Anda di halaman 1dari 9

Pendahuluan

Toksikologi merupakan suatu cabang ilmu yang membahas seputar efek merugikan berbagai
efek samping yang merugikan dari berbagai agen kimiawi terhadap semua sistem makhluk hidup.
Pada bidang biomedis, ahli toksikologi akan menangani efek samping yang timbul pada manusia
akibat pajanan obat dan zat kimiawi lainnya, serta pembuktian keamanan atau bahaya potensial yang
terkait penggunaannya. Toksikologi forensik sendiri berkaitan dengan penerapan ilmu toksikologi
pada berbagai kasus dan permasalahan kriminalitas dimana obat-obatan dan bahan-bahan kimia yang
dapat menimbulkan konsekuensi medikolegal serta untuk menjadi bukti dalam pengadilan. Metode-
metode yag dpat digunkaan dalam toksikolgi forensik ini terus berkembang di berbagai belahan
dunia. Penemuan-penemuan baru mengenai obat-obatan klinis dan cara uji laboratoris sangat
membantu dalam penggunaan metode tertentu, alat-alat yang diperlukan, serta interpretasi hasil dari
pengujian sampel tersebut. Menurut Society of Forensic Toxicologist, Inc. (SOFT), bidang kerja
toksikologi forensik meliputi:

1. analisis dan evaluasi racun penyebab kematian,


2. analisis ada/tidaknya kandungan alkohol, obat terlarang di dalam
cairan tubuh atau nafas yang dapat mengakibatkan perubahan
perilaku (menurunnya kemampuan mengendarai kendaraan
bermotor dijalan raya, tindak kekerasan dan kejahatan serta
penggunaan dopping),
3. analisis obat terlarang di darah dan urin pada kasus
penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan obat terlarang
lainnya.

Toksikologi Forensik sangat penting diberikan kepada penyidik dalam rangka membantu penyidik polisi
dalam pengusutan perkara yaitu : mencari, menghimpun, menyusun dan menilai barang bukti di Tempat
Kejadian Perkara (TKP) dengan tujuan agar dapat membuat terang suatu kasus pembunuhan yang ada
indikasi korbannya meninggal akibat racun. Aspekaspek utama yang menjadi perhatian khusus dalam
toksikologi forensik bukanlah keluaran aspek hukum dari investigasi secara toksikologi, melainkan
mengenai teknologi dan teknik dalam meperoleh serta menginterpretasi hasil seperti: pemahaman
perilaku zat, sumber penyebab keracunan atau pencemaran, metode pengambilan sampel dan metode
analisa, interpretasi data terkait dengan gejala atau efek atau dampak yang timbul serta bukti lain yang
tersedia. Tidak semua kasus yang ditemukan perlu melakukan toksikologi forensik. Kasus-kasus tersebut
dapat dikelompokkan menjadi 3 golongan besar. Kasuskasus tersebut antara lain :
1. kematian akibat keracunan, yang meliputi: kematian mendadak, kematian di penjara, kematian
pada kebakaran, dan kematian medis yang disebabkan oleh efek samping obat atau kesalahan
penanganan medis,
2. kecelakaan fatal maupun tidak fatal, yang dapat mengancam keselamatan nyawa sendiri ataupun
orang lain, yang umumnya diakibatkan oleh pengaruh obatobatan, alkohol, atau pun narkoba,
3. penyalahgunaan narkoba dan kasus-kasus keracunan yang terkait dengan akibat pemakaian obat,
makanan, kosmetika, alat kesehatan, dan bahan berbahaya lainnya, yang tidak memenuhi standar
kesehatan (kasus-kasus forensik farmasi).

Klasifikasi racun

Racun adalah suatu zat yang apabila kontak atau masuk kedalam tubuh dalam jumlah tertentu
(dosis toksik) merusak faal tubuh baik secara kimia mauppun fisiologis sehingga menyebabkan sakit
atau pun kematian. Untuk kepentingan di bidang forensik, racun dibagi berdasarkan sifat kimia, fisik
serta pengaruhnya terhadap tubuh manusia, yaitu:

1. Racun Anorganik.

a. Racun Korosif

b. Racun Metalik dan nonmetalik

2. Racun Organik

a. Racun Volatil

b. Racun non Volatil dan non alkaloid

3. Racun Gas

4. Racun lainlain

a. Racun makanan

b. Racun binatang

c. Racun tumbuhtumbuhan

d. Dan lainlain
A.Racun Korosif

Terdiri atas racun yang dapat menyebabkan kerusakan atau kematian selsel yang terkena akibat efek
lokal. Pada itngkat yang lebih ringan dapat terjadi iritasi atau keradangan. Beberapa racun korosif juga
memberikan efek sistemik dan diabsorpsi ke dalam peredaran darah sehingga menyebabkan efek
umum. Pembagian racun korosif:

1. Acid Corrosif

a. Mineral Acid (Asam sulfat, asam khlorida dan asam sitrat

b. Asam Organik (asam oksalat, asetat, asam formiat)

c. Halogenida (klorin, bromin, iodin, flourin)

d. Corrosive Mineral Salt

2. Alkaline Corrosive

3. Organic Corrosive

a. Phenol group (Methyl Phenol, dihydroxibenzene, guiaacol, pyrogallol)

b. Formaldehyde

B. Racun Metalik

Terdiri atas semua racun yang mempunyai elemen logam dalam molekulnya. Bebrapa perkelcualian,
beberapa logam seperti arsenikum, merkuri, ataupun timah hitam jarang toksisi bila berada dalam
bentuk logam murninya, kecuali bentuk senyawa kimianya akan toksis. Banyak senyawasenyawa
logam ini mempunyai daya korosif dan efek lokal yang cukup hebat.

C. Racun Volatil dan non volatil

Pada racun jenis ini, senyawa yang digunakan adalah turunan dari alkohol, yaitu Methyl Alcohol
(metanol). Metanol juga dikenal sebagai Wood alcohol dimana lethal dosisnya sangat bervariasi pada
setiap orang. Kematian timbul pada 30-60 ml pemberian methanol. Kadangkadang gejala tidak
tampak sampai 26 jam atau lebih setelah keracunan namun tibatiba penderita dapat meninggal. Hal
ini disebabkan oleh efk depresi CNS, edema serebri dan asidosis akibat dari oksidasi yang lambat dan
tidak sempurna dari methanol dalam tubuh menjadi fermaldehid dan asam semut.

D. Racun Gas

Racun gas terdiri dari karbon Dioksida dan Karbon Monoksida. Karbon Dioksida akan menyebabkan
asfiksia karena berkurangnya jumlah oksigen di udarapernafasan dan proses ini pada tahap awal akan
dipercepat dengan adanya efek langsung Karbon Dioksida pada pusat pernafasan, sehingga tingkat
keracunan perinhalasi makin berat. Gejala keracunan akibat karbon dioksida adalah: sakit kepala serta
kepala terasa berat, tinitus, nausea, perspirasi, ototototmenjadi lemah, somnolensi hebat, tekanan
darah menignkat disertai dengan sianosis, pernafasan cepat dan nadi cepat, collaps, koma dan
meninggal.

Pemeriksaan toksikologi forensik

Korban mati akibat keracunan umumnya dapat dibagi menjadi 2 golongan, yang sejak
semula sudah dicurigai kematian akibat keracunan dan kasus yang sampai saat sebelum di autopsi
dilakukan, belum ada kecurigaan terhadap kemungkinan keracunan. Harus dipikirkan
kemungkinan kematian akibat keracuan bila pada pemeriksaan setempat (scene investigation)
terdapat kecurigaan akan keracunan, bila pada autopsi ditemukan kelainan yang lazim ditemukan
pada keracunan dengan zat tertentu, misalnya lebam mayat yang tidak biasa, luka bekas suntikan
sepanjang vena dan keluarnya buih dari mulut dan hidung serta bila pada autopsi tidak ditemukan
penyebab kematian. Dalam menangani kasus kematian akibat keracunan perlu dilakukan
beberapa pemeriksaan penting, yaitu :

1. Pemeriksaan di tempat kejadian perkara (TKP) Pemeriksaan di tempat kejadian perkara


perlu dilakukan untuk membantu penentuan penyebab kematian dan menentukan cara
kematian. Pemeriksaan ini dilakukan dengan mengumpulkan keterangan sebanyak
mungkin tentang perkiraan saat kematian serta mengumpulkan barang bukti.
2. Pemeriksaan luar Beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk pemeriksaan luar kasus
keracunan diantaranya:
a. Bau.
Dari bau yang tercium dapat diperoleh petunjuk racun apa yang kiranya ditelan
oleh korban. Segera setelah pemeriksa berada di samping mayat ia harus
menekan dada mayat untuk menentukan apakah ada suatu bau yang tidak biasa
keluar dari lubanglubang hidung dan mulut.
b. Segera.
Pemeriksa harus segera berada di samping mayat sesegera mungkin dan
pemeriksa juga harus menekan dada mayat dan menentukan apakah ada suatu
bau yang tidak biasa keluar dari lubang hidung dan mulut.
c. Pakaian.
Pada pakaian dapat ditemukan bercak-barcak yang disebabkan oleh tercecernya
racun yang ditelan atau oleh muntahan. Misalnya bercak berwarna coklat karena
asam sulfat atau kuning karena asam nitrat.
d. Lebam mayat.
Warna lebam mayat yang tidak biasa juga mempunyai makna, karena warna
lebam mayat pada dasarnya adalah manifestasi warna darah yang tampak pada
kulit.
e. Perubahan warna kulit.
Pada hiperpigmentasi atau melanosis dan keratosis pada telapak tangan dan kaki
pada keracunan arsen kronik. Kulit berwarna kelabu kebirubiruan akibat
keracunan perak (Ag) kronik (deposisi perak dalam jaringan ikat dan korium
kulit). Kulit akan berwarna kuning pada keracunan tembaga (Cu) dan
fosforakibat hemolisis juga pada keracunan insektisida hidrokarbon dan arsen
karena terjadi gangguan fungsi hati.
f. Kuku.
Keracunan arsen kronik dapat ditemukan kuku yang menebal yang tidak teratur.
Pada keracunan Talium kronik ditemukan kelainan trofik pada kuku.
g. Rambut.

Kebotakan (alopesia) dapat ditemukan pada keracunan talium, arsen, air raksa
dan boraks. Metode pemeriksaan pada rambut adalh dengan ekstrak dan
pretreatment.
h. Sklera.
Tampak ikterik pada keracunan zat hepatotoksik seperti fosfor, karbon
tetraklorida. Perdarahan pada pemakaian dicoumarol atau akibat bisa ular.

Pengambilan sampel pada toksikologi forensic

Memastikan dimana racun itu berada, didasarkan dari anamnesa dan tanda klinis
yang dijumpai pada pemeriksaan luar dan pemeriksaan dalam. Pada korban yang
meninggal, diperlukan informasi sisa racun dan dicocokkan dengan kelainan yang
dijumpai pada jenazah. Selanjutnya menentukan sampel yang perlu diambil untuk
pemeriksaan toksikologi, disesuaikan dengan jenis racun yang masuk kedalam tubuh
Lebih baik mengambil bahan dalam keadaan segar dan lengkap pada waktu autopsi
daripada kemudian harus mengadakan penggalian kubur untuk mengambil bahan-bahan
yang diperlukan dan melakukan analisis toksikologik atas jaringan yang sudah busuk atau
sudah diawetkan Prinsip pengambilan sampel pada kasus keracunan adalah diambil
sebanyak-banyaknya setelah kita sisihkan untuk cadangan dan untuk pemeriksaan
histopatolgik. Secara umum sampel yang harus diambil adalah:

a. Lambung dan isinya

b. Seluruh usus dan isinya dengan membuat sekat dengan ikatanikatan pada pada
usus setiap jarak sekitar 60 cm

c. Darah, Pengambilan darah dari jantung dilakukan secara terpisah dari sebelah
kanan dan sebelah kiri masing-masing sebnayak 50 ml. Darah tepi sebanyak
30-50 ml, diambil dari vena iliaka komunis bukan darah dari vena porta. Pada
korban yang masih hidup, darah adalah bahan yang terpenting, diambil 2
contoh darah masingmasing 5 ml, yang pertama diberi pengawet NaF 1% dan
yang lain tanpa pengawet.

d. Hati, sebagai tempat detoksifikasi , diambil sebanyak 500 gram.

e. Ginjal, diambil keduanya yaitu pada kasus keracunan logam berat khususnya
atau bila urine tidak tersedia.

f. Otak, diambil 500 gram. Khusus untuk keracunan chloroform dan sianida,
dimungkinkan karena otak terdiri dari jaringan lipoid yang mempunyai
kemampuan untuk meretensi racun walaupun telah mengalami pembususkan.
g. Urine, diambil seluruhnya. Karena pada umunya racun akan diekskresikan
melalui urin, khususnya pada tes penyaring untuk keracunan narkotika,
alkohol dan stimulan.

h. Empedu, diambil karena tempat ekskresi berbagai racun. i. Pada kasus khusus
dapat diambil: jaringan sekitar suntikan, jaringan otot, lemak di bawah kulit
dinding perut, rambut, kuku dan cairan otak. Pada pemeriksaan intoksikasi,
digunakan alkohol dan larutan garam jenuh pada sampel padat atau organ.
NaF 1% dan campuran NaF dan Na sitrat digunakan untuk sampel cair.
Sedangkan natrium benzoate dan phenyl mercuric nitrate khusus untuk
pengawet urine Selain pengambilan sampel melalui autopsi secara diseksi,
terdapat teknik lain dalam melihat kelainan tanpa melakukan diseksi. Alat
alat untuk diagnosa seperti endoskopi dan MRI dapat digunakan untuk melihat
kelainan internal tanpa melakukan diseksi pada tubuh korban. Akan tetapi,
diseksi tetap menjadi pilihan utama dalam tindakan.

SIMPULAN

Toksikologi forensik merupakan salah satu cabang toksikologi yang


memusatkan perhatian pada analisa yang berperan dalam penegakan hukum
dan peradilan. Secara umum tugas toksikolog forensik adalah membantu
penegak hukum khususnya dalam melakukan analisis racun baik kualitatif
maupun kuantitatif dan kemudian menerjemahkan hasil analisis ke dalam
suatu laporan (surat, surat keterangan ahli atau saksi ahli), sebagai bukti
dalam tindak kriminal (forensik) di pengadilan. Pengambilan sampel pada
korban hidup dan yang sudah berbeda akan berbeda. Pada korban yang sudah
meninggal, seluruh organ akan diambil sedikit jaringannya kemudian
diperiksa melalui berbagai metode analisa secara kimiawi, bologi, maupun
secara histopatologi.
DAFTAR PUSTAKA

1. Katzung, Bertam G. Farmakologi Dasar dan Klinik Buku 2 Ed.8. Jakarta. Salemba Medika
Glance.2002.
2. The Forensic Toxicology Council. Briefing: What is Forensic Toxicology?. The American
Alvionita Nur Fitriana | Forensic Toxicology J MAJORITY | Volume 4 Nomor 4 | Februari 2015 |
9 Board of Forensic Toxicology (ABFT). 2010. [disitasi 2014 November 30]; 10:31. Tersedia
dari: http://http://www.abft.org/files/WHATISFO RENSICTOXICOLOGY.pdf/
3. Wirasuta, I M.A.G.,Analisis Toksikologi Forensik dan Interpretasi Temuan Analisis. Ind. J of
Legal and Forensic Sciences.1(1):4755.2008.
4. SOFT (Society of Forensic Toxicologist, Inc.) and AAFS (the American Academy of Forensic
Sciences, Toxicology Section), Forensic Toxicology Laboratory Guidelines, SOFT / AAFS.
2006.
5. Waluyadi.Ilmu Kedokteran Kehakiman. Jakarta. Djambatan. 2007.
6. Budiawan. Peranan Toksikologi Forensik dalam mengunkap kasus keracunan dan pencemaran
lingkungan. Ind. J of Legal and Forensic Sciences.1(1):47-55.2008.
7. Finkle, B.S., Progress in Forensic Toxicology: Beyond Analytical Chemistry, J. Analityc
Toxicology (6): 57-61. 1982.
8. Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal. Ilmu Kedokteran Forensik dan
Medikolegal. Surabaya. 2010.
9. Dharma S. M, Erdaliza, Teungku A., Investigasi Kematian Dengan Toksikologi Forensik. Riau.
FKUNRI.2008.
10. Dr. Jims Ferdinan, Makalah Toksikologi Umum, Departemen Kedokteran Kehakiman FK USU
RSU H Adam Malik Medan, 2010,
11. Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal. Panduan Belajar Ilmu Forensik dan
Medikolegal. Yogyakarta. FK UGM.2010.
12. Flora H. S., 2013. Peranan Toksikologi Forensik dalam Pengungkapan Kasus Pembunuhan. J
Saintech. 05(01). Jakarta.
13. Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Ilmu Kedokteran
Forensik. ED. 2. Jakarta. FKUI. 1997.
14. Meena, C. M. Accidental Death due to Carbon Monoxide. Case Report. Int J of Medical
Toxicology and Forensic Medicine. 4(4). 158-61. 2014.
15. Bhasin SK., and Pant M. Reporting system for cause of death in India (Major findings) and recent
incorporation of verbal autopsy method in sample registration system: A powerful tool for
reliable mortality information. Journal of Forensic Medicine and Toxicology. 20, 19-22. 2003.
16. Mohanty, M.K., Arum, M., Merezes, R.G., Palmar, V. Autopsy: Changing Trends. Int J of
Medical Toxicology and Forensic Medicine, 1 (1). 17-23. 2011.
17. Miyaguchi, M., Kenji, K. Comparasion of Sample Preparation Methods for Zolpidhem Extraction
from Hair. Abstrac. J Of Forensic Toxicol by Springer. 2013.

Anda mungkin juga menyukai