Anda di halaman 1dari 7

Dermatosis Vesikobulosa Kronik

Dermatitis vesikobulosa kronik ditandai tertutama oleh adnaya vesikel dan bula yang termasuk golonga
ini adalah :

1. Pemphigus
2. Pemfigoid bulosa
3. Pemfigoid herpetiformis
4. Chronic bullous disease od childhood
5. Pemfigoid sikatrsial
6. Pemfigoid gestationis

Pemfigus

Pemphigus ialah kumpuan penyakit kulit autoimun berbula kornik, menyerang kulit dan membrane
mukosa yang secara histologic ditandai dengan bula intraepidermal akibat proses akantolisis dan secara
imunopatologik ditemukan antibody terhadap komponen desmosome pada permukaan keratinosit jenis
IgG yang terikat maupun bereda dalam sirkulasi darah. pemphigus sendiri, memiliki 4 bentuk yaitu

- Pemphigus vulgaris
- Pemphigus eritematous
- Pemphigus foliaseus
- Pemphigus vegetans

Masih ada beberapa bentuk yang tidak dibicarakan karena langka ialah pemphigus herpetiformis,
pemphigus IgAdan pemphigus paraneoplastic. Susunan tersebut sesuai dengan insidennya. Menurut letak
celah pemphigus dibagi menjadi dua :

a. Di suprabasal ialah pemphigus vulgaris dan variannya pemphigus vegetans


b. Di stratum granulosum ialah pemphigus foliaseus dan variannya pemphigus eritematous

Susunan penyakit tersebut memberi gejala yang khas yaitu :

a. Pecahnya bula yang kendur pada kulit umumnya terlihat normal dan mudah pecah
b. Pada penekanan, bula tersebut meluas (tanda Nikolski positif)
c. Akantolisis selalu positif
d. Adanya antibody tipe IgG terhadap antigen intraseluler epidermis yang dapat ditemukan adalam
serum, maupun terikat di epidermis.

Pemfigus Vulgaris

Epidemiologi

Pemphigus vulgaris merupakan bentuk paling sering yang ditemukan hampir 80% dari semua kasus
pemphigus. Penyakit ini tersebar di seluruh dunia dan dapat mengenai semua bangsa dan rasa.
Frekuensinya pada kedua jenis kelamin sama. Umumnya mengenai umur pertengahan yaitu pada decade
4 dan decade 5, tetapi dapat juga mengenai semua umur termasuk anak-anak dan orang tua.

Etiologi
Pemphigus ialah autoimun karena pada serum penderitanya ditemuk autoantibodi juga dapat disebabkan
oleh obat misalnya D-penicilamin, dan kaptopril. Pemphigus yang diinduksi oleh obat dapat berbentuk
pemphigus foliaseus atau pemphigus vulgaris. Pemphigus foliaseus lebih sering timbul dibandingkan
dengan pemphigus vilgaris. Pada pemphigus tersebut secara klinis dan histologic menyerupai pemphigus
yang sporadic, pemeriksaan imunofluoresensi langsung pada kebanyakan kasus positif sedangkan
pemeriksaan imunofluoresensi tidak langsung hanya kira-kira 70% yang positif.

Pemphigus menyertai penyakit neoplasma baik yang jinak maupun yang maligna, dan disebut sebagai
pemphigus paraneoplastic. Pemphigus juga dapat ditemukan bersama-sama dengan penyakit autoimun
lain misalnya lupus eritematosus sistemik, pemfigoid bulosa, miastenia gravis dan anemia pernisiosa.

Patogenesis

Semua bentuk pemphigus mempunyai sifat sangat khas yakni :

a. Hilangnya kohesi sel-sel epidermis terjadi akantolisis


b. Adanya antibody IgG terhadap antigen determinan yang ada di permukaan keratinosit yang
sedang berdiferensiasi

Lepuh pada PV akibat terjadinya reaksi autoimun terhadap antigen PV anigen ini merupakan
transmembrane glikoprotein dengan berat milekuk 160 kD untuk pemphigus foliaseus dan berat molekul
130 kD untuk pemphigus vulgaris yang terdapat pada permukaan sel-sel keratinosit.

Terdapat antigen pada PV yang hanya dengan lesi oral ialah demglein dan kulit ialah desmoglein 1 dan 3 .
sedangkan pada pemphigus foliaseus terget antigennya ialah desmoglein 1.

Demoglein ialah salah satu komponen desmosome. Komponen lain misalnya desmoplakin, plakoglobin
dan desmokolin. Fungsi desmosome ialah meningkatkan kekuatan mekanik epitel gepeng berlapis yang
terdapat pada kulit dan mukosa. Pada penderita dengan penyakit yang aktif mempunyai antibody subklas
IgG dan IgG4 tetapi yang patogenik ialah IgG4. Pada pemphigus juga ada faktor genetik yang berkaitan
yaitu HLA-DR4.

Gejala Klinis

Keadaan umum pasien biasanya buruk. Penyakti dapat bermula sebagia lesi dikulit kepala yang berambut
atau di rongga mulut kira-kira pada 60% kasus, berupa erosi yang disertai pembentukan krusta sehingga
seirng salah diagnosa sebagai pyoderma pada kulit kepala yang berambut atau dermatitis dengan infeksi
sekunder. Lesi di tempat etrsebut dapat berlangsung berbulan-bulan sebelum timbul bula generalisata.

Semua selaput lendir dengan epitel skuamos dapat diserang, yakni selaput lendir kongjungtiva, hidung,
faring, laring, esophagus, uretra, vulva dan serviks. Kebanyakan penderita stomatis aftosa sebelum
diagnosa pasti ditegakkan. Lesi di mulit ini dapat meluas dan dapat menganggu pada waktu penderita
makan karena rasa nyeri.

Bula yang timbul berdinding kendur, muda pecah dengan meninggalkan kulit terkelupas dan diikuti oleh
pembentukan krusta yang lama bertahan di atas kulit yang terkelupas tersebut. Bula dapat timbul di atas
kulit yang tampak normal atau yang eritematosan dan generalisata. Tanda nikolski positif disebabkan
adanya akantolisis. Cara mengetahui tanda tersebut ada dua pertama dengan menekan dan menggeser
kulit di antara dua bula dan kulit tersebut akan terkelupas. Cara kedua dengan menekan bula, maka bula
akan meluas karena cairan yang di dalamnya mengalami tekanan.

Histopatologi

Pada gambaran histopatologi didapatkan bula epidermal suprabasal dan sel-sel epitel yang mengalami
akantolisis pada dasar bula yang menyebabkan uji Tzanck positif. Uji ini berguna untuk menentukan
adanya sel akantolitik tetapi bukan diagnostic pasti untuk pemphigus. Pada pemeriksaan dengan
menggunakan mikroskop elekron dapat diketahui, bahwa permulaan perubahan patologik ialah
perlunakan segmen interseluler. Pada pemeriksaan ini juga dapat dilihat perusakan desmosome dan
tonofilament sebagai peristiwa sekunder.

Imunologi

Pada tes imunofloresensi langsung didapatkan antibody interseluler tipe IgG dan C3. Pada tes
imunofloresensi tidak langsung didapatkan antibody pemphigus tipe IgG. Tes yang pertama lebih
dipercaya daripada tes kedua karena telah menjadi positif pada permulaan penyakit. Seringkali sebelum
tes kedua menjadi positif dan tetap positif pada waktu yang lama meskipun penyakitnya telah membaik.

Antibody pemphigus ini rupanya sangat spesifik untuk pemphigus. Titer antobodi umunya sejajar dengan
beratnya penyakit dan akan menurun kemudian menghilang dengan pengobatan kortikosteroid.

Diagnosa Banding

Pemphigus vulgaris dibedakan dengan dermatitis herpetiformis yang dapat mengenai anak dan dewasa,
keadaan umum baik, keluhan sangat gatal, ruam polimorf, dinding vesikel/bula tegang dan berkelompok
dan mempunyai tempat predileksi. Sebaliknya pemphigus terutama terdapat pada orang dewasa,
keadaan umum buruk, tidak gatal, bula berdinding kendur dan biasanya generalisata.

Pada gambaran histopatologik dermatitis herpetiformis, letak vesikel/bula pada subepidermal sedangkan
pada pemphigus vulgaris terletak pada intraepidermal dan terdapat akantolisis. Pemeriksaan
imunofluoresensi pada pemphigus menunjukkan IgG yang terletak intraepidermal sedangkan pada
dermatitis hipertiformis terdapat IgA berbentuk granular intrapapilar.

Pemfigoid bulosa erbeda dengan pemphigus vulgaris karena keadaan umumnya baik, dinding bula tegang,
letaknya subepidermal dan terdapat IgG linier.

Pengobatan

Obat utama ialah kortikosteroid karena bersifat imunosupresif. Yang sering digunakan adalah prednisone
dan deksametason. Dosis prednisone bervariasi tergantung pada berat ringannya penyakit yakni 60-150
mg sehari. Ada pula yang menggunakan 3 mg/kgBB sehari bagi pemphigus yang berat. Pada dosis tinggi
sebaiknya diberikan deksametason IV atau IM sesuai ekuivalennya karena lebih praktis. Keseimbangan
cairan dan gangguan elektrolit diperhatikan.

Jika pada terapi belum didapatkan perbaikan yang berarti dan justru timbul lesi baru setelah 5-7 hari
dengan dosis inisial, maka dosis dinaikkan 50%. Kalau ada perbaikan dosis diturunkan secara bertahap,
biasanya setiap 5-7 hari diturunkan 10-20 mg ekuivalen prednisone tergantung pada respon masing-
masing, jadi bersifat individualis. Cara yang terbaik untuk memantau efek terapi adalah dengan
memantau titer antibody karena antibody tersebut menunjukkan keaktifan penyakit.
Cara pemberian kortikosteroid yang lain adalah dengan terapi denyut. Caranya bermacam-macam, yang
lazim digunakan adalah dengan methylprednisolone sodium succinate IV selama 2-3jam, diberikan jam 8
pagi untuk 5 hari. Dosis sehari 250-1000 mg (10-20 mgKgBB) kemudian dilanjutkan dengan pemberian
kortikosteroid oral dengan dosis sedang atau rendah. Efek samping yang berat pada terapi denyut dalah
hipertensi, elektrolit terganggu, infark miokard, aritmia jantung sehingga dapat menyebabkan kematian
mendadak dan pankreatitis. Apabila pemberian sehari melebihi dari 40 mg maka harus diberikan
antibiotic untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder.

Bila sudah tercapai dosis pemeliharaan, untuk mengurangi efek samping kortikosteroid, diberikan dosis
tunggal pada pagi hari pukul 8. Alasannya adalah pada pagi hari merupakan waktu kadar kortisol tertinggi
di dalam darha. Sebaiknya obat diberikan selang sehari, diharapkan pada waktu bebas tidak terjadi
penekanan terhadap kelenjar korteks adrenal. Keburukannya pada hari bebasobat timbul lesi baru.
Sebagian kecil penderita pemphigus dapat bebas obat, tetapi sebagian besar diberikan obat pemeliharaan
terus-menerus.

Pasricha mengobati pemphigus dengan cara kombinasi deksametason dan siklofosfamid dosis tinggi
secara intermitten dengan hasil baik. Dosis deksametason 100 mg dilarutkan dalam 5% glukosa diberikan
selama 1 jam IV 3 hari berturut. Siklofosfamid diberikan IV 500 mg sehari. pemberian deksametason
dengan cara tersebut diulangi setiap 2-4 minggu. Setelah beberapa bulan penyakit tidak relaps lagi,
pemberian deksametason dikurangi menjadi setiap bulan untuk 6-9 bulan. Kemudian dihentikan dan
pemberian siklofosfamid 50 mg/hari diteruskan. Setelah kira-kira setahun pengobatan dihentikan dan
terjadinya relaps akan diamati.

Untuk mengurangi efek smaping kortikosteroid dapat dikombinasikan dnegan ajuvan yang kuat yaitu
sitostatik. Efek samping kortikosteroid yang berat atrofi kelenjar adrenal bagian korteks, ulkus peptikum,
dan osteoporosis yang dapat menyebabkan fraktur kolumna vertebra pars lumbalis.

Terdapat dua pendapat mengenai penggunaan sitostatik sebagai ajuvan pada pengobatan pemphigus :

1. Sejak awal pemberian diberikan bersama dengan kortikosteroid sistemik.maksudnya agar


kortikosteroid tidak terlampau tinggi sehingga efek samping akan lebih sedikit.
2. Sitostatik diberikan apabila “
- Kortikosteroid sistemik dosis lebih tinggi kurang memberi respons
- Terdapat kontraindikasi, misalnya ulkus peptikum, diabetes melitus, katarak dan osteoporosis
- Penurunan dosis pada saat telah terjadi perbaikan tidak seperti yang diharapkan

Sitostaik merupakan ajuvan yang terkuat karena bersifat imunosupresif. Obat sitostatik untuk pemphigus
adalah azatioprin, siklofosfamid, metotrexat dan mikofenolat mofetil. Obat yang lazim digunakan adalah
azatioprin karena cukup bermanfaat dan tidak begitu toksik seperti siklofosfamid. Dosisnya adalah 50-150
mg sehari atau 1-3 mg perkbBB. Obat sitostaik sebaiknya diberikan , jika dosis prednisone mencapai 60
mg sehari untuk mencegah sepsi dan bronkopneumonia. Hendaknya diingat bahwa efek teraupeutik
azatioprin baru terjadi setelah 2-4 minggu. Jika telah tampak perbaikan dosis predinos diturunkan lebih
dahulu, kemudian dosis azatiprin diturunkan secara bertahap efesk samping antara lain menekan sistem
hernatopoietik dan bersifat hepatotoksik.

Siklfosfamid sebenarnya merupakan obat yang paling poten, tetapi karena efek sampingnya berat maka
pemberian kurang dianjurkan. Dosisnya 50-100 mg sehari. efek terapeutik siklofosfamid masih sedikit
setelah pemberian beberapa jam, efek maksimum baru terjadi setelah 6 minggu. Efek samping yang
utama adalah toksisitas saluran kemih berupa sistitis hemorrhagic, dapat pula menyebabkan sterilitas.

Produksi metabolism siklofosfamid yang bersifa sitotoksik diekskresi melalui urin, oleh karena itu
penderita dianjurkan banyak minum. Gejala toksik dini pada vesika urinaria ialah dysuria, didapati pada
20% penderita yang mendapat obat tersebut dalam jangka waktu lama.

Jika mikroskopik terdapat hematuria hendaknya obat dihentikan sementara atau diganti dengan obat
sitotoksik yang lain. obat yang dapat mencegah terjadinya sistitik hemoragik adalah mesna IV dosis20%
dari dosisi siklofosfamid sehari, diberikan tiga kali sehari selang 4 jam dosis I diberikan bersamaan dengan
pemberian siklofosfamid.

Metrotexat jarang digunakan karena kurang bermanfaat, dosis 25 mg per minggu IM atau per oral. Cara
pengobatan sama dengan pengobatan psoriasis.

Mikrofenolat meofetil dikatakan lebih efektif daripada azatioprin, sedangkan efek toksiknya lebih sedikit.
Dosisnya 2 x 1 gram sehari.

Ajuvan lain yang dapat digunakan namun tidak terlalu poten adalah diaminodifenilsulfon (DDS),
antimalaria dan minosiklin. Dosis DDS 100 – 300 mg sehari, dicoba dulu dengan dosis rendah.
Antimalaria yang sering digunakan adalah klorokuin dengan dosis 2 x 200 mg sehari. efek samping yang
berat ialah retinopati, dapat terjadi setelah dosis kumulatif 100 gram. Minosiklin digunakan dnegan
dosis 2 x 50 mg sehari.

Berdasarkan pertimbangan risk and benefit, DDS lebih sering digunakan sebagai ajuvan, meskipun
khasiatnya tidak sekuat sitostatik, namun efek samping jauh lebih sedikit dan hasilnya cukup baik.
Dosisnya adalah 100 – 200 mg sehari, bila digunakan 100 mg tidak diperlukan pemeriksaan enzim G6PD
sebelumnya, karena dosis itu dipakai sebagai pengobatan lepra, umumnya tanpa efek sampng. Tetapi,
bila dengan dosis 200 mg harus dilakukan pemeriksaan enzim G6PD. Pengobatan topical sebenarnya tidak
penting dibandingkan dengan pengobatan sistemik. Pada daerah yang erosive dapat diberikan silver
sulfadiazine yang berfungsi sebagai antiseptic dan astrigen. Pada lesi pemphigus yang sedikit dapat diobati
dengan kortikosteroid secara intralesi (intradermal) dengan triamnisolon asetonid.

Prognosis

Sebelum kortikosteroid digunakan, maka kematian terjadi lebih dari 50% penderita dalam tahun pertama.
Penyebab kematian tersering adalah sepsis, kaheksia, dan ketidakseimbangan elektrolit. Pengobatan
dengan kortikosteroid membuat prognosis lebih baik.

Pemfigus Eritematosus

Sinonimnya Senear-Usher

Gejala Klinis

Keadaan umum penderita baik, lesi awalnya sedikit dan dapat berlangsung berbulan-bulan, sering disertai
remisi. Lesi kadang-kadang terdapat di mukosa. Kelainan kulit berupa bercak-bercak eritema berbatas
tegas dengan skuama dan krusa di wajah menyerupai kupu-kupu sehingga mirip lupus eritematousus dan
dermatitis seboroika. Hubungannya dengan lupus eritematosus juga terlihat pada pemeriksaan
imunofluoresensi langsung. Pada tes tersebut didapati antibody di intraseluler dan juga pada membrane
basalis. Selain di wajah juga terdapat lesi di area lain, serta didapatkan pula bula kendur. Penyait ini dapat
berubah menjadi pemphigus vulgaris atau foliaseus.

Histopatologi

Gambaran histopatologi identic dengan pemphigus foliaseus. Pada lesi yang lama, hyperkeratosis,
akantosis dan diskeratosis stratum granulosum tampak prominen.

Diagnosa Banding

Selain dengan dermatitis herpetiformis dan pemfigoid bulosa. Penyakit ini mirip lupus eritematosus dan
dermatitis seboroika. Pada lupus eritematosus, selain eritema dan skuama juga terdapat atrofi serta
telangiektasisa, sedangkan skuama lekat dengan kulit. Di samping itu terdapat sumbatan keratin dan
biasany tidak didapati bula.

Pengobatan

Pengobatan dengan kortikosteroid seperti pemphigus vulgaris, dosisnya tidak setinggi pemphigus
vulgaris, sebagai patokan dosis prednisone 60 mg sehari. bila perlu dapat ditambahkan obat ajuvan seperti
pada pemphigus.

Prognosis

Penyakit ini dianggap sebagai bentuk jinak pemphigus, karena itu prognosisnya lebih baik dibandingkan
dengan pemphigus vulgaris.

Pemfigus Foliaseus

Gejala Klinis

Umumnya terdapat pada orang dewasa antara umur 40-50 tahun. Gejalanya tidak seberat pemphigus
vulgaris. Perjalanan penyakit kronik remisi menjadi temporer. Penyakit mulai dengan timbulnya
vesikel/bula, skuama dan krusta serta sedikit eksudatif kemudian memecahkan dan meninggalkan erosi.
Pada awalnya dapat mengenai kepala rambut, wajah, dan dada bagian atas sehingga mirip dermatitis
seborika. Kemudian menjalar simetrik dan mengenai seluruh tubuh setelah beberapa bulan. Yang khas
ialah terdapat eritema menyeluruh disertai skuama yang kasar sedangkan bula yang berdinding kendur
hanya sedikit dan agak berbau. Lesi di mulut jarang ditemukan.

Histopatologi

Terdapat akantolisis di epidermis bagian atas di atas stratum granulosum. Kemudian bentuk celah yang
dapat menjadi bula sering subkorneal dengan akantolisis sebagai dasar dan atap bula tersebut.

Diagnosa Banding
Karena terdapat eritema yang menyeluruh penyakit ini mirip eritoderma. Perbedaan dengan eritoderma
adalah sebab lain, pada pemphigus foliaseus terdapat bula dan tanda nikolski positif. Selain itu
pemeriksaan histopatologi juga berbeda.

Pengobatan

Pengobatan sama dengan pemphigus eritematosus.

Prognosis

Hasil pengobatan dengan kortikosteroid tidak sebaik seperti pada tipe pemfigus yang lain. penyakit ini
akan berjalan kronik.

Pemfigus Vegetans

Pemphigus vegetans adalah varian jinak penfigus vulgaris dan sangat jarang ditemukan. Klasifikasinya
dalah sebagai berikut :

a. Tipe Neumann
Gejala Klinis

Anda mungkin juga menyukai