Anda di halaman 1dari 16

Kelahiran Normal Pervaginam dengan Ibu Suspek Hepatitis B

Henricho Hermawan
10.2014.108 / F2
12 Juni 2016
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Alamat Korespondensi Jl.Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510
Email: henricho.hermawan@windowslive.com

Abstract
The human body has a mechanism of the body's defense system is such that it can withstand a
variety of circumstances. One organ that acts to mendetoksifikasikan toxin is the liver. This
organ is located in the abdominal cavity and a lot of blood flow through it before returning to
the heart to be pumped back into the body again. The blood flow is in addition to be cleaned
from the toxin also means it will carry toxins that can infect the human heart and makes it
defective. An example is the hepatitis B virus that infects the liver and can lead to
abnormalities. Not only that, the hepatitis B virus can also be contracted if a pregnant
mother suffering or had suffered from hepatitis B and was not completely healed. This
transmission can be prevented if the mother diligently to carry out checks during pregnancy.
The earlier the disorder knows, the better the prognosis as well. Besides early diagnosis is
also useful to prevent occur with chronic hepatitis B who have a high potential occurs in
neonatal.
Keywords: liver, hepatitis b virus, neonatal

Abstrak
Tubuh manusia memiliki mekanisme system pertahanan tubuh yang sedemikian rupa
sehingga dapat bertahan dari berbagai keadaan. Salah satu organ yang berperan untuk
mendetoksifikasikan toxin adalah hati. Organ ini terletak pada rongga abdomen serta aliran
darah banyak melaluinya sebelum kembali ke jantung untuk kembali dipompa ke seluruh
tubuh lagi. Aliran darah ini selain untuk dibersihkan dari toxin juga berarti akan membawa
toxin yang dapat menginfeksi hati manusia serta membuatnya rusak. Contohnya adalah
hepatitis B virus yang menginfeksi hati dan dapat mengakibatkan kelainan. Tidak hanya itu,
hepatitis B virus juga dapat tertular apabila seorang ibu yang sedang hamil menderita atau
pernah menderita hepatitis B dan tidak sembuh secara total. Penularan ini dapat dicegah
apabila ibu rajin untuk melakukan pemeriksaan pada masa kehamilan. Semakin dini
diketahuinya gangguan maka akan semakin baik juga prognosis. Selain itu diagnose dini juga

berguna mencegah terjadi hepatitis B kronik yang memiliki potensi tinggi terjadi pada
neonatal.
Kata kunci : hati, hepatitis b, virus, neonatal

Pendahuluan
Hati merupakan organ yang berfungsi untuk mendetoksifikasikan berbagai bahan
yang ada di dalam tubuh. Selain itu hati juga berfungsi untuk membantu pencernaan lemak
yang kifa makan melalui empedu yang dihasilkan. Oleh karenanya hati berpotensi terkena
bahan toksik tertentu yang berakibat pada terganggunya fungsi tersebut. Salah satunya oleh
karena virus seperti hepatitis B virus (HBV).
Hepatitis B virus ini dapat bersifat akut, kronik atau bahkan menjadi carrier. Seorang
yang tidak memiliki gejala sekalipun dapat dikatakan terkena Hepatitis apabila pada uji
antigen ditemukan antibodi terhadap hepatitis. Pada ibu hamil yang mengandung, dapat
menularkan hepatitisnya secara transplasenta tergantung beberapa kondisi. Maka dari itu pada
pembahasan makalah ini akan dibahas mengenai bagaimana hepatitis dapat tertular secara
transplasenta atau bahkan tidak tertular sama sekali.

Anamnesis
Anamnesis adalah pengambilan data yang dilakukan oleh seorang dokter dengan cara
melakukan serangkaian wawancara dengan pasien (autoanamnesis), keluarga pasien atau
dalam keadaan tertentu dengan penolong pasien (aloanamnesis).1 Anamnesis harus dilakukan
dengan tenang, ramah, sabar serta menggunakan bahasa yang mudah dimengerti oleh pasien.2
Ketika melakukan anamnesis perlu membedakan antara sakit (illness) dan penyakit
(disease). Sakit adalah suatu bentuk penilaian seseorang akan kondisi yang terjadi pada
dirinya sedangkan penyakit lebih menunjukkan kepada suatu bentuk reaksi yang terjadi di
dalam tubuhnya akibat suatu trauma, mikoorganisme dan sejenisnya yang menyebabkan
perubahan fungsi tubuh.2 Dalam melakukan anamnesis harus diusahakan untuk mendapatkan
data-data sebagai berikut:
a. Waktu dan lamanya keluhan
b. Sifat dan beratnya serangan
c. Lokasi dan penyebarannya
d. Hubungan dengan waktu
e. Hubungan dengan aktivitas
f. Keluhan yang menyertai serangan
g. Apakah keluhan baru pertama kali atau sudah berulang kali

h. Factor risiko dan pencetus serangan


i. Apakah ada kerabat yang menderita keluhan sama
j. Riwayat perjalan ke daerah endemis
k. Perkembangan penyakit
l. Upaya-upaya yang telah dilakukan

Pemeriksaan Fisik
Dari pemeriksaan fisik yang dapat ditemukan adalah:3
1.

Kulit dan membran mukosa ikterik, terutama di skelera dan mukosa di bawah lidah.

2.

Hepar biasanya membesar dan nyeri saat dipalpasi. Bila hati tidak dapat teraba dibawah
tepi kosta, nyeri dapat diperagakan dengan memukul iga dengan lembut di atas hati
dengan tinju menggenggam.

3.

Sering ada splenomegali dan limfadenopati.

4.

Tanda prodroma seperti atralgia atau lesi kulit, termasuk urtikaria, ruam purpura,
makular atau makulopapular.

5.

Letargi, anoreksia, malaise sekitar 6-7 minggu sesudah pemajanan yang didahului
dengan adanya peningkatan kadar ALT.

Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan biokimia
Stadium akut HBV ditandai dengan AST dan ALT meningkat > 10 kali nilai normal,
serum bilirubin normal atau hanya meningkat sedikit, peningkatan alkali fosfatase (ALP)
> 3 kali nilai normal, dan kadar albumin serta kolesterol dapat mengalami penurunan.
Stadium kronik VHB ditandai dengan ASTdan ALT kembali menurun hingga 2-10 kali
nilai normal dan kadar albumin rendah tetapi kadar globulin meningkat.4
2. Serologi HBV

Antigen permukaan hepatitis (HBsAg)


Indikator paling awal untuk mendiagnosis infeksi virus hepatitis B adalah antigen

permukaan hepatitis B (HBsAg). Penanda serum ini dapat muncul sekitar 2 minggu
setelah penderita terinfeksi, dan akan tetap ada selama fase akut infeksi sampai terbentuk
anti-HBs. Jika penanda serum ini tetap ada selam 6 bulan, hepatitis dapat menjadi kronis
dan penderita dapat menjadi carrier. Vaksin hepatitis B tidak akan menyebabkan HBsAg
positif. Penderita HBsAg positif tidak boleh mendonorkan darah.5,6

Antibodi antigen permukaan hepatitis B (anti-HBs)

Fase akut hepatitis B biasanya berlangsung selama 12 minggu. Oleh karena itu,
HBsAg tidak didapati dan terbentuk anti-HBs. Penanda serum ini mengindikasikan
pemulihan dan imunitas terhadap virus hepatitis B. IgM anti-HBs akan menentukan
apakah penderita masih dalam keadaan infeksius. Titer anti-HBs >10 mIU/ml dan tanpa
keberadaan HBsAg, menunjukkan bahwa penderita telah pulih dari infeksi HBV.5,6

Antigen e hepatitis B (HBeAg)


Penanda serum ini hanya akan terjadi jika telah ditemukan HBsAg. Biasanya muncul

1 minggu setelah HBsAg ditemukan dan menghilang sebelum muncul anti-HBs. Jika
HBeAg serum masih ada setelah 10 minggu, penderita dinyatakan sebagai carrier
kronis.5,6

Antibodi antigen HBeAg (anti-HBe)


Bila terdapat anti-HBe, hal ini mengindikasikan bahwa telah terjadi pemulihan dan

imunitas terhadap infeksi HBV.5,6

Antibodi antigen inti (anti-HBc)


Anti HBc terjadi bersamaan dengan temuan HBsAg positif kira-kira 4-10 minggu

pada fase HBV akut. Peningkatan titer IgM anti-HBc mengindikasikan proses infeksi
akut. Anti-HBc dapat mendeteksi penderita yang telah terinfeksi HBV. Penanda
serum ini dapat tetap ada selama bertahun-tahun dan penderita yang memiliki antiHBc positif tidak boleh mendonorkan darahnya. Pemeriksaan anti-HBc dan IgM antiHBc sangat bermanfaat untuk mendiagnosis infeksi HBV selama window period antara
hilangnya HBsAg dan munculnya anti-HBs.5,6

Diagnosis Banding
1. Hepatitis Autoimun
Hepatitis autoimun adalah penyakit dimana tubuh "menolak" hatinya sendiri.
Sistem imun tubuh didisain normalnya untuk melawan infeksi. Ketika kita terinfeksi
oleh, katakan, virus, sel-sel darah putih khusus menyerang organisme yang
menginfeksi dan mengeliminasinya secara langsung atau menghasilkan proteinprotein yang dikenal sebagai antibodi-antibodi yang secara khusus men genali dan
membantu menghancurkan organisme. Cukup sering, infeksi-infeksi disertai oleh
beberapa (biasanya cukup minor) kerusakan "yang kebetulan" pada jaringan-jaringan
yang sehat, oleh sel-sel darah putih sendiri atau melalui produksi dari antibodiantibodi (dikenal sebagai auto antibodies) terhadap jaringan-jaringan tubuh sendiri.5

Hal yang sama dapat terjadi ketika jaringan-jaringan dirusak oleh senyawasenyawa kimia (seperti beberapa tipe-tipe dari obat-obat). Dengan kata-kata lain, kita
semua berada dalam keadaan "autoimmunity", namun pada kebanyakan orang-orang
ada mekanisme yang mematikan (atau mengontrol) reaksi-reaksi autoimmune oleh
sistim-sistim imun kita terhadap jaringan-jaringan kita sendiri. Pada orang-orang
dengan AIH, nampaknya bahwa mereka dilahirkan dengan (atau mengembangkan)
kerusakan-kerusakan pada sistem kontrol ini sehingga mereka tidak dapat mematikan
serangan autoimmune terhadap hati-hati mereka sendiri. Kerusakan-kerusakan serupa
nampak hadir pada orang-orang dengan penyakit-penyakit autoimmune dari organorgan lain, seperti penyakit autoimmune tiroid, myasthenia gravis (yang
mempengaruhi syaraf-syaraf dan otot-otot), rheumatoid arthritis(yang mempengaruhi
sendi-sendi).5
2. Cytomegalovirus (CMV)
Cytomegalovirus (CMV) merupakan virus DNA yang tergolong dalam genus
virus Herpes. Virus yang spesifik menyerang manusia disebut sebagai human CMV
dan merupakan human herpesvirus 5, anggota famili dari 8 virus herpes manusia,
subgrup beta-herpes-virus. CMV tidak menghasilkan endotoksin maupun eksotoksin.7
CMV merupakan penyebab infeksi kongenital yang paling umum di seluruh
dunia terutama pada negara-negara berkembang. Infeksi CMV dapat berasal dari urin,
sekret orofaring, sekret servikal dan vaginal, semen, air susu ibu, air mata, dan darah.
Infeksi CMV dapat dipengaruhi oleh usia kehamilan. Infeksi yang terjadi pada usia
kehamilan yang lebih muda akan menimbulkan manifestasi klinis yang lebih berat
sehingga prognosis pasien semakin buruk.7
Pada infeksi CMV kongenital, janin yang terinfeksi sebelumnya telah
mengalami infeksi pada plasenta yang selanjutnya menyebar secara hematogen dan
menginfeksi janin. Gejala dan tanda yang timbul akibat infeksi CMV kongenital
ditentukan oleh beberapa hal seperti usia kehamilan saat terinfeksi, rute penularan,
dan kemampuan imun individu. Penelitian yang pernah dilakukan di Amerika pada
tahun 2009 menyebutkan jumlah bayi yang terinfeksi CMV kongenital dengan
kelainan yang simptomatik saat lahir sebesar 10% dan sisanya tidak ditemukan bukti
kelainan saat lahir.7
Pada keadaan lanjut sering kali ditemukan penyulit berupa sequel yang
merupakan manifestasi infeksi CMV. Sequel yang paling banyak dijumpai yakni
abnormalitas perkembangan berupa tuli sensoris atau Sensory Neural Hearing Loss

(SNHL). Keadaan ini banyak ditemukan terutama pada infeksi CMV asimptomatik.
CMV merupakan virus yang paling sering menyebabkan gangguan perkembangan.
Gangguan psikomotor seringkali ditemukan bersamaan dengan gangguan neurologik
dan mikrosefal. Selain itu, defek pada fungsi motorik, retardasi mental serta defek
pada gigi seringkali ditemukan pada infeksi CMV kongenital. Hambatan
perkembangan tersebut terjadi pada 70% pasien infeksi CMV kongenital simptomatik
yang hidup.7
Infeksi CMV kongenital bisa didapatkan melalui infeksi perinatal dimana
seringkali dijumpai prematuritas, hepatosplenomegali, neutropenia, limfositosis dan
trombositopenia. Infeksi CMV juga dapat terjadi akibat transfusi darah, transplantasi
jaringan, dan individu dengan imunokompromais. Pada keadaan diatas manifestasi
yang ditimbulkan lebih ringan daripada infeksi CMV kongenital yang didapat in
utero.7

Diagnosa Kerja
1. Neonatal suspek Hepatitis B
Hepatitis B disebabkan oleh virus hepatitis B (HBV) yang merupakan virus
DNA yang berkulit ganda yang berukuran 42nm. Virus hepatitis B termasuk suatu
keluarga dari virus-virus DNA yang disebut Hepadnaviridae terdiri atas 6 genotip (AH). Virus-virus ini terutama menginfeksi sel-sel hati. Gen-gen dari virus hepatitis B
mengandung kode-kode genetik untuk membuat sejumlah produk-produk protein,
termasuk hepatitis B surface antigen (HBsAg), hepatitis B core antigen (HBcAg),
hepatitis B e antigen (HBeAg), dan DNA polymerase. Penyakit hepatitis B dapat
menyerang siapa saja tak pandang usia. Hepatitis juga dapat terjadi pada bayi, anakanak, orang dewasa dan orang tua. Hepatitis yang juga banyak melanda pada bayi dari
usia 0-12 bulan, pada anak-anak diperkirakan terjadi dari mulai usia 2- 15 tahun,
orang dewasa 15-20 tahun dan orang tua diatas usia 40 tahun keatas.8,9
Pada hepatitis bayi dan anak-anak biasanya terjadi jika seorang ibu yang
memiliki riwayat penyakit hepatitis ketika dalam mengandung sangat memungkinkan
janin atau bayi yang dikandung juga terjangkit jenis hepatitis yang sama, bahkan
resiko lebih besar terjadi pada bayi dibanding ibunya. Juga dapat terjadi melalui
kontak langsung dengan salah satu anggota keluarga yang menderita hepatitis B.8

Hati

Organ ini merupakan organ terbesar viscera pada tubuh manusia dan terutama terletak
pada region hypochondrium dextra dan epigastrium, meluas ke dalam region hypochondrium
sinistra.10 Batas atas hati berada sejajar dengan ruang intercostal V kanan dan batas bawah
menyerong ke atas dari iga IX kanan ke iga VIII kiri. 11 Hati juga memiliki porta hepatis yang
berperan sebagai titik masuk ke dalam hepar bagi arteriae hepatica dan vena porta hepats
serta titik keluar bagi ductus hepaticus, system porta ini terletak di depan vena cava dan di
balik dari kantong empedu.10,11

Gambar 1. Letak hati


Secara histologis hati terdiri dari berbagai macam sel. Hepatosit merupakan sel hati
paling banyak dengan jumlah sekitar 60%, sedangkan sisanya terdiri atas sel-sel epitelal
system empedu dalam jumlah ang bermakna dan sel-sel non parenkimal yang termasuk di
dalam endothelium, sel kupffer dan sel stellate yang berbentuk bintang.11

Epidemiologi
Hepatitis adalah salah satu penyakit yang menjadi masalah dunia dan endemic di
beberapa negara bagian mulai dari Afrika, Asia tengah, Asia Tenggara, Eropa Timur, Timur
tengah hingga Amerika Selatan dengan jumlah prevalensi sekitar 5-20%.12,13 Sebanyak 2 juta
orang di seluruh dunia telah terinfeksi penyakit. Menurut WHO pada tahun 2009 diperkirakan
ada sekitar 370 juta orang mengalami infeksi kronik. 13 Serta kurang lebih sekitar 500 ribu
hingga satu juta pasien hepatitis B meninggal setiap tahunnya, selain itu hepatitis B juga
menjadi penyumbang utama dalam karsinoma hepatoseluler primer dan hanya kalah
peringkatnya dengan rokok sebagai penyebab nomor satu.12

Gambar 2. Penyebaran virus hepatitis B


Hepatitis B merupakan penyakit yang disebarkan melalui jarum suntik, seksual
ataupun perinatal.14 Pada negara-negara endemis Hepatitis B, infeksi dapat terjadi secara
vertical yang artinya penularan terjadi ketika lahir dan tingkat prevalensinya juga tinggi
sekitar 35-50% dari penderita Hepatitis B kronis. 13 Sedangkan pada negara yang tidak
endemis ataupun negara maju tingkat prevalensinya sangat rendah hanya berkisar < 2%.
Namun demikian, penyebaran yang paling sering terjadi adalah penyebaran melalui sexual
dan jarum suntik yang sudah terkontaminasi.

Etiologi
Virus hepatitis B termasuk dalam golongan virus Hepapnaviridae, yang mempunyai
empat buah open reading frame, yaitu inti, kapsul, polymerase dan X. 12 Virus hepatitis B
berukuran sangat kecil, berbentuk circular 3200-bp size, dan DNA HBV (Hepatitis B virus)
memiliki empat set produk virus yang complex dan multi structural terdiri dari empat
overlapping genes, gen S, C, P dan X.15

Gambar 3. Bentuk virus hepatitis B virus

Permukaan virus termasuk dua partikel yang ditandai antigen hepatitis B permukaan
(hepatitis B surface antigen [HBsAg]) = partikel sferis diameter 22 nm dan partikel tubuler
lebar 22 nm dengan berbagai panjang sampai mencapai 200 nm. Bagian dalam virion berisi
antigen core hepatitis B (HBcAg) dan antigen nonstruktural disebut hepatitis B e antigen
(HBeAg) antigen larut nonpartikel berasal dari HBcAg yang terpecah sendiri oleh proteolitik.
Replikasi HBV terjadi terutama dalam hati tetapi juga terjadi dalam limfosit, limpa, ginjal,
dan pankreas.4

Proses Replikasi
HBV merupakan virus yang unik karena beberapa hal karena memiliki envelope dan
nucleocapsid virus, mampu mereplikasi diri dalam hepar namun tetap memiliki sebagian
virus di extrahepatic, memiliki DNA polymerase nya sendiri, memiliki bentuk DNA double
strand dan juga single strand yang berhubungan dengan hepatitis akut dan kronik. 15
Keunikannya tidak berakhir sampai disitu saja, dalam proses replikasinya daripada
bereplikasi langsung dari DNA double strand yang dimiliki HBV virus justru bergantung
dengan reverse transcription (dipengaruhi oleh DNA polymerase) dari single strand DNA
berasal dari RNA intermediate. Kemudian DNA double strand akan di transkripsi dari single
strand DNA menggunakan template dari DNA-dependent DNA-polymerase yang selanjutnya
akan dikonversikan di dalam nucleus hepatosit yang akan menyediakan template bagi mRNA dan RNA intermediate.15 Maka dari itu protein virus akan ditranslasikan oleh m-RNA
dan protein dan genom virus akan dikemas dalam virion dan disekresikan dari hepatosit. 16

Gambar 4. Proses replikasi hepatitis B virus

Patofisologi & Gambaran Klinik


Hepatitis B akut

Masa inkubasi dari HBV berlangsung sekitar 2-3 bulan. 12,13 Penularan HBV akut dapat
dibagi menjadi 3 kelompok besar yaitu tinggi (darah, serum, eksudat luka), sedang (semen,
cairan vagina dan liur) serta rendah (urin, feses, keringat, air mata dan ASI). 12 Hepatitis dapat
menular melalui pasien dengan HBsAg yang negative namun anti-HBC positif, karena
adnaya kemungkinan DNA virus hepatitis B yang bersirkulasi yang dapat dideteksi dengan
PCR (10-20% kasus).
Pada kasus akut biasanya tidak akan disertai oleh gejala namun jikapun ada gejala
dapat berupa gejala ringan seperti anorexia, mudah mengantuk, demam, nyeri perut dan juga
jaundice oleh karenanya gejala umumnya baru akan timbul apabila virus sudah berada 3-4
bulan di dalam tubuh sejak pertama kali terinfeksi.13 Hal ini karena pada hepatitis akut
HBsAg baru akan muncul di dalam serum sekiatr 2-10 minggu setelah terinfeksi, sebelum
onset gejala dan peningkatan kadar ALT (Alanin Transminase).12 Setelah serokonversi HBsAg
menjadi anti-HBs, HBV DNA masih dapat terdeteksi di dalam hati, dan respon sel T spesifik
terhadap virus hepatitis B dapat dijumpai pada beberapa decade sebelumnya, hal ini
menunjukkan kontrol imunitas yang persisten setelah infeksi akut. Pada kondisi tertentu yang
jarang dapat terjadi infeksi berulang oleh serotype HBV lain karena proteksi incomplete.
Uji serologi peratama yang mampu mendeteksi Hepatitis adalah pengujian terhadap
HBsAg yang akan diikuti dengan peningkatan aminotransferase. Pada saat HBsAg
menghilang biasanya pertanda bahwa tubuh telah membentuk antibody terhadap antigen
terkait. 13 Namun menghilangnya HBsAg dan munculnya anti-HBs umumnya dikenal dengan
window period, pada masa ini yang dapat terdeksi hanyalah IgM anti-HBc sehingga hal ini
merupakan penanda serologis paling penting pada hepatitis B akut. IgM anti-HBc biasanya
akan bertahan hingga 4-6 bulan selama hepatitis B akut dan jarang sekali bertahan secara
persisten hingga 2 tahun.12 Biarpun IgM anti-HBc merupakan penanda penting,
kekurangannya adalah IgM anti-HBc juga terdeteksi positif dalam hepatitis B kronik, serta
pada pasien yang telah sembuh dari hepatitis B akut. Maka dari itu seseorang baru dapat
dikatakan sembuh total dari hepatitis B akut apabila IgM anti-HBc positif dengan diikuti
dengan anti-HBs yang juga positif.

Gambar 5. Grafik infeksi hepatitis B masa akut


Resiko perjalanan penyakit hepatitis B akut menjadi kronik berbanding terbalik
dengan usia terjadi infeksinya. Pada pasien dewasa sekitar 90-95% penderita akut akan
terhindar dari perjalanan menuju kronik.12,13 Namun demikian pada pasien dewasa yang
immunokompeten dapat menjadi akut. Pada pasien bayi atau neonates yang menderita
hepatitis B dapat menjadi akut dengan persentase mencapai 90%. Maka dari itu diperlukan
penanganan yang segera untuk menghindarkan neonates dari bahaya hepatitis B.12

Gambar 6. Grafik perjalanan penyakit hepatitis B hingga sembuh

Hepatitis B kronik
Pada penyakit hepatitis B akut, jika menunjukkan tanda-tanda adanya HBsAg yang
persisten hingga lebih dari 3 bulan setelah onset terjadi maka hampir dapat dipastikan bahwa
akan menuju ke kronik.12 Pada proses kronik tubuh memerlukan respon imun yang spesifik
untuk mengeredikasi HBV yaitu dengan mengaktifkan sel limfosit T dan sel limfosit B.
Aktivasi dari sel limfosit B dengan bantuan CD4+ akan menyebabkan produksi dari anti
HBs, anti-HBc dan anti-HBe. Fungsi anti-HBs adalah untuk netralisasi partikel HBV dan
mencegah masuknya HBV ke dalam sel. Bila proses ini berjalan dengan baik maka proses
kronik dapat dicegah, namun pada hepatitis kronik terjadi imunotoleransi terhadap HBe-Ag. 17
Tidak adanya HBe-Ag akan menyebabkan terhambatnya eliminasi sel yang terinfeksi HBV.

Hepatitis pada Kehamilan


Hepatitis bukan merupakan penyebab kematian tinggi pada kehamilan. Jika ibu
memiliki hepatitis umumnya akan timbul tanpa gejala dan ditemukan pada antenatalcare.
Namun demikian, hepatitis pada ibu hamil akan meningkatkan kemungkinan terjadinya
kelahiran kurang bulan tapi tidak akan mengganggu pertumbuhan janin itu sendiri.13
Walaupun hepatitis merupakan virus DNA, virus ini dapat ditemukan pada ovarium
wanita hamil serta berada pada level tinggi untuk dapat ditularkan kepada janinnya. Padahal
virus penyebaran virus melalui plasenta sangat jarang terjadi, serta penelitian menunjukkan
bahwa virus DNA amat langka ditemukan pada cairan amnion dan darah janin, namun
tampaknya untuk HBV adalah sebuah pengecualian.13
Pada keadaan ketika tidak adanya HBV immunoprophylaxis, memiliki potensi
penularan kepada fetus sekitar 10-20% apabila si ibu memiliki HBsAg positive. Akan tetapi
angka ini akan meningkat menjadi 90% ketika ternyata hasil laboratorium menunjukkan hasil
positive si ibu terhadap HBsAg dan HBeAg. Hal ini akan berbeda ketika penderita dan
suspek dalam hal ini adalah si janin dan si ibu diberika immunoprophilaxis dan vaksin HBV,
akan membuat persentase terhindar dari penularan hingga 90%. Tapi pada beberapa keadaan
saat wanita hamil memiliki konsentrasi tinggi pada HBV vital load akan membuat tetap ada
potensi sekitar 10% untuk penularan terhadap janin.13
Ketika terjadi keadaan HBV vital load yang tinggi, dapat direkomendasikan
pemberian antivirus seperti lamivudine dan analog nukleosid cystidine. Penelitian terbaru
juga mengungkap ada dua obat baru yaitu telbivudine dan tenofir yang efektif juga untuk
mengatas hepatitis B pada ibu hamil. Pemberian HBIG (Hepatitis B immunoglobulin) pada
saat masa mengandung juga terbukti efektif namun sangat memakan biaya.

Neonatal yang baru lahir harus segera diberika HBIG pada kondisi ibu memiliki
seropositive serta diikuti dengan vaksim rekomenbinan hepatitis B. 13 Di Amerika Serikat,
HBIG diberikan untuk perlindungan jangka pendek dari antibody pasif diberikan 12 jam
setelah lahir untuk bayi dari ibu yang HBsAg positive sedangkan di Inggris pemberian HBIG
terbatas pada bayi yang HBeAg positive. 18 Pemberian vaksin rekombinan dilakukan secara
intramuscular di daerah deltoid sebanyak 3 kali pada usia 0,1, dan 6 bulan. Pasien dengan
kehamilan tidak memiliki kontraindikasi untuk diberikan vaksinasi. Vaksinasi hepatitis B
dapat melindungi 80-90% pasiennya, selama sekurangnya 5 tahun dan 60-80% selama 10
tahun. Namun demikian booster tidak direkomendasikan untuk dilakukan kecuali pada pasien
immunokompeten.12,18

Antenatal Care
Pemeriksaan selama masa kehamilan telah berevolusi selama ratusan tahun. Di negara
Eropa, standarisasi antenatal care telah berhasil menurunkan secara drastic angka kematian
ibu dan anak. Kualitas pemeriksaan yang sama juga diperlukan agar pencegahan terhadpa
gangguan kehamilan dapat dicegah sedini mungkin. Hal ini melibatkan semua wanita hamil
yang harus diperiksa oleh seseorang yang telah terlatih, bekerja sesuai dengan bukti yang ada
serta tersertifikasi secara internasional. Selain itu untuk memastikan bahwa wanita hamil bisa
benar-benar terhindar dari gangguan selama hamil juga diperlukan perhatian dari orang-orang
disekitarnya untuk selalu waspada terhadap keluhan yang diderita oleh wanita hamil. 19 Jadwal
pemeriksaan seorang wanita hamil umumnya:20
a. Setiap 4 minggu sampai usia kehamilan 28 minggu
b. Setiap 2 minggu pada usia kehamilan 28-36 minggu kehamilan
c. Setiap minggu pada kehamilan 36 sampai persalinan
Tes-tes atau pemeriksaan kehamilan akan menjadi bagian rutin selama kehamilan, testes pada awal kehamilan seperti tes urin, darah rutin yang diulang beberapa kali selama masa
kehamilan dan juga USG. Berikut adalah fungsi pemeriksaan terhadap keadaan kehamilan:20
a. Tes urin
Dilakukan untuk mendeteksi adanya gula/protein dalam air seni. Pemeriksaan ini
juga dapat digunakan untuk menilai kemungkinan adanya kencing manis, kelainan
fungis ginjal serta adanya infeksi saluran kemih
b. Tes darah

Untuk memeriksa kadar hemoglobin, menilai adnaya anemia, mendeteksi adanya


sifilis, AIDS, hepatitis B atau penyakit lainnya dan juga untuk memastikan
golongan darah.
c. Detak jantung janin
Pemeriksaan dengan meletakkan Doppler atau stetoskop pada perut ibu, menilai
kedaan bayi dalam kandungan juga akan memberi kedekatan hubungan antara ibu
dan bayinya saat mendengarkan detak jantung si kecil. Dengan Doppler, detak
jantung janin dapat didengarkan saat kehamilan 9-12 minggu dan stetoskop untuk
kehamilan 18-20 minggu
d. USG
Pada banyak rumah sakit atau praktek dokter kandungan pemeriksaan USG rutin
dilakukan untuk menilai kehamilan dan perkembangannya. Setiap orangtua akan
senang melihat gambaran bayi yang masih dalam kandungan dengan pemeriksaan
USG ini.

Kesimpulan
Seorang ibu yang memiliki riwayat hepatitis B dapat menularkan atau menurunkan
penyakit yang dimiliki kepada anaknya, namun dengan penanganan yang tepat serta cepat
dapat mencegah total atau paling tidak mengurangi resiko terjadinya hepatitis kepada sang
bayi.
`

Daftar Pustaka
1. Gleadle, Jonathan. Pengambilan anamnesis. Dalam : At a glance anamnesis dan
pemeriksaan fisik. Jakarta : Penerbit Erlangga; 2007. h. 1-4
2. Morton PG. Panduan pemeriksaan kesehatan dengan dokumentasi SOAPIE. Edisi 2.
Jakarta : Penerbit buku kedokteran EGC ; 2003. H. 56
3. Diunduh dari http://digilib.unila.ac.id/6558/16/BAB%20II.pdf, 12 Juni 2016
4. Supartondo. Setiyohadi B. Anamnesis. Dalam : Aru W.S, Bambang S, Idrus A,
Marcellus SK, Siti S, editors. Ilmu penyakit dalam. Edisi 6, Jilid 1. Jakarta: Interna
publishing; 2009. H. 25-6.
5. Duarte G, et.al. Frequency of pregnant women with HBsAg in a Brazilian community.
1997.
Diunduh dari http://www.scielosp.org/scielo.php/lng_en, 12 Juni 2016.

6. Pekaryaningsih E, Pendit B.U, Elizabeth J. Corwin. Buku Saku Patofisiologi. Edisi


Bahasa Indonesia, Jakarta : EGC; 2003. H. 578-80
7. Sari WJ. Hubungan abnormalitas hasil CT-Scan dengan developmental delayed pada
pasien

suspek

infeksi

cytomegalovirus

kongenital.

2014.

Diunduh

dari

http://eprints.undip.ac.id/44899/3/Wilujeng_Puja_Sari_22010110110042_Bab2KTI.p
df, 12 Juni 2016
8. Wedermeyer H, Manns MP. Epidemiology, pathogenesis and management of hepatitis
B:
update and challenges ahead. Nature reviews gastroenterology & hepatology: Jan
2010; 7:31- 40.
9. Diunduh dari http://library.upnvj.ac.id/pdf/3d3keperawatanpdf/0810701018/bab2.pdf,
12 Juni 2016
10. Drake H, Vogl AW, Mitchell AWM. Gray : Dasar-dasar anatomi. Singapore :
Elsevier ; 2014. H. 164-5
11. Amirudin R. Fisiologi dan biokimia hati. Dalam : Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW,
Simadibrata M, Setiyohadi B, Syam AF, editor. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid
2. Edisi ke 6. Jakarta : InternaPublishing ; 2015. H. 1929-30
12. Sanityoso A, Christine G. Hepatitis viral akut. Dalam : Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW,
Simadibrata M, Setiyohadi B, Syam AF, editor. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid
2. Edisi ke 6. Jakarta : InternaPublishing ; 2015. H. 1952-5
13. Cunningham, Leveno, Bloom, Spong, Dashe, et all. Williams obstetrics. Edisi 24.
Philadhelphia : McGrawHill ; 2015. H. 1090-1
14. Fauci, Hauser, Longo, Jameson, Loscalzo. Harrisons manual of medicine. Edisi 19.
Philadhelphia : McGrawHill ; 2016. H. 813
15. Dienstag JL. Acute viral hepatitis. Dalam : Kasper, Fauci, Longo, Hauser. Harrisons
principles of internal medicine. Edisi 19. Philadhelphia : McGrawHill ; 2015. H. 2009
16. Dienstag JL. Acute viral hepatitis. Dalam : Longo DL, Fauci AS. Harrisons
gastroenterology and hepatology. Edisi 2. Philadhelphia : McGHarawHill ; 2013. H.
358
17. Soemohardjo S, Gunawan S. Hepatitis B kronik. Dalam : Setiati S, Alwi I, Sudoyo
AW, Simadibrata M, Setiyohadi B, Syam AF, editor. Buku ajar ilmu penyakit dalam.
Jilid 2. Edisi ke 6. Jakarta : InternaPublishing ; 2015
18. Lissauer T, Fanaroff A. At a glance neonatalogi. Jakarta : Penerbit erlangga ; 2009. H.
104

19. Uche-Obasi M. Standardization of antenatal care : providing a standard setting for


safe delivery. Houston : Strategic book publishing and right Co ; 2014. H. 11-3
20. Suririnah. Buku pintar kehamilan & persalinan. Jakarta : Gramedia pustaka utama ;
2008. H. 16-7

Anda mungkin juga menyukai