Anda di halaman 1dari 17

REFERAT

TOKSIKOLOGI

Dosen pembimbing :
dr. Arief Wardoyo, Sp.PD
Disusun oleh :

Anna Meisiana (11-2009-194)

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA


KEPANITERAAN ILMU PENYAKIT DALAM

Periode 27 Desember 2010 - 05 Maret 2011


RUMAH SAKIT SIMPANGAN DEPOK

PENDAHULUAN
Keracunan terjadi akibat masuknya suatu zat ke dalam
tubuh yang kemudian menyebabkan efek yang berbahaya
bahkan dapat menyebabkan kematian. Cepat lambatnya
keracunan terjadi dipengaruhi oleh jenis racun dan terutama
dosis zat kimia yang menyebabkan keracunan terjadi.
Zat racun dapat memberikan efek yang lokal, sistemik, maupun
lokal dan sistemik. Racun tersebut dapat masuk ke dalam tubuh
dengan cara ditelan, diinhalasi, disuntikkan, ataupun terserap
oleh kulit. Pertolongan pertama pada keracunan ditentukan
terutama oleh cara masuk zat racun tersebut ke dalam tubuh.
Pertolongan pertama yang baik, tepat, dan dilakukan sedini
mungkin dapat mengurangi resiko kematian.
Peristiwa keracunan seringkali membutuhkan pemeriksaan
oleh dokter bagian forensik, terutama jika keracunan tersebut
sampai menyebabkan kematian. Pemeriksaan forensik dalam
kasus keracunan bertujuan untuk mencari penyebab kematian
dan untuk membuat rekaan rekonstruksi atas peristiwa yang
terjadi (sejauh mana racun tersebut berperan pada suatu
peristiwa yang terjadi, misalnya bagaimana alkohol dalam darah
dapat menimbulkan gangguan pada seorang pengemudi
sehingga ia tidak dapat mengendarai kendaraannya dengan baik
dan terjadi kecelakaan).
TOKSIKOLOGI UMUM
RACUN
Setiap zat kimia pada dasarnya bersifat racun. Pada tahun
1564, Paracelsus menyatakan dosis sola facit venenum (dosis
menentukan apakah suatu zat kimia adalah racun). Terjadinya
keracunan dipengaruhi oleh banyak faktor, namun dosis tetap
merupakan faktor utama yang terpenting dalam menentukan
suatu zat kimia adalah racun.
Racun adalah zat yang bekerja pada tubuh secara kimiawi
dan fisiologik yang dalam dosis toksik akan menyebabkan
gangguan berupa sakit atau kematian. Toksikologi adalah ilmu
yang mempelajari sumber, sifat dan khasiat racun, gejala-gejala,
dan pengobatan pada keracunan serta kelainan-kelainan yang
didapatkan pada korban yang meninggal.
PRINSIP PENGOBATAN KERACUNAN
Gejala keracunan dan tindakan untuk mengatasinya
berbeda-beda sesuai dengan jenis racunnya. Pengobatan sangat
dipengaruhi oleh cara masuk racun ke dalam tubuh.

KRITERIA DIAGNOSIS KERACUNAN

Ditemukannya tanda dan gejala yang sesuai dengan racun


penyebab

Ditemukannya racun/sisa racun yang ditemukan dengan


analisis kimiawi pada barang bukti

Ditemukannya racun/sisa racun dalam tubuh/cairan tubuh


korban (untuk racun sistemik)

Kelainan makroskopik maupun mikroskopik pada tubuh


korban sesuai dengan racun penyebab

Riwayat penyakit, bahwa korban tersebut benar-benar


kontak dengan racun
Saat melakukan pemeriksaan forensik untuk korban keracunan,
harus diperhatikan keterangan tentang racun apa yang kira-kira
menjadi penyebabnya, harus sedikit sekali menggunakan air, dan
jangan menggunakan desinfektan.
PENGAMBILAN BAHAN PEMERIKSAAN TOKSIKOLOGIK
Para dokter sebaiknya mengetahui dengan baik bahan apa
yang harus diambil, cara mengawetkan, dan cara pengiriman.
Pengambilan bahan secara lengkap sebaiknya tetap dilakukan
sekalipun seorang dokter yang melakukan autopsi telah
memperoleh petunjuk yang cukup kuat mengenai suatu jenis
racun.
Bahan-bahan yang diambil biasanya darah, urine, bilasan
lambung, isi lambung, usus beserta isinya, hati beserta empedu,
kedua ginjal, dan otak. Bahan-bahan pemeriksaan tersebut
sudah cukup memberikan informasi pada keracunan akut yang
masuk melalui mulut. Pada beberapa keadaan dapat diambil
pula jaringan limpa, jantung, cairan liquor otak, jaringan lemak,
otot, rambut, dan kuku. Cara lain dengan mengambil bahan
pemeriksaan pada 3 tempat, yaitu pada tempat masuk racun
(paru-paru, lambung, oral, tempat suntikan), darah, dan tempat
keluar (urine, empedu).
TOKSIKOLOGI KHUSUS
NARKOTIK
DEFINISI MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 22 1997
TENTANG NARKOTIKA
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman
atau bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang
dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran,
hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri,
dan dapat menimbulkan ketergantungan.
PENGGOLONGAN NARKOTIKA
a) Narkotika
Golongan
I
;
HEROIN,KOKAIN,KANABIS
4

OPIUM,

MORPHIN,

b) Narkotika
Golongan
II
;
METADON,METADON,PETIDINA
c) Narkotika Golongan III. KODEINA

dan

ISO

SUMBER
Street narkotic yang paling banyak diperdagangkan dalam
pasar gelap dan biasanya mengandung heroin dalam kadar 0
77% sedangkan selebihnya dapat berupa prokain, quinine,
magnesium,silikat, laktosa, sukrosa atau mannitol.
FARMAKOKINETIK
Absorpsi dapat berlangsung di saluran cerna, selaput
lender hidung dan paru, suntikan iv, dan kulit yang luka.
Metabolisme terutama berlangsung dalam hati, selain itu juga
dalam otak, paru-paru,darah,ginjal dan plasenta.Ekskresi
terutama melalui ginjal dan saluran empedu,tetapi dapat
dijumpai dalam tinja atau keringat.
FARMAKODINAMIK
Cara kerja morfin dan heroin hingga saat ini belum dapa
dijelaskan secara pasti,tetapi pada umumnya mempunyai khasiat
yang sama dan terpentingnya adalah depresi susunan saraf
pusat. Efek terhadap susunan saraf pusat ini berujud analgesia
dan
narkose
,perasaan
mengantuk,tidak
dapat
berkonsentrasi,sukar
berfikir,
penglihatan
kurang
tajam
,letargi,badan terasa panas dan depresi pernafasan. Efek
narkotik pada system kardiovaskuler adalah menurunkan
tekanan darah akibat hipksia dan depresi vasomotor secara
sentral.
TANDA DAN GEJALA KERACUNAN
Keracunan dapat terjadi secara akut maupun kronik. Gejala
keracunan lebih cepat pada morfin dibandingkan dengan opium.
Korban biasanya datang ke rumah sakit sudah dalam fasa
narcosis.Penderita terasa mengantuk,yang makin lama menjadi
koma, terdapat relaksasi otot-otot sehingga lidah dapat menutupi
saluran nafas, nadi kecil dan lemah,cheyne strokes,suhu badan
turun,muka pucat dan tekanan darah menurun sehingga syok.
PENGOBATAN
Untuk penderita keracunan akut akibat narkotik dapat
digunakan antagonis narkotik seperti Nalorpin HCL atau Nalozon
HCI,0.005mg/kg,intravena.
SEBAB KEMATIAN
Cara kematian hanya dapat ditentukan jika kita
melakukankan penyelidikan di tempat kejadian.Pembunuhan

dengan suntikan(hot shot) biasanya menggunakan morfin atau


heroin atau dicampur dengan racun lain,seperti sianida atau
strichnin.Cara kematiaan dapat pula bersifat bunuh diri yang
biasanya akibat sindroma abstinensi.Kematian biasanya terjadi
pada mereka yang menggunakan morfin atau heroin intravena.
Mekanisme Kematian
Depresi pusat pernafasan : dalam hal ini pusat
pernafasan menjadi kurang sensitive terhadap CO 2 atau
H+.
Edema paru : terjadinya edema paru diakibatkan oleh
peningkatan tekanan cairan serebro spinal dan tekanan
intracranial, serta berkurangnya sensitivitas pusat
pernafasan
terhadap
CO2.Kedua
keadaan
ini
menyebabkan menurunnya ventilasi paru dan gangguan
permeabilitas.
Syok anafilatik : terjadi akibat hipersensitivitas terhadap
morfin dan heroin atau terhadap bahan pencampurnya.
Infeksi : akibat penggunaan jarum suntik yang tidak
steril seperti hepatitis,AIDS dan Pnemoni.
TAKARAN MEMATIKAN
Tidak dapat ditentukan dengan pasti bergantung pada
kepekaan korban. Takaran mematikan terkecil yang pernah
dilaporkan adalah sebesar 60mg morfin. Takaran mematikan
kecil yang pernah dilaporkan adalah sebesar 60mg morfin,tetapi
biasanya diambil patoakn 200mg bagi orang yang tidak
menunjukan toleransi. Jika kadar morfin dalam urin sebesar
55mg% bererti orang tersebut telah menggunakan morfin/heroin
dalam jumlah yang berlebihan. Bila kadar morfin dalam urin
sebesar 5-20mg% atau dalam darah 0,1% -0.5%mg berarti sudah
berada dalam tingkat toksik.
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Bahan terpenting yang harus diambil adalah urin,cairan
empedu,dan jaringan sekitar suntikan.
1. Isi lambung : Diambil jika ia menggunakan narkotika
peroral.Pada pemakaian cara oral,morfin akan cepat dikonjugasi
oleh glukoronat dalam sel mukosa usus dan hati .
2. Uji Nalorfin : Untuk melihat midriasis dari pupil.Tetapi uji ini
tidak dapat menentukan ia pencandu.
3. Analisa urin : Dikerjakan dengan kromatografi lapis tipis
4. Tes Marque : Kepekaan uji ini adalah sebesar 1-0.025
mikrogram.Reagen dapat dibuat dari 3ml asam sulfat pekat
ditambah 2 tetes formaldehid 40%.Pada umumnya semua
narkotika akan berwarna ungu.
5. Tes Heroin : Pengujian yang lebih khas 10 tetes campuran
asam nitrit pekat dan 85% asam fosfor diletakkan dalam tabung

sentrifuge dan ditambah kloroform.Dilihat lapisan dasar tabung.


Warna hijau muda negatif,kuning muda 10mikrogram,kuning
coklat 1 miligram dan merah coklat 10mikrogram.
KERACUNAN INSEKTISIDA
Insektisida adalah racun serangga yang banyak digunakan
dalam pertanian,perkebunan, dan dalam rumah tangga.
Keracunan akibat insektisida biasanya terjadi karena kecelakaan
dan percobaan membunuh diri,jarang sekali akibat pembunuhan.
Insektisida dapat digolongkan dalam 3 golongan :
Hidrokarbon terklorinasi (Chlorinated hydrocarbon)
Inhibiter kolinesterase :
Organofosfat
Carbamat (reversible)
Lain lain
HIDROKARBON TERKLORINASI
Zat dari sintetik kimia yang stabil untuk beberapa minggu
sampai beberapa bulan setelah penggunaannya.Tidak larut
dalam air dan umumnya larut dalam lemak.
Yang termasuk dalam golongan ini :
DDT,
aldrin,
dieldrin,
endrin,
chlordane,lindane,
methoxychlor, toxaphane, BHC
CARA KERJA RACUN
Di timbun dalam jaringan lemak
Stimulator Sistem saraf pusat yang kuat
GEJALA UTAMA KERACUNAN
Muntah
Tremor
Kejang
DIAGNOSIS
Anamnesis
Gejala gejala keracunan
Pemeriksaan laboratorium (Thin layer Chromatography,
Spektrofotometri, Gas Chromatography)
PENGOBATAN
Tindakan Emergency
Lavage lambung dengan air hangat 2-4 liter
Emesis dengan memberi susu untuk menimbulkan
muntah
Bila pernafasan lambat,diberikan oksigen buatan
- Tindakan umum
- Antikonvulsan

Terapi Suportif

PROGNOSIS
Keracunan ringan akan sembuh dengan sempurna.Tetapi
pada keracunan berat dimana kejang akan hebat dan lama
lama.Pemyembuhan kejang memerlukan waktu 2-4 minggu.
INHIBITER KOLINESTERASE
Kebanyakan dipakai dalam pertanian, perkebunan, dan
rumah tangga untuk mengontrol serangga bertubuh lunak.
Terdiri daripada dua komponen kimia yang berbeda yaitu :
1. Organophosphate
2. Carbamate
CARA KERJA RACUN
Racun ini dapat diabsorbsi melalui oral,inhalasi, dan
kulit
,masuk
ke
dalam tubuh dan mengikat enzim
asetilkolinesterase hingga Ache menjadi inaktif maka akan
terjadi akumulasi dari asetilkoline.
GEJALA UTAMA
Gejala timbul cepat dan kurang dari 6 jam:
- Gangguan penglihatan
- Kesukaran bernapas
- Hiperaktivitas gastrointestinal
PENYEBAB KEMATIAN
- Kegagalan pernafasan
- Blok jantung
DIAGNOSIS
- Anamnesis
- Gejala gejala keracunan yang kompleks
- Laboratorium Kadar Ache dalam darah dan plasma
PENGOBATAN
- Tindakan emergency
Beri sulfat atropin dalam dosis tinggi
Pernafasan buatan dan oksigen
Lavage lambung atau emesis
Laxane
- Tindakan umum
Sekresi jalan nafas dikeluarkan dengan
drainage atau dengan kateter penyedot
Kejang-kejang diatasi dengan anti kejang
PROGNOSIS

postural

Saat kritis adalah 4-6 jam pertama pada keracunan akut.


Pengobatan yang adekuat menentukan akan hidupnya pasien.
LAIN-LAIN INSEKTISIDA
Yang termasuk ini adalah barium, denitrofeno, kresol,
nikotin, tiosinat, dan lain lain. Sekarang sudah jarang dipakai dan
tidak dibicarakan lagi.
KERACUNAN ALKOHOL
Alkohol banyak terdapat pada minuman dan dapat
menyebabkan keracunan. Keracunan alkohol menyebabkan
penurunan daya reaksi atau kecepatan, kemampuan menduga
jarak,
dan
ketrampilan
mengemudi
sehingga
dapat
menyebabkan kecelakaan lalu-lintas. Penurunan kemampuan
dalam mengontrol diri dan hilangnya kapasitas berpikir kritis,
mungkin menimbulkan tindakan melanggar hukum seperti
perkosaan, penganiayaanm kejahalatan lain ataupun bunuh diri.
SUMBER
Alkohol terdapat dalam minuman seperti : whisky, brandy,
rum, vodka, gin, beer, ale. Alkohol sintetik seperti air tape, tuak,
brem, dihasilkan dari peragian secara kimia dan fisiologik.
FARMAKOKINETIK
Absorbsi
Alkohol diabsorpsi sebagian besar (80%) di usus halus.
Kecepatan absorpsi bergantung pada takaran dan konsentrasi
alkohol dalam minuman serta vaskularisasi dan motilitas dan
pengisian lambung dan usus. Biasanya dalam 12 jam telah
tercapai keseimbangan kadar alkohol pada darah, usus, dan
jaringan lunak. Konsentrasi dalam otak sedikit lebih besar
daripada dalam darah.
Metabolisme
Sejumlah
90
%
alkohol
yang
dikonsumsi
akan
dimetabolisme oleh tubuh terutama dalam hati oleh enzim
alkohol dehidrogenase (ADH) dan ko-enzim nikotinamid-adenindinukleotida (NAD) menjadi asetaldehid dan kemudian oleh
enzim aldehida dehidrogen-nase (ALDH) diubah menjadi asam
asetat. Asam asetat diubah menjadi CO2 dan H20.
Kadar alkohol darah kemudian akan menurun dengan
kecepatan yang sangat bervariasi (12-20 mg % perjam),
biasanya penurunan kadar tersebut dianggap rata-rata 15 mg %
atau 14 mg % setiap jam. Pada alkoholik kronik, yang telah
dipercepat metabolismenya eliminasi dapat mencapai 40 mg %
perjam.
Ekskresi

Sebagian besar alkohol dikeluarkan melalui urin (90%) dan


sisanya dikeluarkan dalam bentuk utuh melalui urine, keringat,
dan udara nafas. Konsentrasi dalam urin 1,2 1,3 kali lebih besar
dalam darah. Dua liter udara alveolar mengandung alkohol yang
sesuai dengan 1 ml darah.
Pada proses oksidasi alkohol, banyak dilepas hidrogen yang
menyebabkan deposit lemak dalam hati meningkat, sebaliknya
haati akan berusaha mengeluarkan kelebihan lemak dengan
meningkatkan sekresi lipoprotein kedalam darah. Sehingga pada
pecandu alkohol akan didapatkan hiperlipemi hebat. Ziese
melaporkan sindrom yang terdiri dari ikterus, hiperlemi, dan
anemia hemolitik bersama dengan perlemakan hati alkoholik dan
sirosis. Pada 35-50% populasi orang oriental (termasuk
Indonesia) terdapat defisiensi isoenzim ALDH1, sehingga pada
individu tersebut metabolisme asetaldehid berjalan lambat dan
mengakibatkan penumpukan asetaldehid. Hal ini akan
menimbulkan gejala mabok seperti : muka kemerahan, takikardi,
hipotensi, sakit kepala, mual, muntah, kelemahan otot, dan
mengantuk, meskipun kadar alkohol masih relatif rendah.
Keadaan inilah yang mengakibatkan kepekaan orang oriental
terhadap minuman yang beralkohol sangat heterogen.
FARMAKODINAMIK
Alkohol menyebabkan presitipasi dan dehidrasi sitoplasma
sel. Pada kulit, alkohol menyebabkan penurunan temperatur
akibat penguapan. Sedangkan pada mukosa, alkohol akan
menimbulkan iritasi dan inflamasi.
Susunan saraf pusat
Efek alkohol terhadap SSP masih diperdebatkan, agaknya
timbul akibat aktivitas berbagai bagian otak yang tidak
terkendalikan karena bebas dari hambatan sebagai akibat
penekanan mekanisme kontrol penghambat. Alkohol berifat
menekan SSP (anestetik), sehingga kemampuan berkonsentrasi,
daya ingat, dan kemampuan mendeskripsikan menjadi
terganggu.
Sistem kardiovaskuler
Alkohol dapat menyebabkan peningkatan nadi, hal ini
biasanya disebabkan oleh aktivitas muskular atau stimulasi
refleks. Depresi kardiovaskuler dapat terjadi akibat keracunan
alkohol yang disebabkan vasomotor sentral dan depresi
pernapasan. Pada pembuluh darah perifer alkohol menyebabkam
vasodilatasi sehingga menimbulkan rasa hangat.
Ginjal
Alkohol akan meningkatkan efek diuresis.
TANDA DAN GEJALA KERACUNAN

10

Umumnya 35 gr alkohol (2 sloki whisky) menyebabkan


penurunan kemampuan untuk menduga jarak dan kecepatan
serta menimbulkan euforia. Alkohol sebanyak 75-80 gr (setara
dengan 150-200 ml whisky) akan menimbulkan keracunan akut
dengan gejala banyak bicara, ramai, refleks menurun,
inkoordinasi otot-otot kecil, kadang nistagmus, dan pelebaran
pembuluh darah kulit. Dalam kadar 250-500 gr alkohol (setara
500-1000 ml whisky) dapat menimbulkan gejala penglihatan
kabur, tak dapat mengenali warna, konjungtiva merah, dilatasi
pupil,diplopi, pembicaraan kacau, tremor, inkoordinasi otot
bahkan dapat menyebabkan aktivitas motor hilang, timbul stupor
atau koma, pernapasan perlahan, dan suhu tubuh menurun.
KERACUNAN KRONIS ALKOHOL
Saluran pernapasan
Alkohol takaran tinggi dalam jangka waktu lama akan
meningkatkan kelainan selaput lendir mulut, kerongkongan dan
lambung berupa gastritis kronik dan gastritis erosif hemoragik
akut serta pankreatitis hemoragik dan dapat pula terjadi
malabsorpsi. Timbulnya tumor ganas di mulut dan kerongkongan
juga berhubungan dengan iritasi pada pencandu alkohol.
Hati
Terjadi penimbunan lemak dalam sel hati, kadar SGOT,
trigliserida, dan asam urat meningkat. Hepatitis alkoholisma
dapat berkembnag menjadi sirosis dan hepatoma.
Jantung
Dapat terjadi kardiomiopati alkoholik dengan payah
jantung diikuti distensi pembuluh balik leher nadi lemah dan
edema perifer. Bila korban meninggal,pada jantung mungkin
dijumpai hipertrofi kedua ventrikel, fibrosis endokard, dengan
tanda trombi mural pada kedua otot jantung.
Sistem muskuloskeletal
Dapat dijumpai miopatik alkoholik. Pada pemeriksaan
histopatologik dijumpai atrofi serat dan perlemakan jaringan otot.
Sistem saraf
Daat terjadi polineurosis atau neuropati perifer akibat
degenerasi serabut saraf dan mielin. Pada alkoholisme kronik
sering terjadi gangguan nutrisi, sehingga timbul kelainan
devisiensi vit B1, asam nikotinat, riboflavin, dan vit B6.

SEBAB DAN MEKANISME KEMATIAN


Mekanisme kematian pada alkoholisme kronis terutama
akibat gagal hati dan varises esofagus akibat hipertensi portal.
Peminum alkohol sering terjatuh dalam keadaan mabuk dan

11

meninggal. Pada autopsi dapat ditemukan memar korteks


serebri, hematoma subdural akut atau kronik.
Depresi pusat pernafasan terjadi pada alkohol dengan
takaran 450mg %. Pada kadar 500-600mg% dalam darah,
penderita biasanya meninggal dalam 1-4 jam, setelah koma
selama 10-16 jam.
BARBITURAT
Barbiturat sering digunakan sebagai sedatiF, hipnotik,
antikonvulsan, anestetik atau dikombinasikan dengan derivate
pirazolan, salisilat dan paraaminofenol untuk memperoleh efek
potensial nalgetik. Biasanya keracunan terjadi karena bunuh diri
dapat pula terjadi karena pembunuhan, kadang-kadang karena
automatisme. Automatisme adalah meminum obat barbiturat
dalam takaran hipnotik sehingga menjadi lupa bahwa ia telah
meminum obat. Bila terjadi berulang-ulang, maka takaran toksin
akan tercapai. Bila barbiturat diminum bersama dengan alkohol
maka efek toksin barbiturat diperberat, akibat sinergisme efek
depresan pada Susunan Saraf Pusat.
PENGGOLONGAN BARBITURAT
Berdasarkan masa kerjanya barbiturat digolongkan ke
dalam :
- Barbiturat kerja lama, dengan masa kerja 6 jam atau lebih,
misalnya sodium barbiturat (vemona), fenobarbital
(luminal), asam dialil barbiturat (dial),dll
- Barbiturat kerja sedang, masa kerja 3-6jam,misalnya
sodium pentobarbital (nembutal), buto-barbital (soneryl),
amilobarbital (amytal),dll
- Barbiturat kerja singkat, masa kerja 3 jam, misalmya :
siklobarbital
(phanodorm),
heksaarbital,sekobarbital
(sekonal)
- Barbiturat kerja sangat singkat, dipakai pada anastasi
secara intravena misalnya tiopental, metoheksital, tiamilal,
dll.
FARMAKOKINETIK
Absorpsi
Absorpsi barbiturat terjadi dengan mudah dari tempa
pemberian,tesebar hampir keseluruh jaringan dan cairan badan,
dapat melalui sawar uri dan keluar melalui saluran air susu ibu.
Agak sukar melewati sawar darah otak sehingga mula kerja
barbiturat lambat, walaupun diberikan secara intravena.
Barbiturat kerja singkat diabsorpsi dengan cepat dalam waktu
15-20 menit karena mudah larut, cepat didistrubusi dan
diekskresi melalui urin secara bertingkat. Barbiturat kerja lama
diabsorpsi lebih lambat (45-60 menit) dan sebagian diekskresi

12

melalui urin dalam bentuk tidak berubah. Takar layak (over


dosage) menimbulkan koma, yang dapat berlangsung beberapa
hari hingga meninggal atau sembuh kembali setelah
pengobatan.
Metabolisme
Proses metabolisme terdiri dari penghancuran dalam
jaringan terutama hati,ekskresi melalui ginjal dan kombinasi
keduanya.
Ekskresi
Ekskresi terjadi sangat lambat. Pada golongan kerja
lama,75% barbiturat dan metabolismennya diekskresikan melalui
urin dalam waktu 48 jam dan dapat ditentukan adanya dalam
urin segera setelah 1 jam pemberian. Dalam tubuh barbiturat
akan diubah menjadi alkohol, poler, keton, fenol, karboksilat.
Pada golongan kerja sangat singkat, cepat menghilang dari
darah, karena cepat masuk kedala jaringan lemak. Sehingga
pada kematian akibat keracunan golongan ini perlu diambil
jaringan lemak untuk pemeriksaan toksikologik.
FARMAKODINAMIK
Barbiturat mempunyai khasiat utama yaitu depresi pada
susunan saraf pusat. Efek depresi terkuat terjadi terhadap
korteks serebri, daerah hipotalamus dan disnfalon, semua tingkat
depresi dapat dicapai, dari sedasi hingga koma dan dapat
berakhir dengan kematian.
TANDA DAN GEJALA KERACUNAN
Goodman dan gilman menyatakan keracunan barbiturat
terjadi bila yang masuk lebih dari 10 kali takaran hipnotik, tapi
ada yang menyatakan 15-20 kali takaran hipnotik.
Biasaya takaran mematikan untuk orang dewasa adalah
50-70grain
(1 gram = 4,8 grain), tetapi dapat pula padaq takaran 125, 200 ,
dan 3 grain.
GEJALA-GEJALA KERACUNAN AKUT
Gejala yang dialami adalah ataksia, vertigo, pembicaraan
kacau, nyeri kepala, parestesi, halusinasi, gelisah dan delirium,
stupor yang progresif dan kemudian terjadi koma, hilangnya
refleks dangkal maupun dalam serta dapat timbul refleks
patologis.
- Kemerahan pada kulit
- Pernafasan menjadi lambat dan dangkal, dapat terjadi
asidosis repirasi dan hipoksia
- Tekanan darah turun akibat depresi pusat vasomotor,
hipoksia, serta efek langsung pada miokardium dan
simpatis pada otot serta otot polos pembuluh darah

13

Jumlah urin yang sedikit karena depresi


ginjal dan
penurunan tekanan darah
Pupil kecil dan tidak bereaksi terhadap cahaya
Suhu tubuh seringkali menurun
Reaksi alergi akibat adanya hipersensitifias yang didapat
umumnya berupa asma, urtikaria, edema, edema
angioerotik, dermatitis demam delirium, dan nekrosis hati.

GEJALA-GEJALA KERACUNAN KRONIK


Gejala-gejala keracunan kronik adalah kelainan psikiatrik
berupa depresi melankolik regresi pisikik, wajah kusut, emosi
tidak stabil. Kelainan neurologik berupa ataksi, pembicaraan
kacau, kelemahan intelektual, diplopia, kelemahan otot rangka.
Kelainan dermatologik berupa urtikaria, makulo papula,eritem
dan lain lain.
Bila penderita pecandu barbiturat meminum barbiturat 0,5
gram, atau lebih perhari dan pemberian dihentikan tiba-tiba,
maka akan timbul gejala-gejala abstinensi (putus obat) dalam
waktu 12-16 jam. Rasa takut dan rasa lemah akan timbul 24-36
jam kemudian dan segera diikuti dengan gejala-gejala kedutan,
tremor, refleks hiperakitf, insomnia, mual, kejang perut, dan
muntah-muntah, kenaikan tekanan darah, dan frekuensi nafas.
Terdapat juga gangguan hemokonsentrasi, dehidrasi,berat badan
menurun, hipoglikemia, dan kenaikan npn darah.
PENGOBATAN
Pada keracunan akut pengobatan standar adalah suportif
atau konservatif. Bilasan lambung dilakukan apabila obat
diminum dalam waktu kurang dari 5 jam yaitu dengan air yang
dicampur karbon aktif atau asam tanat, kemudian diberikan
katartik Na2SO4. Jalan nafas harus bebas, lendir harus dihisap
secara berkala. Beri oksigen, bila perlu diberikan nafas buatan.
Atasi syok dengan nor-epinefrin dilarutkan dalam 50 ml glukosa
5%. Perbaiki diuresis dengan diuretik paksa. Pemberian cairan,
diuretik, dan alkalinisasi urin akan mempercepat ekskresi.
Analpetik sebaiknya diberikan bila terjadi depresi pernafasan dan
kardiovaskuler hebat. Pemberian dihentikan bila telah timbul
refleks-refleks normal. Dapat diberikan 10-20 mg amfetamin
sulfat atau 50 mg bermegrid pada tingkat depresi yang lebih
ringan.
Pada keracunan kronik sebaiknya dirawat dirumah sakit
Pusat
Ketergantungan
Obat.
Prinsip
dengan
menghentikan/mengurangi obat sedikit demi sedikit.
SEBAB DAN MEKANISME KEMATIAN

14

Kematian terjadi melaluji mekanisme depresi pusat


pernafasan, komplikasi berupa atelektasis, pnemoni hipostatik,
edema paru yang berat, terjadi terutama pada permulaan
keracunan barbiturat golongan kerja singkat.
Identifikasi barbiturat dengan TLC
Lapisan silika gel dikeringkan dan ditambahkan larutan
difenil-karbazon, dengan larutan Hg(NO3)2. Barbiturat akan
terlihat sebagai bercak kuning kemerahan diatas latar belakang
ungu.

PENUTUP
Keracunan merupakan suatu peristiwa yang dapat
membahayakan jiwa. Keracunan dapat terjadi dengan sengaja
ataupun tidak sengaja. Pertolongan pertama pada keracunan
sangat ditentukan oleh cara racun masuk ke dalam tubuh.
Keracunan
yang
menyebabkan
kematian
seringkali
membutuhkan
pemeriksaan
forensik
untuk
menentukan
penyebabnya.
Pemeriksaan forensik yang benar dan tepat memiliki
peranan yang sangat besar dalam menentukan diagnosis akhir
dan hasil dari pemeriksaan tersebut dapat dijadikan bukti untuk
penegakan hukum. Oleh karena itu, pengetahuan mengenai
toksikologi dan cara pemeriksaan forensik untuk kasus keracunan
perlu diketahui oleh seorang dokter.

15

Daftar Pustaka
1. Achmadi, UF. Manajemen Penyakit Berbasis Wilayah. Kompas Jakarta 2005
2. Achmadi, UF Aspek Kesehatan Kerja Sektor Informal. Depkes RI Jakarta 1992
3. Djojosumarto P. Teknik Aplikasi Pestisida Pertanian Kanisius. Yogyakarta 2008
4. Soeprapto. A. Suatu Upaya Pengendalian Penggunaan Pestisida melalui Pendekatan Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi.Pidato Pengukuhan Guru Besar Universitas Erlangga Surabaya 1999
5. Sudarmo S. Pestisida. Kanisius. Yogyakarta 2007
6. Dirjen PPM&PL Pengenalan Pestisida Depkes RI Jakarta 2000
7. Dirjen PPM&PL.Pengmbilan Sampel Untuk Pemeriksaan Residu Pestisida Depkes RI Jakarta
2000
8. Dirjen PPM&PL Pemeriksaan Cholinesterase Darah denagan Tintometer Kit Depkes RI Jakarta
1992
9. Oginawati K. Analisis Risiko Pengguna Insektisida Organofosfat Terhadap kesehatan Petani
Penyemprot TL.ITB2006
10. Leeuwen CJ and hermensJLM Risk assessment of chemicals Kluwer Academic
Publishers.Netherlands 1995
11. Puskesmas Ngablak. Data Tempat Pengolahan Pestisida 2006
12. Labkesmas Kab Magelang Hasil Pemeriksaan Sampel Cholinesterase di Kab Magelang 2006
13. Wudianto R. Penunjuk Penggunaan Pestisida. Swadaya Jakarta 2008
14. Prihadi Faktor-faktor yang berhubungan dengan Efek Kronis Keracunan Pestisida
Organofosfat Pada Petani Sayuran di Kacamatan Ngablak Kabupaten Magelang PPsUNDIPSemarang 2008
15. Sastroasmoro S. Dasar-dasar Metodologi Klinis CV Sugeng Seto Jakarta 2002
16. Bachtiar A. Metodologi Penelitian FKM-UI 2000
17. Murti B.Prinsip dan Metode Riset Epidemiologi.Gajah MAda University Press.Yogyajakrta
1997
18. Syarief DS Pemeriksaan Cholinesterase Darah dengan Tintometer kit Dinkes Propinsi Jawa
Barat Bandung 2007
19. Sastroutomo SS Pestisida Dasar-dasar dan Dampak Penggunaannya Gramedia Pustaka Utama
Jakarta 1992
20. Menteri Kesehatan RI Depkes RI Undang-undang RI NO 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan
Jakarta 1992
21. Sutedjo MM. Analisis Tanah Air dan Jaringan Tanaman Rineka Cipta Jakarta 2004
22. Sastrawijaya A.T. Pencemaran Lingkungan Rineka Cipta Jakarta 2000
23. Achmad R. Kimia Lingkungan Andi Yogyakarta 2004
24. Hadi A. Prinsip Pengelolaan Pengambilan Sampel Lingkungan Gramedia Jakarta 2005
25. Lehninger. Thenawijaya M. Dasar-dasar Biokimia Erlangga Jakarta 1980
26. Fardiaz S. Polusi Air dan Udara Kanisius Yogyajakarta 1998
27. Lubis Halinda Sari : Deteksi Dini dan Penatalaksanaan Keracunan Peptisida Golongan
Organofosfat pada tenaga kerja FKM USU 2002
28. http:// www.geocities.com/kuliah_farm/farmasi_forensik/Pestisida .doc.2008
29. Kaloyanova Fina p. And batawi Mostofa El Human of Toxicology of Pesticides CRC Press
Boca raton Florida 1992
30.http://id.wikipidia.org/wiki/pestisida.doc.2008
dan
www.hortikulturalbandung.com
/dokumen.2008
31. Notoatmojo, Soekijo Promosi kesehatan Teori dan Aplikasi Rineka Cipta Jakrta 2005
32. Notoatmojo, Soekijo Pengantar Ilmu Perilaku Et.sl FKM UI Jakrta 2005
33. Bloom HL Planning for Health, Development and Change Theory Human Sciences Press New
York 1992
34. Budiono A.M.S dkk Bunga Rampai Hiperkes & KK.m BPUNDIP Semarang 2008
35. Soemirat J. Epidemiologi Lingkungan UGM Press Yogyakarta 2000
36. Aurbuckle T. Bruce D., etc Indiredt sources of Herbicides exposure for families on Ontorio
farms Journal of Exposure Science and Enviromental Epidemiology 2006 (16):98-104

16

37. Isgiyanto Teknik Pengambilan Sampel Mitra Cedikia Yogyakarta 2009


Yasril. Analisi Multivariat Mira Cedikia Yogyakarta 2009
39. Anonim. Health Situation and Trend Assessment, Health Situation In The South-East Region,
1998-2000, Trends in Health Status.
http://www.searo.who.int/EN/Section1243/Section1382/Section1386/Section1898_9443.htm
40. Katz, K.D. 2010. Toxicity Organophosphate. http://emedicine.medscape.com/article/167726overview
41. Klaassen, C.D. 2008. Casarett And Doulls Toxicology The Basic Science of Poisons, Seventh
Edition. New York : McGraw Hill.
42. Klein, G.M., Rama B.R., Neal E.F., Lewis S.N., dan Brenna M.F. 2008. Disaster
Preparedness : Emergency To Response Organophosphorus Poisoning. New York : King
Pharmaceuticals, Inc.

17

Anda mungkin juga menyukai