DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN RUMAH SAKIT UMUM PROVINSI NTB FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM TAHUN 2014
1
Laporan Kasus Tuberculosis Verrucosa Cutis Ami Septia Hardiyanti Bagian/SMF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Mataram Rumah Sakit Umum Provinsi NTB
Abstrak Pendahuluan: infeksi Mycobacterium dapat mengenai berbagai organ, salah satunya adalah kulit. Metode inokulasi dapat secara langsung dari luka ataupun dari organ yang berdekatan. Manifestasi kulit akibat penyakit ini tergantung rute infeksi, status imunitas dan riwayat sensitisasi terhadap kuman mycobacterium tuberkulosa. Salah satu tuberculosis kutis adalah jenis tb verucosa cutis yang ujud kelainan kulitnya berupa papul atau papulopustul yang menjadi hiperkeratotic sehingga selanjutnya dapat menjadi plak verukosa. Kelainan tersebut harus dibedakan dengan infeksi jamur yang memilki ujud kelainan kulit yang mirip, seperti blastomikosis dan kromoblastomikosis. Pemeriksaan Ziehl Nelson menjadi pemeriksaan sederhana tetapi penting untuk menemukan basil tahan asam (penyebab tuberculosis verukosa kutis) pada kulit yang terinfeksi. Terapi yang digunakan adalah obat anti tuberculosis kategori pertama selama 2 bulan fase intensif dan 4 bulan fase lanjutan Kasus: Wanita usia 62 tahun mengeluh luka tidak menyembuh pada tangan kanan sejak 4 bulan yang lalu. Awalnya luka terkena percikan minyak panas dan kemudian timbul luka yang makin lama makin meluas. Pasien bertempat tinggal di pemukiman padat penduduk dan terdapat riwayat tetangga disekitar rumah menderita TB paru yang sedang menjalani pengobatan. Lesi pada dorsum nanus dekstra ditemukan plak eritematosa, bulat, soliter, berbatas tegas, bentuk bulat dengan diameter sekitar 6 cm. Lesi tertutup krusta tebal kuning-kecoklatan. Pada pemeriksaan Zeihl Nelson ditemukan Basil tahan asam. Pemeriksaan rontgen thorax dan sputum BTA tidak ditemukan kelainan. Pasien diberikan terapi Obat anti tuberculosis kategori pertama serta urea 10% dan asam fusidat sebagai terapi topikal. Pembahasan: menitikberatkan pada berbagai manifestasi tuberculosis kulit dan upaya penyingkiran diagnosis infeksi fungi berupa kromoblastomikosis dan blastomikosis. Kata kunci: warty papule, tuberculosis kutis, tuberculosis verukosa kutis, kromoblastomikosis, dan blastomikosis
2
Abstract Background: Mycobacterium infection can affect many organ, including skin. Inoculation method can be direct from skin wound or from the adjacent organ. Skin manifestation is depend on immunological status and whether or not there has been previous sensitization with tuberculosis. One type of tuberculosis skin infection if is Tuberculosis verucosa cutis which its eforecence is papul or papulopustule which become hyperkeratotic and then become verucose plaque. Its important to differentiate them with blastomycosis and chromoblastomycosis which has similar skin manifestatation. Ziehl-Nelson staining is simple important procedure to find acid-fast bacilli (that cause tuberculosis verucosa cutis) on the infected skin. Tuberculosis verucosis cutis is treated with first category of anti tuberculous treatment for 2 months intensive phase and followed with 4 months of continuation phase. Case: A 62-years old woman has complained about wound which never heal on her right back hand. At first, the skin exposed to hot oil and become a wound that expand day by day. Patient live in densely populated village and there is history of neighbors that have a pulmonary tuberculosis and on a treatment antituberculosis. Lesion on dorsum manus dextra is eritematous plaque, round, soliter, well- demarcated, the diameter about 2,5cm and plaque is covered with yellow- brownish crust. Point of view: focus on the manifestation of skin tuberculosis and ways for exclude fungal infection as chromoblastomycosis and blastomycosis Keywords: Key words: warty papule, skin tuberculosis, tuberculosis verrucosa cutis, chromoblastomycosis and blastomycosis.
3
PENDAHULUAN Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Diperkirakan sekitar sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi oleh mycobacterium tuberkulosis. Di indonesia, TB merupakan masalah utama kesehatan masyarakat. Jumlah pasien TB di Indonesia merupakan ke-3 terbanyak di dunia setelah India dan Cina, dengan jumlah pasien sekitar 10% dari total jumlah pasien di dunia 1 . Tuberculosis dapat menyerang berbagai organ tubuh manusia, salah satunya adalah kulit. Tuberkulosis pada kulit lebih sering terjadi pada daerah tropis. Di negara- negara amerika dan eropa utara, insidensi penyakit ini menurun dalam dekade terakhir, sejalan dengan penurunan angka tuberkulosis paru 2 . Meskipun 1 dari 3 individu di dunia terinfeksi, insiden TB kulit rendah. Di RS Dr Cipto Mangunkusumo, sklofuroderma merupakan bentuk TB kutis tersering (84%), kemudian disusul TB kutis verukosa (13%), sisanya bentuk-bentuk lain yang jarang ditemukan 3 . Tuberkulosis pada kulit dapat diakibatkan oleh M. tuberculosis, M. bovis, dan pada beberapa kondisi dapat disebabkan oleh bacille Calmettte-Guering (BCG) 2 . Gambaran TB kulit bervariasi tergantung dari rute infeksi dan status imun pasien dan ada tidaknya infeksi atau sensitisasi kuman TB sebelumnya. Salah satu bentuk TB kutis, yakni tuberkulosis verukosis kutis misalnya, dapat terdapat pada area-area yang terekspose untuk trauma dan untuk infeksi dari sputum atau materi-materi yang sudah terinfeksi TB. Di eropa, lesi biasanya muncul di tangan, tetapi di Asia, lesi biasanya muncul pada pergelangan kaki dan bokong. Lesi pada awalnya muncul sebagai papul seperti kutil, lama kelamaan menjadi lebih luas. Di daerah tenggahnya dapat menjadi involusi, dapat menjadi skar atrofi. Warna lesi dapat keungu-unguan, kemerahan dan atau kecoklatan. Konsistensi biasanya keras/padat tetapi kadang terdapat area lunak. Kadang- kadang, terdapat banyak terdapat krusta dan eksudasi 4 . Pemeriksaan bakteriologik penting dalam kasus TB kutis. Pemeriksaan sederhana seperti membuaat sediaan mikroskopis dari bahan pus atau jaringan 4
kulit atau jaringan getah bening dapat dilakukan. Pewarnaan dilakukan dengan cara Ziehl Nelson dan memberi hasil positif jika ditemukan bakteri basil tahan asam yang terpulas merah pada dasar berwarna biru 3 . Penyakit tuberkulosis kutis, berbagai bentuknya berespon terhadap terapi anti tuberkulosis, tanpa pengobatan anti tuberkulosis, perluasannya biasanya lambat. TB aktif yang menyerang organ lain sebaiknya juga diperiksa 4 . Anti tuberkulosis yang digunakan adalah Rifampisin, isoniazid, pirazinamid, etambutol atau streptomisin 2,3,4 . Berikut akan dijabarkan sebuah laporan kasus pasien dari Poli Kulit dan Kelamin RSUP NTB dengan diagnosis TB kulit dalam bentuk Tuberculosis Verrucosa Cutis.
LAPORAN KASUS Pasien wanita usia 62 tahun seorang ibu rumah tangga datang ke poli kulit & kelamin RSUP NTB dengan keluhan luka borok pada tangan kanan. muncul luka borok di tangan (punggung tangan) sejak 4 bulan belakangan. Luka tersebut kadang terasa gatal dan terkadang pula nyeri. Luka tersebut awalnya terkena percikan minyak panas dan berukuran sekitar satu sentimeter kemudian luka tersebut menggelembung berisi cairan dan pecah. Setelah pecah muncul benjolan kecil pada luka tersebut yang lama-kelamaan menjadi meluas seperti sekarang. sejak munculnya luka pasien sering menggaruh pinggir luka, terkadang gampang mengelupas dan bernanah. Luka tersebut juga kadang sedikit berdarah jika dikelupas. Riwayat batuk lama dan kencing manis tidak didapatkan. Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan serupa. Riwayat batuk lama di keluarga tidak didapatkan. Pasien telah mencoba berobat ke puskesmas 1 minggu sebelum ke rumah sakit dan ia mendapatkan terapi salep antibiotik Bacitrasin- Polymyxin B dan obat oral dexamethason. Pasien merupakan ibu rumah tangga yang tinggal hanya berdua dengan anaknya. Tempat tinggal pasien di rumah semi permanen di pemukiman padat penduduk. Di sekitar tempat tinggal pasien, 5
terdapat 3 tetangga pasien yang memiliki riwayat batuk lama dan sedang dalam pengobatan. Pemeriksaan tanda vital di dapatkan tekanan darah 130/80 mmHg, nadi 92 kali/menit, pernapasan 20 kali/menit, T 36,9C. Pemeriksaan status gizi BB 45 kg, tinggi badan 155 cm. Indeks Masssa Tubuh 18,7. Pada pemeriksaan fisik, di dorsum manus dekstra, ditemukan sebuah plak eritematosa, soliter, berbatas tegas, bentuk bulat dengan diameter sekitar 6 cm. Lesi tertutup krusta tebal kuning-kecoklatan. Selain itu terdapat massa palpabel berupa nodul soliter 1 buah, konsistensi lunak, permukaan licin, mobile, terletak pada aksila kanan dengan ukuran sekitar 2,5cm dan tidak terasa nyeri saat penekanan.
Gambar 1. Regio dorsum manus dekstra. Terlihat plak eritematosa, bulat, soliter, verukosa, tertutup krusta kuning-kecoklatan.
Pada pasien kemudian dilakukan pemeriksaan bakteriologis berupa pemeriksaan mikroskopis spesimen dari jaringan lesi yang diwarnai dengan metode Ziehl Nelson. Dari pemeriksaan tersebut didapatkan bakteri basil tahan asam pada spesimen dengan indeks bakteri (IB) 4+ dan indeks morfologi (IM) 6
73%. Pemeriksaan biopsi kulit tidak dilakukan karena keterbatasan biaya dan sarana.
Gambar 2. Pemeriksaan Ziehl Nelson. Tampak bakteri basil tahan asam. Selanjutnya pada pasien juga dilakukan evaluasi bagian paru. Dilakukan pemeriksaan sputum BTA SPS dan foto rontgen thorax. Hasil pemeriksaan sputum BTA negatif dan pada foto thorax tidak ditemukan kelainan. Dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, pasien didiagnosa menderita Tuberculosis verucosa cutis. Pasien diberikan obat anti tuberkulosis kategori pertama yakni: isoniazid, rifampisin, pirazinamid, dan etambutol setiap hari selama 2 bulan sebagai tahap intensif. Kemudian dilanjutkan tahap lanjutan, diberikan rifampisin dan isoniazid sebanyak 3 kali seminggu, selama 4 bulan. Pasien diberikan obat Obat yang dberikan yaitu (dengan berat badan pasien 45kg) KDT 3 tablet 4KDT (@ HRZE 75/150/400/275) selama 2 bulan kemudian diikuti 3 tablet 2KDT (@ HR 150/150). Selain itu pasien diberikan terapi topikal yakni urea 10% dan asam fusidat. Pasien diberikan edukasi mengenai penyakit yang dideritanya dan terapi yang akan dijalaninya. Pasien diberitahukan bahwa penyakit yang dideritanya ini disebabkan oleh bakteri yang hanya dapat dihilangkan melalui pengobatan antituberkulosis selama 6 bulan dan harus teratur. Keluarganya juga diedukasi untuk menjadi pengawas menelan obat untuk pasien. Pasien jangan menggaruk atau mengeropengi luka yang mengering dan jaga kebersihan tangan. 7
Prognosis pasien qua ad vitam dubia ad bonam, qua ad sanationam dubia ad bonam dan qua ad kosmetikam dubia ad bonam.
PEMBAHASAN Dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, pasien tersebut didiagnosis menderita Tuberkulosis Verukosa Cutis. Pasien datang mengeluhkan adanya suatu luka yang tak menyembuh pada tangan yang berawal dari terkena minyak panas dan melepuh, setelah lepuh, muncul benjolan seperti kutil yang makin hari makin meluas dan tidak sembuh setelah pemberian salep antibiotik yang didapatkan pasien dari puskesmas. Dari keterangan pasien menunjukkan adanya suatu trauma yang mengawali keluhan sekarang. Kulit merupakan organ tubuh yang salah satu fungsinya adalah sebagai proteksi dari gangguan fisis, mekanis, termal, zat kimia serta infeksi luar terutama kuman/ bakteri maupun jamur 3 . Saat fungsi proteksi kulit teranggu seperti adanya trauma, hal itu dapat memudahkan bakteri masuk dan terjadi inokulasi bakteri di tempat trauma. Pasien juga bertempat tinggal di pemukiman padat penduduk dengan riwayat beberapa tetangga pasien ada yang menderita batuk lama (didiagnosa TBC) dan sedang dalam pengobatan. Hal tersebut menjurus pada pasien memiliki resiko karena paparan/kontak dengan penderita infeksi tuberkulosis. Manifestasi tuberkulosis pada kulit dapat bermacam-macam tergantung dari status imunitas dan riwayat sensitisasi terhadap kuman mycobacterium. Pada pasien dalam laporan kasus ini misalnya, kemungkinan sebelumnya ia pernah terkena infeksi atau sensitisasi terhadap mycobacterium tuberculosa. Hal ini terjadi pada kasus-kasus Tuberkulosis Verukosa Cutis. Sedangkan pada pasien yang belum terinfeksi/tersensitisasi sebelumnya disebut tuberkulosis inokulasi primer atau tuberculous chancre atau tuberculous primary complex. Sama hal-nya seperti tuberculosis verukosa kutis, basil tersebut dapat masuk ke kulit melalui abrasi atau luka kecil. Lesi pada tuberkulosis inokulasi primer ini dapat berupa papul, nodul atau ulkus dengan dasar hemoragik granuler serta beberapa waktu 8
kemudian, krusta dapat terbentuk (Burns dkk., 2010). Bentuk lain tuberculosa kutis yakni lupus vulgaris yang muncul sebagai infeksi hematogen , limfatik atau dari sclofuroderma (salah satu bentuk tuberkulosis). Selain itu terdapat juga bentuk lain seperti orificial, perioral atau perianal tuberculosis yang muncul akibat ingesti kuman mycbacterium 3,4 . Klasifikasi tuberkulosis kulit berdasarkan imunitas host dan metode inokulasi 4 : Tabel 1. Klasifikasi tuberkulosis kulit Imunitas host Metode inokulasi Penyakit Nave host Inokulasi langsung Tuberculosis chance Bentuk multibasiler Penyebaran dari lokasi berdekatan Sclofuroderma Host dengan imunitas rendah Autoinokulasi Orificial tuberculosis Penyebaran hematogen Acute miliary tuberculosis Tuberculous gumma Bentuk Pausibasiler Inokulasi langsung Warty tuburculosis (veruca cutis) Host dengan imunitas tinggi Lupus vulgaris Penyebaran hematogen Lupus vulgaris Tuberculids Lichen scrofurosum Papulonecrotic tuberculid Erytema induratum Nodular tuberculid
Manifestasi klinis berbagai jenis tuberkulosis kutis seperti gambar dibawah ini 4 : 9
Gambar 3. Warty tuberculosis pada jari disertai dengan reaksi tuberkulin yang kuat Gambar 4. Periorificial tuberculosis dengan pembesaran bibir atas meluas ke hidung. Pada lidah terdapat erosi eritematosa dan ulserasi.
Gambar 5. Scrofuloderma dengan tuberkulosis pada kelenjar aksiler pada laki-laki usia 74 tahun sebelum terapi OAT
10
Gambar 6. (a) plak soliter lupus vulgaris pada pipi kiri (b) lupus vulgaris pada wajah mirip lesi diskoid lupus eritematosa. Reaksi tuberkulin yang kuat (c) lupus vulgaris menunjukkan atrofi sentral dan tepi serpinogenosa (d) lupus vulgaris menunjukkan tepi menebal dan hipertrofi. Untuk membantu penegakan diagnosis tuberkulosis kutis, terdapat beberapa cara seperti pemeriksan LED (biasanya meningkat dan lebih berguna dalam follow up pasien), pemeriksaan bakteriologik yang penting untuk menentukan etiologi, pemeriksaan histopatologi, serta tes tuberkulin 3 . Dari manifestasi klinis, pasien dapat didiagnosa banding dengan infeksi jamur yakni blastomycosis dan kromoblastomikosis. Blastomycosis adalah infeksi jamur Blastoyces dermatitidis. Infeksi tersebut dapat berupa infeksi paru ataupun ekstraparu. Kelainan ekstraparu jarang ditemukan yakni hanya sekitar 20% kasus blastomycosis (kulit, tulang, prostas dan organ-organ genitourinary, meninges dan otak) dan biasanya pada pasien- pasien yang mengalami penyakit paru kronis atau imunocompromise 5 .
Gambar 7. Blastomikosis kutan 4
B. dermatitidis didapatkan dari inhalasi debu dari tanah, vegetasi yang membusuk atau dari kayu. Setelah itu dapat terjadi infeksi paru yang asimptomatik dan biasanya sembuh spontan. Kemudian terjadi penyebaran secara hematogen ke kulit, tulang, prostat, epididimis, atau mukosa hidung, mulut atau laring. Resiko penyebaran tersebut adalah disfungsi sel T, pada penyakit HIV lanjut 2 . Lesi pada kulit, awalnya dapat berupa nodul yang mengalami inflamasi dan membesar serta ber-ulkus. Selanjutnya dapat berupa nodul subkutan yang 11
terdapat banyak pustul pada permukaannya. Kemudian terdapat plak verukosa, terdapat eksudat jika krusta diatasnya terangkat 2 . Untuk penegakan diagnosis dapat dilakukan pemeriksaan dengan KOH dimana spesimen didapatkan dari pus atau scraping jaringan. Dapat ditemukan sel bertunas dengan dinding double contour. Diagnosis spesifik dapat dengan pemeriksaan antibodi terhadap antigen B. dermatitidis. Kultur dari sputum atau dari kulit terinfeksi juga dapat dilakukan. Pada pemeriksaan histopatologi terdapat pseudoepiteliomatous hiperplasia. Tunas jamur dengan dinding tebal dan tunas berdasar luas dalam mikroabses di dermis divisualisasikan dengan perwarnaan perak atau PAS 2 . Kromoblastosis juga dapat dijadikan diagnosis banding terkait ujud kelainan kulit yang serupa dengan tuberkulosis verukosis kutis. Kromoblastosis merupakan infeksi jamur kronik yang diakibatkan implantasi jamur ke dermis dari lingkungan. Lesi bervariasi, pada awalnya terbentuk papul mirip kutil yang meluas lambat, berbulan-bulan sampai bertahun-tahun. Lesi lainnya dapat berupa plak dengan atrofi di tengahnya. Lesi tunggal biasanya sangat tebal dan dapat disertai infeksi bakteri sekunder. Penegakan diagnosis dapat dibantu dengan scraping permukaan lesi dan dilakukan pemeriksaan KOH dan ditemukan sel jamur berbentuk bulat, sklerotik, pigmen coklat. Biopsi jaringan juga dapat membantu. Dengan pulasan hematoksilin-eosin didapatkan gambaran reaksi granulomatosa dengan abses neutrofil kecil dengan hiperplasi epidermis. Pada kultus ditemukan koloni hitam dengan permukaan berbulu halus 2 .
Gambar 8. Kromoblastomikosis. Plak verukosa soliter, luas dengan halo eritem 2 . 12
Pada pasien dalam laporan kasus ini dilakukan pemeriksaan mikrobiologis berupa pemeriksaan ada tidaknya bakteri tahan asam dan juga pemeriksaan KOH 10%. Pada pemeriksaan KOH tidak ditemukan jamur dan pada pengambilan sampel lesi kulit dengan pewarnaan Ziehl Nelson memberikan hasil postif terdapat basil tahan asam. Tampakan berupa bakteri bentuk batang yang terpulas warna merah, ada yang berbentuk solid dan fragmented. Terapi pada tuberkulosis kutis sama seperti terapi untuk pasien-pasien tuberkulosis ekstra paru lainnya, yakni dapat diberikan obat anti tuberkulosis (OAT) kategori 1 yaitu 2HRZE/4H3R3. H untuk INH atau isoniazid. R untuk rifampisin. Z untuk pirazinamid dan E untuk etambutol 2,6 . Tabel . Panduan terapi infeksi Mycobacterium tuberculosis 2
OAT Pilihan 1 Pilihan 2 Pilihan 3 Terapi inisial 8 minggu Terapi lanjutan 16 minggu Terapi inisial 2 minggu Terapi lanjutan 6 minggu Terapi lanjutan 16 minggu 9 bulan Rifampisin 10 mg/kg Setiap hari 2- 3x/mingg u Setiap hari Setiap hari Setiap hari 3x/ming gu Isoniazid 5 mg/kg Setiap hari 2- 3x/mingg u Setiap hari Setiap hari Setiap hari 3x/ming gu Pyrazinamide 30 mg/kg Setiap hari Setiap hari Setiap hari 3x/ming gu Etambutol 15mg/kg, atau Streptomisin 15mg/kg Setiap hari Setiap hari 2- 3x/mingg u 3x/ming gu 13
Durasi terapi adalah 6 bulan kecuali pada pasien dengan infeksi Human Imunodeficiency Virus, dimana terapinya minimal 9 bulan. Bukti konversi kultus tidak dapat diharapkan pada sebagian besar kasus tuberkulosis kulit. Untuk memudahkan kepatuhan minum obat pada pasien, tersedia OAT dalam bentuk paket yakni KDT kombinasi dosis tetap. KDT memiliki beberapa keuntungan dalam pengobatan tuberkulosis yakni 6 : - Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga menjamin efektivitas obat dan mengurangi efek samping - Mencegah penggunaan obat tunggal sehingga menurunkan resiko terjadinya resistensi obat ganda dan mengurangi kesalahan penulisan resep - Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian obat menjadi sederhana dan meningkatkan kepatuhan pasien. Obat topikal berupa asam fusidat dan urea 10% diberikan pada pasien. Asam fusidat merupakan anti bakteri yang memiliki spektrum yang sempit. Ia memiliki aktivitas tinggi pada S. aureus. Tidak terdapat resistensi silang terhadap antibmikroba lain dan diperkirakan hal tersebut karena struktur unik yang dimiliki asam fusidat. Strukturnya menyerupai steroid tetapi tidak memiliki aktivitas seperti yang steroid miliki. Ia bekerja dengan menghambat sintesis prootein bakteri dengan mengintervensi elongasi faktor G pada langkah translokasi gen 7 . Keefektifan obat ini untuk M. tuberculosis belum dapat di pertanggungjawabkan, tetapi pada beberapa sumber mengatakan terdapat keefektifan asam fusidat terhadap Mycobacterium tuberkulosis yang didapatkan secara in vitro 8,9,10 . Urea merupakan senyawa organik yang digunakan dalam bidang dermatologi sebagai emolien potent dan agen keratolitik sehingga urea digunakan pada kondisi-kondisi yang terkait kulit yang kering dan berskuama. Selain itu terdapat efek antipruritus urea topikal, tetapi bukti-buktinya masih kurang banyak 11 .
14
Simpulan Dilaporkan satu kasus tuberkulosis kulit dalam bentuk tuberkulosis verukosa kutis pada wanita 62 tahun yang diagnosisnya ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Pasien mendapatkan terapi OAT kategori I dan obat topikal urea 10% dan asam fusidat.
15
DAFTAR PUSTAKA
1. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Edisi 2. Jakarta. Depkes. 2007 2. Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, dan Jeffell DJ. Fitzpatricks Dermatology in General Medicine, Seventh Edition, Chapter 184: Tuberculosis and Infection with Atypical Mycobacteria. Newyork. McGraw-Hill. 2008 3. Djuanda A, Hamzah M, dan Aisah S. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi keenam. Badan Penerbit FKUI. Jakarta. 2010 4. Burns T, Breathnach S, Cox N, and Griffiths. Rooks Textbook of Dermatology. Chapter 31: Mycobacterial Infection. Willey-Blackwell. 2010 5. Varkey B dan Mosenifar Z. Blastomycosis. Emedicine. 2013. Diunduh dari http://emedicine.medscape.com/article/296870 6. Kementerian kesehatan republik indonesia. Pedoman nasional pengendalian tuberkulosis. Jakarta. 2011 7. Rigopoulos Dimitris dan Larios Georgios. Assesing the value of fuccidic acid in dermatology. Acta Derm Venereol 2008; suppl 216: 1-39 8. Saydam CC, cavusoglu C, Burhanoglu D, Hilmioglu S, Ozkalay N, Bilgic A. in vitro susceptibility of mycobacterium tuberculosis to fucidic acid. Clin Microciol infect 2001 Dec: 7(12): 700-2 www.ncbi.nlm.nih.gov/m/pubmed/11843915/ 9. Fuursted K, Askgaard D, Faber V. Susceptibility of strains of the mycobacterium tuberculosis complex to fucidic acid. APMIS 1992 Jul; 100 (7): 663-7 terdapat pada www.ncbi.nlm.nih.gov/m/pubmed/1642855/?i=5&from=/11843915/related 10. Hoffner, Olsson, Rydgard KJ, Svenson SB dan Kalleneus G. susceptibility of mycobacteria to fucidic acid. Eur J Clin Microbiol Infect Dis 1990 Apr; 9(4): 294-7 terdapat pada www.ncbi.nlm.nih.gov/m/pubmed/2112466/?i=2&from=/11843915/related 16
11. Pan M, Heineche G, Bernardo S, Tsui C, dan Levit J. Urea: a comprehensive review of the clinical literature. Dermatology online journal 2013, Nov: vol 19 no 11 diunduh dari www.escholarship.org/uc/item/11x463rp