Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN KASUS

Tuberculosis Verrucosa Cutis









oleh
Ami Septia Hardiyanti
H1A 009 034



Pembimbing
dr. Yunita Hapsari, M.Sc, Sp.KK





DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK
MADYA BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN
RUMAH SAKIT UMUM PROVINSI NTB
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM
TAHUN 2014

1

Laporan Kasus
Tuberculosis Verrucosa Cutis
Ami Septia Hardiyanti
Bagian/SMF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin
Fakultas Kedokteran Universitas Mataram Rumah Sakit Umum
Provinsi NTB


Abstrak
Pendahuluan: infeksi Mycobacterium dapat mengenai berbagai organ, salah
satunya adalah kulit. Metode inokulasi dapat secara langsung dari luka ataupun
dari organ yang berdekatan. Manifestasi kulit akibat penyakit ini tergantung rute
infeksi, status imunitas dan riwayat sensitisasi terhadap kuman mycobacterium
tuberkulosa. Salah satu tuberculosis kutis adalah jenis tb verucosa cutis yang ujud
kelainan kulitnya berupa papul atau papulopustul yang menjadi hiperkeratotic
sehingga selanjutnya dapat menjadi plak verukosa. Kelainan tersebut harus
dibedakan dengan infeksi jamur yang memilki ujud kelainan kulit yang mirip,
seperti blastomikosis dan kromoblastomikosis. Pemeriksaan Ziehl Nelson menjadi
pemeriksaan sederhana tetapi penting untuk menemukan basil tahan asam
(penyebab tuberculosis verukosa kutis) pada kulit yang terinfeksi. Terapi yang
digunakan adalah obat anti tuberculosis kategori pertama selama 2 bulan fase
intensif dan 4 bulan fase lanjutan
Kasus: Wanita usia 62 tahun mengeluh luka tidak menyembuh pada tangan kanan
sejak 4 bulan yang lalu. Awalnya luka terkena percikan minyak panas dan
kemudian timbul luka yang makin lama makin meluas. Pasien bertempat tinggal
di pemukiman padat penduduk dan terdapat riwayat tetangga disekitar rumah
menderita TB paru yang sedang menjalani pengobatan. Lesi pada dorsum nanus
dekstra ditemukan plak eritematosa, bulat, soliter, berbatas tegas, bentuk bulat
dengan diameter sekitar 6 cm. Lesi tertutup krusta tebal kuning-kecoklatan. Pada
pemeriksaan Zeihl Nelson ditemukan Basil tahan asam. Pemeriksaan rontgen
thorax dan sputum BTA tidak ditemukan kelainan. Pasien diberikan terapi Obat
anti tuberculosis kategori pertama serta urea 10% dan asam fusidat sebagai terapi
topikal.
Pembahasan: menitikberatkan pada berbagai manifestasi tuberculosis kulit dan
upaya penyingkiran diagnosis infeksi fungi berupa kromoblastomikosis dan
blastomikosis.
Kata kunci: warty papule, tuberculosis kutis, tuberculosis verukosa kutis,
kromoblastomikosis, dan blastomikosis

2

Abstract
Background: Mycobacterium infection can affect many organ, including skin.
Inoculation method can be direct from skin wound or from the adjacent organ.
Skin manifestation is depend on immunological status and whether or not there
has been previous sensitization with tuberculosis. One type of tuberculosis skin
infection if is Tuberculosis verucosa cutis which its eforecence is papul or
papulopustule which become hyperkeratotic and then become verucose plaque. Its
important to differentiate them with blastomycosis and chromoblastomycosis
which has similar skin manifestatation. Ziehl-Nelson staining is simple important
procedure to find acid-fast bacilli (that cause tuberculosis verucosa cutis) on the
infected skin. Tuberculosis verucosis cutis is treated with first category of anti
tuberculous treatment for 2 months intensive phase and followed with 4 months of
continuation phase.
Case: A 62-years old woman has complained about wound which never heal on
her right back hand. At first, the skin exposed to hot oil and become a wound that
expand day by day. Patient live in densely populated village and there is history of
neighbors that have a pulmonary tuberculosis and on a treatment antituberculosis.
Lesion on dorsum manus dextra is eritematous plaque, round, soliter, well-
demarcated, the diameter about 2,5cm and plaque is covered with yellow-
brownish crust.
Point of view: focus on the manifestation of skin tuberculosis and ways for
exclude fungal infection as chromoblastomycosis and blastomycosis
Keywords: Key words: warty papule, skin tuberculosis, tuberculosis verrucosa
cutis, chromoblastomycosis and blastomycosis.











3

PENDAHULUAN
Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri
Mycobacterium tuberculosis. Diperkirakan sekitar sepertiga penduduk dunia telah
terinfeksi oleh mycobacterium tuberkulosis. Di indonesia, TB merupakan masalah
utama kesehatan masyarakat. Jumlah pasien TB di Indonesia merupakan ke-3
terbanyak di dunia setelah India dan Cina, dengan jumlah pasien sekitar 10% dari
total jumlah pasien di dunia
1
. Tuberculosis dapat menyerang berbagai organ
tubuh manusia, salah satunya adalah kulit.
Tuberkulosis pada kulit lebih sering terjadi pada daerah tropis. Di negara-
negara amerika dan eropa utara, insidensi penyakit ini menurun dalam dekade
terakhir, sejalan dengan penurunan angka tuberkulosis paru
2
. Meskipun 1 dari 3
individu di dunia terinfeksi, insiden TB kulit rendah. Di RS Dr Cipto
Mangunkusumo, sklofuroderma merupakan bentuk TB kutis tersering (84%),
kemudian disusul TB kutis verukosa (13%), sisanya bentuk-bentuk lain yang
jarang ditemukan
3
.
Tuberkulosis pada kulit dapat diakibatkan oleh M. tuberculosis, M. bovis,
dan pada beberapa kondisi dapat disebabkan oleh bacille Calmettte-Guering
(BCG)
2
. Gambaran TB kulit bervariasi tergantung dari rute infeksi dan status
imun pasien dan ada tidaknya infeksi atau sensitisasi kuman TB sebelumnya.
Salah satu bentuk TB kutis, yakni tuberkulosis verukosis kutis misalnya, dapat
terdapat pada area-area yang terekspose untuk trauma dan untuk infeksi dari
sputum atau materi-materi yang sudah terinfeksi TB. Di eropa, lesi biasanya
muncul di tangan, tetapi di Asia, lesi biasanya muncul pada pergelangan kaki dan
bokong. Lesi pada awalnya muncul sebagai papul seperti kutil, lama kelamaan
menjadi lebih luas. Di daerah tenggahnya dapat menjadi involusi, dapat menjadi
skar atrofi. Warna lesi dapat keungu-unguan, kemerahan dan atau kecoklatan.
Konsistensi biasanya keras/padat tetapi kadang terdapat area lunak. Kadang-
kadang, terdapat banyak terdapat krusta dan eksudasi
4
.
Pemeriksaan bakteriologik penting dalam kasus TB kutis. Pemeriksaan
sederhana seperti membuaat sediaan mikroskopis dari bahan pus atau jaringan
4

kulit atau jaringan getah bening dapat dilakukan. Pewarnaan dilakukan dengan
cara Ziehl Nelson dan memberi hasil positif jika ditemukan bakteri basil tahan
asam yang terpulas merah pada dasar berwarna biru
3
.
Penyakit tuberkulosis kutis, berbagai bentuknya berespon terhadap terapi anti
tuberkulosis, tanpa pengobatan anti tuberkulosis, perluasannya biasanya lambat.
TB aktif yang menyerang organ lain sebaiknya juga diperiksa
4
. Anti tuberkulosis
yang digunakan adalah Rifampisin, isoniazid, pirazinamid, etambutol atau
streptomisin
2,3,4
.
Berikut akan dijabarkan sebuah laporan kasus pasien dari Poli Kulit dan
Kelamin RSUP NTB dengan diagnosis TB kulit dalam bentuk Tuberculosis
Verrucosa Cutis.

LAPORAN KASUS
Pasien wanita usia 62 tahun seorang ibu rumah tangga datang ke poli kulit &
kelamin RSUP NTB dengan keluhan luka borok pada tangan kanan. muncul luka
borok di tangan (punggung tangan) sejak 4 bulan belakangan. Luka tersebut
kadang terasa gatal dan terkadang pula nyeri. Luka tersebut awalnya terkena
percikan minyak panas dan berukuran sekitar satu sentimeter kemudian luka
tersebut menggelembung berisi cairan dan pecah. Setelah pecah muncul benjolan
kecil pada luka tersebut yang lama-kelamaan menjadi meluas seperti sekarang.
sejak munculnya luka pasien sering menggaruh pinggir luka, terkadang gampang
mengelupas dan bernanah. Luka tersebut juga kadang sedikit berdarah jika
dikelupas. Riwayat batuk lama dan kencing manis tidak didapatkan. Tidak ada
anggota keluarga yang mengalami keluhan serupa. Riwayat batuk lama di
keluarga tidak didapatkan. Pasien telah mencoba berobat ke puskesmas 1 minggu
sebelum ke rumah sakit dan ia mendapatkan terapi salep antibiotik Bacitrasin-
Polymyxin B dan obat oral dexamethason. Pasien merupakan ibu rumah tangga
yang tinggal hanya berdua dengan anaknya. Tempat tinggal pasien di rumah semi
permanen di pemukiman padat penduduk. Di sekitar tempat tinggal pasien,
5

terdapat 3 tetangga pasien yang memiliki riwayat batuk lama dan sedang dalam
pengobatan.
Pemeriksaan tanda vital di dapatkan tekanan darah 130/80 mmHg, nadi 92
kali/menit, pernapasan 20 kali/menit, T 36,9C. Pemeriksaan status gizi BB 45 kg,
tinggi badan 155 cm. Indeks Masssa Tubuh 18,7. Pada pemeriksaan fisik, di
dorsum manus dekstra, ditemukan sebuah plak eritematosa, soliter, berbatas
tegas, bentuk bulat dengan diameter sekitar 6 cm. Lesi tertutup krusta tebal
kuning-kecoklatan. Selain itu terdapat massa palpabel berupa nodul soliter 1 buah,
konsistensi lunak, permukaan licin, mobile, terletak pada aksila kanan dengan
ukuran sekitar 2,5cm dan tidak terasa nyeri saat penekanan.

Gambar 1. Regio
dorsum manus
dekstra. Terlihat plak
eritematosa, bulat,
soliter, verukosa,
tertutup krusta
kuning-kecoklatan.

Pada pasien kemudian dilakukan pemeriksaan bakteriologis berupa
pemeriksaan mikroskopis spesimen dari jaringan lesi yang diwarnai dengan
metode Ziehl Nelson. Dari pemeriksaan tersebut didapatkan bakteri basil tahan
asam pada spesimen dengan indeks bakteri (IB) 4+ dan indeks morfologi (IM)
6

73%. Pemeriksaan biopsi kulit tidak dilakukan karena keterbatasan biaya dan
sarana.

Gambar 2. Pemeriksaan
Ziehl Nelson. Tampak
bakteri basil tahan asam.
Selanjutnya pada pasien juga dilakukan evaluasi bagian paru. Dilakukan
pemeriksaan sputum BTA SPS dan foto rontgen thorax. Hasil pemeriksaan
sputum BTA negatif dan pada foto thorax tidak ditemukan kelainan.
Dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, pasien
didiagnosa menderita Tuberculosis verucosa cutis. Pasien diberikan obat anti
tuberkulosis kategori pertama yakni: isoniazid, rifampisin, pirazinamid, dan
etambutol setiap hari selama 2 bulan sebagai tahap intensif. Kemudian dilanjutkan
tahap lanjutan, diberikan rifampisin dan isoniazid sebanyak 3 kali seminggu,
selama 4 bulan. Pasien diberikan obat Obat yang dberikan yaitu (dengan berat
badan pasien 45kg) KDT 3 tablet 4KDT (@ HRZE 75/150/400/275) selama 2
bulan kemudian diikuti 3 tablet 2KDT (@ HR 150/150). Selain itu pasien
diberikan terapi topikal yakni urea 10% dan asam fusidat.
Pasien diberikan edukasi mengenai penyakit yang dideritanya dan terapi
yang akan dijalaninya. Pasien diberitahukan bahwa penyakit yang dideritanya ini
disebabkan oleh bakteri yang hanya dapat dihilangkan melalui pengobatan
antituberkulosis selama 6 bulan dan harus teratur. Keluarganya juga diedukasi
untuk menjadi pengawas menelan obat untuk pasien. Pasien jangan menggaruk
atau mengeropengi luka yang mengering dan jaga kebersihan tangan.
7

Prognosis pasien qua ad vitam dubia ad bonam, qua ad sanationam dubia
ad bonam dan qua ad kosmetikam dubia ad bonam.

PEMBAHASAN
Dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, pasien tersebut
didiagnosis menderita Tuberkulosis Verukosa Cutis. Pasien datang mengeluhkan
adanya suatu luka yang tak menyembuh pada tangan yang berawal dari terkena
minyak panas dan melepuh, setelah lepuh, muncul benjolan seperti kutil yang
makin hari makin meluas dan tidak sembuh setelah pemberian salep antibiotik
yang didapatkan pasien dari puskesmas.
Dari keterangan pasien menunjukkan adanya suatu trauma yang
mengawali keluhan sekarang. Kulit merupakan organ tubuh yang salah satu
fungsinya adalah sebagai proteksi dari gangguan fisis, mekanis, termal, zat kimia
serta infeksi luar terutama kuman/ bakteri maupun jamur
3
. Saat fungsi proteksi
kulit teranggu seperti adanya trauma, hal itu dapat memudahkan bakteri masuk
dan terjadi inokulasi bakteri di tempat trauma. Pasien juga bertempat tinggal di
pemukiman padat penduduk dengan riwayat beberapa tetangga pasien ada yang
menderita batuk lama (didiagnosa TBC) dan sedang dalam pengobatan. Hal
tersebut menjurus pada pasien memiliki resiko karena paparan/kontak dengan
penderita infeksi tuberkulosis.
Manifestasi tuberkulosis pada kulit dapat bermacam-macam tergantung
dari status imunitas dan riwayat sensitisasi terhadap kuman mycobacterium. Pada
pasien dalam laporan kasus ini misalnya, kemungkinan sebelumnya ia pernah
terkena infeksi atau sensitisasi terhadap mycobacterium tuberculosa. Hal ini
terjadi pada kasus-kasus Tuberkulosis Verukosa Cutis. Sedangkan pada pasien
yang belum terinfeksi/tersensitisasi sebelumnya disebut tuberkulosis inokulasi
primer atau tuberculous chancre atau tuberculous primary complex. Sama hal-nya
seperti tuberculosis verukosa kutis, basil tersebut dapat masuk ke kulit melalui
abrasi atau luka kecil. Lesi pada tuberkulosis inokulasi primer ini dapat berupa
papul, nodul atau ulkus dengan dasar hemoragik granuler serta beberapa waktu
8

kemudian, krusta dapat terbentuk (Burns dkk., 2010). Bentuk lain tuberculosa
kutis yakni lupus vulgaris yang muncul sebagai infeksi hematogen , limfatik atau
dari sclofuroderma (salah satu bentuk tuberkulosis). Selain itu terdapat juga
bentuk lain seperti orificial, perioral atau perianal tuberculosis yang muncul akibat
ingesti kuman mycbacterium
3,4
.
Klasifikasi tuberkulosis kulit berdasarkan imunitas host dan metode
inokulasi
4
:
Tabel 1. Klasifikasi tuberkulosis kulit
Imunitas host Metode inokulasi Penyakit
Nave host Inokulasi langsung Tuberculosis chance
Bentuk multibasiler Penyebaran dari lokasi
berdekatan
Sclofuroderma
Host dengan imunitas rendah Autoinokulasi Orificial tuberculosis
Penyebaran hematogen Acute miliary tuberculosis
Tuberculous gumma
Bentuk Pausibasiler Inokulasi langsung Warty tuburculosis (veruca
cutis)
Host dengan imunitas tinggi Lupus vulgaris
Penyebaran hematogen Lupus vulgaris
Tuberculids Lichen scrofurosum
Papulonecrotic tuberculid
Erytema induratum
Nodular tuberculid

Manifestasi klinis berbagai jenis tuberkulosis kutis seperti gambar dibawah ini
4
:
9


Gambar 3. Warty tuberculosis pada jari
disertai dengan reaksi tuberkulin yang
kuat
Gambar 4. Periorificial tuberculosis
dengan pembesaran bibir atas
meluas ke hidung. Pada lidah
terdapat erosi eritematosa dan
ulserasi.

Gambar 5. Scrofuloderma dengan
tuberkulosis pada kelenjar aksiler
pada laki-laki usia 74 tahun sebelum
terapi OAT

10

Gambar 6. (a) plak soliter lupus vulgaris pada pipi kiri (b) lupus vulgaris pada
wajah mirip lesi diskoid lupus eritematosa. Reaksi tuberkulin yang kuat (c)
lupus vulgaris menunjukkan atrofi sentral dan tepi serpinogenosa (d) lupus
vulgaris menunjukkan tepi menebal dan hipertrofi.
Untuk membantu penegakan diagnosis tuberkulosis kutis, terdapat
beberapa cara seperti pemeriksan LED (biasanya meningkat dan lebih berguna
dalam follow up pasien), pemeriksaan bakteriologik yang penting untuk
menentukan etiologi, pemeriksaan histopatologi, serta tes tuberkulin
3
.
Dari manifestasi klinis, pasien dapat didiagnosa banding dengan infeksi
jamur yakni blastomycosis dan kromoblastomikosis.
Blastomycosis adalah infeksi jamur Blastoyces dermatitidis. Infeksi
tersebut dapat berupa infeksi paru ataupun ekstraparu. Kelainan ekstraparu jarang
ditemukan yakni hanya sekitar 20% kasus blastomycosis (kulit, tulang, prostas
dan organ-organ genitourinary, meninges dan otak) dan biasanya pada pasien-
pasien yang mengalami penyakit paru kronis atau imunocompromise
5
.

Gambar 7. Blastomikosis kutan
4

B. dermatitidis didapatkan dari inhalasi debu dari tanah, vegetasi yang
membusuk atau dari kayu. Setelah itu dapat terjadi infeksi paru yang
asimptomatik dan biasanya sembuh spontan. Kemudian terjadi penyebaran secara
hematogen ke kulit, tulang, prostat, epididimis, atau mukosa hidung, mulut atau
laring. Resiko penyebaran tersebut adalah disfungsi sel T, pada penyakit HIV
lanjut
2
.
Lesi pada kulit, awalnya dapat berupa nodul yang mengalami inflamasi
dan membesar serta ber-ulkus. Selanjutnya dapat berupa nodul subkutan yang
11

terdapat banyak pustul pada permukaannya. Kemudian terdapat plak verukosa,
terdapat eksudat jika krusta diatasnya terangkat
2
.
Untuk penegakan diagnosis dapat dilakukan pemeriksaan dengan KOH
dimana spesimen didapatkan dari pus atau scraping jaringan. Dapat ditemukan sel
bertunas dengan dinding double contour. Diagnosis spesifik dapat dengan
pemeriksaan antibodi terhadap antigen B. dermatitidis. Kultur dari sputum atau
dari kulit terinfeksi juga dapat dilakukan. Pada pemeriksaan histopatologi terdapat
pseudoepiteliomatous hiperplasia. Tunas jamur dengan dinding tebal dan tunas
berdasar luas dalam mikroabses di dermis divisualisasikan dengan perwarnaan
perak atau PAS
2
.
Kromoblastosis juga dapat dijadikan diagnosis banding terkait ujud
kelainan kulit yang serupa dengan tuberkulosis verukosis kutis. Kromoblastosis
merupakan infeksi jamur kronik yang diakibatkan implantasi jamur ke dermis dari
lingkungan. Lesi bervariasi, pada awalnya terbentuk papul mirip kutil yang
meluas lambat, berbulan-bulan sampai bertahun-tahun. Lesi lainnya dapat berupa
plak dengan atrofi di tengahnya. Lesi tunggal biasanya sangat tebal dan dapat
disertai infeksi bakteri sekunder. Penegakan diagnosis dapat dibantu dengan
scraping permukaan lesi dan dilakukan pemeriksaan KOH dan ditemukan sel
jamur berbentuk bulat, sklerotik, pigmen coklat. Biopsi jaringan juga dapat
membantu. Dengan pulasan hematoksilin-eosin didapatkan gambaran reaksi
granulomatosa dengan abses neutrofil kecil dengan hiperplasi epidermis. Pada
kultus ditemukan koloni hitam dengan permukaan berbulu halus
2
.

Gambar 8. Kromoblastomikosis.
Plak verukosa soliter, luas dengan
halo eritem
2
.
12

Pada pasien dalam laporan kasus ini dilakukan pemeriksaan mikrobiologis
berupa pemeriksaan ada tidaknya bakteri tahan asam dan juga pemeriksaan KOH
10%. Pada pemeriksaan KOH tidak ditemukan jamur dan pada pengambilan
sampel lesi kulit dengan pewarnaan Ziehl Nelson memberikan hasil postif
terdapat basil tahan asam. Tampakan berupa bakteri bentuk batang yang terpulas
warna merah, ada yang berbentuk solid dan fragmented.
Terapi pada tuberkulosis kutis sama seperti terapi untuk pasien-pasien
tuberkulosis ekstra paru lainnya, yakni dapat diberikan obat anti tuberkulosis
(OAT) kategori 1 yaitu 2HRZE/4H3R3. H untuk INH atau isoniazid. R untuk
rifampisin. Z untuk pirazinamid dan E untuk etambutol
2,6
.
Tabel . Panduan terapi infeksi Mycobacterium tuberculosis
2

OAT
Pilihan 1 Pilihan 2 Pilihan 3
Terapi
inisial 8
minggu
Terapi
lanjutan
16
minggu
Terapi
inisial 2
minggu
Terapi
lanjutan 6
minggu
Terapi
lanjutan
16
minggu
9 bulan
Rifampisin 10
mg/kg
Setiap
hari
2-
3x/mingg
u
Setiap
hari
Setiap
hari
Setiap
hari
3x/ming
gu
Isoniazid 5
mg/kg
Setiap
hari
2-
3x/mingg
u
Setiap
hari
Setiap
hari
Setiap
hari
3x/ming
gu
Pyrazinamide 30
mg/kg
Setiap
hari
Setiap
hari
Setiap
hari
3x/ming
gu
Etambutol
15mg/kg, atau
Streptomisin
15mg/kg
Setiap
hari
Setiap
hari
2-
3x/mingg
u
3x/ming
gu
13

Durasi terapi adalah 6 bulan kecuali pada pasien dengan infeksi Human Imunodeficiency Virus,
dimana terapinya minimal 9 bulan. Bukti konversi kultus tidak dapat diharapkan pada sebagian
besar kasus tuberkulosis kulit.
Untuk memudahkan kepatuhan minum obat pada pasien, tersedia OAT
dalam bentuk paket yakni KDT kombinasi dosis tetap. KDT memiliki beberapa
keuntungan dalam pengobatan tuberkulosis yakni
6
:
- Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga menjamin
efektivitas obat dan mengurangi efek samping
- Mencegah penggunaan obat tunggal sehingga menurunkan resiko terjadinya
resistensi obat ganda dan mengurangi kesalahan penulisan resep
- Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian obat menjadi
sederhana dan meningkatkan kepatuhan pasien.
Obat topikal berupa asam fusidat dan urea 10% diberikan pada pasien.
Asam fusidat merupakan anti bakteri yang memiliki spektrum yang sempit. Ia
memiliki aktivitas tinggi pada S. aureus. Tidak terdapat resistensi silang terhadap
antibmikroba lain dan diperkirakan hal tersebut karena struktur unik yang dimiliki
asam fusidat. Strukturnya menyerupai steroid tetapi tidak memiliki aktivitas
seperti yang steroid miliki. Ia bekerja dengan menghambat sintesis prootein
bakteri dengan mengintervensi elongasi faktor G pada langkah translokasi gen
7
.
Keefektifan obat ini untuk M. tuberculosis belum dapat di pertanggungjawabkan,
tetapi pada beberapa sumber mengatakan terdapat keefektifan asam fusidat
terhadap Mycobacterium tuberkulosis yang didapatkan secara in vitro
8,9,10
.
Urea merupakan senyawa organik yang digunakan dalam bidang
dermatologi sebagai emolien potent dan agen keratolitik sehingga urea digunakan
pada kondisi-kondisi yang terkait kulit yang kering dan berskuama. Selain itu
terdapat efek antipruritus urea topikal, tetapi bukti-buktinya masih kurang banyak
11
.

14

Simpulan
Dilaporkan satu kasus tuberkulosis kulit dalam bentuk tuberkulosis
verukosa kutis pada wanita 62 tahun yang diagnosisnya ditegakkan berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Pasien mendapatkan
terapi OAT kategori I dan obat topikal urea 10% dan asam fusidat.




















15

DAFTAR PUSTAKA

1. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Nasional
Penanggulangan Tuberkulosis. Edisi 2. Jakarta. Depkes. 2007
2. Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, dan Jeffell DJ.
Fitzpatricks Dermatology in General Medicine, Seventh Edition, Chapter
184: Tuberculosis and Infection with Atypical Mycobacteria. Newyork.
McGraw-Hill. 2008
3. Djuanda A, Hamzah M, dan Aisah S. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi
keenam. Badan Penerbit FKUI. Jakarta. 2010
4. Burns T, Breathnach S, Cox N, and Griffiths. Rooks Textbook of
Dermatology. Chapter 31: Mycobacterial Infection. Willey-Blackwell. 2010
5. Varkey B dan Mosenifar Z. Blastomycosis. Emedicine. 2013. Diunduh dari
http://emedicine.medscape.com/article/296870
6. Kementerian kesehatan republik indonesia. Pedoman nasional pengendalian
tuberkulosis. Jakarta. 2011
7. Rigopoulos Dimitris dan Larios Georgios. Assesing the value of fuccidic acid
in dermatology. Acta Derm Venereol 2008; suppl 216: 1-39
8. Saydam CC, cavusoglu C, Burhanoglu D, Hilmioglu S, Ozkalay N, Bilgic A.
in vitro susceptibility of mycobacterium tuberculosis to fucidic acid. Clin
Microciol infect 2001 Dec: 7(12): 700-2
www.ncbi.nlm.nih.gov/m/pubmed/11843915/
9. Fuursted K, Askgaard D, Faber V. Susceptibility of strains of the
mycobacterium tuberculosis complex to fucidic acid. APMIS 1992 Jul; 100
(7): 663-7 terdapat pada
www.ncbi.nlm.nih.gov/m/pubmed/1642855/?i=5&from=/11843915/related
10. Hoffner, Olsson, Rydgard KJ, Svenson SB dan Kalleneus G. susceptibility of
mycobacteria to fucidic acid. Eur J Clin Microbiol Infect Dis 1990 Apr; 9(4):
294-7 terdapat pada
www.ncbi.nlm.nih.gov/m/pubmed/2112466/?i=2&from=/11843915/related
16

11. Pan M, Heineche G, Bernardo S, Tsui C, dan Levit J. Urea: a comprehensive
review of the clinical literature. Dermatology online journal 2013, Nov: vol 19
no 11 diunduh dari www.escholarship.org/uc/item/11x463rp

Anda mungkin juga menyukai