Anda di halaman 1dari 23

PENDAHULUAN

Reformasi di bidang kesehatan merupakan visi Indonesia Sehat 2025. Tiga pilar utama
yang harus dikembangkan untuk mencapai visi tersebut yaitu kemajuan secara bersama dalam
bidang kesehatan, pendidikan dan kualitas sumber daya manusia. Kemajuan dalam bidang
kesehatan salah satunya dengan penurunan Angka Kematian Ibu (AKI). 1
Kehamilan ektopik ialah suatu kehamilan dengan pertumbuhan sel telur yang telah
dibuahi dan tidak menempel pada dinding endometrium kavum uteri. Bila kehamilan tersebut
mengalami proses pengakhiran (abortus) maka disebut dengan kehamilan ektopik terganggu
(KET).1 Kehamilan Ektopik Terganggu (KET) merupakan salah satu masalah di bidang
ginekologi yang berkontribusi pada mortalitas maternal. 2,3 Menurut American College of
Obstericians and Gynecologists (2008), 2% dari seluruh kehamilan di trimester pertama di
Amerika Serikat adalah kehamilan ektopik. Jumlah ini berkontribusi sekitar 6% pada semua
kematian terkait kehamilan.3
Sebagian besar wanita yang mengalami kehamilan ektopik berumur antara 20-40 tahun
dengan umur rata-rata 30 tahun, frekuensi kehamilan ektopik yang berulang dilaporkan
berkisar antara 0%-14,6% (Suryawan, 2004). Berdasarkan data dari WHO, bahwa pada tahun
2003 terdapat 1 dari 250 (0,04%) kelahiran di dunia menderita kehamilan ektopik, dengan jenis
kehamilan ektopik yaitu kehamilan tuba falopii, yang sebagian besar (80%) dialami oleh wanita
pada usia 30 tahun keatas serta dilaporkan bahwa 60% dialami oleh wanita dengan kehamilan
pertama dan kedua.4
Pada era sekarang, kehamilan ektopik menyumbang sekitar 2% dari semua data
kehamilan yang ada. Penelitian tahun 2010 memperkirakan angka kejadian rata-rata setiap
tahun kehamilan ektopik sekitar 0,64% pada wanita usia 15 hingga 44 tahun. Angka kejadian
tahunan tertinggi kehamilan ektopik adalah 0,99% pada kelompok usia 35 hingga 44 tahun.
Perbedaan geografis dalam tingkat kehamilan ektopik tahunan terjadi. Pada daerah Amerika
bagian selatan memiliki proporsi kehamilan ektopik tertinggi di 0,77%, diikuti oleh bagian
utara tengah dengan 0,59%, dan daerah timur laut dengan 0,56%. Bagian barat cenderung jauh
lebih rendah di 0,48%. Kehamilan ektopik didiagnosis umumnya pada bulan Juni dan
Desember. Penjelasan untuk variasi ini belum ditemukan. Pengamatan klinis yang menarik
adalah bahwa sebanyak 16% wanita yang datang ke unit gawat darurat rumah sakit dengan
perdarahan trimester pertama, nyeri, atau keduanya mengalami kehamilan ektopik.5
Kehamilan ektopik diidentifikasi dengan menggabungkan temuan klinis serta

1
pemeriksaan serum dan sonografi transvagina. Temuan klinis yang dinilai adalah riwayat
amenore, perdarahan pervaginam dan nyeri perut bawah. Ketika nyeri semakin berat yang
disertai pemeriksaan cavum douglass menonjol maka didiagnosis dengan KET. Mereka yang
diperkirakan ruptur tuba perlu segera menjalani terapi pembedahan. 1
Salah satu dari beberapa faktor risiko KET yang prominen adalah kegagalan
penggunaan kontrasepsi. Kontrasepsi meru-pakan metode handal dalam mencegah kehamilan,
namun masih terdapat celah untuk terjadinya kegagalan dalam penguna-annya. Pada sebagian
kegagalan kontrasepsi, jumlah relatif kehamilan ektopik meningkat. Contohnya antara lain,
beberapa bentuk sterilisasi tuba, Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR), kontrasepsi darurat
(EC) estrogen dosis tinggi dan mini pills yang hanya mengandung progestin.6
Kehamilan ektopik berperan penting dalam peningkatan mortalitas dan morbiditas
maternal pada trisemester pertama. Namun pengenalan dini terhadap faktor risiko dan
diagnosis kehamilan ektopik serta tatalaksana bedah sesegera mungkin akan membantu
memperbaiki prognosis reproduksi selanjutnya. Prognosis buruk dihubungkan dengan
kurangnya keberhasilan hamil dengan baik setelah kehamilan ektopik terjadi. Dalam tulisan
ini, penulis akan melaporkan kasus kehamilan ektopik terganggu pada kehamilan G32P28
minggu.

2
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
(UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA)
Jl. Terusan Arjuna No.6 Kebon Jeruk – Jakarta Barat

KEPANITERAAN KLINIK
STATUS ILMU PENYAKIT KANDUNGAN
FAKULTAS KEDOKTERAM UKRIDA
Hari / Tanggal Ujian / Presentasi Kasus :…………………….
SMF ILMU KEBIDANAN
RUMAH SAKIT : Rumah Sakit Bayukarta

Nama : Henricho Hermawan Tanda Tangan


Nim : 11.2017.226
……………………..
Dr. Pembimbing / Penguji : dr. Vinsensius Harry, Sp. OG
……………………..

IDENTITAS PASIEN :

Nama : Ny. DH Nama suami : Tn. FS


Umur : 35 tahun Umur : 40 tahun
Pendidikan : SMA Pendidikan : Sarjana
Agama : Kristen Agama : Kristen
Suku/Bangsa : Sunda Suku/Bangsa : Sunda
Alamat : Griya Mas Lestari Alamat : Griya Mas Lestari
GPA : G3P2A0

A. ANAMNESIS
Diambil dari : Autoanamnesis Tanggal : 18 Mei 2019 Jam: Pukul 15.00

1. Keluhan Utama:
Ibu hamil 8 minggu dengan keluhan nyeri pada perut bagian bawah memberat sejak
10 jam yang lalu.
2. Keluhan Tambahan :
Pasien mengeluh mengalami mual saat bangun dipagi hari.
3. Riwayat perjalanan penyakit:
Ibu hamil datang ke IGD RS Bayukarta dengan keluhan nyeri pada perut bagian
3
bawah memberat sejak 10 jam yang lalu. Nyeri muncul secara mendadak, tanpa adanya
nyeri yang muncul terlebih dahulu pada bagian lain. Keluhan nyeri membaik setelah
pasien minum obat anti nyeri, namun nyeri kembali muncul dan lebih hebat setelah efek
obat dirasa hilang. Nyeri seperti ditusuk-tusuk, dan berlokalisasi pada perut bagian
bawah. Nyeri tidak dirasakan pada pinggang, atau perut kanan bagian bawah. Os juga
mengeluh adanya rasa mual tanpa disertai muntah. Pasien menyangkal adanya keluar
darah, lendir atau cairan dari jalan lahir. Tidak ada keluhan BAK dan BAB yang
dirasakan pasien. Os mengaku menggunakan AKDR, tapi dilepas pada Desember 2018
akibat terjadi infeksi.
1 Minggu SMRS, os mengeluhkan pipis yang terasa nyeri dan panas pada
lubang pipis. Warna pipis kuning terang-gelap, warna kemerahan pada pipis disangkal.
Pasien menyangkal adanya lendir atau darah yang keluar dari area sekitar kemaluan.
Keluhan disertai nyeri pada perut bagian bawah yang hilang timbul. Nyeri tidak
berpindah atau menjalar ke bagian perut lain. Nyeri seperti ditusuk-tusuk.

4. Riwayat Haid:
Haid pertama : usia 12 tahun
Siklus : teratur, siklus haid 30 hari
Lamanya : 5 hari
Haid Terakhir : 10 Maret 2019
Usia kehamilan : 8 minggu
Taksiran persalinan : 22 Desember 2019

5. Riwayat Pernikahan:
Status pernikahan : Menikah
Menikah : 1 kali, pernikahan dengan suami sekarang sudah 12 tahun

6. Riwayat Obstetrik
Hamil I : Aterm / Laki-laki / BBL 2800 gram / Normal / 11 tahun
Hamil II : Aterm / Laki-laki / BBL 3000 gram / Normal / 8 tahun

7. Riwayat Keluarga Berencana


Pasien memakai IUD namun telah dilepas pada bulan Desember 2018 akibat terjadi
infeksi.
4
8. Hal-hal lain
Riwayat Penyakit Dahulu : Pasien sebelumnya tidak ada riwayat penyakit
kronis, dan tidak ada mengkonsumsi obat-obatan,
tidak sedang menjalani pengobatan obat apapun
dan tidak ada alergi pada obat-obatan.
Riwayat Penyakit Keluarga : Pada keluarga pasien tidak ada riwayat penyakit
yang dapat diturunkan.
Riwayat Sosial dan Kebiasaan : Pasien memiliki hubungan yang baik kepada
anggota keluarganya, nafsu makan dirasakan
menurun selama keluhan terjadi, dan pasien
tampak lemas. Pasien tidak mengkonsumsi
minuman beralkohol, ataupun riwayat merokok.

II. PEMERIKSAAN JASMANI

I. Pemeriksaan Umum

Keadaan umum: Sakit sedang, VAS Score 6


Kesadaran: Compos Mentis
Suhu : 36,5 OC Tekanan darah : 120/70 mmHg
Nadi : 86x/menit RR : 22x/mnt
T.B : 165cm B.B : 64kg

Kulit : Kuning langsat, striae gravidarum pada abdomen (-), tidak ada lesi,
tidak ada luka bekas operasi
Muka : Simetris, ekspresi wajar
Kepala : Normocephal
Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, reflek cahaya +/+
Telinga : Normotia, liang telinga lapang, serumen -/-
Hidung : Simetris, tidak ada septum deviasi
Mulut/gigi : Bibir tidak kering, mukosa merah muda
Leher : Tidak ditemukan pembesaran tiroid maupun kelenjar getah bening
Dada : Simetris, sela iga tidak melebar atau retraksi, tidak ada pelebaran
5
pembuluh darah

Paru-paru
Depan Belakang
Perkusi Kiri sonor sonor
Kanan sonor sonor
Auskultasi Kiri Vesikuler, ronchi (-), Vesikuler, ronchi (-), wheezing (-)
wheezing (-)
Kanan Vesikuler, ronchi (-), Vesikuler, ronchi (-), wheezing (-)
wheezing (-)
Jantung : BJ 1-2 murni, reguler, murmur (-), gallop(-)
Punggung :Tidak ada skoliosis, lordosis, kifosis, nyeri ketuk CVA -/-
Refleks : Reflek patella +/+
Eksterimitas : Tidak ada edema, tungkai simetris
Sensibilitas : Baik
Pertumbuhan rambut : Pertumbuhan rambut hitam, merata
Kumis : Tidak ada
Ketiak : Tidak dilakukan
Pubis : Pertumbuhan rambut hitam
Betis : Tampak normal

2. Payudara
Inspeksi : Simetris, puting menonjol, pengeluaran cairan tidak ada, kebersihan
cukup.

3. Pemeriksaan perut
Inspeksi : Tampak sawo matang, tidak ada bekas operasi, tidak ada lesi kulit
Palpasi : Nyeri daerah suprapubic, nyeri tekan McBurney (-), rovsing sign (- ),
bloomberg sign (-)
Perkusi : Timpani di seluruh lapang abdomen, nyeri ketok CVA (-)
Auskultasi : Bising usus normal

6
4. Pemeriksaan anogenital
Inspeksi : Lendir (-), air ketuban (-), darah (-)
Berbau : Tidak
Perineum : Utuh
Jahitan : Tidak ada

III. PEMERIKSAAN GINEKOLOGIK


1. Inspeksi : Vulva tampak lebih merah
2. Dengan speculum :-
3. Pemeriksaan vaginal :-

IV. LABORATORIUM (Data sekunder, diberikan sebelum pemeriksaan kasus)


Pemeriksaan Darah rutin 18 Mei 2019 16.13
Hb 10,7 g/dL (11,7 – 15,5)
Ht 33,5 % (35 – 42)
Trom 385 x 103 /uL (150 – 440)
Leu 8,53 x 103 /uL (3,60 - 11,00)
Eri 4,6 x 106 /uL (3,8 – 5,2)
BT 3 menit (1 – 6)
CT 8 menit (4 – 6)
MCV 72,8 %
MCH 23,3 pq
MCHC 31,9 %
Basofil 1 % (0 – 1)
Eosinofil 1 % (2 – 4)
Batang 0 % (3 – 5)
Limfosit 13 % (25 – 40)
Monosit 4 % (2 – 8)
Segmen 81 % (50 – 70%)

Pemeriksaan Hb 18 Mei 2019 18.08


Hb 9,8 g/dL (11,7 – 15,5)

V. RESUME
7
Seorang perempuan berusia 35 tahun G3P2A0 hamil 8 minggu datang ke RS Bayukarta
dengan keluhan nyeri pada perut bagian bawah sejak 10 jam yang lalu. Keluhan nyeri dirasakan
terus-menerus tanpa ada fase perbaikan.Os juga mengeluh adanya rasa mual yang dirasakan
setiap pagi saat bangun tidur. Pasien menyangkal adanya keluar darah, lendir atau cairan dari
jalan lahir. Pada pemeriksaan fisik, tanda vital dalam batas normal, konjungtiva tidak anemis,
perfusi jaringan. baik.. Pemeriksaan darah rutin dalam batas normal.

VI. DAFTAR MASALAH


1. Akut abdomen ec susp KET dd/ ISK
VII. PENGKAJIAN MASALAH DAN RENCANA TATALAKSANA
1. Akut abdomen
Merupakan suatu kondisi yang membutuhkan perhatian dan perawatan segera.
Akut abdomen dapat disebabkan oleh infeksi, peradangan, oklusi vaskular, atau
obstruksi. Pasien biasanya akan mengalami sakit perut yang tiba-tiba disertai mual atau
muntah. Sebagian besar pasien dengan perut akut tampak sakit.
Pendekatan pada pasien dengan akut abdomen harus mencakup riwayat
menyeluruh dan pemeriksaan fisik. Lokasi nyeri sangat penting karena dapat
menandakan proses terlokalisasi. Auskultasi dapat mengungkapkan bunyi usus yang
tidak ada dan palpasi dapat mengungkapkan nyeri tekan rebound, dan menunjukkan
peritonitis. Penyebab abdomen akut meliputi radang usus buntu, ulkus peptikum
perforasi, pankreatitis akut, ruptur divertikulum sigmoid, torsi ovarium, volvulus,
ruptur aneurisma aorta, limpa limpa atau hati, dan usus iskemik.

2. KET (Kehamilan Ektopik Terganggu)


Suatu kehamilan yang pertumbuhan sel telur telah dibuahi tidak menempel pada
dinding endometrium kavum uteri. Lebih dari 95% kehamilan ektopik menempel pada
saluran telur (tuba falopii).
a. Rencana diagnostik:
o Pemeriksaan hehamilan
o Pemeriksaan darah rutin
o Pemeriksaan urin rutin
o Pemeriksaan USG perabdominal dan USG pervaginam
b. Rencana pengobatan:

8
o IVFD RL 30 tpm + Ketorolac injeksi dalam 500 cc RL
o Ketoprofen Supp
o Ceftriaxone 1 gr IV pre OP
o Persiapan Laparatomi eksplorasi + Salpingektomi jika tegak kehamilan ektopik
melalui USG Transvaginal
c. Rencana edukasi:
o Penjelasan mengenai indikasi dan resiko operasi yang akan dilakukan.

3. Infeksi saluran kemih (ISK)


Merupakan istilah yang diterapkan pada berbagai kondisi klinis mulai dari
adanya bakteri dalam urin yang tidak menimbulkan gejala infeksi hingga infeksi ginjal
yang berat dengan kemungkinan terjadi sepsis. Diagnosis ISK kadang sulit ditegakkan
dan mengandalkan urinalisis dan kultur urin.
a. Rencana diagnostik :
o Pemeriksaan darah rutin
o Pemeriksaan urin rutin
o Pemeriksaan USG perabdominal
b. Rencana pengobatan :
o IVFD RL 2000 cc/24 jam
o Ciprofloxacin 2 x 200 mg IV
o Ketorolac 3 x 30 mg IV
o Ranitidin 3 x 50 mg IV
c. Rencana edukasi :
o Pasien harus banyak minum
o Hindari menahan buang air kecil selama masa perawatan
o Antibiotic harus dihabiskan walaupun tidak sudah tidak ada gejala
o Jaga kebersihan area genital

IX. PROGNOSIS
● ad Vitam : dubia ad bonam
● ad fungsionam : dubia ad bonam
● ad sanationam : dubia ad bonam

9
X. FOLLOW UP
Observasi di Ruangan
Waktu Observasi Rencana Terapi
18 Mei S: Pasien datang ke IGD dnegan keluhan nyeri pada P : IVFD RL 30 tpm
2019 perut bagian bawah sejak 10 jam yang lalu seperti Observasi TTV
15.30 ditusuk. Nyeri menetap. Keluar darah (-), lendir (-), mual Ketoprofen Supp
(-), muntah (-). Siklus haid normal. G3P2A0 gravida 6- Lapor dr. V. Harry
7 minggu. Sp. OG
Anak I / Aterm / Laki-laki / 2800 gram / 11 th
Anak II / Aterm / Laki-laki / 3000 gram / 8 th
O : Kes CM, KU TSS
TD 120/70 ; N 86 ; R 22 ; S ; 36,7
PF abdomen NT (+) suprapubic
Lab Hb 10,7 ; Ht 33,7 ; Tr 385.000
A : Acute abdomen ec susp KET dd/ ISK
18 Mei S: Nyeri tetap dirasakan namun berkurang P : Lapor dr. V. Harry
2019 O : Kes CM, KU TSS Sp. OG
18.08 TD 110/70 ; N 90 ; R 20 ; S ; 36,7 Rencana USG
PF abdomen NT (+) suprapubic Perabdominal +
Lab Hb 9,8 Transvaginal
A : Acute abdomen ec susp KET dd/ ISK
18 Mei S: Nyeri (+) P:
2019 O : Kes CM, KU TSS RL 500 cc 40 tpm
19.03 TD 100/60 ; N 100 ; R 20 ; S ; 36,7 Awasi tanda vital
PF Periksa dalam : nyeri goyang (+) Persiapan operasi
Laparatomi eksplorasi
emergency jam 20.00
USG Transvaginal : Ceftriaxone 1 gr IV

Hasil : Uterus kosong, Gestational Sac berada di luar


cavum uteri
A : Kolik abdomen ec KET dd/ ISK
18 Mei S : Nyeri luka operasi P:
2019 O : O : Kes CM, KU TSS Awasi tanda vital
22.00 TD 120/70 ; N 80 ; R 20 ; S ; 36,8 Cek Hb post OP,
LO baik, rembes (-) transfuse jika Hb < 8
DC (+) g/dL

10
A : Post laparotomi eksplorasi + Parsial Salpingektomi Ceftriaxone IV 1
a/i KET H+0 gr/12 jam
Ketorolac IV 1 amp /8
jam
IVFD RL 20 tpm
19 Mei S : Nyeri luka operasi P : Terapi lanjut
2019 O : O : Kes CM, KU TSS
00.00 TD 120/80 ; N 82 ; R 18 ; S ; 36,7
LO baik, rembes (-)
DC (+)
Hb 10,2 g/dL ; Ht 31,7 % ; Trom 389 x 103 /uL
A : Post laparotomi eksplorasi + Parsial Salpingektomi
a/i KET a/i KET H+0
19 Mei S : Nyeri luka operasi P : Terapi lanjut
2019 O : O : Kes CM, KU TSS
05.00 TD 120/80 ; N 82 ; R 18 ; S ; 36,7
LO baik, rembes (-)
DC (+)
A : Post laparotomi eksplorasi + Parsial Salpingektomi
a/i KET a/i KET H+0
19 Mei S : Nyeri luka operasi P:
2019 O : O : Kes CM, KU TSS Awasi TTV
08.00 TD 110/60 ; N 86 ; R 20 ; S ; 36,2 Ceftriaxone IV 1
LO baik, rembes (-) gr/12 jam
DC (+) Ketorolac IV 1 amp /8
A : Post laparotomi eksplorasi + Parsial Salpingektomi jam
a/i KET a/i KET H+0 IVFD RL 20 tpm
Kateter lepas besok
19 Mei S : Nyeri luka operasi, keluar darah (-), mual (-), muntah P :
2019 (-). Sudah mulai bisa bergerak Awasi TTV
22.00 O : O : Kes CM, KU TSS Ceftriaxone IV 1
TD 110/70 ; N 80 ; R 18 ; S ; 36,3 gr/12 jam
LO baik, rembes (-) Ketorolac IV 1 amp /8
DC (+) jam
A : Post laparotomi eksplorasi + Parsial Salpingektomi IVFD RL 20 tpm
a/i KET a/i KET H+1 Kateter lepas besok
20 Mei S : Nyeri luka operasi, bisa bergerak P:
2019 O : O : Kes CM, KU TSS Awasi TTV
05.00 TD 100/70 ; N 84 ; R 20 ; S ; 36,4 Terapi lanjut
LO baik, rembes (-) Kateter lepas
DC (+)
A : Post laparotomi eksplorasi + Parsial Salpingektomi
a/i KET a/i KET H+1
20 Mei S : Nyeri luka operasi, keluar darah (-) P:
2019 O : O : Kes CM, KU TSS Awasi TTV
10.00 TD 110/70 ; N 80 ; R 18 ; S ; 36,3 Ceftriaxone IV 1
LO baik, rembes (-) gr/12 jam
A : Post laparotomi eksplorasi + Parsial Salpingektomi Ketorolac IV 1 amp /8
a/i KET a/i KET H+1 jam
IVFD RL 20 tpm

11
Mulai terapi oral
Cefadroxil 3 x 500
mg
Ketoprofen 2 x 100
mg
Vit C 1 x 1
Lepas infus
20 Mei S : Nyeri luka operasi, keluar darah (-), mual (-), muntah P :
2019 (-). Sudah mulai bisa bergerak Awasi TTV
22.00 O : O : Kes CM, KU TSS Cefadroxil 2 x 500
TD 110/80 ; N 82 ; R 22 ; S ; 36,8 mg
LO baik, rembes (-) Ketoprofen 2 x 100
A : Post laparotomi eksplorasi + Parsial Salpingektomi mg
a/i KET a/i KET H+2 Vit C 1 x 1
21 Mei S : Nyeri luka operasi P:
2019 O : O : Kes CM, KU TSS Awasi TTV
05.00 TD 110/70 ; N 78 ; R 20 ; S ; 36 Cefadroxil 2 x 500
LO baik, rembes (-) mg
A : Post laparotomi eksplorasi + Parsial Salpingektomi Ketoprofen 2 x 100
a/i KET a/i KET H+2 mg
Vit C 1 x 1
21 Mei S : Nyeri luka operasi P:
2019 O : O : Kes CM, KU TSS Boleh pulang
09.00 TD 110/70 ; N 78 ; R 20 ; S ; 36 Ganti balut
LO baik, rembes (-) Terapi oral lanjut
A : Post laparotomi eksplorasi + Parsial Salpingektomi
a/i KET a/i KET H+2

12
PEMBAHASAN KASUS

Kehamilan ektopik merupakan komplikasi dari trimester pertama kehamilan yang


membawa morbiditas dan mortalitas utama. Keadaan ini menyumbang sebanyak 6% dari
kematian terkait kehamilan. Perkembangan metode diagnostik dan terapeutik telah membuat
kematian ibu akibat kehamilan ektopik tidak lagi menjadi fenomena global (0,05%), akan tetapi
kualitas diagnosis dan pengobatan kondisi ini tidak seragam. Terlepas dari ketersediaan metode
laparascopy, keterlambatan diagnosis serta kesalahan dalam perawatan awal lanjutan masih
membuat kehamilan ektopik yang rupture tetap menjadi suatu keadaan yang sering ditemukan
dalam kebidanan dan ginekologi.7
Gambaran klinis pada kehamilan tuba yang belum terganggu tidak khas, sampai
akhirnya terjadi ruptur tuba. Kehamilan ektopik biasanya baru memberikan gejala-gejala yang
jelas dan khas kalau sudah terjadi ruptur tuba. Gejala khasnya adalah timbul rasa sakit pada
perut mendadak yang kemudian disusul dengan syok atau pingsan. Walau pun demikian tanda
dan gejala kehamilan tuba terganggu sangat berbeda. Gejala dan tanda bergantung pada
lamanya kehamilan ektopik terganggu, abortus atau ruptur tuba, tuanya kehamilan, derajat
perdarahan yang terjadi, dan keadaan umum penderita sebelum hamil. 8
Pada gejala dan tanda pada kehamilan ektopik, seringkali bersifat atipikal. Kehamilan
ektopik dapat terjadi dengan berbagai gejala. Bahkan jika suatu gejala tidak terlalu umum,
kehamilan ektopik masih mungkin terjadi. Gejala kehamilan ektopik meliputi:9
a. Gejala umum:
• Nyeri pada perut atau panggul
• Amenorea atau menstruasi yang terlambat
• Pendarahan vagina dengan atau tanpa disertai gumpalan
b. Gejala lain yang dilaporkan:
• Nyeri payudara
• Gejala gastrointestinal (mual, muntah)
• Pusing, pingsan atau sinkop
• Nyeri ujung bahu
• Gejala pada saluran kemih
• Terasa tekanan dubur atau nyeri saat buang air besar
Ketahuilah bahwa kehamilan ektopik dapat terjadi dengan berbagai tanda pemeriksaan oleh
tenaga kesehatan. Tanda-tanda kehamilan ektopik meliputi:

13
a. Tanda-tanda yang lebih umum:
• nyeri tekan panggul
• kelembutan adneksa
• kelembutan perut saat dipalpasi
b. Tanda-tanda lain yang dilaporkan:
• nyeri saat cerviks uteri digerakkan (nyeri goyang / slinger pijin)
• rebound tenderness atau tanda peritoneal
• muka pucat
• distensi abdomen
• rahim yang membesar
• takikardia (lebih dari 100 denyut per menit) atau hipotensi (kurang dari 100 / 60
mmHg)
• syok atau pingsan
• hipotensi ortostatik.
Pasien merupakan seorang ibu hamil dengan usia kandungan 8 minggu. Pada pasien
ditemukan gejala nyeri pada perut bagian bawah, disertai adanya gejala pada saluran
pencernaan berupa mual tanpa muntah, pusing dan ada riwayat infeksi kemih 1 minggu yang
lalu. Dari gejala yang ada tidak ditemukan adanya perdarahan vagina. Pada pasien ditemukan
tanda, nyeri tekan pada panggul dan perut yang lembut saat dipalpasi, tanda lain yang
ditemukan adanya nyeri saat serviks digerakkan dan adanya distensi pada abdomen. Pada
pasien tidak ditemukan adanya tanda-tanda syok. Pengangkutan sel telur yang dibuahi melalui
tuba fallopi dikendalikan oleh kombinasi kontraksi otot polos dan pemukulan silia. Kondisi
yang merusak integritas tabung dan merusak fungsi-fungsi ini adalah faktor risiko kehamilan
ektopik (lihat tabel 1).7

Berdasarkan NICE Guideline : Ectopic pregnancy and miscarriage : diagnosis and


initial management tahun 2019, perlu dilakukan segera pemeriksaan kehamilan pada wanita
yang positif hamil disertai dengan gejala nyeri dan distensi abdomen, nyeri panggul atau nyeri
goyang serviks.9 Pada kasus seperti ini, tetap pikirkan kemungkinan kehamilan ektopik, bahkan
tanpa adanya faktor risiko (seperti kehamilan ektopik sebelumnya), karena sekitar sepertiga
wanita dengan kehamilan ektopik tidak akan memiliki faktor risiko yang diketahui. Pada
keadaan wanita dengan perdarahan atau gejala lain dan tanda-tanda komplikasi kehamilan awal
yang memiliki rasa sakit atau kehamilan kehamilan 6 minggu atau lebih atau kehamilan dengan

14
yang tidak pasti maka perlu dirujuk ke fasilitas yang dapat memeriksa segera keadaan
kehamilan.
Tabel 1. Faktor resiko kehamilan ektopik.7

Atas dasar temuan dari gejala dan tanda ini, maka perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan
untuk dapat menegakkan diagnosa kehamilan ektopik teganggu. Pada pasien ini, tanda vital
masih dalam normal sehingga dikatakan status hemodinamiknya dalam batas normal. Maka
dilakukan pemeriksaan lanjutan USG perabdominal dan USG transvaginal untuk mengetahui
keadaan kehamilan.

Gambar 1. Gambaran Letak Kehamilan Ektopik.10

15
Pada lebih dari 95 persen kehamilan ektopik berimplantasi pada berbagai segmen tuba
falopii sehingga menimbulkan kehamilan fimbrial, ampula, ismus, atau interstitial tuba (lihat
gambar 1). Pada gambar 1, ampula merupakan bagian yang paling sering, diikuti oleh isthmus.
Sisanya 5 persen dari implantasi kehamilan ektopik pada non-tuba falopi berada pada ovarium,
rongga peritoneum, serviks, atau bekas luka sesar sebelumnya. Terkadang, kehamilan multi-
organ terdiri dari satu konsepsi dengan implantasi uterus normal yang berdampingan dengan
satu implantasi ektopik. Pada keadaan alami, angka kejadian dari kehamilan heterotopik ini
mendekati 1 per 30.000 kehamilan. Namun, karena Assisted Reproductive Technologies
(ART), insidensi kehamilan ektopik meningkat menjadi 1 banding 7000 secara keseluruhan,
serta setelah induksi ovulasi, akan meningkat hingga 0,5 hingga 1 persen.10
Pada seorang wanita yang diduga hamil ektopik, USG transvaginal dilakukan untuk
mencari tanda mengindikasikan kehamilan intrauterin atau ektopik. Selama evaluasi rongga
endometrium, kantung kehamilan intrauterin biasanya terlihat antara usia 4½ hingga 5 minggu.
Yolk sac muncul antara usia kehamilan 5 hingga 6 minggu, dan fetal pole dengan aktivitas
jantung pertama kali terdeteksi pada kehamilan 5½ hingga 6 minggu. Pada pemeriksaan dengan
USG perabdominal, struktur ini divisualisasikan.10 Ketika melakukan pemeriksaan USG
transvaginal pada awal kehamilan, cari tanda-tanda yang menunjukkan kemungkinan tinggi
kehamilan ektopik tuba: massa adneksa, bergerak secara terpisah ke ovarium dengan kantung
kehamilan yang kosong (kadang-kadang digambarkan sebagai 'cincin tuba' atau ' tanda bagel ')
atau massa adneksa tak homogen yang kompleks, bergerak terpisah ke ovarium serta rahim
yang kosong atau kumpulan cairan di dalam rongga rahim (kadang-kadang digambarkan
sebagai kantung semu).9

Gambar 2. Ruptur Ampula Tuba Falopi.10

16
Pada kehamilan tuba, karena tuba fallopi tidak memiliki lapisan submukosa, sel telur
yang dibuahi segera menggali melalui epitel. Zigot terletak dekat atau di dalam lapisan
muscularis, yang akan terjadi invasi oleh trofoblas yang berkembang biak dengan cepat.
Embrio atau janin dalam kehamilan ektopik sering tidak ada atau terhambat. 10
Hasil kehamilan ektopik termasuk ruptur tuba, aborsi tuba, atau kegagalan kehamilan
dengan resolusi (lihat gambar 2). Dengan pecahnya, produk-produk konsepsi dan perdarahan
yang berkembang yang menyerang dapat merusak sewa di tuba falopi di salah satu dari
beberapa lokasi. Sebagai aturan, jika tabung pecah dalam beberapa minggu pertama, kehamilan
kemungkinan besar terletak di bagian isthmic, sedangkan ampula sedikit lebih mudah disentuh.
Namun, jika implan sel telur yang dibuahi dalam bagian interstitial, pecah biasanya terjadi
kemudian. Kehamilan ektopik tuba biasanya pecah secara spontan tetapi kadang-kadang dapat
pecah setelah koitus atau pemeriksaan bimanual.
Saat melakukan pemeriksaan USG transabdominal atau transvaginal pada awal
kehamilan, cari cairan bebas dalam jumlah sedang hingga besar di rongga peritoneum atau
Cavum Douglas, yang mengindikasikan terjadi suatu haemoperitoneum (lihat gambar 3). Jika
ada, pertimbangkan jaringan intrauterin dan adneksa lainnya pada pemindaian, presentasi klinis
wanita dan kadar hCG sebelum menegakkan diagnosa. Pemeriksaan USG harus dilakukan atau
secara langsung diawasi dan ditinjau oleh profesional kesehatan yang berkualifikasi dengan
pelatihan, dan pengalaman, mendiagnosis kehamilan ektopik. 9 Dari pemeriksaan USG
Transvaginal yang dilakukan pada pasien ditemukan adanya gestational sac yang berada di
luar kantung rahim, serta kantung kehamilan berada pada ampula tuba falopi dextra.
Pemeriksaan human chorionic gonadotrophin dilakukan pada wanita dengan kehamilan
pada lokasi yang tidak diketahui (lihat gambar 3). Perlu diwaspadai wanita dengan kehamilan
di lokasi yang tidak diketahui dapat mengalami kehamilan ektopik sampai lokasi kehamilan
ditetapkan. Pengukuran serum hCG untuk bukan untuk menentukan lokasi kehamilan. Pada
seorang wanita dengan kehamilan dari lokasi yang tidak diketahui, prioritaskan gejala klinis
daripada pada hasil serum hCG, dan tinjau kondisi wanita itu jika ada gejala yang berubah,
terlepas dari hasil dan penilaian sebelumnya.9
Pemberian metotreksat sistemik diberikan pada wanita hamil yang tidak memiliki rasa
sakit yang signifikan, memiliki kehamilan ektopik yang tidak ruptur dengan massa adneksa
lebih kecil dari 35 mm dan tanpa detak jantung yang terlihat serta memiliki kadar serum hCG
kurang dari 1500 IU / liter dan tidak memiliki kehamilan intrauterin (seperti yang dikonfirmasi
pada pemindaian ultrasound) dan dapat kembali untuk follow up (lihat tabel 3).9
17
Gambar 3. Algoritma penegakkan diagnosa kehamilan ektopik. 10

Sejumlah algoritma telah diusulkan untuk mengidentifikasi kehamilan ektopik (lihat


gambar 4). Pada kebanyakan algortima berisikan komponen-komponen utama ini: temuan
fisik, sonografi transvaginal (TVS), pengukuran kadar β-hCG serum baik pola awal atau
selanjutnya naik atau turun, serta operasi diagnostik, yang meliputi kuretase uterus,
laparoskopi, dan laparotomi. Penggunaan algoritma hanya berlaku untuk wanita yang stabil

18
secara hemodinamik, pada pasien yang diduga ruptur harus segera menjalani terapi bedah. Pada
kasus kehamilan ektopik yang tidak ruptur, algortima diagnosis dapat dijalankan sepenuhnya.
Strategi yang memaksimalkan deteksi kehamilan ektopik dapat mengakibatkan penghentian
kehamilan normal.10
Penentuan kehamilan yang cepat dan akurat sangat penting untuk mengidentifikasi
kehamilan ektopik. Tes kehamilan serum dan urin saat ini yang menggunakan enzyme-linked
immunosorbent assays (ELISA) untuk β-hCG sensitif terhadap kadar 10 hingga 20 mIU / mL
dan positif pada> 99 persen kehamilan ektopik. Pada kasus langka kehamilan ektopik kronis,
dapat ditemukan hasil serum β-hCG negatif.10
Pada keluhan yang diawali dengan perdarahan atau nyeri dan hasil tes kehamilan yang
positif, TVS awal biasanya dilakukan untuk mengidentifikasi lokasi kehamilan. Jika ditemukan
kantung kuning telur, embrio, atau janin diidentifikasi di dalam rahim atau adneksa, maka
diagnosis adalah kehamilan intrauterine. Namun dalam banyak kasus, TVS tidak dapat
membantu menegakkan diagnosis, dan kehamilan tuba masih tidak dapat disingkarkan. Dalam
kasus kehamilan intrauterin atau ekstrauterine tidak diidentifikasi, istilah kehamilan lokasi
yang tidak diketahui (PUL / Pregnancy of Unknown Location) digunakan sampai informasi
klinis tambahan memungkinkan penentuan lokasi kehamilan. 10
Tingkat diskriminasi β-hCG. Ketika hasil ultrasonografi transvaginal adalah
nondiagnostik, subunit beta dari human chorionic gonadotropin (β-hCG) tingkat diskriminatif
akan berguna untuk menetapkan diagnosis. Pada pasien dengan nilai β-hCG di atas level
ini,kegagalan memvisualisasikan kehamilan intrauterin sangat menunjukkan kehamilan
ektopik.7
Tingkat β-hCG diskriminatif yang digunakan di berbagai lembaga berbeda, umumnya
berkisar 1.500 hingga 2.000 mIU per mL (1.500 hingga 2.000 IU per L). Penetapan ini juga
bergantung pada pengalaman sonografi dan karakteristik pasien, seperti misalnya habitus tubuh
dan adanya perdarahan perut yang signifikan atau fibroid. Secara umum, ketika level β-hCG
meningkat, spesifisitas ultrasonografi untuk mendeteksi kehamilan intrauterin yang layak juga
meningkat. Penggunaan tingkat diskriminatif β-hCG tidak sempurna, namun, karena kasus
kehamilan intrauterin yang layak tidak terdeteksi oleh ultrasonografi telah dilaporkan dengan
kadar β-hCG hingga 4.300 mIU per mL (4.300 IU per L).7
Pengukuran Level β-hCG serial dapat digunakan untuk mengevaluasi kehamilan di
lokasi yang tidak diketahui (lihat tabel 2). Sebagian besar kehamilan intrauterin trimester
pertama (99%) memiliki nilai β-hCG yang meningkat sekitar 50% dalam 48 jam. Nilai
pengujian yang tidak meningkat menunjukkan kehamilan ektopik atau kehamilan intrauterin
19
yang tidak dapat bertahan. Namun, 1% dari pasien dengan kehamilan intrauterin yang layak
memiliki tingkat peningkatan yang lebih lambat. Pasien-pasien ini sering salah terdiagnosis
kehamilan intrauterin atau ektopik yang tidak dapat hidup. Demikian juga, tingkat β-hCG di
sekitar 20% kehamilan ektopik meningkat lebih dari 50% selama 48 jam.7
Tabel 2. Perubahan β-hCG pada evaluasi 48 jam.7

Dari semua alat diagnosis yang ada, tidak ada yang dapat berdiri sendiri untuk
menetapkan diagnosis kehamilan ektopik maka perlu untuk mempertimbangkan semua data
yang tersedia saat menentukan lokasi kehamilan dan, khususnya, untuk melakukan
ultrasonografi serial untuk menemukan kehamilan di lokasi yang tidak diketahui karena kadar
β-hCG terus meningkat. Jika kadar β-hCG turun pada pasien yang dievaluasi untuk kehamilan
dari lokasi yang tidak diketahui, menunjukkan kehamilan intrauterin ektopik atau nonviable,
penting untuk memantau tingkat sampai tidak terdeteksi, karena pecahnya kehamilan ektopik
telah didokumentasikan pada sangat rendah atau turun β- tingkat hCG. Mendokumentasikan
tingkat β-hCG yang tidak terdeteksi adalah satu-satunya cara untuk mengkonfirmasi resolusi
lengkap kehamilan, apakah ektopik atau intrauterin 7.
Pemberian opsi antara metotreksat atau manajemen bedah untuk wanita dengan
kehamilan ektopik yang memiliki kadar serum hCG minimal 1500 IU / liter dan kurang dari
5000 IU / liter, pasien yang dapat kembali untuk follow up dan yang memenuhi semua kriteria
berikut: tidak ada rasa sakit yang signifikan pada kehamilan ektopik yang tidak ruptur dengan
massa adneksa lebih kecil dari 35 mm tanpa denyut jantung yang terlihat, tidak ada kehamilan
intrauterin (seperti yang dikonfirmasi pada pemindaian ultrasound). Anjurkan wanita yang
memilih metotreksat bahwa peluang untuk memerlukan intervensi lebih lanjut meningkat dan
perlu segera dirawat jika kondisinya memburuk.9

20
Gambar 4. Algoritma tatalaksana kehamilan ektopik.9

Tindakan pembedahan sebagai pengobatan lini pertama bagi wanita yang tidak dapat
kembali untuk follow up setelah pengobatan metotreksat atau yang memiliki salah satu dari
berikut: kehamilan ektopik dan nyeri yang signifikan, kehamilan ektopik dengan massa
adneksa 35 mm atau lebih besar, kehamilan ektopik dengan detak jantung janin yang terlihat
pada pemindaian USG, dan kehamilan ektopik, dan kadar hCG serum 5.000 IU / liter atau lebih
(lihat gambar 4).9
Tabel 3. Indikasi tatalaksana kehamilan ektopik. 7

21
Tawarkan salpingektomi kepada wanita yang menjalani operasi untuk kehamilan
ektopik kecuali mereka memiliki faktor risiko infertilitas lainnya. Anjurkan wanita yang
menjalani salpingektomi untuk menjalani tes kehamilan setelah 3 minggu. Anjurkan wanita
untuk kembali untuk penilaian lebih lanjut jika tesnya positif. Pertimbangkan salpingotomi
sebagai alternatif salpingektomi untuk wanita dengan faktor risiko infertilitas seperti kerusakan
tuba kontralateral. Berikan edukasi bahwa wanita yang menjalani salpingotomi hingga 1 dari
5 wanita akan memerlukan pengobatan lebih lanjut. Pengobatan ini termasuk metotreksat dan
/ atau salpingektomi. Pada wanita yang telah menjalani salpingotomi, lakukan pengukuran
serum hCG pada 7 hari setelah operasi, kemudian dilanjutkan pengukuran serum Hcg per
minggu sampai diperoleh hasil negatif.9
Pada penatalaksaan pasien dalam kasus ini, dilakukan operasi pembedahan dikarenakan
adanya nyeri yang signifikan, dan kemungkinan telah terjadi rupture tuba yang ditunjukkan
gambaran hypoechoic pada hasil USG transvaginal yang dilakukan. Pembedahan dilakukan
dengan laparatomi eksplorasi bukan dengan laparascopy dikarenakan keterbatasan alat.
Salpigektomi parsial dilakukan atas indikasi, tuba kontralateral masih sehat dan keinginan
pasien untuk tetap dapat hamil kembali dimasa depan.

PROGNOSIS
Kematian karena kehamilan ektopik terganggu cenderung turun dengan diagnosis
dini dan persedian darah yang cukup. Akan tetapi jika pertolongan terlambat, angka kematian
dapat tinggi. Pada umumnya kelainan yang menyebabkan kehamilan ektopik bersifat bilateral.
Sebagian perempuan menjadi steril setelah mengalami kehamilan ektopik lagi pada tuba yang
lain. Angka kehamilan ektopik yang berulang dilaporkan antara 0%-14.6%. Untuk wanita
dengan anak yang sudah cukup, sebaiknya pada operasi dilakukan salpingektomi bilateralis.

KESIMPULAN
Penegakkan diagnosa pada kehamilan ektopik tidaklah mudah dan membutuhkan
kewaspadaan dalam penyingkiran kehamilan ektopik. Menurut NICE 2019, perlu dilakukan
segera pemeriksaan kehamilan pada wanita yang positif hamil disertai dengan gejala nyeri dan
distensi abdomen, nyeri panggul atau nyeri goyang serviks. Apabila pada pemeriksaan USG
transvaginal ditemukan gestational sac di luar uterus maka segera dilakukan tatalaksana sesuai
algoritma, bila dari hasil USG tidak ditemukan kantung kehamilan, maka dilakukan
pemeriksaan serum hCG, untuk memastikan kehamilan.

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Puspa Dewi T, Risilwa M. Kehamilan ektopik terganggu : sebuah tinjauan kasus. Jurnal
Kedokteran Syiah Kuala. 2017. 17 (1) : 26-31
2. Berek J. Berek & Novak’s gynecology. 15th edition. Philadhelphia : Lippincot Williams &
Wilkins ; 2012. p. 214
3. Cunningham, Lenovo, Bloom, Hauth, Rouse, Spong. Williams Obstetrics. 23 rd edition.
Dallas : McGraw-Hill Companies, Inc ; 2010. p. 251-67
4. Triana A. Hubungan umur dan paritas ibu hamil dengan kejadian kehamilan ektopik
terganggu di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru. Al-Insyirah Midwifery. 2019. 8 (1) : 1-5
5. Marion L, Rodney Meeks G. Ectopic pregnancy : history, incidence, epidemiology, and
risk factors. Clinical Obstetrics and Gynecology. 2012. 55 (5) : 376-85
6. Aling DM, Kaeng JJ, Wantania J. Hubungan penggunaan kontrasepsi dengan kejadian
kehamilan ektopik terganggu di BLU RSUP Prof DR. R. D. Kandou Manado periode 2009-
2013. Journal e-clinic (eCl). 2014. 2 (3)
7. Barash J, Buchanan E, Hillson C. Diagnosis and management of ectopic pregnancy.
American family physician. 2014. 90 (1) ; 34-40
8. Institute of Obstetricians & Gynecologists. Royal College of Phycisians of Ireland. Clinical
practice guideline : The diagnosis and management of ectopic pregnancy. 2017. p. 6-13
9. NICE Guideline. Ectopic pregnancy and miscarriage : diagnosis and initial management.
2019. p. 5-22
10. Cunningham, Lenovo, Bloom, Spong, Dashe et all. Ectopic pregnancy. Williams obstetrics.
24th edition. Philadhelphia : McGrawHill ; 2014. p. 776-97
11. Hadijanto B. Perdarahan pada kehamilan muda. Dalam : Saifuddin AB, Rachimhaddhi T,
Wiknjosastro GH. Ilmu kebinanan Sarwono Prawirohardjo. Edisi 4. Jakarta : PT Bina
Pustaka ; 2014. h. 474-87

23

Anda mungkin juga menyukai