Anda di halaman 1dari 39

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Dermatomikosis adalah kelainan pada kulit yang disebabkan oleh infeksi jamur.
Sebesar 20-25% penduduk dunia mengalami infeksi jamur, hal ini menjadikan injeksi
jamur sebagai infeksi yang paling sering terjadi di dunia.1 Di Indonesia, dermatomikosis
merupakan penyakit yang umum ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Sebuah
penelitian melaporkan bahwa dermatomikosis selalu menjadi 10 besar penyakit terbanyak
di poliklinik rawat jalan. Hal ini erat kaitannya dengan Indonesia sebagai negara beriklim
tropis, memiliki kelembaban yang tinggi, dan hygiene masyarakat yang kurang memadai
sehingga memudahkan terjadinya infeksi jamur.
Secara umum, dermatomikosis dapat digolongkan menjadi dua kelompok, yaitu
mikosis superfisial dan mikosis profunda. Mikosis superfisial adalah infeksi jamur yang
menyerang lapisan stratum korneum kulit, kuku, dan rambut. Mikosis profunda adalah
infeksi jamur yang menyerang jaringan subkutan dan secara sistemik mengenai organ-
organ di bawah kulit seperti traktus respiratorius, traktus gastrointestinal, traktus
urogenitalis, sistem kardiovaskular, susunan saraf pusat, otot, tulang, dan sebagainya.2
Dalam kehidupan sehari-hari, mikosis superfisial lebih sering dijumpai
dibandingkan dengan mikosis profunda. Infeksi mikosis profunda pada umumnya bersifat
sporadik di daerah endemik seperti Amerika hingga Afrika, Australia, Jepang, dan
Indonesia. Daerah endemik tersebut saat ini telah dipengaruhi oleh globalisasi dan
prevalensi penyakit sistem imun, terutama AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome).
Mikosis profunda merupakan penyakit yang jarang ditemui, namun dalam dekade terakhir
insidensnya meningkat seiring dengan meningkatnya prevalensi AIDS, penggunaan
antibiotik secara agresif, kemoterapi, imunomodulator dan transplantasi organ.3
Prevalensi mikosis profunda di Indonesia belum dapat ditentukan secara pasti,
namun insidensnya sangat jarang sehingga penyakit inipun jarang dibicarakan oleh
masyarakat luas dan diagnosisnya sering terlewatkan oleh para klinisi. Meskipun demikian,
mikosis profunda perlu mendapat perhatian lebih karena dapat menjadi letal bila tidak
didiagnosa secara dini, terutama pada pasien immunocompromise.4 Maka dari itu, referat

1
ini dibuat untuk mengetahui lebih mendalam mengenai mikosis profunda, dari diagnosis
sampai tatalaksana, untuk mengenali dan menangani kasus mikosis profunda.
1.2. Tujuan Penulisan
Mengetahui epidemiologi, etiologi, manifestasi klinis, diagnosis, dan tatalaksana dari
masing-masing jenis mikosis profunda.
1.3. Manfaat Penulisan
1.3.1. Manfaat untuk Pendidikan/Keilmuan
Penulisan referat ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
epidemiologi, etiologi, manifestasi klinis, diagnosis, dan tatalaksana dari masing-
masing jenis mikosis profunda
1.3.2. Manfaat untuk Masyarakat
Penulisan referat ini berguna untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat
mengenai penyakit mikosis profunda sehingga meningkatkan kesadaran masyarakat
terhadap penyakit tersebut.
1.3.3. Manfaat untuk Karya Ilmiah Lain
Penulisan referat ini dapat digunakan sebagai dasar teori dan pembanding terhadap
karya ilmiah lain yang berhubungan dengan mikosis profunda.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
Mikosis profunda adalah infeksi jamur yang menyerang jaringan subkutan dan secara
sistemik mengenai organ-organ di bawah kulit seperti traktus respiratorius, traktus
gastrointestinal, traktus urogenitalis, sistem kardiovaskular, susunan saraf pusat, otot,
tulang, dan sebagainya. Mikosis profunda terdiri dari dua kondisi, yaitu mikosis subkutan
dan mikosis sistemik.2,5
Mikosis profunda terdiri atas beberapa penyakit yang disebabkan jamur, dengan
gejala klinis tertentu yang menyerang alat bawah kulit, misalnya traktus intestinalis, traktus
respiratorius, traktus urogenitalis, susunan kardiovaskular, susunan saraf sentral, otot,
tulang dan kadang-kadang kulit. Kelainan kulit pada mikosis profunda dapat berupa afek
primer, maupun akibat proses dari jaringan di bawahnya (per kontinuitatum).
Dikenal beberapa penyakit jamur profunda yang klinis dan manifestasinya berbeda satu
sama lain, yaitu:
1. Aktinomikosis
2. Nokardiosis
3. Aktinomikosis misetoma
4. Blastomikosis
5. Parakoksidiodomikosis
6. Lobomikosis
7. Koksidiodomikosis
8. Histoplasmosis
9. Histoplasmosis Afrika
10. Kriptokokosis
11. Kandidosis
12. Geotrikosis
13. Aspergillosis
14. Fikomikosis
15. Sporotrikosis
16. Maduromikosis

3
17. Rinosporidiosis
18. Kromoblastomikosis
19. Infeksi yang disebabkan jamur Dematiaceae (berpigmen coklat)
Diantara 19 macam penyakit jamur profunda di atas, aktinomikosis menurut
RIPPON sudah bukan penyakit jamur asli. RIPPON cenderung memasukkan Actinomyces
dan Nocardia atau bacteria-like fungi ini dalam golongan bakteri, walaupun masih
mempunyai sifat-sifat jamur, yaitu branching dalam jaringan, membentuk anyaman luas
benang jamur pada jaringan maupun pada media biakan, dan menyebabkan penyakit
kronik. Namun Actinomyces dan Nocardia mempunyai sifat khas bakteri, yaitu adanya
asam muramik pada dinding sel, tidak mempunyai inti sel yang karakteristik, tidak
mempunyai mitokondria, besarnya khas untuk bakteri, dan dapat dihambat oleh obat
antibakterial.
Mikosis profunda biasanya terlihat dalam klinik sebagai penyakit kronik dan
residif. Manifestasi klinis morfologik dapat berupa tumor, infiltrasi peradangan vegetatif,
fistel, ulkus, atau sinus, tersendiri maupun bersamaan. Mengingat banyaknya penyakit yang
dapat memenuhi kedua syarat tersebut, misalnya tuberkulosis, lepra, sifilis, frambusia,
keganasan, sarkoidosis, dan pioderma kronik, maka pemeriksaan tambahan untuk verifikasi
sangat diperlukan.
Pemeriksaan tersebut adalah sediaan langsung dengan KOH, biakan jamur,
pemeriksaan histopatologik dan pemeriksaan imunologik termasuk tes kulit, maupun
serologik dan pemeriksaan imunologik lain. Pemeriksaan tambahan ini diperlukan untuk
memastikan atau menyingkirkan mikosis profunda dan penyakit yang disebut sebagai
diagnosis banding. Sebagai contoh, pemeriksaan gelap, histopatologik, dan pemeriksaan tes
serologik untuk sifilis yang spesifik maupun nonspesifik dapat menyingkirkan sifilis bila
tesnya negatif.
2.1. Mikosis subkutan
Mikosis subkutan adalah infeksi yang disebabkan oleh jamur yang masuk ke dalam
dermis atau subkutis melalui luka tusuk, abrasi, atau trauma lain. Mikosis subkutan yang
sering ditemui antara lain adalah misetoma, sporotrikosis dan kromomikosis. Pasien
dengan mikosis subkutan biasanya lebih sering datang dengan lesi pada kulit dibandingkan

4
dengan mikosis sistemik. Berikut adalah beberapa penyakit jamur subkutan yang dapat
dijumpai di Indonesia:1,5,6
2.1.1. Misetoma
Misetoma adalah penyakit kronik, supuratif, dan granulomatosa yang
disebabkan oleh Actinomycetes dan Nocardia, yang termasuk Schizomycetes dan
Eumycetes atau jamur berfilamen. Misetoma terjadi daerah tropis dan subtropis.
Misetoma akibat Nocardia sp. paling sering ditemui pada Amerika Tengah dan
Meksiko, sementara di Sudan dan Timur Tengah, Streptomyces somaliensis
merupakan organisme penyebab yang paling sering ditemukan.5 Infeksi misetoma
terjadi melalui trauma, misalnya tusukan duri yang terkontaminasi jamur pada kulit
atau jaringan subkutan. Misetoma biasanya mengenai pekerja agrikultural yang
terpapar dengan tanah. Faktor risiko dari misetoma adalah kebersihan yang kurang,
malnutrisi, dan berjalan tanpa alas kaki.
Berdasarkan penyebabnya, misetoma dapat digolongkan menjadi dua,
yaitu:2,7
a. Misetoma aktinomikotik (Actinomycotic mycetoma/ bacterial mycetoma)
yang disebabkan oleh jamur golongan schizomycetes, yaitu Actinomycetes,
Nocardia, dan Streptomycetes. Spesies jamur penyebab yang penting adalah
Actinomadura pelletieri, Nocardia brasiliensis dan Streptomyces
somaliensis.
b. Misetoma maduromikotik (fungal mycetoma/ eumycetoma/ maduromycosis)
yang disebabkan oleh jamur golongan eumycetes, diantaranya Madurella
mycetomatis, Scedosporium apiospermum, Madurella grisea, dan
Leptosphaeria sinegalinsis.
Lesi dapat muncul pada tempat inokulasi beberapa minggu hingga tahun
setelah terjadinya trauma. Gejala klinis misetoma terdiri dari pembengkakan, abses,
sinus, dan fistel multipel yang bersifat sirkumskrip. Pada awalnya, lesi berupa nodul
yang padat dan tidak nyeri, nodul tersebut kemudian menyebar perlahan bersamaan
dengan pembentukan papul dan sinus. Karakteristik yang khas dari infeksi ini
adalah pembentukan koloni dari organisme penyebab (grains) yang ditemukan
didalam abses/sinus. Butir-butir ini dapat dialirkan melalui sinus menuju

5
permukaan kulit atau justru mengenai tulang disekitarnya dan menyebabkan
osteomielitis. Inflamasi dapat menjalar dari permukaan sampai ke bagian dalam dan
menyerang subkutis, fasia, otot, dan tulang. Lesi jarang menyebabkan nyeri kecuali
pada saat eksudat dari sinus akan keluar ke permukaan kulit. Tempat predileksi lesi
adalah pada kaki, tungkai bawah, dan tangan, namun dapat pula muncul pada
kepala, punggung, lengan, dan bokong.2,5,7

Gambar 2.1 Misetoma pada telapak kaki6,7

Gambar 2.2 Eumisetoma5,7

Diagnosis dibuat berdasarkan klinis yaitu dengan menemukan grains pada


jalan keluar dari sinus atau dengan menghilangkan krusta pada permukaan pustul
atau sinus dengan jarum steril, lalu tekan tepinya. Grains merupakan partikel
berukuran 250 -1000 m, berwarna putih, hitam, atau merah dan dapat terlihat
dengan mata telanjang. Pemeriksaan mikroskopis langsung dan histologis dari grain
penting untuk menentukan spesies penyebab. Pada pemeriksaan histologis,

6
ditemukan reaksi inflamasi kronik dengan abses neutrofil, giant cells, dan fibrosis.
Grains dapat ditemukan pada pusat inflamasi. Identifikasi akhir membutuhkan
isolasi dari agen penyebab pada kultur.5,6

Gambar 2.3 Grain berwarna putih7

Gambar 2.4 Pale-grained eumycetoma Gambar 2.5 Pale eumycetoma grain


(perwarnaan periodic-acid Schiff)6 (pewarnaan Hematoksilin-eosin)5

7
Tabel 2.1. Warna Grains pada Misetoma dan Organisme terkait7
Warna Organisme
Hitam Madurella mycetomatis
M. grisea
Leptosphaeria senegalensis
Putih Pseudallescheria boydii
Acremonium spp.
Nocardia brasiliensis
N. asteroides
Putih kekuningan N. cavaie
Merah muda, putih, cream Actinomyces israelii
Actinomadura madurae
Merah A.pelletieri

Pada pemeriksaaan rontgen dapat ditemukan adanya erosi dan proliferasi


periosteal pada tulang yang terserang. Bone scan atau Magnetic Resonance Imaging
(MRI) dapat mengidentifikasi lesi tulang stadium dini. Diagnosis banding dari
misetoma adalah osteomielitis bakterial kronis, blastomikosis, pioderma bakterial
atau osteomielitis tuberkulosa.5,7
Pengobatan misetoma yang disebabkan oleh jamur, terutama M.
mycetomatis, memberikan respon terhadap pemberian ketokonazol 200mg/hari,
selama beberapa bulan. Untuk spesies lain, terapi dengan griseofulvin, terbinafine,
atau itrakonazol dapat dicoba meskipun responnya tidak dapat diprediksi.
Pembedahan, biasanya amputasi, merupakan terapi definitif. Misetoma
aktinomikotik secara umum merespon terhadap antibiotik seperti kombinasi
dapsone dan streptomisin, trimethoprim-sulfamethoxazole dan rifampin/
streptomisin, atau kotrimoksazol dan streptomisin.1,5
Prognosis quo ad vitam umumnya baik. Pada maduromikosis prognosis quo
ad sanationam tidak begitu baik dibandingkan dengan aktinomikosis atau
botiromikosis.2

8
2.1.2. Sporotrikosis
Sporotrikosis adalah infeksi kronis yang disebabkan oleh jamur dimorfik
Sporothrix schenkii. Jamur ini berada di lingkungan berupa mold, namun ditemukan
dalam bentuk ragi pada infeksi.5 Infeksi terjadi karena jamur masuk ke dalam
jaringan subkutis melalui luka pada kulit oleh duri atau kayu lapuk, cakaran kucing,
gigitan serangga, atau dapat juga melalui inhalasi spora. Penyakit ini umunya
ditemukan pada pekerja hutan, tukang kebun, petani, pekerjaan yang terpapar
dengan debris tumbuhan, dan pekerja tambang emas.1,2,5,6,7 Sporotrikosis dapat
ditemui di Amerika Utara, Amerika Selatan, Amerika Tengah, Afrika, Mesir,
Australia, dan Jepang. Negara dengan angka infeksi tertinggi adalah Mexico,
Brazil, dan Afrika Selatan.5
Masa inkubasi sporotrikosis berkisar antara 3 hari hingga 12 minggu setalah
terjadinya trauma. Sporotrikosis terdiri dari dua bentuk, yaitu bentuk limfangitik
(lymphangitic form) dan bentuk tetap (fixed form). Bentuk limfangitik lebih sering
ditemukan (sebesar 75%) dan biasanya timbul di bagian kulit yang terpapar seperti
tangan atau kaki.1,5 Tanda pertama yang muncul adalah nodul dermal yang kecil,
padat, dan tidak nyeri.1 Nodul tersebut menjadi ulkus kecil yang indolen, lalu
diikuti dengan inflamasi dan pembengkakan kelenjar getah bening serta
pembentukan nodul-nodul sekunder di sepanjang saluran getah bening regional.
Nodul-nodul sekunder tersebut juga dapat pecah dan membentuk ulkus. Pada
bentuk tetap yang terjadi pada 15% kasus, infeksi akan terlokalisir pada satu
tempat, seperti wajah. Pada lokasi tersebut akan terjadi pembentukan granuloma
yang nantinya akan menjadi ulkus, namun tanpa disertai limfangitis regional. Nodul
satelit dapat muncul disekeliling lesi primer. Pada beberapa kasus, infeksi dapat
meluas hingga mengenai sendi dan tendon. Pada pasien AIDS yang mengalami
sporotrikosis, lesi kulit biasanya multipel tanpa disertai dengan gejala limfatik yang
prominen, namun infeksi biasanya dalam (contoh: arthritis).5

9
Gambar 2.6 Sporotrikosis lymphangitic-form1,7

Gambar 2.6 Sporotrikosis lymphangitic-form1,7

Gambar 2.7 Sprotrikosis fixed-form1

10
Diagnosa klinis umumnya ditegakkan berdasarkan klinis, pemeriksaan
histologis, dan kultur. Pada pemeriksaan histologis ditemukan sel fungi yang
dikelilingi oleh eosinophilic refractile fringe (asteroid body). Diagnosis banding
dari sporotrikosis adalah infeksi limfatik lain yang disebabkan mikobakterial
atipikal, infeksi Nocardia kutaneus primer dan leishmaniasis.1,5,6,7

Gambar 2.8 Sporotrikosis: Asteriod body6


Terapi dapat dilakukan dengan pemberian larutan kalium iodida jenuh 4-6
ml/ 3x sehari. Terapi ini dilanjutkan hingga 3-4 minggu setelah perbaikan klinis.
Sebagai alternatif, dapat diberikan itrakonazol (100-200 mg/hari) dan terbinafine
(250 mg/hari). Untuk infeksi yang dalam dapat diberikan amfoterisin B. Dalam
semua kasus, terapi dilanjutkan sampai setidaknya 1 minggu setelah resolusi
klinis.1,5

2.1.3. Kromomikosis
Kromomikosis/ kromoblastomikosis/ dermatitis verukosa adalah penyakit
jamur yang disebabkan oleh bermacam-macam jamur berwarna (dermatiaceae).
Beberapa spesies jamur yang tergolong dermaticeae adalah Phiaophora verrucosa,
Fonseceae pedrosoi, Fonseceae compactum, Wangiella dermatitidis, Cladosporium
carrionii dan Rhinocladiella aquaspresa. Jamur golongan ini berwarna coklat gelap
sampai coklat kehitaman dan membentuk koloni filamen. Jamur jamur tersebut
terdapat di tanah, kayu, dan tumbuh-tumbuhan yang sudah busuk. Infeksi ini terjadi
akibat inokulasi langsung dari jamur ke dalam kulit.1,2,5,6

11
Kromomikosis merupakan infeksi sporadik di Amerika Tengah dan
Amerika Selatan, namun dapat ditemui pada Afrika, Australia, dan Jepang.5 Sebuah
penelitian di India melaporkan bahwa kromomikosis merupakan infeksi mikosis
profunda yang paling sering ditemui.8 Sebesar 75% dari penderita kromomikosis
adalah petani. Penyakit ini tidak ditularkan dari manusia ke manusia dan belum
pernah dilaporkan terjadi pada binatang. Diseminasi dapat terjadi melalui
autoinokulasi, ada juga kemungkinan penyebaran melalui saluran getah bening dan
darah.1,5,2
Penyakit ini ditandai dengan pembentukan nodus verukosa kutan yang
perlahan-lahan (bulan-tahun) namun progresif sehingga akhirnya membentuk
vegetasi papilomatosa yang besar. Pertumbuhan ini dapat menjadi ulkus atau tidak.
Lesi biasanya ditemui di kaki, tungkai bawah, lengan, atau badan atas namun
lokalisasi di tempat lain pernah ditemukan, misalnya pada tangan, wajah, dan
bokong. Lesi satelit dapat ditemukan disekitar lokasi infeksi sebagai ekstensi dari
infeksi primer akibat garukan.5,8

Gambar 2.9 Kromomikosis1,5,7

12
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan temuan klinis yang didukung
dengan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan mikroskopis kerokan kulit dengan
KOH menunjukan sel jamur musiformis dan sklerotik (muriform cells). Pada
pemeriksaan histologis ditemukan respon granulomatosa dengan abses neutrofil.
Organisme penyebab biasanya tampak sebagai sel berpigmen coklat, tunggal atau
dalam kelompok kecil, memiliki septa tunggal atau ganda, memiliki dinding sel
yang tebal, dan biasanya terdapat dalam sel raksasa atau dalam abses neutrofil. Pada
kultur, organisme akan membentuk koloni berwarna hitam dengan bulu halus pada
permukaannya.5 Komplikasi dari kromomikosis dapat berupa limfedema lokal yang
dapat berujung pada elephantiasis dan karsinoma sel skuamosa.

Gambar 2.10 Kromomikosis6


Terapi utama pada kromomikosis adalah itrakonazol (200 mg/hari) dengan
atau tanpa flucytosine (30 mg/kg/hari) selama minimal 18 bulan; terbinafine (250
mg/hari); dan pada kasus yang berat dapat diberikan amfoterisin B intravena
(sampai 1 mg/kg/hari).5 Sumber lain mengatakan kombinasi amfoterisin B dan 5-
fluorositosin dapat memberikan hasil yang memuaskan. Terapi dilanjutkan hingga
terjadi perbaikan dari lesi, biasanya beberapa bulan. Kombinasi amfoterisin B dan
itrakonazol dapat diberikan pada kasus resiten. Terapi bedah eksisi atau cryotherapy
dapat digunakan pada lesi yang lebih kecil. Pada kasus refrakter, itrakonazol dapat
dikombinasi dengan cryotherapy atau CO2 laser vaporization.1,5,2

13
2.1.4. Zigomikosis, Fikomikosis, Mukormikosis
Penyakit jamur ini terdiri atas berbagai infeksi yang disebabkan oleh
bermacam-macam jamur yang taksonomi dan peranannya masih belum
didiskusikan. Zygomycetes, meliputi banyak genera yaitu: Mucor, Rhizopus,
Absidia, Mortierella, dan Cunning-hamella. Penyakit ini disebabkan oleh jamur
yang pada dasarnya oportunistik, maka pada orang sehat jarang ditemukan.2 Infeksi
ini dapat ditemui pada berbagai macam negara dan lingkungan, mulai dari Amerika
Selatan hingga Afrika dan Indonesia.5
Zigomikosis subkutan. Kelainan timbul di jaringan subkutan antara lain: di
dada, perut, atau lengan ke atas sebagai nodus subkutan yang perlahan-lahan
membesar setelah sekian waktu. Nodus itu konsistensinya keras kadang dapat
terjadi infeksi sekunder. Penderita pada umumnya tidak demam dan tidak disertai
pembesaran kelenjar getah bening regional.2
Diagnosis ditegakkan berdasarkan klinis, pemeriksaan histologis dan kultur.
Pada pemeriksaan histologis ditemukan respon granulomatosa kronik dengan
eosinofil yang meningkat. Jamur penyebab dapat ditemukan dalam bentuk hifa
lebar 6-50 m seperti pita, tidak bersepta, dan seringkali dikelilingi oleh refractile
eosinophilic material (Splendore-Hoeppli phenomenon).5

Gambar 2.11. Zigomikosis6


Sebagai terapi zigomikosis subkutan dapat diberikan larutan jenuh kalium
iodida 4-6 ml/ 3x sehari, terapi dilanjutkan hingga 3-4 minggu setelah gejala klinis
menghilang. Ketokonazol (400 mg/hari) dan itrakonazol (100-200 mg/hari)
bermanfaat untuk mengatasi keadaan ini. Prognosis bentuk klinis ini umumnya
baik.5

14
2.2. Mikosis sistemik
Mikosis sistemik merupakan infeksi jamur dimana jalur awal masuknya jamur ke
dalam tubuh biasanya pada suatu lokasi profunda seperti paru-paru, saluran pencernaan
atau sinus paranasal. Infeksi ini dapat menyebar secara hematogen sehingga dapat
menyebabkan suatu infeksi generalisata. Mikosis sistemik memiliki dua varian utama,
yaitu mikosis oportunistik dan mikosis respiratori endemik.5,6
Mikosis sistemik oportunistik yang sering ditemukan pada manusia adalah
kandidiasis profunda/sistemik, aspergilosis dan zigomikosis sistemik. Mikosis ini
menyerang pasien yang memiliki penyakit dasar seperti AIDS, neutropenia yang terkait
dengan keganasan, transplantasi organ padat atau tindakan pembedahan yang luas.9
Kondisi-kondisi dasar yang berbeda merupakan predisposisi bagi mikosis yang berbeda
pula.(Tabel 2.2) Secara umum, mikosis sistemik jarang menyebabkan lesi pada kulit,
namun manifestasi klinis mikosis sistemik memang beragam karena tergantung dari lokasi
masuknya organisme dan penyakit yang mendasari.
Tabel 2.2 Faktor predisposisi dan mikosis sistemik oportunistik5
Predisposisi Infeksi
Neutropenia (apapun penyebabnya), Aspergilosis, kandidiasis orofaringeal
gangguan fungsi neutrophil dan/atau sistemik, zigomikosis, infeksi
karena organisme yang jarang
Limfopenia CD4 (contoh: AIDS) Kandidiasis orofaringeal,
kriptokokosis, dan mikosis respiratori
endemik seperti histoplasmosis,
nokardiosis
Diabetes mellitus Zigomikosis
Operasi katup jantung Bervariasi, terutama Candida albicans
dan Candida sp. non-albicans
Operasi abdomen Kandidiasis

Mikosis respiratori endemik antara lain adalah histoplasmosis, blastomikosis,


kokidioidomikosis, parakokidioidomikosis dan infeksi yang disebabkan oleh Penicillium
marneffei. Manifestasi klinis dari jenis infeksi ini dipengaruhi oleh latar belakang kondisi

15
pasien dan banyak terjadi pada pasien immunocompromise, seperti pada AIDS. Infeksi ini
juga dapat menyerang individu yang sehat. Infeksi ini terjadi pada daerah endemik tertentu
yang memilliki faktor-faktor pendukung kelangsungan hidup organisme tersebut di
lingkungan, seperti faktor iklim. Rute dari infeksi biasanya melalui paru-paru.5

Gambar 2.12. Patogenesis mikosis sistemik endemik5


Dalam praktiknya, perbedaan antara mikosis oportunistik dan endemik tidak jelas,
karena kedua kelompok infeksi ini cenderung terjadi pada pasien yang memiliki
kerentanan.
2.2.1. Histoplasmosis
Jamur dari genus dimorfik Histoplasma menyebabkan sejumlah infeksi yang
berbeda pada hewan dan manusia. Mulai dari histoplasmosis kuda atau farcy kuda,
yaitu suatu infeksi diseminata pada kuda yang disebabkan oleh Histoplasma
farciminosum hingga dua jenis infeksi pada manusia yang dikenal sebagai
Histoplasmosis klasik dan Histoplasmosis Afrika. Masing-masing disebabkan oleh
dua varian Histoplasma capsulatum yaitu H.capsulatum var capsulatum dan H.
capsulatum var. duboisii.(5) Organisme ini merupakan saprofit pada tanah dan
sering ditemui pada kotoran burung dan kelelawar.1,7

16
HISTOPLASMOSIS KLASIK/ BENTUK KECIL/ HISTOPLASMOSIS
CAPSULATI
Histoplasmosis klasik dimulai sebagai suatu infeksi paru akibat inhalasi spora
yang umumnya asimptomatis dan dapat sembuh secara spontan, satu-satunya bukti
dari paparan adalah hasil tes reaksi kulit intradermal yang positif terhadap ekstrak
antigen jamur yaitu histoplasmin. Namun histoplasmosis juga dapat menimbulkan
gejala berupa gejala infeksi paru dan infeksi diseminata yang dapat menyebar ke
kulit dan membran mukosa. Penyakit ini juga dapat terjadi melalui inokulasi
langsung ke dalam kulit akibat kesalahan dalam melakukan tindakan pemeriksaan
laboratorium.1,5
Epidemiologi. Histoplasmosis dapat terjadi di Negara Amerika sampai
Afrika, India, dan Timur Jauh. Di Amerika Serikat, penyakit ini endemik di
Missisipi dan lembah sungai Ohio, dimana lebih dari 80% populasi telah
mengalami infeksi asimtomatis. Histoplasmosis capsulatum dapat diisolasi dari
tanah, terutama pada tanah yang terkontaminasi dengan kotoran burung dan
kelelawar.3
Jamur masuk ke dalam tubuh melalui inhalasi spora, dan hal ini biasanya
terjadi saat seseorang terpajan lingkungan yang mengandung banyak spora seperti
ketika menjelajahi gua, bangunan tua yang telah rusak, atau saat membersihkan
tempat yang terkontaminasi kotoran burung. Pada dasarnya setiap orang dapat
mengalami histoplasmosis namun seseorang dengan penyakit yang memengaruhi
kapasitas imun (seperti AIDS atau limfoma) cenderung mengalami infeksi
histoplasmosis diseminata.1,5
Manifestasi klinis. Spektrum klinis histoplasmosis terdiri dari infeksi
asimtomatis hingga infeksi diseminata yang menyebar secara progresif melalui
aliran darah ke beberapa organ. Lesi kulit dapat terjadi akibat pembentukan
kompleks imun pada infeksi primer atau akibat penyebaran langsung dari setelah
diseminasi dari paru-paru.
Histoplasmosis asimtomatik tidak disertai dengan adanya keluhan, namun
memiliki hasil tes kulit yang positif terhadap histoplasmin. Persentase reaksi tes

17
kulit pada masyarakat menunjukkan kemungkinan pajanan, dimana di daerah
endemik persentase berkisar antara 5 90%.5
Histoplasmosis Paru Akut
Pada histoplasmosis paru akut, pasien terpajan oleh spora dalam jumlah besar
seperti di dalam gua atau saat setelah membersihkkan daerah yang terkontaminasi
kotoran burung. Pasien memiliki keluhan batuk, nyeri dada, demam, malaise,
keringat malam, sering disertai nyeri sendi, eritema ruam toksik, eritema
multiforme, atau eritema nodosum. Ruam kulit ini terjadi pada kurang dari 15%
pasien. Pada foto thoraks tampak bintik-bintik yang mungkin dapat menjadi
kalsifikasi.1,5,7
Histoplasmosis Paru Kronis
Histoplasmosis paru kronis biasanya terjadi pada orang dewasa. Pada foto
thoraks ditemukan adanya konsolidasi dan kavitas yang menyerupai tuberkulosis.
Tidak tampak adanya keterlibatan kulit.5
Histoplasmosis Diseminata Akut
Pada histoplasmosis diseminata akut, terjadi penyebaran luas ke organ lain
seperti hepar, lien, sumsum tulang, sistem retikuloendotelial, traktus urogenitalis,
traktus gastrointestinal, kelenjar adrenal, dan jantung. Pasien mengalami penurunan
berat badan yang progresif, demam, anemia, dan hepatosplenomegali. Bentuk ini
biasanya terjadi pada pasien immunocompromise atau pasien dengan pengobatan
kortikosteroid sistemik. AIDS, leukemia, limfoma, lupus eritematosus, dan
transplantasi ginjal juga merupakan faktor predisposisi yang penting.3
Ulserasi dan granuloma pada oronasofaring merupakan lesi mukokutaneus
yang paling sering ditemukan, terjadi pada 20% kasus. Lesi kulit dimulai dengan
papul, nodul kecil, plakat atau lesi kecil yang menyerupai moluskum yang
kemudian mengalami ulserasi dan menjadi semakin dalam, nyeri dan dapat terjadi
infeksi sekunder.1,5 Lesi kulit ini terjadi pada 6% kasus diseminata dan lebih sering
terjadi pada pasien AIDS dan transplantasi ginjal.1

18
Gambar 2.13. Histoplasmosis diseminata5,7
Histoplasmosis Diseminata Kronik
Histoplasmosis diseminata kronik dapat terlihat setelah berbulan-bulan atau
bertahun-tahun setelah pasien meninggalkan daerah endemik. Gambaran klinis yang
paling sering didapatkan adalah ulkus oral atau faring dan insufisiensi adrenal
(Addisons disease). Ulkus pada mulut biasanya lebar, ireguler, dan persisten. Ulkus
ini juga dapat mengenai lidah dan mukosa pipi. Pasien dapat terlihat sehat, namun
penting untuk menelusuri ada atau tidaknya infeksi di tempat lain (misalnya dengan
CT Scan abdomen).

Gambar 2.14. Lesi oral pada histoplasmosis diseminata1


Histoplasmosis Kutaneus Primer
Histoplamosis kutaneus primer jarang ditemukan dan terjadi setelah inokulasi
langsung ke kulit, misalnya setelah kecelakaan laboratorium atau infeksi dari
ruangan postmortem. Lesi primer berupa nodul atau ulkus yang berindurasi
(chancre-type), dan sering disertai limfadenopati lokal.1,5

19
Diagnosis Banding. Pada pemeriksaan laboratorium, histoplasma memiliki
ukuran yang sama dengan sejumlah organisme lain yang menyebabkan mikosis
profunda seperti P. marneffei, bentuk kecil dari Blastomyces, dan Cryptococcus.
Organisme ini juga memiliki ukuran yang sama dengan Leishmania sp.5
Pemeriksaan Laboratorium. Diagnosis histoplasmosis dapat ditegakkan
dengan mengidentifikasi sel menyerupai ragi intraseluler dari histoplasma pada
pemeriksaan sputum, darah perifer, sumsum tulang, dan spesimen biopsi. Pada
pemeriksaan histologis didapatkan H. capsulatum berupa parasit intrasel yang
sering terlihat dalam makrofag. Sel tersebut lebih kecil dan berbentuk oval dengan
buds/pucuk kecil.5
Histoplasma harus dibedakan dengan P. marneffei karena memiliki ukuran
yang sama, pada P. marneffei dapat ditemukan bentukan septa yang khas. Identitas
dari organisme harus dikonfirmasi dengan kultur. Histoplasma tumbuh sebagai
sebuah mold pada temperatur ruangan. Koloni berwarna putih seperti kapas yang
terbentuk dalam media agar glukosa Saboraud pada temperatur ruangan akan
menghasilkan 2 tipe spora, yaitu makrokonidia tuberkulatum tipikal yang lebih
lebar dan bulat dan mikrokonidia yang lebih kecil dan menular. Pemeriksaan DNA
dapat dilakukan untuk mengidentifikasi histoplasma secara pasti.5

Gambar 2.15. Biopsi jaringan histoplasmosis diseminata6

20
Gambar 2.16. Histoplasmosis var. capsulatum6
Tes kulit intradermal histoplasmin merupakan alat epidemiologik, namun
tidak membantu dalam penegakkan diagnosis. Pada pasien histoplasmosis
diseminata, tes tersebut sering negatif. Pemeriksaan serologi dapat dilakukan untuk
menegakkan diagnosis. Peningkatkan titer komplemen mengindikasikan adanya
penyebaran. Perkembangan terbaru dari pemeriksaan serologik memungkinkan
deteksi antigen histoplasma pada sirkulasi.5
HISTOPLASMOSIS AFRIKA/ BENTUK BESAR/ HISTOPLASMOSIS
DUBOISII
Histoplasmosis Afrika merupakan infeksi yang sporadik dan jarang pada
pasien AIDS. Infeksi ini ditemukan mulai dari daerah selatan Sahara dan sebelah
utara Sungan Zambezi di Afrika. Infeksi yang terdapat di luar Afrika pada dasarnya
berasal dari Afrika. Secara klinis, lokasi yang paling sering terkena adalah kulit dan

21
tulang, meskipun limfonodi, paru-paru, dan organ lain dapat terkena. Lesi kulit
yang timbul bervariasi mulai dari papul kecil yang menyerupai moluskum
kontangiosum sampai abses dingin, sinus yang mengeluarkan cairan, atau ulkus.
Diagnosis ditegakkan dengan konfirmasi kultur dan mikroskopis
(mikroskopik langsung/ histopatologi). H. capsulatum var. duboisii berbeda dengan
var. capsulatum yang ukurannya lebih kecil. Organisme ini mempunyai diameter
10-15 m, berbentuk seperti buah pir, dan berkelompok dalam giant cell.
Pemeriksaan serologi dengan tes konvensional sering memberikan hasil negatif
pada histoplasmosis Afrika. Diagnosis banding dari histoplasmosis adalah
tuberkulosis milier, kriptokokosis, leishmaniasis, dan limfoma.5,7
Terapi. Pilihan terapi untuk histoplasmosis tergantung dari tingkat beratnya
penyakit. Pada pasien imunokompeten dengan bentuk diseminata atau bentuk
terlokalisir, itrakonazol oral (200-400 mg/hari) selama 9 bulan atau flukonazol 800
mg/hari selama 12 minggu efektif. Pada pasien immunocompromise dan pasien
yang mengalami infeksi berat, amfoterisin B intravena (sampai dengan 1
mg/kg/hari) dapat diberikan.1,5,7 Pada histoplasmosis Afrika, itrakonazol juga
merupakan terapi pilihan, namun pada kasus yang berat amfoterisin B merupakan
pilihan utama.5
2.2.2. Blastomikosis (Blastomikosis Amerika Utara)
Blastomikosis adalah mikosis kronik yang disebabkan oleh patogen dimorfik
Blastomyces dermatitidis. Lokasi utama yang diserang adalah paru-paru, namun
pada bentuk infeksi diseminata dapat mengenai kulit, tulang, sistem saraf pusat, dan
lain-lain.5
Epidemiologi. Blastomikosis ditemukan di Amerika Utara dan Kanada.
Blastomikosis juga terjadi secara sporadik di Afrika, dengan jumlah kasus terbesar
berasal dari Zimbabwe. Kasus ini juga telah dilaporkan terjadi di daerah Timur
Tengah dan India. Habitat alami dari Blastomyces berhubungan dengan serbuk-
serbuk kayu dan berada dekat sungai atau danau pada daerah yang mengalami
banjir secara periodik. Blastomikosis juga dapat mengenai binatang-binatang
peliharaan seperti anjing.5

22
Manifestasi klinis. Blastomikosis memiliki bentuk infeksi subklinis, namun
prevalensinya tidak dapat ditentukan secara detail karena kelangkaan antigen
Blastomyces untuk tes kulit dan perluasan reaksi silang antigen dengan jamur
seperti Histoplasma. Blastomikosis kulit primer umumnya sangat jarang dan
biasanya diawali dengan trauma pada kulit yang diikuti oleh masuknya jamur,
contohnya ada pekerja laboratorium atau ahli patologi. Setelah inokulasi, 1-2
minggu muncul daerah eritema dengan indurasi dan ulkus yang disertai limfangitis
dan limfadenopati.
Secara klinis blastomikosis paru sangat mirip dengan tuberkulosis paru.
Dalam hal ini biasa tanpa gejala atau menimbulkan gejala seperti demam ringan,
nyeri dada, batuk, dan hemoptisis. Lesi kulit merupakan gambaran yang sering
didapatkan pada blastomikosis diseminata. Lesi kulit biasanya mengenai wajah dan
ekstremitas dengan distribusi simetris. Lesi awalnya berupa papul atau nodus yang
dapat mengalami ulserasi dan mengeluarkan nanah. Lesi tersebut kemudian meluas
membentuk lesi hiperkeratotik, sering dengan ulserasi dan/atau jaringan parut di
bagian tengah. Lesi juga dapat berupa abses dan ulkus kecil. Lesi pada mulut jarang
ditemukan. Blastomikosis diseminata biasanya terjadi pada pasien AIDS, namun
sangat jarang.5

Gambar 2.17. Blastomikosis6,7

23
Gambar 2.17. Blastomikosis6,7
Diagnosis Banding. Granuloma kulit kronik harus dibedakan dengan bentuk
yang disebabkan oleh tuberkulosis, mikosis profunda lain, kanker kulit non
melanoma, karsinoma sel skuamosa, pioderma gangrenosum, tuberkulosa verukosa
kutis dan reaksi-reaksi obat yang disebabkan oleh bromida dan iodida.5,7
Pemeriksaan laboratorium. Jamur dapat ditemukan dengan pemeriksaan
KOH dari pus, kerokan kulit atau sputum. Jamur berbentuk seperti bola (spherical)
dan berdinding tebal dengan broad-based buds. Pada kultur, jamur tumbuh seperti
jamur miselial dalam suhu rungan. Jamur tersebut menghasilkan konidia yang kecil,
bulat, seperti buah pir. Pada temperatur yang lebih tinggi (37oC) dan enriched
media, jamur menghasilkan bentuk ragi dengan kuncup yang khas.. Pada
pemeriksaan histologis, dapat ditemukan organisme yang tipikal dengan buds yang
lebar dan sel-sel yang khas pada sel raksasa (giant cell) atau dikelilingi banyak
neutrofil. Pemeriksaan molekular dapat mengkonfirmasi identitas organisme
Pemeriksaan serologi dapat dilakukan untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap
B. dermatitidis.5

24
Gambar 2.18. Blastomikosis Gambar 2.19. Blastomikosis
(pewarnaan periodic-acid Schiff)6 (pemeriksaan KOH)5

Terapi. Terapi blastomikosis sama dengan histoplasmosis yaitu itrakonazol


(200-400 mg/hari) untuk infeksi yang kurang berat atau pada penyebaran lokal.
Terapi biasanya diberikan paling sedikit 6 bulan. Amfoterisin B (sampai dengan 1
mg/kg/hari) umunya digunakan untuk terapi blastomikosis diseminata dengan
penyebaran yang luas.5

2.2.3 Aktinomikosis

Definisi

Aktinomikosis adalah suatu penyakit infeksi kronik, supuratif dan bergranul,


yang terutama disebabkan oleh Actinomyces israelii. Actinomyces spp. merupakan
bakteri prokaryotik tingkat tinggi yang merupakan family Actinomyceataceae. Bakteri
ini pertama kali ditemukan pada awal abad ke-19 dan sering salah diklasifikasikan
sebagai fungi. Kata actinomycosis berasal dari bahasa Yunani, actino berarti
gambaran radiasi yang terlihat dari granul sulfur dan mycos menggambarkan suatu
kondisi pada penyakit mikosis.

Penyebab

Aktinomikosis biasanya disebabkan oleh bakteri anaerob yang


disebut Aktinomikosis israelii, yang merupakan organisme umum dan biasanya tidak
menyebabkan penyakit (patogenik) ditemukan di hidung dan tenggorokan. Karena

25
lokasinya yang normal bakteri dalam hidung dan tenggorokan, actinomycosis paling
sering muncul di wajah dan leher. Namun, infeksi kadang-kadang dapat terjadi di
dada (actinomycosis paru), perut, panggul, atau area lain dari tubuh. Infeksi ini tidak
menular.

Gejala

Gejala Aktinomikosis :

Pengeringan luka di kulit, terutama pada dinding dada dari infeksi paru-paru
demam
Nyeri minimal atau tidak
Pembengkakan atau hard, merah ungu kemerahan benjolan di wajah atau bagian
atas leher
berat badan

Diagnosa

Diagnosis aktinomikosis sulit ditentukan hanya dari gejala klinik saja.


Dibutuhkan pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan histopatologi, maupun
pemeriksaan kultur untuk menegakkan diagnosis aktinomikosis.

Pengobatan

Antibiotika misalnya penisilin dengan dosis 5-10 juta unit perhari yang
diberikan dalam jangka perhari yang diberikan dalam jangka panjang dapat
menyembuhkan aktinomikosis sebagian besar penderita.Tetrasiklin dan eritromisin
juga dapat digunakan mengobati aktinomikosis. Pembedahan dilakukan untuk
mengeluarkan nanah dan cairan jaringan, namun jaringan yang sudah rusak sukar
dipulihkan fungsinya. Perawatan gigi dan rongga mulut, mencegah trauma pada
selaput lendir rongga mulut, menghindari makanan keras yang mudah menyebabkan
luka dapat mencegah aktinomikosis.

26
Gambar 2.20 Aktinomikosis

2.2.4 Nocardiosis
Pengertian
Nokardiadis adalah penyakit jamur yang disebabkan oleh Nocardia sp.
Nocardia spesies terdapat dialam bebas,di tanah sebagai saprofit. Penyakit terjadi
karena inhalasi jamur (terhirup).infeksi ini lebih sering terjadi pada laki laki dari
pada perempuan, manusia jarang terkena Nocardia sp. kecuali pada individu yang
irnnunokomporis. terdapat dua bentuk nokardiosis yaitu nokardiosis sistemik dan
nokardiosis misetoma. Sejarah : Nokardiosis pada manusia pertama kali dilaporkan
oleh Eppinger (tahun 1890). Pada tahun 1895 Blanchard menggolongkan penyakit ini
dalam genus Nocardia.
Organ yang diserang
Paru-paru menyebar melalui darah dan dapat menginfeksi ginjal dan otak.
Distribusi Geografik
Nokardiosis ialah penyakit kosmopolit. Di Indonesia telah dilaporkaan
penderita nokardiosis paru diantaranya disebabkan oleh N. Brasiliensis
Morfologi:
Nocardia berukuran diameter < I mikron, bersifat Gram positif Nocardia
asteroides, N. Brasiliensis bersifat tahan asam sebagian .Koloni Nocardia bersfat
aerob.
Patologi dan Gejala Klinis
Infeksi terjadi dengan inhalasi jamur, kelainan primer terdapat dalam paru dan
menyerupai penyakit paru lain. Dengan penyebaran hematogen, jamur dapat ke alat
alat lain terutama ke otak dan ginjal.

27
Faktor predisposisi ialah keadaan umum yang baik termasuk gangguan sistem imun.

Gambar 2. 20 Nocardiosis pada lengan


Diagnosis
Diagnosis dibuat berdasarkan pemeriksaan sputum, biopsi dan bahan klinik
lainnya. Pada pemeriksaan langsung dengan pulasan Gram atau tahan asam N.
asteroides atau N. Brasiliensis tampak sebagai hifa halus bercabang dan tahan asam
pada pulasan gram bersifat Gram positip.
Kultur
Tumbuh lambat pada media jamur atau nutrient agar berwarna putih atau
kuning dan secara aerob.pembiakan memerlukan waktu hingga 3 minggu. Koloni
berbentuk Glabrous, irreguler atau granuler .
Terapi
Obat pilihan untuk nokardiosis ialah sulfonamid atau trimetropin
sulfometoksazol. sulfonamide diberikan 3 6 g/hari selama 6 12 bulan. Bila suudah
menyebar ke otak, bisa diberikan sulfonamid karena obat ini mampu menembus
cairan otak dan bertahan dalam konsentrasi tinggi. bila pasien alergi terhadap
sulfonamid maka bisa diberian ampisilin, klidamisin, eritromisin atau minosiklin.
Obat lain yang juga bisa diberikan ialah kloramfenicol dan tetrasiklin.

2.2.5 Kriptokokosis
Pengertian
Merupakan infeksi yang disebabkan oleh jamur Cryptococcus neoformans .
Jamur ini hidup ditanah yang mengandung kotoran burung merpati, menyebabkan

28
penyakit Meningitis. Infeksi terjadi jika spora masuk melalui inhalasi ke paru paru,
jamur berkembang biak dalam alveoli dan dapat menimbulkan penyakit pada paru-
paru jika faktor predisposisi mendukung. Sering kali gejala infeksi paru tidak
diperhatikan karena ringan, tetapi jika telah masuk ke otak dan timbul gejala yang
menonjol barulah dilakukan pemeriksaan terhadap kriptokokosis.
Organ yang diserang
Terjadi diparu-paru dimana spora masuk melalui inhalasi dan jamur
berkembang biak dalam alveoli dan dapat menimbulkan penyakit pada paru-paru jika
faktor predisposisi mendukung. Sering kali gejala infeksi paru tidak diperhatikan
karena ringan, tetapi jika telah masuk ke otak dan timbul gejala yang menonjol barulah
dilakukan pemeriksaan terhadap kriptokokosis.
Diagnosa
Bahan pemeriksaan berasal dari sputum, LCS, darah, Urin, kotoran burung
merpati. Pemeriksaan langsung dilakukan dengan menggunakan KHO tinta cina untuk
melihat adanya kapsul pada spora yang berbentuk oval.

Gambar 2.21 Pewarnaan Kriptomikosis


Kultur
Biakan pada media Sabaroud agar tampak koloni berwarna krem, konsistensi
mucoid (berlendir).
Terapi
Obat yang dipilih adalah Amfoterisin B IV flusitosin 0,3-0,6 mg/kg/hari IV :
dosis total : 15-20 mg/kg (amfoterisin) 100-150 mg/kg/hari po (flusitosin A). Pilihan
lain : ketokonazol 200-800 mg/hari po atau flukonazol 200 mg/hari.

29
2.2.6 Koksidioidomikosis

Coccidioides Immitis adalah suatu jamur tanah yang menyebabkan


koksidioidomikosis (Demam San Joaquin, Demam Lembah). Demam Lembah,
disebut demikian karena infeksi ini berasal dari koksidioidomikosis yang sifatnya
endemic pada beberapa daerah kering di Barat daya Amerika Serikat dan Amerika
Latin. Koksidioidomikosis biasanya menyerang paru-paru. Tetapi infeksi ini
biasanya sembuh sendiri, penyebaran jarang terjadi, tetapi sifatnya mematikan.

Morfologi

C. immitis adalah jamur dimorfik. Di tanah dan dalam biakkan suhu kamar
C.immitis membentuk koloni filamen. Hifa jamur ini membentuk artrospora dan
mengalami fragmentasi. Artrospora ini ringan dan mudah terbawa oleh angin dan
terhirup ke dalam paru. Pada suhu 37 C, C. immitis membentuk koloni yang terdiri
dari sferul yang berisi endospora.

30
Gambar 2.22 Siklus hidup C. immitis

Gambar 2. 23 Saat di dalam tubuh manusia

Daerah endemic C. immitis adalah daerah daerah kering. Jamur ini


ditemukan dalam tanah dan jaringan binatang pengerat. Di dalam tanah, terjadi
pembentukan artrospora dan berkecambah. Pada binatsng pengerat terjadi
pembentukan sferul dengan endospora. Tetapi saat dilakukan penelitian, binatang
pengerat yang terinfeksi jamur ini tidak menambah penyebarannya dengan
menularkannya pada manusia. Jadi peluang terbesar terhadap infeksi C.immitis ini

31
adalah lewat tanah. Miselium dari jamur ini ada di tanah. Miselium itu mengandung
hifa yang merupakan alat perkembangbiakan vegetative jamur. Hifanya berupa Hifa
aerial. Hifa ini memiliki banyak inti sel dengan jalur jalur sitoplasma berjalan
melalui septum spora diantara sel sel. Hifa ini secara bergantian membentuk
artospora dan sel sel kosong. Artrospora ini sifatnya ringan, mengapung di udara ,
dan sangat mudah menimbulkan infeksi. Jika Artrospora ini terhirup oleh manusia,
spora spora yang menular ini berkembang menjadi sferul jaringan. Sferul ini
bentuknya bulat seperti bola yang garis tengahnya 15 60 m dengan dinding yang
tebal dan berbias ganda. Endospora nantinya akan terbentuk dalam sferul tersebut
dan mengisinya. Waktu dindingnya pecah, endospora dikeluarkan ke dalam jaringan
sekitarnya (dalam tubuh manusia), dimana endospora membesar membentuk sferul
yang baru. Di dalam tubuh manusia terdapat bentuk bulatan bulatan kecil tempat
tumbuhnya endospora. Endospora dilepaskan saat sudah masak, lalu membengkak
dan menjadi bulatan-bulatan baru.

Patogenesis dan Gambaran Klinik

Infeksi dari jamur ini didapat melalui inhalasi artrospora yang terdapat di
udara. Infeksi pernafasan yang nantinya timbul dapat bersifat asimptomatis dan
mungkin hanya terbukti dengan pembentukan antibody presipitasi dan tes kulit positif
dalam 2-3 minggu. Disamping itu penyakit yang menyerupai influenza, yang disertai
demam, lesu, batuk, dan rasa sakit di seluruh tubuh juga dapat terjadi. Kurang dari 1%
orang yang terinfeksi C. immitis, penyakitnya berkembang menjadi bentuk yang
menyebar dan sangat fatal. Hal ini dapat sangat menyolok terlihat pada wanita yang
sedang hamil. Ini disebabkan karena kadar estradiol dan progesterone yang meningkat
pada wanita hamil dapat menambah pertumbuhan C. immitis. Sebagian besar orang
dapat dianggap kebal terhadap reinfeksi, setelah tes tes kulitnya menjadi positif.
Akan tetapi, bila individu seperti ini kekebalannya ditekan dengan obat atau penyakit,
penyebarannya dapat terjadi beberapa tahun setelah infeksi primernya.
Koksidioidomikosis yang menyebar dapat disamakan juga dengan tuberkolosis,
dengan lesi pada banyak organ tubuh, tulang dan susunan saraf pusat.

32
Gejala yang ditimbulkan koksidioidomikosis antara lain:

1. Koksidioidomikosis primer akut


Koksidioidomikosis primer akut merupakan infeksi paru paru yang ringan,
yang biasanya tanpa gejala. Kalaupun ada baru timbul 1 3 minggu setelah
terinfeksi. Gejala gejalanya antara lain batuk berdahak, yang mungkin bisa
sampai batuk darah, nyeri dada, demam dan menggigil. Kompleks dari gejala
gejala ini dinamakan Valley fever atau Desert rheumatism, rematik padang
pasir, yaitu adanya konjungtivitis (peradangan pada selaput mata) dan arthritis
(peradangan sendi) disertai eritema nodosum (peradangan kulit).

2. Koksidioidomikosis Progresif
Pada koksidioidomikosis ini sifat dari infeksinya adalah menyebar dan berakibat
fatal. Bentuk ini biasanya merupakan pertanda bahwa seseorang yang telah
terinfeksi telah mengalami gangguan system kekebalan. Gejala gejalanya
biasanya berupa demam ringan, nafsu makan hilang, berat badan turun, dan
badan terasa lemah. Pada kasus ini, infeksi juga menyebar ke tulang, sendi, hati,
limpa, ginjal dan otak.

Diagnosis

Diagnosis koksidioidomikosis didasarkan atas:

1. Pemeriksaan langsung : kerokan kelainan kulit, dahak atau bilasan bronkus.


Pewarnaan khusus oleh jamur pada jaringan (terlihat bulatan bulatan kecil berisi
endospora: tidak terlihat sel sel ragi bertunas)
2. Biakan dari dahak, bilasan bronkus, biopsy atau kerokan kulit (bahan-
bahan ini sangat menular)
3. Serologi diagnostic yaitu:
- Tes presipitin tabung untuk mengukur titer IgM
- Reaksi peningkatan komplemen untuk mengukur titer IgG
- Aglutinasi lateks dan uji imunodifusi sebagai alat penyaring pada daerah
endemic ternyata dapat mendeteksi 93% kasus
4. Tes kulit pada stadium awal infeksi

33
Pencegahan

Infeksi ini dapat dicegah dengan mengurangi debu, mengaspal jalan jalan
dan lapangan terbang dimana banyak debu debu berterbangan , menanam
pepohonan, dan menggunakan semprotan minyak.

Pengobatan

Pada koksidioidomikosis disseminate, Amfoterisin B diberikan secara


intravena (0,4 0,8 mg/kg/hari). Amfoterisin B (AMB) merupakan suatu anti jamur
polien yang diberikan secara intravena dan meskipun dapat menyebabkan nefrotoksin,
tetapi merupakan obat pilihan pada infeksi jamur yang gawat. Pemberian Amfoterisin
B(AMB) secara terus menerus selama beberapa bulan dapat menimbulkan remisi.
Mikonazol dan ketokonazol sistemik juga cukup efektif dalam pengobatan
koksidioidomikosis paru paru menahun tetapi efeknya sangat terbatas pada penyakit
yang menyebar. Ketokonazol adalah obat imidazol per os yang berguna untuk infeksi
jamur sistemik yang tidak gawat. Sedangkan Mikonazol adalah obat imidazol lain
yang perlu diberikan secara intravena dan lebih toksis daripada ketokonazol. Pada
keadaan yang disertai kelainan meningeal, dosis ketonazol 800mg/hari diberikan
melalui mulut dengan pemberian secara intravena ketokonazol telah memberikan efek
yang memuaskan. Pada meningitis oleh koksidioides, amfoterisin B juga diberikan
intratekal, tetapi hasilnya dalam jangka panjang seringkali kurang memuaskan.

2.2.7 Fikomikosis

Suatu penyakit jamur yang disebabkan oleh Phycomycetes. Penyakit ini dapat
mengenai jaringan di bawah kulit, disebut fikomikosis subkutis, dan mengenai alat
dalam, disebut fikomikosis prof unci-. Penyakit jamur ini terdiri atas berbagai infeksi
yang disebabkan oleh bermacam-macam jamur pula yang taksonominya dan
peranannya masih didiskusikan. Zygomycetes meliputi banyak genera yaitu : Mucor,
Rhizopus, Absidia, Mortierella, dan Cunning-hamella. Penyakit ini disebabkan oleh
jamur yang pada dasarnya oportunistik, maka pada orang sehat jarang ditemukan
Fikomikosis subkutan. Kelainan timbul di jaringan subkutan antara lain: di
dada, perut, atau lengan ke atas sebagai nodus subkutan yang perlahan-lahan
membesar setelah sekian waktu. Nodus itu konsistennya keras kadang dapat terjadi

34
infeksi sekunder. Penderita pada umumnya tidak demam dan tidak disertai
pembesaran kelenjar getah bening regional. Diagnosis ditegakkan berdasarkan
pemeriksaan histopatologik dan biakan. Jamur agak khas hifa lebar 6-50 m seperti
pita, tidak bersepta, dan coenocytic.Terdapat dua jenis jamur penyebab fikomikosis
subkutis, yaitu Basidiobulus dan Entomophthora. Di Indonesia, fikomikosis subkutis
yang disebabkan oleh Basidiobulus pertama kali ditemukan oleh Lie Kian Joe dari
bagian Parasitologi FKUI pada tahun 1955. Sebelumnya, penyakit ini sudah dieknal
sebagai creeping granuloma.

Penyebab Fikomikosis

Seperti yang diketahui dari pengertianya bahwa penyakit ini disebabkan salah
satunya oleh jamur jenis Mucorales. Dan biasanya jamur ini tumbuh pada daerah
yang dekat dengan lingkungan kotor atau busuk, namun hal lain yang lebih berperan
seseorang bisa terjangkit penyakit ini adalah karena gangguan sistem kekebalan
tubuh. Selain itu penyakit lain yang bisa menyebabkan penyakit ini adalah penyakit
kencing manis, konsumsi obatan mengandung steroid secara berlebihan, penyakit
asidosis metabolic dan penyakit leukhimia.

Kulit terjadi peradangan abses dan kadang terjadi fistula, mengeluarkan cairan
serosanguineus. Bagian tubuh yang sering terserang adalah kaki, tangan, leher, dan
dada dan dapat meluas ke mata. Penyakit ini dapat menyerang semua umur, pria atau
wanita. Pada penderita yang mengidap penyakit lain, seperti DM, kegansan penyakit
ini dapat meluas ke tempat lain, seperti otak, paru, dan salran pencernaan dengan
menimbulkan gejala sistemik.

Gejala Fikomikosis

Jika sudah mengalami penyakit ini maka penderita akan merasakan gejala yang
diantaranya penyakit sinusitis, demam, pembengkakan mata dan kemerahan pada
kulit.

35
Diagnosis ditegakkan berdasarkan :

1. Gejala klinis
Berupa benjolan di bawah kulit, berbatas tegas, nyeri tekan dan kulit di atasnya
menjadi merah. Kadang-kadang dapat menimbulkan fistula dengan mengeluarkan
cairan serosanginosa. Pada pemeriksaan rontgen tampak adanya jaringan lunak,
kadang-kadang tulang menalami destruksi.

2. Pemeriksaan labaratorium
a. Pemeriksaan preparat basah, sekret yang serosanguinosa diberi KOH 10-20 %
maka dapat terlihat hifa-hifa besar bersekat, dengan besar 2-4 .
b. Pembiakan, bahan pemeriksaan seperti cairan fistel, aspirasi abses, dan
aspirasi sinus dibiakkan pada media sabouroud glukosa agar. Dikeram pad
atemperatur kamar sampai 1-2 minggu, kemudian akan terlihat pertumbuhan
jamur berupa koloni berwarna hijau berlapis menyerupai beludru. Hifa
bersekat dan spora bersel tunggal bentuk oval besar 2x3 , berderet-deret
menyerupai rantai. Jenis-jenis lain yang menyebabkan fikomikosis sistemik
memberi gambaran koloni dan spora yang berbeda-beda. Penyebab oleh
Mukor pada preparat yang dibuat dari pembiakan, memperlihatkan hifa
panjang bersekat, dan sporangiospora yang khas berupa tonjolan besar pada
ujung hifa, berisi banyak spora.
c. Histopatologi, preparat jaringan dapat diwaranai dengan semua jenis
pewarnaan seperti hematoksilin eosin (HE), giemsa, atau PAS. Pada sediaan
akan tampak reaksi radang kronis, berupa infiltrate ini limfosit, eosinophil dan
oembuluh darah yang melebar. Di dalm infiltrate ini dapat ditemukan hifa
lebar bersekat bentuk dan besarnya bervariasi dari 3-30 .
Diagnosis banding
Bentuk subkutis harus dibedakan dengan penyakit, seperti limfoma maligna dan
tumor-tumor jinak, seperti lipoma atau osteomyelitis karena tuberculosis atau infeksi
oleh stafilokokus.

36
Pengobatan
Pengobatan yang dianjurkan adalah larutan kalium iodide jenuh dengan dosis
3x50 tetes per hari. Dengan bantuan eksisis tumor disertai oengobatan memberikan
hasil yang baik bila diberikan dengan teratur selama 2-3 bulan.
Prognosis
Prognosis baik, apabila penyakut pendamping seperti DM dapat dikontrol dan bila
diberikan pengobatan adekuat. Bila ada penyakut lain seperti keganasan atau
malnutrisi yang tidak dapat diatasi, prognosis akan kurang baik.

37
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Mikosis profunda adalah infeksi jamur yang menyerang jaringan subkutan dan
secara sistemik mengenai organ-organ di bawah kulit. Mikosis profunda dapat digolongkan
menjadi dua yaitu mikosis subkutan dan mikosis sistemik. Prevalensi mikosis profunda di
Indonesia belum diketahui secara pasti, namun kejadiannya sangat jarang. Mikosis
subkutan yang dapat ditemui di Indonesia antara lain adalah misetoma, sporotrikosis,
kromomikosis, dan zigomikosis. Pada mikosis sistemik dapat dijumpai histoplasmosis dan
blastomikosis.
Gejala klinis dari mikosis profunda dapat bervariasi mulai dari lesi kulit sampai
gejala khusus sesuai dengan organ yang terserang, yang tersering adalah paru-paru.
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis yang didukung dengan pemeriksaan
mikroskopis, histologis, dan kultur. Prinsip tatalaksana mikosis profunda adalah pemberian
anti fungal seperti itrakonazol, ketokonazol, atau amfoterisin B dengan dosis dan durasi
pemberian yang adekuat untuk setiap jenis mikosis profunda.

3.2 Saran
Data dan penelitian mengenai mikosis profunda di Indonesia sebaiknya terus
dikembangkan dan dipublikasikan untuk menambah wawasan serta kesadaran masyarakat
dan klinisi mengenai penyakit mikosis profunda.
Mengingat kejadian mikosis profunda yang sangat jarang dan diagnosis mikosis
profunda seringkali terlewat, maka dari itu para klinisi sebaiknya lebih teliti dalam
menganalisis kasus dermatomikosis secara menyeluruh. Dengan demikian, diagnosa dini
dapat ditegakkan dan tatalaksana dapat dilakukan secara adekuat.

38
DAFTAR PUSTAKA

1. James W, Berger T, Elston D. Andrews disease of the skin: Clinical Dermatology. USA:
Waunders Company; 2006. p. 304-16.
2. Djuanda A, Kosasih A, Wiryadi B. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 6th ed. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2011. p. 89-91.
3. Samaila M, Abdullahi K. Cutaneus Manifestation of Deep Mycosis: An Experience in a
Tropical Pathology Laboratory. Indian J Dermatol. 2011; 56(3): 282-6.
4. Kim M, Lee S, Sung H, Won C, Chang S, Lee M, et al. Clinical Analysis of Deep
Cutaneous Mycoses: A 12-year experience at a single institution. Mycoses. 2012; 55: 501-
6.
5. Eizen A, Woff K, Freedberg I, Auten K. Fitzpatricks Dermatology in General Medicine.
7th ed. New York: Mc Graw Hill; 2008. p. 1831-44.
6. Burns T, Breathnach S, Cox N, Griffiths C. Rooks Textbook of Dermatology. 8th ed. USA:
Wiley-Blackwell; 2010. p.3669-91.
7. Wolff K, Johnson R, Saaverdra A. Fitzpatricks Color Atlas & Synopsis of Clinical
Dermatology. 7th ed. USA: Mc Graw Hill; 2013. p. 875-84.
8. Bhat R, Monteiro R, Bala N, Dandakeri S, Martis J, Kamath G, et al. Suncutaneous
Mycoses in Coastal Kamatka in South India. International Journal of Dermatology. 2015.
9. Kazemi A. An Overview on the Global Frequency of Superficial/Cutaneous Mycoses and
Deep Mycoses. Jundishapour J Microbiol. 2013; 6(3): 202-4.

39

Anda mungkin juga menyukai