Anda di halaman 1dari 12

Penyakit Akibat Kerja Hepatitis B pada Perawat Rumah Sakit

Henricho Hermawan
10.2014.108 / F1
16 Oktober 2017
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Alamat Korespondensi Jl.Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510
Email: henricho.hermawan@windowslive.com

Abstract
Abstract Any work done by the workforce has its own risks. From accident risk to
disease risk. This risk can be avoided or at least reduced by forming an operational standard
of work in doing its work. However, this standard does not necessarily comply with all workers
in their field, resulting in frequent diseases to accidents. Occupational diseases are referred to
as occupational diseases or if they do not occur in the workplace but have exposure factors in
the workplace called the heaviest disease caused by work. One occupation that has risks is
health personnel, because this group almost every time as a result will make contact with
patients. In some contacts such as with patient's body fluid, if not careful can be fatal. Because
the pathogens present in the patient's body fluid may be infecting the health worker, one of the
most common ways is the needle puncture that is contaminated by the patient's body fluid.
Therefore, the safety and good work of a health worker is essential to avoid infection.
Keywords : occupational diseases, health workers, needle punctured
Abstrak
Setiap pekerjaan yang dilakukan oleh para tenaga kerja memiliki risikonya tersendiri.
Dari risiko kecelakaan hingga risiko penyakit. Risiko ini dapat dihindari atau paling tidak
dikurangi dengan membentuk alur standar operasional dalam melakukan pekerjaannya. Namun
demikian, standar yang ada ini belum tentu dipatuhi oleh semua tenaga kerja dibidangnya,
mengakibatkan seringkali terjadi penyakit hingga kecelakaan. Penyakit yang terjadi di tempat
kerja disebut sebagai penyakit akibat kerja atau jika tidak terjadi di tempat kerja namun
memiliki faktor pajanan di tempat kerja disebut sebagai penyakit diperberat akibat kerja. Salah
satu pekerjaan yang memiliki risiko adalah tenaga kesehatan, karena kelompok ini hampir
setiap saat akibat akan melakukan kontak dengan pasien. Dalam beberapa kontak seperti
dengan cairan tubuh pasien, jika tidak hati-hati bisa berakibat fatal. Karena patogen yang ada
dalam cairan tubuh pasien itu mungkin saja akan menginfeksi tenaga kesehatan, salah satu cara
yang paling lazim adalah akibat tertusuk jarum yang terkontaminasi oleh cairan tubuh pasien.

1
Maka dari itu, keselamatan dan cara kerja yang baik dari seorang tenaga kesehatan sangat
penting untuk menghindari infeksi terjadi.
Kata kunci : penyakit akibat kerja, tenaga kesehatan, tertusuk jarum
Pendahuluan
Suatu penyakit akibat kerja dapat terjadi pada semua tenaga kerja yang bekerja hampir
pada seluruh sektor. Langkah pencegahan perlu dibuat untuk menghindari tenaga kerja dari
penyakit yang sebenarnya tidak perlu diderita. Penggantian atau penukaran bahan dalam
industri dilakukan jika memungkinkan namun apabila tidak memungkinkan maka gunakan alat
pelindung diri yang sesuai dengan risiko pajanan yang ada pada tempat kerja.
Pada tenaga medis, penting memperhatikan keselamatan diri sendiri sebelum menolong
orang lain, karena apabila tidak maka akan ada dua orang yang perlu diselamatkan. Hal ini
dapat dilakukan dengan melakukan semua tindakan medis sesuai dengan prosedur yang berlaku
untuk menghindari perpindahan penyakit dari pasien ke tenaga medis atau sebaliknya. Akibat
tidak dipakainya alat pelindung diri pada tenaga medis yang sering terjadi adalah salah satunya
tertusuk jarum. Jika beruntung, darah dalam jarum tersebut tidak mengandung patogen sama
sekali, tapi jika tidak maka dapat dipastikan terjadi transimisi penyakit.
Anamnesis
Anamnesis adalah pengambilan data yang dilakukan oleh seorang dokter dengan cara
melakukan serangkaian wawancara dengan pasien (autoanamnesis), keluarga pasien atau
dalam keadaan tertentu dengan penolong pasien (aloanamnesis).1 Anamnesis harus dilakukan
dengan tenang, ramah, sabar serta menggunakan bahasa yang mudah dimengerti oleh pasien.2
Ketika melakukan anamnesis perlu membedakan antara sakit (illness) dan penyakit
(disease). Sakit adalah suatu bentuk penilaian seseorang akan kondisi yang terjadi pada dirinya
sedangkan penyakit lebih menunjukkan kepada suatu bentuk reaksi yang terjadi di dalam
tubuhnya akibat suatu trauma, mikoorganisme dan sejenisnya yang menyebabkan perubahan
fungsi tubuh.2 Dalam melakukan anamnesis harus diusahakan untuk mendapatkan data-data
sebagai berikut:
a. Waktu dan lamanya keluhan
b. Sifat dan beratnya serangan
c. Lokasi dan penyebarannya
d. Hubungan dengan waktu
e. Hubungan dengan aktivitas
f. Keluhan yang menyertai serangan
g. Apakah keluhan baru pertama kali atau sudah berulang kali
2
h. Factor risiko dan pencetus serangan
i. Apakah ada kerabat yang menderita keluhan sama
j. Riwayat perjalan ke daerah endemis
k. Perkembangan penyakit
l. Upaya-upaya yang telah dilakukan
Hasil Anamnesis
Dari anamnesis yang dilakukan kepada pasien didapatkan keterangan sebagai berikut :
a. Keluhan lemas sejak 5 hari yang lalu.
b. Keluhan disertai nafsu makan berkurang, mual dan kembung.
c. Sejak 2 minggu sebelumnya kecil berwarna kecokletan.
d. Minum antacid belum ada perubahan.
e. Dalam keluarga tidak mempunyai serupa.
f. Pasien bekerja sebagai perawat di rumah sakit selaa 3 tahun dibagian IGD.
g. Waktu kerja 8 jam/hari.
Hasil Pemeriksaan Fisik
Dari pemeriksaan fisik, didapatkan hasil pemeriksaan sebagai berikut :
a. PF tampak sakit sedang dan kesadaran compos mentis.
b. TTV
Tekanan darah : 120/75 mmHg
Frekuensi nadi : 70x / menit
Pernapasan : 22x / menit
Suhu : 37,8 OC
c. Konjungtiva tidak anemis.
d. Sklera tampak ikhterik di kedua mata.
e. Hepar teraba I jari bawah arcus costae.
f. Lien tidak teraba.
g. Akral tidak dingin.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan meliputi pemeriksaan darah lengkap,
pemeriksaan fungsi hati dan pemeriksaan serologi hepatitis dan didapatkan hasil sebagai
berikut :
a. ALT 70 u/L (< 55 u/L) dan AST 40 u/L (5-34 u/L).
b. HBsAg (+), anti HBsAg (-), dan anti HBC (+).

3
Tujuan pemeriksaan pemeriksaan serologi hepatitis yaitu untuk mengetahui beberapa
hal berikut :
a. HBsAg
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mendeteksi protein yang ada pada permukaan virus
hepatitis B surface antigen (HBsAg).3 Kehadiran HBsAg berarti bahwa ada infeksi
virus hepatitis B aktif. Menyusul suatu paparan pada virus hepatitis B, HBsAg menjadi
terdeteksi dalam darah dalam waktu empat minggu. Deteksi HBsAg membantu
diagnose akut dan kronis dari hepatitis B.4 Pada individu-individu yang sembuh dari
infeksi virus hepatitis B akut, eliminasi atau pembersihan dari HBsAg terjadi dalam
waktu empat bulan setelah timbulnya gejala-gejala.Infeksi virus. Hepatitis B kronis
didefinisikan sebagai HBsAg yang menetap lebih dari 6 bulan.3
b. Anti-HBs
Deteksi serologi ini berguna untuk mendeteksi infeksi HBV yang pernah terjadi
sebelumnya. Nilai yang tinggi juga bisa bermakna adanya kesuksesan dari pemberian
vaksin, maka nilai ini juga yang akan menentukan perlunya vaksin atau tidak.4 Setelah
HBsAg dieliminasi dari tubuh, antibodi-antibodi terhadap HBsAg (anti-HBs) biasanya
timbul. Anti-HBs ini menyediakan kekebalan pada infeksi virus hepatitis B yang
berikutnya.3
c. Anti-HBc
Dapat digunakan untuk membantu mendeteksi infeksi HBV akut dan kronis; Antibodi
IgM adalah antibodi pertama yang diproduksi setelah terinfeksi HBV; Antibodi IgG
diproduksi sebagai respons terhadap antigen inti kemudian dalam perjalanan infeksi
dan biasanya menetap seumur hidup.4
d. HBeAg, anti-HBe,
HBeAg dan antibodi-antibodinya, anti-HBe, adalah penanda-penanda (markers) yang
bermanfaat untuk menentukan kemungkinan penularan virus oleh seseorang yang
menderita infeksi virus hepatitis B kronis. Mendeteksi keduanya HBeAg dan anti-HBe
dalam darah biasanya adalah eksklusif satu sama lain. Sesuai dengan itu, kehadiran
HBeAg berarti aktivitas virusyang sedang berlangsung dan kemampuan menularkan
pada yang lainnya, sedangkan kehadiran anti HBe menandakan keadaan yang lebih
tidak aktif dari virus dan risiko penularan yang lebih kecil.3
e. HBV DNA
Penanda yang paling spesifik dari replikasi dan aktivitas virus hepatitis B. Metode yang
digunakan adalah PCR. Tujuan mengukur hepatitis B virus DNA biasanya adalah untuk
4
menentukan apakah infeksi virus hepatitis B aktif atau tidak aktif (diam). Perbedaan ini
dapat dibuat berdasarkan jumlah hepatitis B virus DNA dalam darah. Tingkat-tingkat
yang tinggi dari DNA mengindikasikan suatu infeksi yang aktif, dimana tingkat-tingkat
yang rendah mengindikasikan suatu infeksi yang tidak aktif (tidur).3
Tabel 1. Intepretasi Marker.3

Pemeriksaan fungsi hati AST dan ALT dianggap sebagai dua tes terpenting untuk
mendeteksi cedera hati, walaupun ALT lebih spesifik untuk hati daripada AST dan lebih umum
meningkat daripada AST. Kadang-kadang AST dibandingkan langsung dengan ALT dan rasio
AST / ALT dihitung. Rasio ini dapat digunakan untuk membedakan antara berbagai penyebab
kerusakan hati dan untuk membedakan kerusakan hati akibat kerusakan pada jantung atau otot.5
Tingkat AST sering dibandingkan dengan hasil tes lain seperti alkaline phosphatase
(ALP), protein total, dan bilirubin untuk membantu menentukan bentuk penyakit hati yang ada.
AST sering diukur untuk memantau perawatan orang-orang dengan penyakit hati dan dapat
dipesan baik dengan sendirinya atau bersama dengan tes lain untuk tujuan ini. Kadang-kadang
AST dapat digunakan untuk memantau orang-orang yang memakai obat-obatan yang
berpotensi beracun bagi hati. Jika kadar AST meningkat, maka orang tersebut mungkin beralih
ke obat lain.5
Diagnosa Kerja
Infeksi hepatitis B adalah masalah kesehatan di seluruh dunia, terutama di daerah
berkembang. Virus hepatitis B (HBV) biasanya ditularkan melalui cairan tubuh seperti darah,
semen, dan cairan vagina.6 Hepatitis B adalah suatu penyakit hati yang disebabkan oleh virus
Hepatitis B (VHB) yang dapat menyebabkan peradangan hati akut atau menahun yang pada

5
sebagian kecil kasus dapat berlanjut menjadi sirosis hati atau kanker hati. Hepatitis B dapat
ditularkan secara vertikal maupun secara horisontal.7 Sekitar 350-400 juta orang memiliki
infeksi kronis seumur hidup, dan 0,5% secara spontan serokonversi setiap tahunnya karena
memiliki antigen permukaan hepatitis B (HBsAg) untuk memiliki antibodi permukaan hepatitis
B (anti-HBs).6
Oleh karena penularan Hepatitis B melalui cairan tubuh dan produk darah penderita,
maka beberapa pekerjaan memiliki risiko besar untuk tertular Hepatitis B. Pekerjaan yang
dimaksudkan antara lain perawat (di RS maupun di luar RS), tenaga laboratorium, tenaga
kebersihan RS, dokter dan dokter gigi (di RS maupun di luar RS), perawat gigi, tenaga medis
bagian gawat darurat, dan pekerja pengolah limbah.8
Penyakit Akibat Kerja
Hal ini dapat terjadi karena factor fisik, kimiawi, biologis atau psikososial di tempat
kerja. Faktor tersebut di dalam lingkungan kerja merupakan penyebab yang pokok dan
menentukan terjadinya penyakit akibat kerja. Namun perlu diketahui bahwa faktor lain seperti
kerentanan individual dapat berperan berbeda-beda terhadap perkembangan penyakit di antara
perkembangan terpajan.9 Penyakit akibat kerja biasanya timbul khususnya di antara para
pekerja yang terpajan bahan tertentu. Namun pada beberapa pekerjaan, penyakit akibat kerja
dapat timbul di antara masyarakat umum akibat kontaminasi lingkungan tempat kerja, missal
debu, timah dan obat serangga.
WHO menggolongkan penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan bersifat
multifactorial. Penyakit ini adalah penyakit dengan faktor tempat kerja yang dapat dikaitkan
sebagai penyebab timbulnya penyakit namun tidak merupakan faktor resiko setiap kasus.
Penyakit ini sering ditemukan dimasyarakat umum.9 Pada umumnya faktor penyebab dapat
dikelompokkan dalam 5 golongan:10
1. Golongan fisik : suara (bising), radiasi, suhu (panas/dingin), tekanan yang
sangat tinggi, vibrasi, penerangan lampu yang kurang baik.
2. Golongan kimiawi : bahan kimiawi yang digunakan dalam proses kerja,maupun
yang terdapat dalam lingkungan kerja, dapat berbentuk debu,
uap, gas, larutan, awan atau kabut.
3. Golongan biologis : bakteri, virus atau jamur (infeksi)
4. Golongan fisiologis : biasanya disebabkan oleh penataan tempat kerja dan cara kerja.
5. Golongan psikososial : lingkungan kerja yang mengakibatkan stress.
Penyakit hati dalam praktik kesehatan kerja tidak jauh berbeda dengan masalah yang
dihadapi. Secara umum, sel hati dapat dirusak (efek hepatoseluler) dan mekanisme transpor
6
dari dan ke sel hati dapat terhambat (efek obstruktif). Kedua kelainan ini dapat berlanjut
menjadi sakit kuning. Pajanan utama di tempat kerja yang berhubungan dengan penyakit hati
adalah kimia dan biologis.10
1. Golongan kimia
Beberapa hepatotoksin bekerja dengan menyebabkan penyakit akut saat terjadi pajanan.
Hal ini biasanya disebabkan pajanan tersebut yang berat tapi pada kasus lain, seperti
pada kasus yang jarang yaitu keracunan fosfor kuning, walaupun dalam pajanan yang
kecil, efek yang terjadi dapat merupakan bencana besar dengan kematian sel hati yang
luas. Kini, kebanyakan pajanan di tempat kerja relatif rendah sehingga apapun efek
yang terjadi mungkin disebabkan pajanan kronis dosis rendah yang mengarah ke
penyakit keracunan hati kronis.
2. Golongan biologis
Pekerja laboratorium yang harus memproses organisme atau spesimen biologis yang
terinfeksi merupakan kelompok yang dapat terpajan berbagai jenis agen penyebab
infeksi. Beberapa agen tersebut akan menyebabkan sebagaian kelainan patologi berupa
kelainan pada organ hati.
Hepatitis B merupakan penyakit akibat kerja tersering di kalangan pekerja kesehatan,
labortorium, dan pekerja kesehatan masyarakat. Hepatitis B dapat menyebabkan hepatitis
fulminant dan juga dapat berakhir sebagai carier kronik sebanyak 10%. Pengidap carier kronik
memiliki resiko lebih tinggi terkena sirosis dan kanker hati. Prevalensi terkena HBV di antara
pekerja kesehatan lebih banyak 10 kali dibanding populasi umum.11
Darah mengandung titer tertinggi dari virus pada individu yang terinfeksi, dengan level
yang rendah pada berbagai macam cairan tubuh seperti: cairan serebrospinal, synovial, pleural,
peritoneal, pericardial, semen, sekret vagina, dan cairan amnion. Titer virus pada urin, feses,
air mata, dan saliva sangat rendah untuk memungkinkan penularan.11
Resiko transmisi HBV lewat jarum suntik kira-kira 30%. Bagaimanapun juga, lebih
dari 50% infeksi akut HBV pada orang dewasa adalah tanpa gejala/asimptomatik. Mengingat
bahwa, 10% dari infeksi akut HBV dapat berujung pada infeksi kronis. Sejumlah besar dari
mereka yang terinfeksi HBV akibat pekerjaan akan menjadi cronic asimptomatik carier.11
HBV dapat bertahan hidup setidaknya satu minggu pada lingkungan yang kering pada
temperatur kering. Ini menimbulkan peluang tambahan bagi pekerja untuk mendapat HBV
infeksi ketika pekerja dengan luka terbuka, kulit terabrasi, atau mukosa membran yang kontak
dengan permukaan yang terkontaminasi. Faktanya, hampir semua infeksi okupasional tidak
memiliki cedera perkutan yang jelas untuk transmisi HBV ini.11
7
Prescreening tes serologi sebelum vaksinasi tidak direkomendasikan karena prevalensi
infeksi HBV di US rendah. Beberapa kelompok telah melembagakan penyaringan dari semua
penerima vaksin potensial dengan hepatitis b core antibodi ketika presentasi tinggi datang dari
daerah yang endemik hepatitis B. Antibodi core yang positif mengindikasikan lampau atau
sekarang sedang menderita infeksi HBV. Seharusnya test yang sesuai untuk permukaan antigen
demi mengidentifikasi apakah telah sembuh dari infeksi lampau.11
Walaupun vaksin hepatitis B yang original adalah derivat plasma, studi menunjukkan
bahwa tidak ada transmisi infeksi dari vaksini ini. Perkembangan vaksin rekombinan DNA
pada tahun 1986 menunjukkan bahwa lebih diterima dan lebih aman untuk vaksinasi massal
bagi pekerja kesehatan. Sejak 1991, telah direkomendasikan untuk melakukan vaksinasi pada
bayi baru lahir walaupun prevalensi dari hepatitis B kurang dari 0,5% dari populasi. Pada tahun
yang sama, terjadi penurunan infeksi okupasional berkat vaksinasi tersebut. Walaupun begitu,
masih ada beberapa pekerja yang menolak divaksinasi sehingga masih rentan terhadap infeksi
ini.11
Eksposure yang dikenal untuk infeksi HBV adalah darah dan produk darah pada mereka
yang tidak divaksinasi atau dimana proteksi antibodi tidak berkembang memerlukan HBIG
atau hepatitis B immune globulin, yang mahal dan memerlukan dosis kedua pada 1 bulan
berikutnya kecuali jika vaksinasi hepatitis B diberikan sekaligus.11
Penderita Hepatitis C sering kali orang yang menderita Hepatitis C tidak menunjukkan
gejala, walaupun infeksi telah terjadi bertahun-tahun lamanya. Namun beberapa gejala yang
samar diantaranya adalah: lelah, hilang selera makan, sakit perut, urin menjadi gelap dan kulit
atau mata menjadi kuning yang disebut "jaundice" (jarang terjadi). Pada beberapa kasus dapat
ditemukan peningkatan enzyme hati pada pemeriksaan urine, namun demikian pada penderita
Hepatitis C justru terkadang enzyme hati fluktuasi bahkan normal. Walaupun pasien sirosis
sebagian besar memiliki lebih dari satu penyebab, hepatitis C kronis dan konsumsi alkohol
berat secara tradisional menjadi penyebab paling umum dari sirosis.11
Pada skenario, diketahui bahwa pekerjaan tuan A adalah sebagai laboran. Baik hepatitis
B maupun C dapat menular melalui mikrolesi atapun tusukan jarum. Tetapi pada umumnya
hepatitis C tidak memberikan gejala serta ALT dan AST cenderung normal. Prevalensi
hepatitis B dibanding C juga berbeda jauh. Prevalensi hepatitis B lebih sering ditemukan di
Indonesia.11
Etiologi
Petugas kesehatan merupakan kelompok primer yang beresiko untuk berhubungan
dengan darah dan cairan tubuh. Pekerjaan ini juga termasuk orang-orang yang memiliki resiko
8
untuk berhubungan dengan intensitas yang tinggi seperti ahli bedah, dokter gigi, dokter
patologi, dokter anestesi, perawat IGD, dan staff rumah sakit. Pada uji serologi di Ameriksa
Serikat 1970’s infeksi tahunan dari hepatitis B pada petugas medis sekitar 0,1% atau 10 kali
lebih beresiko dari populasi kontrol. Perawat di rumah sakit memiliki prevalensi HBsAg 1-2%
dan prevalensi anti HBV antibody 15-30% dibandingkan kontrol sehat yang memiliki
prevalensi 0,3% dan berturut-turut 3-5%.12
Resiko infeksi HBV bergantung pada titer cairan infeksi yang berhubungan dengan
tingkat titer antigen pada tubuh pasien. Resiko infeksi dari cedera perkutan dari cairan tubuh
yang mengandung HBsAg dan HBeAg positif adalah 22-31%. Cedera perkutan merupakan
cara paling efektik untuk virus HBV masuk ke dalam tubuh seorang penderita, namun demikian
para pekerja di rumah sakit jarang bisa mengingat kejadian terjadinya cedera perkutan. Virus
HBV, terkadang juga dapat tertular paparan tidak langsung seperti goresan kulit, abrasi, luka
bakar ataupun dari mukosa. Virus HBV dapat bertahan pada suhu kering dan suhu ruangan
selama paling tidak seminggu.12
Pada umumnya para pekerja di rumah sakit mengalami insiden tertusuk jarum biasanya
pada saat melakukan pembuangan jarum suntik bekas injeksi parenteral, terapi infus, dan jarum
pengambilan darah. Guna meminimalisi terjadinya penularan melalui darah, maka seluruh
pekerja kesehatan perlu melakukan pencegahan dengan melakukan cuci tangan, penggunaan
alat pelindung diri.12
Individu seseorang akan mempengaruhi orang tersebut akan mengalami hepatitis B atau
tidak. Penyakit hepatitis B tidak ditularkan melalui makanan namun melalui percikan darah
atau hubungan seksual sehingga higienis seseorang dalam melakukan tindakan yang berisiko
menimbulkan hepatitis B harus diantisipasi dengan baik misalnya dengan melakukan
cucitangan, hal ini dilakuakan demi menekan angka kejadian penyakit, contohnya seseorang
yang menggunakan sarung tangan dalam menggunakan jarum suntik hal ini bertujuan untuk
mencegah paparan virus.3
Patofisiologi Hepatitis B
Penyebab hepatitis B Virus (HBV) adalah hepadnavirus. Ini adalah virus yang sangat
tahan terhadap suhu ekstrim dan kelembaban dan menyerang sel hepatosit hati. HBV dapat
bertahan bila disimpan selama 15 tahun pada -20 °C, selama 24 bulan pada -80 °C, selama 6
bulan pada suhu kamar, dan selama 7 hari pada 44 °C.3
Genom virus adalah sebagian beruntai ganda, DNA sirkular terkait dengan polimerase
DNA yang dikelilingi oleh nukleokapsid ikosahedral dan kemudian dengan amplop lipid.
Tertanam dalam lapisan ini banyak antigen yang penting dalam identifikasi penyakit dan
9
perkembangan. Dalam nukleokapsid adalah antigen hepatitis B inti (HBcAg) dan precore
hepatitis B e antigen (HBeAg), dan di amplop adalah antigen permukaan hepatitis B (HBsAg).3
Genom dari hepatitis B antara lain: S (the surface, envelop) yang mengkode protein S,
C ( the core gen) yang mengkode protein nukleokapsid dan antigen, X (the x gene) yang
mengkode protein X, P (the polymerase gene) yang mengkode protein besar.3
Surface antigen. Ge S mengkodekan envelop virus. Ada 5 faktor penentu antigenik: (1)
umum untuk semua antigen permukaan hepatitis B (HBsAg), dan (2-5) d, y, w, dan r, yang
secara epidemiologis penting dan mengidentifikasi serotipe. Core gene (HBcAg) adalah
protein yang membungkus DNA virus. Hal ini juga dapat diekspresikan pada permukaan
hepatosit, memulai respon imun seluler.3
E antigen (HBeAg) yang juga dihasilkan dari wilayah di dekat dan gen inti, adalah
penanda replikasi virus aktif. Ini berfungsi sebagai umpan kekebalan tubuh dan langsung
memanipulasi sistem kekebalan tubuh; sehingga ia terlibat dalam ketahanan virus. HBeAg
dapat dideteksi pada pasien dengan sirkulasi serum HBV DNA yang memiliki "wild type"
infeksi. Virus berkembang dari waktu ke waktu di bawah tekanan kekebalan tubuh.3
Pencegahan
Dalam tindakan pencegahan kita dapat melakukan pengawasan standar, hal ini
bertujuan demi terciptanya lingkungan kerja yang sesuai standar operasional. Adapun yang
perlu di perhatikan adalah

 Proses alat apakah sesuai dengan standar seperti (dekontaminasi, pencucian, dan
sterilisasi/DTT).
 Membersihkan permukaan tubuh dari barang yang terkontaminasi cairan tubuh.
 Penggunaan alat pelindung diri, seperti memakai sarung tangan pada waktu melakukan
tindakan yang memungkinkan terjadinya kontak dengan cairan tubuh atau mencuci
alat-alat yang terkontaminasi, penggunaan alas kaki tertutup, menggunakan alat
pelindung wajah (google atau mask) bila melakukan tindakan yang berisiko terkena
cipratan vaksinasi hepatitis B dan bila terpajan maka kita harus dengan cepat
membersihkan sampai bersih dengan air dan sabun, bila terkena mata, hidung atau
mulut lakukan pembilasan selama 10 menit, dan pemeriksaan HbsAg pada penderita
yang telah terpajan dan melakukan pengontrolan 6 bulan setelah pajanan.
 Deteksi dini

10
Tindakan ini dianjurkan untuk dilakukan oleh petugas kesehatan termasuk petugas
laboratorium adapun pemeriksaan yang perlu dilakukan untuk melakukan deteksi dini
antara lain (tes fungsi liver, status vaksinasi, dan tes serologi HbsAg).
Penatalaksanaan
Tidak ada terapi spesifik untuk hepatitis virus akut. Pengobatan hepatitis pada
umumnya dilakukan untuk menjaga fungsi vital tubuh, meringankan gejala penyakit dan
menghilangkan penyebab penyakit yaitu virus.. Meskipun diperlukan perawatan rumah sakit
untuk penyakit yang secara klinis berat, hampir semua pasien tidak memerlukan perawatan di
rumah sakit. Pemeriksaan anti-HbsAg setelah 6 bulan sangat penting untuk melihat
perkembangan penyakit.
Tirah baring yang dipaksakan dan berkepanjangan tidak penting untuk penyembuhan
total, tetapi banyak pasien akan merasa lebih baik dengan pembatasan aktivitas fisis.
Diperlukan diet tinggi kalori, dan karena banyak pasien dapat mengalami nausea malam hari,
asupan kalori utama hendaknya diberikan pada pagi hari. Pemberian makan secara intravena
diperlukan pada stadium akut bila pasien tersebut mengalami muntah yang berkepanjangan dan
tidak dapat mempertahankan asupan per oral.
Pada. umumnya pasien dengan hepatitis akut tidak membutuhkan obat-obatan Namun
pada pasien yang mengalami gagal hati akut dapat diberikan lamivudin. Bila terdapat pruritus
berat, pemakaian kolestiramin resin pengikat garam empedu biasanya akan menghilangkan
gejala. Terapi glukokortikoid tidak bermanfaat pada hepatitis virus akut.
Tabel 2. Terapi Hepatitis B

Kesimpulan
Pasien merupakan tenaga medis yang banyak melakukan kontak dengan pasien dengan
berbagai kondisi. Maka dari itu sangat penting untuk memperhatikan keselamatan diri sendiri

11
sebelum mengobati pasien salah satunya dengan menggunakan semua perlindungan sesuai
dengan prosedur yang ada. Apabila sudah terkena penyakit seperti hepatitis maka pengobatan
harus segera dilakukan untuk mencegah tenaga medis justru menjadi sumber penyakit di
tempat pelayanan kesehatan.
Daftar Pustaka
1. Gleadle, Jonathan. Pengambilan anamnesis. Dalam : At a glance anamnesis dan
pemeriksaan fisik. Jakarta : Penerbit Erlangga; 2007. h. 1-4
2. Morton PG. Panduan pemeriksaan kesehatan dengan dokumentasi SOAPIE. Edisi 2.
Jakarta : Penerbit buku kedokteran EGC ; 2003. H. 56
3. Gish RG, Locarnini S. Chronic hepatitis b viral infection. In: Yamada T. 5th ed. Oxford:
Blackwell Publishing; 2009.p. 2112-38.
4. 5 Maret 2014. Sumber : https://labtestsonline.org/understanding/analytes/hepatitis-
b/tab/test
5. 26_Oktober_2016._Sumber :https://labtestsonline.org/understanding/analytes/ast/tab/t
est
6. Pyrsopoulos NT. Hepatitis B. 26 Mei 2017. Diakses 25 Oktober 2017. Sumber :
https://emedicine.medscape.com/article/177632-overview
7. Chayono JBSB. Hepatitis B. Yogyakarta : Kanisius ; 2010.
8. Pruss A, Giroult E, Rushbrook P. Pengelolaan aman limbah layanan kesehatan.
Jakarta : EGC ; 2005.
9. Jeyaratnam, Koh D. Buku ajar praktik kedokteran kerja. Jakarta : Penerbit buku
kedokteran EGC ; 2010. H. 30-4
10. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S. Ilmu penyakit dalam.
Jakarta: Internal Publishing; 2009. h. 1521-24.
11. Shanahan JF, Barahona M, Boyle PJ. Current occupational and environment medicine.
America; McGraw-Hill Companies Inc. p. 266-7, 345-8

12

Anda mungkin juga menyukai