Anda di halaman 1dari 7

I.

Keracunan pestisida di seluruh dunia

Perkiraan global pertama dari tingkat keracunan pestisidaditerbitkan pada 1990 oleh
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO, 1990). Berdasarkan ekstrapolasi dari data yang t
erbatas,diperkirakan bahwa 3.000.000 kasus keracunan pestisidasetiap tahunnya terja
di di seluruh dunia, dengan 220.000kematian. Di negara berkembang, penggunaan
pestisida adalah 20 % dari total konsumsi yang digunakan penduduk di dunia. Mereka
menggunakan pestisida jangka panjang khususnya pada musim panen di wilayah
tropis. Pestisida memiliki banyak jenis, sebagai contoh berdasarkan data penelitian
akhir-akhir ini tglobal karena mencelakai diri sendiri setiap tahunnya.Selain itu,
berdasarkan studi mengungkapkan bahwa pestisida merupakan penyebab paling
umum keracunan diri khususnya pada daerah pedesaan dan berhubungan dengan
tingkat kematian yang tinggi (Eddleston, 2000). Sebuah survei nasional mengatakan
pada tahun 2000 di Bangladesh menunjukkan bahwa 14 % dari semua kematian (3971
dari 28.998 kasus) perempuan antara usia 10 dan 50 tahun adalah karena keracunan
diri; sebagian besar menggunakan pestisida (Yusuf, Akhter et al.2000).
Masalahnya sangat parah di Sri Lanka (Berger, 1988; Vander Hoek, Konradsen et al.,
1998), di mana keracunan pestisidaadalah penyebab paling umum kematian rumah sa
kit di enamkabupaten pedesaan di 1995 (Sri_Lanka, 1995). Di banyaknegara, ketersed
iaan pestisida beracun akut yang digunakandalam pertanian telah membuat pemilihan
pestisida sebagaiagen pilihan untuk membahayakan diri dikenal baik untukpekerja kes
ehatan dan otoritas kesehatan masyaakat.

The Association of American Poison Control Center memperkirakan bahwa anak


lebih muda dari usia 6 tahun untuk 79% dari semua paparan pediatrik yang dilaporkan, anak
antara 6 dan 12 tahun untuk 10% dan remaja 13 untuk 19 tahun account untuk 11% dari
melaporkan eksposur pediatrik. Anak lebih muda dari usia 6 tahun account untuk 53% dari
semua melaporkan eksposur pediatrik dan dewasa. Perempuan mewakili 47% dari eksposur
keracunan dilaporkan di antara anak kecil dan 56% dari eksposur dilaporkan antara remaja
(Fine, 2006). Ada pria dominasi untuk menelan pada anak muda dari 13, dan dominasi
perempuan pada remaja dan orang dewasa (Bronstein et al., 2007).

II. Pendekatan Ilmu Forensik terhadap Keracunan Organofosfat


Dalam pemeriksaan keracunan harus diperhatikan kondisi-kondisi yang
mempengaruhi fatalitas racun pada korban, baik pada anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan tambahan.Banyak substansi yang hanya bersifat toksik dalam jumlah yang besar
tetapi ada yang bersifat toksik meskipun jumlahnya kecil.
Pemeriksaan korban keracunan pada prinsipnya sama secara medis maupun secara
forensik klinis meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan tambahan. Perbedaan
yang ada adalah pada hasil akhir pemeriksaan, berupa sertifikasi yang memberi batuan
pembuktian hukum terhadap korban. Sertifkasi yang dimaksud adalah diterbitkannya visum
et repertum peracunan.
Dalam pemeriksaan forensik klinis, anamnesis dapat bersifat autoanamnesis bila
korban kooperatif atau alloanamnesis baik terhadap keluarga koban atau penyidik. Beberapa
hal yang perlu ditekankan dalam anamnesis :
 Jenis racun
 Cara masuk racun (route of administration) : melalui ditelan, terhisap bersama udara
pernafasan, melalui penyuntikan, penyerapan melalui kulit yang sehat atau kulit yang
sakit, melalui anus atau vagina.
 Data tentang kebiasaan dan kepribadian korban
 Keadaan psikiatri korban
 Keadaan kesehatan fisik korban
 Faktor yang menigkatkan efek letal zat yang digunakan seperti penyakit, riwayat
alergi atau idiosinkrasi atau penggunaan zat-zat lain (ko-medikasi)

Hasil akhir pemeriksaan forensik klinik adalah diterbitkannya Visum et Repertum


Peracunan yang merupakan salah satu alat bukti sah di pengadilan. Prosedur penerbitan
Visum et Repertum peracunan sesuai dengan prosedur medikolegal penerbitan visum dimana
harus dibuat berdasarkan Surat Permintaan Visum resmi penyidik (Pasal 133 KUHAP).
Dalam Visum et Repertum peracunan ditentukan kualifikasi luka akibat peracunan, dimana
penentuannya berdasarkan penilaian efek racun terhadap metabolisme dan gangguan fungsi
organ yang diakibatkan oleh racun.

Pemeriksaan peristiwa keracunan


Investigasi pada kasus keracunan dilakukan pada kasus pemeriksaan postmortem. Terkadang,
diagnosis klinis karena kasus keracunan sulit ditentukan karena tidak ada gejala dan tanda
yang spesifik pada kematian ini.

Pemeriksaan peristiwa keracunan meliputi :


1. Pemeriksaan TKP
Pemeriksaan di tempat kejadian merupakan pemeriksaan yang bertujuan untuk
membantu dalam menentukan cara keracunan dan penyebab keracunan. Dalam kasus
keracunan organofosfat, ditemukannya bahan organofosfat di tempat kejadian dapat
membantu menentukan penyebab keracunan. Jika di tempat kejadian terdapat
muntahan korban, maka muntahan tersebut dapat membantu menetukan penyebab
keracunan, pada keracunan organofosfat makan akan dijumpai muntahan yang berbau
pelarut insektisida. Penting untuk dilihat juga pada tempat kejadian apakah terdapat
wadah yang digunakan korban untuk meminum zat racun seperti organofosfat jika
kasus tersebut merupakan kasus bunuh diri.Mengumpulkan keterangan sebanyak
mungkin tentang kondisi korban sebelum menelan racun atau sebelum ditelankan
racun. Pada kasus kecelakaan, misalnya pada anak-anak perlu ditanyakan dimana zat
racun disimpan.
2. Pemeriksaan korban
Keracunan organofosfat dapat diduga bila gejala-gejala keracunan cepat
timbul, bila gejala baru timbul setelah 6 jam maka itu tidak bisa dikatakan keracunan
organofosfat. Gejala-gejala yang timbul bersifat progresif, makin lama makin
memberat dan gejala-gejala tersebut tidak bisa dikelompokkan adalam suatu sindroma
tertentu, dan pengobatan biasa tidak menolong.

Pada korban yang meninggal dapat dilakukan :


o Pemeriksaan luar
 Wajah dan orificium (bibir, hidung, telinga, vagina)
Warna wajah menentukan tanda adanya keracunan, misal pada mata
muncul petekie kemerahan pada konjungtiva. Cairan vitreous yang keruh
dapat muncul pada pemeriksaan oftalmoskop.Adanya ulserasi dan garis
hitam muncul pada bibir karena sifat insektisida yang korosif. Pada
beberapa zat campuran organofosfat seperti sianida, endrin, kloroform,
paraldehyde, kamfor, dll akan membuat keluar darah dari mulut dan
hidung.
 Bau
Membaui korban dengan kasus keracunan dapat memberikan
petunjuk mengenai racun apa yang telah ditelan oleh korban. Pada
kasus keracunan organofosfat mungkin akan tercium bau zat pelarut
misalnya bau minyak tanah. Sumber bau yang menjadi petunjuk
penyebab keracunan dapat berasal dari pakaian, lubang hidung, dan
mulut serta rongga badan.Pada kasus keracunan insektisida, terdapat
beberapa jenis bau yang khas. Sebagai contoh, intoksikasi organofosfat
mengeluarkan bau bawang.
 Kulit
Pemeriksaan postmortem pada kulit perlu memperhatikan ada tidaknya
titik pendarahan pada kuku, antecubiti, pergelangan kaki, tangan.
 Pakaian
Pada pakaian dapat ditemukan bercak-bercak zat racun yang
disebabkan tercecernya racun yang ditelan atau oleh karena
muntahan.Penyebaran bercak perlu diperhatikan, karena dari
penyebaran itu kadang-kadang dapat diperoleh petunjuk tentang intensi
atau kemauan korban, yaitu apakah racun itu ditelan atas kemauannya
sendiri atau dipaksa. Dalam hal korban dipegangi dan dicekoki racun
secara paksa, maka bercak-bercak akan tersebar pada daerah yang luas.
Selain itu pada pakaian mungkin melekat bau racun.
 Lebam mayat dan perubahan warna kulit
Warna lebam mayat yang tampak pada pemeriksaan luar
merupakan cerminan manifestasi warna darah yang tampak pada
kulit.Warna lebam mayat yang tidak biasa dapat menjadi petunjuk dari
zat racun yang tertelan atau ditelan.Pada kasus keracunan organofosfat
tidak ditemukan lebam mayat yang khas.Begitu juga dengan perubahan
warna kulit.Pada keracunan organofosfat tidak ditemukan tanda-tanda
perubahan warna kulit yang khas.
 Pada kasus keracunan akut hanya ditemukan tanda-tanda asfiksia
 Keluar buih dari mulut dan hidung

o Pemeriksaan dalam
 Pada kasus keracunan organofosfat yang akut, pada pemeriksaan
dalam dapat ditemukan edema paru-paru, dan perbendungan organ-
organ tubuh, mukosa lambung mengalami inflamasi disertai
perdarahan petekie.
 Pada kasus keracunan organofosfat dengan keracunan kronik dapat
ditemukan nekrosis sentral dan degenerasi bengkak keruh pada hati ;
vakuolisasi, girolisis dan retikulasi basofilik yang jelas pada otak dan
medula spinalis ; perlemakan pada miokardium ; degenerasi sel tubuli
ginjal.
 Pada kasus keracunan organofosfat dapat ditemukan penurunan
aktifitas enzim asetilkolinesterase dalam jaringan otak pada
pemeriksaan laboratorium lanjutan.
3. Pemeriksaan Toksikologi
o Pengambilan dan pengumpulan bahan
Ditemukannya jenis racun pada darah, feses, urin atau dalam organ
tubuh merupakan bukti yang memastikan bahwa telah terjadi
keracunan.Racun bisa ditemukan dalam lambung, usus halus, dan kadang-
kadang pada hati, limpa dan ginjal. Pada keracunan organofosfat bahan
pemeriksaan toksikologi dapat diambil dari :
 Darah
 Jaringan hati
 Jaringan otak
 Limpa
 Paru-paru
 Lemak badan

DAFTAR PUSTAKA
Forensic Toxicology. Faculty of Medicine, Lampung University, Alvionita Nur Fitriana, Vol
4 No 4. 2015.
Assessment and Diagnosis of Poisoning with Characteristics Features in Living or Dead.
Journal of Forensics and Sciences and Criminal Investigation. Division of Forensics Science.
2018.

Anda mungkin juga menyukai