 3–5 menit dapat diulangi lagi ditambah satu am
pul lagi sampai efeknya tercapai dengan respons perbaikan kesa
daran, hilangnya depresi pernapasan, dan dilatasi pupil.
Toksikologi Imunologi
Untuk menentukan bahwa morfin dapat mempengaruhi sistem kekebalan adalah untuk m
enetapkan bahwa reseptor opiat yang diketahui diekspresikan pada sel-sel sistem saraf pu
sat juga diekspresikan pada sel-sel sistem kekebalan tubuh. Satu studi berhasil menunjukk
an bahwa sel dendritik , bagian dari sistem kekebalan tubuh bawaan, menampilkan resept
or opiat. Sel dendritik bertanggung jawab untuk memproduksi sitokin , yang merupakan a
lat untuk komunikasi dalam sistem kekebalan tubuh. Efek morfin pada sistem kekebalan te
lah menunjukkan bahwa morfin mempengaruhi produksi neutrofil dan sitokin lainnya. Kar
ena sitokin diproduksi sebagai bagian dari respon imunologis langsung (peradangan), tela
h disarankan bahwa mereka juga dapat mempengaruhi rasa sakit. Biasanya, produksi sitok
in di dalam dan sekitar daerah yang terluka meningkat untuk melawan infeksi dan menge
ndalikan penyembuhan (dan, mungkin, untuk mengendalikan rasa sakit), tetapi pemberian
morfin pra-insisional (0,1 mg / kg menjadi 10,0 mg / kg) mengurangi jumlah sitokin ditem
ukan di sekitar luka dengan cara tergantung dosis. Pemberian morfin pada periode pasca-
cedera akut dapat mengurangi resistensi terhadap infeksi dan dapat mengganggu penye
mbuhan luka.
PSIKOTROPIKA GOLONGAN
AMFETAMIN
STUDI KASUS
Terdapat seorang penderita gangguan bipolar yang sering mengalami episode depresi,
sehingga ia memutuskan untuk mengkonsumsi obat stimulan yaitu amfetamin guna men
urunkan gangguan bipolar tersebut dengan meningkatkan kepercayaan diri dan kebahag
iaan. Penggunaan secara terus menerus tanpa resep dokter dilakukan oleh pengguna sa
mpai pada akhirnya, ia mengalami kejang, nyeri dada, sesak nafas dan kolaps kardiovask
ular. Hingga pada akhirnya dinyatakan meninggal dunia setelah dilarikan ke rumah sakit.
TOKSIKOLOGI KLINIK

Setelah penggunaan obat stimulan tersebut, ia mengalami kejang dan kol


aps kardiovaskular sehingga dilakukan analisa secara kualitatif dengan me
nggunakan screening test untuk mengidentifikasi toksikan penyebab insto
ksikasi, kemudian dilakukan pemeriksaan secara kuantitatif untuk mengeta
hui tingkat toksisitas pengguna (dilakukan jika tes kualitatif positif).
TOKSIKOLOGI FORENSIK

Pengguna meninggal akibat kolaps kardiovaskular yang diduga setelah


mengkonsumsi amfetamin. Dengan beberapa gejala pada jenazah, perlu
dilakukan uji konfirmasi untuk menyatakan bahwa orang tersebut menin
ggal karena overdosis amfetamin. Uji tersebut dapat dilakukan dari sam
pel urin, darah, residu maupun sampel rambut. Setelah dilakukan uji sec
ara kualitatif dan kuantitatif, hasil menunjukkan positif amfetamin. Sehin
gga amfetamin merupakan penyebab kematian orang tersebut.
TOKSIKOLOGI FARMAKOLOGI

Berdasarkan hasil pemeriksaan kualitatif dan kuantitatif terhadap


pengguna amfetamin, perlu dilakukan terapi dengan memberika
n obat yang mampu mengurangi gejala putus zat akibat amfeta
mina yaitu lisdexamfetamine.
TOKSIKOLOGI IMUNOLOGI

Penggunaan amfetamin secara berlebihan dapat mengakibatkan autoimun dan kerusa


kan organ sistemik akibat sistem imun yang terganggu, hipertermi, dan malnutrisi. Ter
ganggunya sistem imun akibat amfetamin berdampak pada menurunnya daya tahan t
ubuh terhadap infeksi dan penyakit, sistem sirkulasi yang akan mengalami gangguan.
ZAT ADIKTIF
METHANOL
STUDI KASUS
Ditemukan seseorang mengkonsumsi minuman lapen,
dimana salah satu komposisinya adalah methanol dengan
dosis yang tidak diketahui. Keesokan harinya seseorang
tersebut mengalami gangguan tingkah laku berupa
kemarahan tanpa ada sebab. Beberapa jam kemudian, pasien
muntah-muntah, kejang dan mengalami penurunan
kesadaran.
TOKSIKOLOGI KLINIK
Gejala awal intoksikasi methanol terjadi 12-24 jam setelah
ingesti. Interval anatara ingesti dan munculnya gejala
berhubungan dengan konsumsi/jumlah methanol yang
masuk. Gejala intoksikasi pada sistem saraf pusat berupa nyeri
kepala, vertigo, kebingungan, koma, kejang yang mirip dengan
gejala sesuai laporan kasus tersebut.
TOKSIKOLOGI FORENSIK
1. Metode skrining (pendahuluan) dilakukan secara kualitatif dengan
metode kalium bikromat (K2Cr2O7) 2,5 % dalam asam sulfat 50% dan
asam kromatopat.
2. Metode enzimatik, bergantung pada oksidasi spesifik enzim dari
ethanol menjadi asetaldehid menggunakan alkohol dehydrogenase.
Oksidasi tersebut memerlukan reduksi dari nikotinamid adenine
dinukleotida (NAD+) menjadi NADH (tereduksi) yang disertai perubahan
absorban yang dimonitor dengan spektrofotometer pada panjang
gelombang 450nm. Konsentrasi alkohol pada specimen dihitung dari
kurva kalibrasi.
3. Analisa kuantitatif dengan kromatografi gas, menggunakan specimen
darah 200µL aliquot darah dalam sodium florida dan potassium oksalat.
Dianjurkan menggunakan 2 kolom yang berbeda, karena penggunaan
TOKSIKOLOGI FARMAKOLOGI
Pengobatan untuk mengatasi asidodis, karena dapat mengancam jiwa penderita.
Secara teoritis, ethanol adalah antidotum spesifik terhadap toksisitas methanol,
walaupun efektifitasnya masih dipelajari. Selama ethanol memiliki daya berikatan
dengan alkohol dehydrogenase (ADH), dengan kekuatan 20x lebih besar dari
methanol, maka ethanol merupakan pilihan utama sebagai substrat untuk enzim
ADH tersebut. Ethanol diberikan secara oral atau melalui intra vena sesegera
mungkin. Dosis pemberian ethanol dilakukan hingga mencapai kadar 0,1% dalam
darah. Bila ethanol cukup untuk mengurangi metabolisme methanol sehingga kadar
metabolisme toksik methanol berkurang, maka secara keseluruhan dapat
menurunkan daya toksisitas methanol. Pengobatan dengan ethanol harus dilakukan
selama 1 minggu hingga lebih sampai methanol dikeluarkan dari tubuh.
TOKSIKOLOGI IMUNOLOGI
 Melalui absorbsi, metanol secara oral sangat cepat karena hanya membutuhkan waktu paruh
rata-rata lima menit. Puncak absorbsi menjadi 30-60 menit jika telah mengonsumsi makanan
Metanol utamanya dimetabolisme di hati. Enzim yang berperan dalam metabolisme metanol
adalah enzim alkohol dehidrogenase, formaldehid dehidrogenase, dan tetrahidrofolat.
Metanol diubah menjadi formal dehid (methanal, HCHO) dengan bantuan enzim alkohol
dehidrogenase. Selanjutnya formaldehid mengalami oksidasi terfasilitasi oleh enzim
formaldehid dehidrogenase untuk diubah menjadi asam format (asam methanoat, H∙COOH).
Asam format dimetabolisme menjadi karbondioksida (CO2) dan air (H2O) tergantung dari
adanya enzim tetra hidrofolat yang terlebih dahulu membentuk 10-formyltetrahidrofolat.
Pembentukan format dan asam fomat sangat tergantung tingkat keasaman (pH).

 Paruh waktu eliminasi metanol mencapai 24 jam. Namun dengan konsentrasi metanol yang
rendah, eliminasi berlangsung 1-3 jam. Jika metanol masuk secara inhalasi sebesar 200 ppm,
rata-rata waktu eliminasi adalah 3.7 jam. Sedangakan paruh waktu eliminasi asam format
adalah 365 menit. Metanol dikeluarkan melaui muntah, dan sebagian kecil melalui paru-
paru, keringat, dan ginjal.
OBAT ASPIRIN

ALLPPT.com _ Free PowerPoint Templates, Diagrams and Charts


STUDI KASUS

Seorang pasien telah keracunan obat saat dibawa keruma


h sakit dan dilakukan cek tekanan darah dengan hasil 128
/90 mm/Hg, detak nadi 140 / menit, pernafasan 40/menit.
Keterangan dari pasien terakhir bahwa ia mengonsumsi 6
tablet aspirin pada malam sebelumnya.
TOKSIKOLOGI KLINIK
 Gejala paling awal dari keracunan aspirin akut termasuk telinga berdenginG dan gangguan
pendengaran. Gejala lainnya meliputi napas cepat (hiperventilasi), muntah, dehidrasi, dema
m, penglihatan ganda, dan merasa lemas, gelisah, gemetar, Tensi darah rendah.Gejala yang
mungkin muncul terlambat, atau gejala keracunan berat, termasuk rasa mengantuk atau ke
bingungan, perubahan perilaku, goyah saat berjalan, halusinasi.
 Keracunan dapat didiagnosis lewat tes darah untuk mengukur seberapa banyak kandungan
aspirin dalam darah. Pengukuran pH darah (berapa banyak asam dalam darah) dan kadar k
arbon dioksida atau bikarbonat dalam darah juga dapat menentukan tingkat keparahan ker
acunan.
TOKSIKOLOGI FORENSIK
Apabila pasien ditemukan dengan keadaan tidak sadar maka dilakukan
identifikasi lebih lanjut dengan penyiapan sampel “sample preparation”,
Analisis meliputi uji penapisan “screening test ” atau dikenal juga deng
an “general unknown test ” dan uji konfirmasi yang meliputi uji identifi
kasi dan kuantifikasi, langkah terakhir adalah interpretasi temuan analisi
s dan penulisan laporan analisis.Sampel dari toksikologi forensik adalah
spesimen biologi seperti: cairan biologis (darah, urin, air ludah) dan mu
ntahan.
TOKSIKOLOGI FARMAKOLOGI

Setelah di ketahui dari hasil pemeriksaan maka pasien maka pasien di


berikan activated charcoal secepat mungkin, apabila keadaan pasien s
udah sangat parah maka diberikan Suntikan bikarbonat+kalium, untuk
kasus keracunan tingkat sedang hingga parah. Hemodialisis untuk kas
us tertentu.
TOKSIKOLOGI IMUNOLOGI

Indikasi dari obat untuk pengobatan akut dan kronik gejala-gejala


rheumatid arthritis. Apabila penderita hipersensitivitas terhadap p
emberian aspirin maka dengan imunologi digunakan uji untuk me
ngetahui adanya aspiri menggunakan metode uji anti-inflamasi d
engan invitro dan invivo.
OBAT
PARACETAMOL
STUDI KASUS

Seorang pasien sering mengalami sakit kepala dan mengatasinya dengan


parasetamol. Suatu saat setelah konsumsi parasetamol pasien menunjukk
an gejala sakit perut, muntah, icterus, anoreksia kemudian pasien tersebu
t dibawa ke rumah sakit di kota nya untuk melakukan pengecekan terkait
kondisinya.
Toksikologi Klinik
Berdasarkan studi kasus nya maka perlu dilakukan analis
a kualitatif untuk identifikasi obat yang dipakai dan untu
k menentukan penanganan awal. Ketika sudah dikatakan
positif pemakai parasetamol, dilakukan analisa kuantitati
f untuk menentukan kadar pasti parasetamol dalam tub
uh pasien tersebut guna menentukan jenis terapi dan ja
ngka waktu terapi yang tepat.
Toksikologi Forensik

Jenazah meninggal akibat gagal ginjal penyakit kuning, untuk kepastian


penyebabnya toksikologi forensik berperan. Gagal ginjal yang disebabka
n oleh keracunan parasetamol dapat dilihat dari tubulus ginjal yang men
galami kerusakan. Jika morfologi sulit dideteksi dapat diketahui dari uji s
pecimen jenazah seperti urine sisa pada jenazah yang kemudian diuji ku
alitatif dan kuantitatif. Jenazah tersebut dinyatakan benar positif.
Toksikologi Farmakologi
Setelah mengetahui bahwa pasien benar mengalami ker
acunan parasetamol, dilakukan terapi yang paling efektif
yakni terapi asetilsitein bila diperlukan dalam waktu 8-1
0 jam pasca penelanan parasetamol. Terapi ini perlu me
mperhatikan kontadiksi dan riwayat alergi pada korban t
erutama riwayat asma bronkhile.
Toksikologi Imunologi

Paracetamol dapat menghambat sekresi prostaglandin dalam tubuh. Jika


pemakaian parasetamol terus menerus prostaglandin akan terganggu, dan
daya tahan tubuh juga terganggu. Karena prostaglandin berperan dalam
pengobatan hipersensitifitas, alergi dan system imun. Oleh karena itu pasi
en yang mengalami gangguan imunitas perlu penangan khusus, bukan ha
nya terapi asetilsitein tetapi juga terapi prostaglandin.
Keterkaitan hubungan ilmu toksikologi klinik, toksikologi lingkungan,
toksikologi farmakologi, dan toksikologi forensik

TOKSIKOLOGI TOKSIKOLOGI
KLINIK LINGKUNGAN

TOKSIKOLOGI TOKSIKOLOGI
FORENSIK FARMAKOLOGI
PESTISIDA
INSEKTISIDA

ORGANOFOSFAT
STUDI KASUS

Petani di suatu desa Jawa Timur diduga mengalami


keracunan akibat pestisida organofosfat setelah
penggunaan pestisida pada lahan pertanian buah yang
berlebihan dan tidak terkendali. Setelah beberapa hari
petani menunjukkan gejala atau tanda-tanda keracunan
yang tidak spesifik, bahkan cenderung menyerupai gejala
penyakit biasa seperti pusing, mual dan lemas. Kemudian,
setelah diperiksa petani didiagnosa terjangkit keracunan
pestisida dan anemia.
TOKSIKOLOGI KLINIK
Setelah diketahui gejala yang ditimbulkan, maka perlu dilakukan
analisa kualitatif untuk mengidentifikasi penyebab
instoksikasinya dengan begitu dapat menentukan diagnosa
awal terhadap dugaan instoksikasi. Jika sudah diketahui
dilanjutkan dengan analisa kualitatif untuk mengetahui tingkat
toksisitas racun pestisida pada pasien agar dapat menentukan
jenis terapi dan jangka waktu terapi yang tepat.
TOKSIKOLOGI LINGKUNGAN
Pada area pertanian khususnya untuk buah - buahan menggunakan
banyak pestisida dalam upaya meningkatkan mutu dan produktivitas
hasil pertanian. Penggunaan pestisida dengan dosis besar dan dilakukan
akan menimbulkan beberapa kerugian, antara lain residu pestisida akan
terakumulasi pada produk-produk pertanian, pencemaran pada
lingkungan pertanian, penurunan produktivitas, keracunan pada hewan
dan manusia yang berdampak buruk pada kesehatan. Jenis orgaofosfat
yang terdeteksi dalam tanah di daerah pertanian yaitu DDT (Dikloro-
Difenil-Triklorotan), Disulfoton, Parathion, Diazinon, Azodrin, Gophacide,
dll.
TOKSIKOLOGI FARMAKOLOGI
Setelah mengetahui benar pasien mengalami keracunan
pestisida organofosfat, kemudian akan dilakukan pengobatan
dengan pemberian Atropin untuk mengobati efek muskarinik
karena keracunan fosfat, Oxime (Pralidoxime) untuk melawan
efek neuromuskular.
TOKSIKOLOGI FORENSIK
Organofosfat menginhibisi asetilkolinesterase pada saraf,
organofosfat menghambat enzim asetilkolinesterase (AChE)
melalui proses fosforilasi bagian ester anion. Penumpukan AchE
yang terjadi akibat terhambatnya enzim AChE akan
menimbulkan gejala-gejala keracunan organofosfat.
PESTISIDA
INSEKTISIDA
ORGANOKLORIN
STUDI KASUS

Seorang petani jagung mengalami pusing, muntah-muntah, mulas, mata


berair, kulit terasa gatal diikuti dengan kebingungan, tremor, berkurang
nya kesadaran serta kejang-kejang setelah menyemprotkan pestisida di l
ahan pertaniannya.
TOKSIKOLOGI KLINIK

Pengujian residu pestisida bertujuan untuk dapat mengidentifikasi secara


kualitatif dan menetapkan secara kuantitatif dari contoh yang di uji, zat ki
mia ini menginduksi fasilitas dan hipereksitasi pada taut sinaps dan taut n
euromuskuler yang mengakibatkan pelucutan berulang pada neuron pusa
t, neuron sensorik dan neuron motorik.
TOKSIKOLOGI LINGKUNGAN

Pertanian yang menggunakan banyak materi organik akan mengandung residu pestisida yang
tinggi, karena tanah yang seperti ini dapat mengabsorbsi senyawa hidrokarbon yang mengan
dung klor (hidrokarbon terklorinasi). Jenis organoklorin yang terdeteksi dalam tanah di daera
h pertanian adalah DDT, Dieldrin, Endrin, Proporsi pestisida yang akan mencapai target, sepert
i hama, ditemukan tidak lebih dari 0,3% dari yang diaplikasikan, sedangkan 99% lainnya akan
berada di lingkungan.
TOKSIKOLOGI FARMAKOLOGI
 Obati kejang, koma, depresi pernafasan. Aritmia ventrikular → propranol
ol. Pasang monitor elektrokardiograf, observasi pasien paling tidak 6 – 8
jam.
 Antidotum dan obat spesifik : tidak ada. Obat yang diberikan hanya me
ngurangi gejala seperti anti konvulsi dan pernafasan buatan.
TOKSIKOLOGI FORENSIK

Organoklorin menginhibisi enzim kholinesterase pada sistem syaraf


pusatreseptor muskarinik dan nikotinik pada system saraf pusat dan
perifer, hal tersebut menyebabkan timbulnya gejala keracunan yang
berpengaruh pada seluruh bagian tubuh.
PESTISIDA
INSEKTISIDA

KARBAMAT
STUDI KASUS

Petani yang mengeluhkan memiliki gejala lelah, sakit kepala, pusing, hilang
selera makan, mual, muntah, keluar air mata, air liur berlebih, sesak, buang
air besar atau kecil tidak terkontrol. Setelah diperiksa ternyata karena kerac
unan insektisida karbamat.
Toksikologi Klinik
Pestisida karbamat yang umumnya untuk membasmi hama ket
ika masuk ke dalam tubuh melalui kulit, pernapasan, maupun
oral akan segera di absorpsi terutama jika melalui kulit atau m
ata.perpindahan residu dari suatu bagian tubuh kebagian yang
lain sangat mudah. Paparan melalui oral dapat berakibat seriu
s, luka berat bahkan kematian jika tertelan. Gejala yang di timb
ulkan akibat keracunan karamat cepat muncul namun juga cep
at hilang jika di bandingkan dengan organofosfat. Sehingga se
telah terjadinya keracunan karbamat perlu dilakukan analisa ku
alitatif dan kuantitaif untuk mengetahui ada atau tidaknya sen
yawa karbamat dan untuk mengetahui kadar pestisida yang m
enyebabkan keracunan tersebut.
TOKSIKOLOGI LINGKUNGAN

Pada keracunan pestisida terutama karbamat pemberian atropin sampai ef


ek toksik muskarinik berubah kembali normal. Atropin yang di berikan adal
ah atropin sulfas, dan pemberian arang aktif yang berlangsung antara 30
menit sampai 2 jam.
TOKSIKOLOGI FARMAKOLOGI
Pestisida yang mempunyai daya bunuh tinggi dalam penggunaan den
gan kadar rendah menimbulkan gangguan lebih sedikit bila dibanding
kan dengan pestisida dengan daya rendah. Toksisitas pestisida golong
an karbamat dapat diketahui dari LD 50 oral yaitu dosis yang di berika
n dalam makanan. Toksisitas pestisida secara inhalasi juga dapat diketa
hui dari LC 50 yaitu konsentrasi pestisida di udara yang mengakibatka
n 50% hewan percobaan mati. Makin rendah nilai LD 50/LC maka toksi
s dari dosis pestisida karbamat menimbulkan gangguan lebih sedikit. P
ada keracunan pestisida terutama karbamat pemberian atropin sampai
efek toksik muskarinik berubah kembali normal. Atropin yang di berika
n adalah atropin sulfas, dan pemberian arang aktif yang berlangsung a
ntara 30 menit sampai 2 jam. Diberikan juga obat-obatan lain untuk te
rapi suportif seperti infus kristaloid dan dekstroksa.
TOKSIKOLOGI FORENSIK

Uji forensik yang dilakukan berdasarkan gejala yang timbul yaitu tremor,
pupil mengecil, denyut jantung melambat, kejang otot, inkontinensi, kelu
ar air mata, keringat. Sampel yang dapat diambil untuk uji forensik dapat
melalui keringan pasien maupun air mata pasien untuk melihat apakah b
enar tidaknya ada kandungan karbamat yang menyebabkan pasien terse
but keracunan.
Keterkaitan hubungan ilmu toksikologi klinik, toksikologi industri,
toksikologi logam berat, dan toksikologi lingkungan

TOKSIKOLOGI TOKSIKOLOGI
KLINIK INDUSTRI

TOKSIKOLOGI TOKSIKOLOGI
LINGKUNGAN LOGAM BERAT
LOGAM BERAT
MERKURI (Hg)
STUDI KASUS

Rima membeli krim wajah anti aging melalui jaringan


yang mengimpor barang dari Paris.
TOKSIKOLOGI KLINIK
 Saat pertama kali tiba di rumah sakit Rima berbicara cadel
dan mengalami kesulitan berjalan. Sayangnya, semakin ke
sini kesehatannya justru makin memburuk. Tanda-tanda
keracunan termasuk kehilangan ingatan, depresi, sakit kepala,
tremor, dan penurunan berat badan.
 Hasil analisa menunjukkan dalam darahnya memiliki 2.630
mikrogram merkuri per liter, yang mana 526 kali di atas
batas aman lima mikrogram per liter.
TOKSIKOLOGI INDUSTRI
Dokter telah menemukan kadar merkuri yang sangat
tinggi dalam krim anti aging milik Rima ketika mereka
menguji kosmetiknya untuk mencoba dan menentukan
penyebab keracunan. Merkuri memang dapat mengurangi
hal-hal seperti bintik-bintik penuaan.
TOKSIKOLOGI LOGAM BERAT

Senyawa tersebut sangat stabil dalam proses metabolisme dan


mudah menginfiltrasi jaringan yang sukar ditembus oleh
senyawa lain, misalnya otak dan plasenta. Senyawa tersebut
mengakibatkan kerusakan jaringan yang irreversible baik pada
orang dewasa dan anak-anak.
TOKSIKOLOGI LINGKUNGAN
Merkuri yang terkandung dalam krim wajah masuk dalam kategori
merkuri inorganik. Penggunaan merkuri pada krim wajah yang kadarnya
melebihi batas dapat berbahaya bagi pengguna. Walaupun penyerapan
merkuri dalam tubuh lebih kecil daripada jalur masuk yang lain tetapi
hal tersebut tidak boleh dikesampingkan, apabila terpapar oleh krim
bermerkuri maka dapat mengakibatkan keluhan kesehatan kulit sebagai
reaksi dari kulit yang terjadi secara langsung dan cepat. Reaksi yang
disebabkan oleh krim berbahaya tersebut seperti pengelupasan kulit,
kemerahan, dan kulit terasa panas.
LOGAM BERAT
TIMBAL (Pb)
STUDI KASUS

Sekelompok anak-anak sekolah di Surabaya memiliki kandungan timbal da


lam darah berkisar 10-14.9 ug/dL, yang mana melampaui batas yang di tet
apkan oleh Pusat Pengontrolan dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat
yaitu kurang dari 10 ug/dL tentang batas timbal yang di golongkan tidak
beracun.
Toksikologi Klinik
 Tes darah menjadi pilihan utama untuk mendiagnosis kerac
unan timbal di dalam tubuh. Kadar timbal dalam darah yan
g dianggap berbahaya, baik untuk penderita anak-anak ata
u dewasa adalah 5-10 μg/dL. Jika sudah melebihi 45 μg/dL,
pengobatan harus segera dilakukan.
 Jika diperlukan, dapat dilakukan tes penunjang lainnya, sepe
rti pemeriksaan kadar besi dalam darah, foto Rontgen, dan
biopsi sumsum tulang.
TOKSIKOLOGI INDUSTRI

Industri yang perpotensi sebagai sumber pencemaran Pb adalah semua industri yang memakai Pb sebagai bahan baku maup
un bahan penolong, misalnya:
1. Industri pengecoran maupun pemurnian.
Industri ini menghasilkan timbal konsentrat (primary lead), maupun secondary lead yang berasal dari potongan logam (scrap).
2. Industri batery.
Industri ini banyak menggunakan logam Pb terutama lead antimony alloy dan lead oxides sebagai bahan dasarnya.
3. Industri bahan bakar.
Pb berupa tetra ethyl lead dan tetra methyl lead banyak dipakai sebagai anti knock pada bahan bakar, sehingga baik industri
maupun bahan bakar yang dihasilkan merupakan sumber pencemaran Pb.
4. Industri kabel.
Industri kabel memerlukan Pb untuk melapisi kabel. Saat ini pemakaian Pb di industri kabel mulai berkurang, walaupun masih
digunakan campuran logam Cd, Fe, Cr, Au dan arsenik yang juga membahayakan untuk kehidupan makluk hidup.
5. Industri kimia, yang menggunakan bahan pewarna.
Pada industri ini seringkali dipakai Pb karena toksisitasnya relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan logam pigmen yang l
ain. Sebagai pewarna merah pada cat biasanya dipakai red lead, sedangkan untuk warna kuning dipakai lead chromate.
TOKSIKOLOGI LOGAM BERAT

Timbal hadir dalam jumlah kecil di udara, tanah, debu rumah


tangga, makanan, air minum, dan perhiasan murah atau main
an. Keracunan timbal terjadi ketika partikel timbal jadi menum
puk di dalam tubuh. Penumpukan zat asing ini dapat berlangs
ung selama beberapa bulan atau bertahun-tahun.
TOKSIKOLOGI LINGKUNGAN
Sumber paparan timbal juga dapat ditemukan dalam lingkungan, seperti
:
1. Cat berbasis timah, termasuk cat di dinding rumah tua
2. Perlengkapan seni
3. Debu yang terkontaminasi
4. Mainan dan peralatan rumah tangga yang tua
5. Peluru, pemberat tirai, dan pemberat pancing yg terbuat dari timah
6. Pipa air dan keran
7. Tanah yang tercemar oleh knalpot mobil
LOGAM BERAT
ARSEN (As)
STUDI KASUS

Ibu Dani pada siang hari memasak ikan setelah membelinya tadi pa
gi di pasar. Kemudian Dani menyantap menu makan siang yang sud
ah dihidangkan oleh ibunya. Tak lama setelah itu, Dani mengalami k
eracunan ikan setelah dimasak.
TOKSIKOLOGI KLINIK

Dani setelah mengonsumsi ikan yang diduga keracunan arsenik akan di diagn
osa oleh laboratorium toksikologi klinik dengan pengambilan sampel darah at
au urin. Kadar arsenik dalam tubuh dianggap meningkat jika melebihi 50 mik
rogram perliter. Namun, keracunan yang terjadi dapat 5-100 kali lipat dari ang
ka tersebut. Selain, kadar arsenik dapat pula diperiksa kadar elektrolit, jumlah
sel darah serta pemeriksaan elektrokardiografi atau uji konduksi saraf untuk m
engetahui gangguan irama jantung dan kelainan fungsi sarah.
TOKSIKOLOGI INDUSTRI

Analisa pada toksikologi industri ini dilihat dari ikan yang telah dikonsumsi
tersebut ternyata di dapat dari air yang terkena limbah industri. Pada kons
entrasi tinggi, limbah tersebut menyebabkan kontaminasi bakteriologis sert
a beban nutrien yang berlebihan. Limbah yang dapat menimbulkan keracu
nan tersebut menghasilkan logam berat seperti arsen (Ar).
TOKSIKOLOGI LOGAM BERAT

Dilihat secara kimiawi arsen memiliki karakteristik yang dapat digunakan


sebagai pengganti dalam berbagai reaksi biokimia dan juga beracun. Ars
en merupakan unsur golongan metaloid, mempunyai titik didih dan titik
lebur tinggi yaitu 867 K dan 1090 K. Ketika dipanaskan arsenik akan cep
at teroksidasi menjadi oksida arssenik, yang berbau seperti bawang puti
h. Arsenik dapat langsung tersublimasi berubah dari padat menjadi gas t
anpa menjadi cairan terlebih dahulu.
TOKSIKOLOGI LINGKUNGAN

Pada analisa toksikologi lingkungan, arsen sangat besar kemungkinannya


mencemari air tanah dan air minum oleh karena itu seseorang menjadi ke
racunan setelah mengonsumsi ikan yang dialiri oleh air tanah. Konsentrasi
arsen yang lebih tinggi ditemukan pada batuan beku dan sedimen. Tanah
hasil pelapukan batuan biasanya mengandung Arsen (As) sebesar 0,1-40
ppm dengan rata-rata 5-6 ppm.
SENYAWA
KARBO MONOKSIDA

(CO)
STUDI KASUS
Pada suatu kasus kebakaran yang memakan banyak korban
dimana korban terlalu lama didalam kondisi ruangan dengan
ventilasi yang minimal dan tertutup sehingga korban terlalu
banyak menghirup asap yang sebagian besar mengandung gas
CO. Saat diperiksa korban tersebut menunjukkan gejala seperti
keracunan yaitu sakit kepala, rasa mual dan muntah, rasa lelah,
mengeluarkan keringat cukup banyak, pola pernafasan menjadi
cepat dan pendek, adanya rasa gugup dan berkurangnya fungsi
penglihatan, berkurangnya kesadaran bahkan hingga pingsan yang
sebelumnya ditandai dengan sakit dada yang sangat mendadak.
TOKSIKOLOGI KLINIK

Ketika dinyatakan korban positif keracunan CO, kemudian


dilakukan pemeriksaan menggunakan analisis kuantitatif untuk
menentukan kadar CO yang terhirup oleh korban selama
mengalami paparan asap. Hal tersebut bertujuan untuk
menentukan penanganan yang tepat dan mengetahui
termasuk kedalam tingkatan mana persentase keracunan CO
pada korban.
TOKSIKOLOGI INDUSTRI
Pada suatu kasus seorang pekerja industri pembuatan besi dan baja dalam sehari
bekerja selama 10 jam dalam kondisi ruangan besar tertutup dengan ventilasi
yang tertutup tetapi pintu terbuka, hal ini tentu pekerja berpotensi akan
mengalami paparan dari gas hasil pembuangan alat industri tersebut sehingga
pekerja dapat berpotensi mengalami keracunan CO. Karbon monoksida (CO) dapat
terbentuk karena proses pembakaran yang tidak sempurna akibat kurangnya
oksigen dan dapat ditemukan pada alat pemanas, tungku kayu, asap rokok baik
dari alat yang digunakan oleh industri maupun asap rokok yang dikonsumsi oleh
pekerja industri. Hal ini tentunya pemeriksaan secara berkala pada semua saluran
yang berhubungan dengan pembakaran, dimana letak ventilasi yang benar
menghadap keluar dan tidak tersumbat untuk mencegah agar tidak terjadinya
keracunan CO pada pekerja, sehingga keselamatan pekerja dapat terjaga.
TOKSIKOLOGI LOGAM BERAT
Karbo monoksida (CO) adalah gas yang tak berwarna, tak berbau dan tak berasa.
Memiliki titik lebur 68 K dan titik didih 81 K. Jadi, karbon monoksida dapat
terbentuk apabila terdapat kekurangan oksigen dalam proses pembakaran seperti
halnya ketika alat pemanas dan tungku kayu dalam pembuatan besi dan baja
dapat membuat orang yang terpapar berpotensi mengalami keracunan CO
dimana Gas karbon monoksida (CO) yang masuk dalam sistem peredaran darah
akan menggantikan posisi oksigen dalam berikatan dengan hemoglobin (Hb)
dalam darah sehingga gas CO mudah masuk ke dalam jantung, otak dan organ
vital penunjang kehidupan manusia lainnya. Gas CO sifatnya sangat beracun bagi
tubuh manusia, sehingga bisa berakibat fatal bagi tubuh.
TOKSIKOLOGI LINGKUNGAN
Pada suatu kasus seorang pekerja industri pembuatan besi dan baja dalam sehari
bekerja selama 10 jam dalam kondisi ruangan besar tertutup dengan ventilasi
yang tertutup tetapi pintu terbuka, hal ini tentu pekerja berpotensi akan
mengalami paparan dari gas hasil pembuangan alat industri tersebut sehingga
pekerja dapat mengalami keracunan CO. Karbon monoksida (CO) dapat terbentuk
karena proses pembakaran yang tidak sempurna akibat kurangnya oksigen dan
dapat ditemukan pada alat pemanas, tungku kayu, asap rokok baik dari alat yang
digunakan oleh industri maupun asap rokok yang dikonsumsi oleh pekerja
industri. Sehingga gas hasil pembuangan dari alat industri tersebut dibuang
disekitar area industri. Lingkungan disekitar area indutri tentu juga diperhatikan
agar sirkulasi udara pada sekitar industri tidak tercemar oleh gas hasil
pembuangan dari pembakaran pada alat yang dipakai. Jika seseorang mengalami
paparan CO 1.000 ppm selama beberapa menit akan menimbulkan gejala
SENYAWA
SIANIDA
STUDI KASUS

Seseorang pemuda dilarikan ke rumah sakit dengan gejala kejang, hilang k


esadaran palpitasi, diaphoresis dan kemerahan, pasien berbau khas almon
d pahit. Telah didapat laporan bahwa, sebelumnya pasien sempat memaka
n sesuatu yang diberikan oleh rekan kerjanya.
TOKSIKOLOGI KLINIK

Setelah dilkukan pemeriksaan laboratorium, ternyata pasien teridentifikasi kercacun


an sianida akut,karena ditemukan kadar sianida > 0,5 mg/L. Parameter kadar laktat
serum dari pasien memiliki nilai > 8 mmol/L sehingga dapat di diagnosa keracuna
n sianida,lalu penurunan tekanan parsial PO2 yang menandakan terjadinya asidosis
laktat dan dengan diagnosa banding yakni terbentuknya warna kulit cherry red.
TOKSIKOLOGI INDUSTRI
Seseorang dapat keracunan sianida melaui pernafasan dengan gejala k
ecemasan, pusing tidak bisa fokus, dan saturasi oksigen, hipoksia, peni
ngkatan detak jantung dan tekanan darah hingga kematian. Siandia da
pat ditemukan pada bahan industri dan rumah tangga. Sianida banyak
digunakan dalam proses industri yang menggunakan electroplatting d
an polishing logam. Garam sianida menghasilkan gas hidrogen sianida
bila dikombinasi dengan asam, sehingga memungkinkan terjadinya kec
elakaan industri atau paparan berbahaya. Paparan inhalasi terus mener
us dengan tingkat udara yang membahayakan adalah 50 ppm. Batas H
CN yang direkomendasikan pada pekerja adalah 4,7 ppm.
TOKSIKOLOGI LOGAM BERAT
 
Sianida merupakan salah satu logam berat yang mengandung
kelompok siano C=N dengan atom terikat tiga ke atom nitro
gen. Sianida tergolong racun yang sangat toksik. Sianida adal
ah kelompok senyawa yang umumnya diklasifikasikan kedala
m sianida bebas,kompleks dan sederhana. Tingkat toksik dari
sianida ditentukan oleh jenis dan konsentrasinya yang umumn
ya dilihat dari kemampuannya melepaskan ion yang berada d
alam kesetimbangan dengan HCN yang toksik.
TOKSIKOLOGI LINGKUNGAN

Pemuda tersebut dapat keracunan sianida, karena si


anida dapat ditemukan secara alami pada tumbuha
n. Dalam kasus keracunan sianida dengan dosis keci
l, sianida dapat ditemukan dalam amygladin yang pa
da konsentrasi kecil terdapat dalam biji buah apel, c
eri,almond, aprikot.
SEKIAN 

Anda mungkin juga menyukai