Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tuberculosis kutis merupakan penyakit yang disebabkan Mycobacterium

tuberculosis dan Mycobacterium bovis, Bacille Calmette Guerin (BCG).

Tuberculosis kutis banyak terdapat di negara berkembang insiden di Indonesia

kian menurun sejalan dengan menurunnya tuberculosis paru. Hal itu tentu

disebabkan kian membaiknya keadaan ekonomi, adanya perbaikan lingkungan,

hidup, vaksinasi BCG, dan obat anti tuberculosis efektif.1


Tuberculosis terjadi akibat penjalaran langsung organ dibawahnya yang telah

dikenai penyakit tuberculosis, hematogen, limfogen, dan dapat juga autoinokulasi

atau melalui kulit yang telah menurun resistensi lokalnya.1


Di negara beriklim dingin seperti Eropa bentuk yang paling sering terdapat

adalah Lupus Vulgaris, sedangkan di India bentuk yang tersering dijumpai adalah

Skrofuloderma disusul oleh Lupus Vulgaris dan Tuberkulosis Kutis Verukosa. Di

Indonesia Skrofuloderma merupakan bentuk tersering (84%) disusul dengan

Tuberkulosis Kutis Verukosa (13%), sedangkan bentuk-bentuk yang lain jarang

ditemukan.1
Tuberkulosis Kutis Verukosa merupakan tuberculosis kutis sejati sekunder

yang terjadi akibat inokulasi eksogen atau autoinokulasi dari sputum penderita

tuberculosis paru aktif pada kulit yang terkena trauma. Oleh karena itu, sering

pada daerah terpajan biasanya pada tungkai bawah dan kaki.1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1
A. Definisi
Tuberkulosis verrucosa kutis (TBVC) adalah bentuk paucibacillary

tuberkulosis kulit yang disebabkan oleh infeksi eksogen berulang pada individu

yang pernah tersensitasi. Tuberculosis kutis verukosa disebabkan oleh inokulasi

basil ke dalam kulit di individu dengan imunitas sedang atau tinggi. Inokulasi

terjadi pada luka kecil atau lecet, dan jarang pada sputum pasien. Kebanyakan,

agen penyebabnya adalah Mycobacterium tuberculosis hominis dan kurang

sering, Mycobacterium bovis atau Mycobacterium avium.


TBVC adalah bentuk yang jarang dari TBC kulit di negara-negara barat,

namun cukup sering di benua Asia. Di Eropa, bagian yang sering adalah tangan,

tetapi di negara-negara Timur dapat mengenai lutut, pergelangan kaki dan bokong

lebih sering terkena, umumnya daerah yang terkena trauma.


B. Epidemiologi
WHO memperkirakan 1,5 sampai 2 juta orang meninggal setiap tahun akibat

infeksi tuberculosis. Infeksi tuberculosis dominan terjadi di paru-paru, sisanya

10% kasus diluar paru (ekstrapulmoner). Tuberkulosis kutis hanya 1-2% dari

seluruh kasus infeksi tuberkulosis. Tuberkulosis verukosa sering ditemukan pada

laki-laki. Pada daerah endemis tuberkulosis, 50% kasus tuberkulosis kutis dapat

terjadi pada usia kurang dari 19 tahun. Sebanyak 3-12% kasus tuberkulosis kutis

memiliki gambaran abnormal pada rontgen thorax.


C. Etiologi
Penyebab utama TBC kulit adalah Mycobacterium tuberculosis yang kadang-

kadang juga disebabkan oleh M. bovis atau vaksin BCG (strain M. Bovis yang

dilemahkan).

2
Mycobacterium tuberculosis merupakan basil tidak berkapsul, non-motil, non

berspora, dengan panjang sekitar 1-10m dan lebar 0,2-0.6m; yang paling

penting jika diberi pewarnaan air fuchsin akan berwarna merah dan tidak berubah

warna pada pemberian alkohol dan asam (basil tahan asam). dinding sel memiliki

kandungan lipid yang tinggi tidak bereaksi terhadap pewarnaan, namun rentan

terhadap panas dan radiasi ultraviolet.


Mycobacterium tuberculosis adalah patogen aerobik yang membutuhkan

kondisi tertentu untuk tumbuh dan berkembang biak: oksigen, nutrisi dan pH

yang memadai dalam medium.


D. Patofisiologi
Respon imun tuberkulosis pada terjadi melalui jalur Th1, dengan sedikit atau

tanpa keterlibatan dari Th2 jalur. Setelah mikrobakteri terhirup, makrofag alveolar

diaktifkan, sebagai usaha untuk menghilangkan basil.


Jika mikobakterium bertahan, maka akan terjadi stadium sekunder, dimana

hidup dalam makrofag. Jika agen infeksi masih belum mampu dihilangkan, maka

akan diinduksi produksi sitokin seperti IL-6, IL-12, IL-1, IL-1, yang

mengakibatkan pengeluaran monosit, limfosit, neutrofil dan sel dendritik, CD4+,

CD8+ dan NK-sel dirangsang oleh interleukin (IL-12 dan IL-18) yang diproduksi

oleh sel dendritik untuk melepaskan IFN- untuk merangsang produksi RIN

(Reactive Nitrogen intermediet), ROI (Reactive Oxygen intermediet) dan TNF-.

Produksi IFN- dianggap sebagai penanda penting respon imun terhadap MTb.
Setelah gagalnya mekanisme penahanan awal, tubuh memulai usaha baru

untuk mengendalikan pertumbuhan mycobacteria melalui granuloma dirangsang

oleh TNF-. Sehingga akan merangsang pelepasan IL-1, IL-6, RNI, dan ROI oleh

3
makrofag. Terdapatnya IL pada fase kronis akan merangsang makrofag untuk

diferensiasi menjadi sel epiteloid dan giant sel, yang selanjutnya dibantu oleh IL-

17 dan IL-23 untuk membentuk dan menjaga granuloma dalam jangka waktu

yang lama.
TBC kulit dapat diperoleh dari penyebaran hematogen atau limfatik fokus

paru atau melalui inokulasi langsung. Namun setiap kali ada basil baru, maka

kaskade imunologi akan mulai lagi dan berlanjut sampai pembentukan

granuloma.

E. Diagnosis
1. Manifestasi klinik

Gambar 1. Tuberculosis verocous kutis

4
Lesi biasanya terjadi pada tangan atau pada ekstremitas bawah yang

Nampak sebagai papul asimptomatik kecil atau papulopustul dengan halo

inflamatori berwarna keunguan. Hiperkeratotik dan sering dianggap sebagai

kutil biasa. Pertumbuhannya lambat dan ekspansi perifer menyebabkan

berkembangnya plak verukous dengan tepi irregular. Pada fissure yang terisi

pus infiltrate yang bagian dalamnya berwarna colat kemerahan sampai

keunguan. Lesi biasanya soliter, tetapi lesi multiple dapat terjadi. Limfonodus

regional jarang terkena.


Lesi berkembang lambat dan jika tidak diobati, akan menetap selama

bertahun-tahun. involusi spontan dapat terjadi, dan meninggalkan skar atrofi.

2. Histopatologi

Gambar 2. Histopatologi Tuberculosis kutis verukous

Karakteristik histopatologi ditandai psudoepitel hyperplasia dari epidermis

dengan hyperkeratosis dan sel infiltrate yang terdiri dari neutrofil, limfosit dan

giant sel dan tidak adanya dermis superficial. Sel epiteloid dan giant sel

5
ditemukan pada bagian atas dan tengah dermis. Tipe tuberkel tidak umum dan

infiltrate kemungkinan tidak spesifik.

3. Tuberkulin skin test (TST)

Gambar 3. Tuberculin test

Protein M.tuberculosis (tuberculin) disuntikkan intradermal sebanyak 5U

(0,1 ml) di bagiananterior lengan. Reaksi maksimal terjadi 48 jam setelah

disuntikkan. Reaksi positif berupa indurasi eritema batas tegas ukuran

diameter lebih dari 10 mm. Pada pasien yang sudah pernah mendapat vaksin

BCG, diameter lesi 15 mm dinyatakan positif. Hasil tes positif terjadi 2-3

minggu setelah infeksi. Hasil tes tuberkulin positif tergantung pada imunitas

host. Tes tuberkulin positif pada kasus tuberkulosis verukosa kutis.


F. Diagnosis Banding
Diagnosis banding dari tuberculosis kutis verukous adalah sebagai berikut :
1. Blastomikosis

6
Primary cutaneus blastomikosis, infeksi inokulasi terutama pada pengawai

laboratorium dan patologi.


Penyebaran infeksi ke kulit dan mukosa

Gambar 4. North America Blastomicosis

- Lesi awal, nodul inflamasi yang membesar dan ulserasi; nodul subkutan,

banyak pustule kecil pada permukaannya.


- Selanjutnya, plak verrucous atau krusta berbatas tegas dengan daerah

serpiginous.
- Perbatasan perifer meluas di satu sisi, menyerupai setengah sampai tiga

perempat bulan.
- Pus keluar jika krusta diangkat.
- Central healing dengan bekas luka atrofi yang tipis.
- Lesi luas di HIV / AIDS
- Distribusi:
Biasanya simetris pada badan
Juga wajah, tangan, lengan, kaki
Multiple lesi pada beberapa pasien

2. Chromomikosis

7
Gambar 5. Chrocomikosis

- Tempat inokulasi
Nodul tunggal pada tempat trauma.
- Lesi kronis (bulan ke tahun)
Nodul baru muncul.
Meluasnya plak verrucous dengan central clearing dan kulit normal di

antara makula verrucous.


Lesi seperti kembang kol besar yang, dalam beberapa kasus, dapat

menjadi pedunkulata.
Permukaan lesi verrucous: pustul, ulserasi kecil, "black dot" dari bahan

hemopurulent; jaringan granulasi yang mudah berdarah.


Penyebaran terjadi melalui
Limfatik menyebar
Autoinokulasi

Diameter 10-20 cm, dapat membungkus betis atau kaki.

Lymphedema melibatkan ekstremitas (elefantiasis)

Susunan : lesi kecil bergabung membentuk massa verrucous besar. Central

clearing memberikan penampakan lesi yang lebih tua berbentuk annular.

Distribusi

Unilateral pada kaki, kaki


Juga, tangan, dada
G. Pengobatan

8
Pada semua pasien tuberkulosis kutis, harus dievaluasi kemungkinan

tuberkulosis paru, serta infeksi tuberkulosis di tempat lain seperti kelenjar limfe,

tulang, dan organ lain.


Terapi tergantung status infeksi tuberkulosis pasien. Pasien yang baru pertama

kali terinfeksi mendapat regimen pengobatan obat anti tuberkulosis (OAT)

kategori 1. Regimen ini diberikan selama enam bulan, terdiri dari dua bulan fase

intensif dan empat bulan fase lanjutan. Pengobatan fase intensif adalah isoniazid

(H), ethambutol (E), rimfapisin (R), dan pirazinamid (Z), sedangkan pada fase

lanjutan diberikan isoniazid (H) dan rifampisin (R). Apabila infeksi tuberkulosis

merupakan kasus lama, diberikan regimen pengobatan obat anti tuberkulosis

(OAT) kategori 2. Regimen itu terdiri dari tiga bulan fase intensif, ditambah

injeksi streptomisin selama dua bulan pertama. Setelah fase intensif kemudian

fase lanjutan selama lima bulan.


Dosis dan cara pemberian obat pada dasarnya sama dengan infeksi

tuberkulosis lain :
- Isoniazid (5 mg/kg/hari)
- Rifampisin (10 mg/kg/hari)
- Ethambuthol (25 mg/kg/hari)
- Streptomisin (25 mg/kg/hari)
- Pirazinamid (15-30 mg/kg/hari)
Respons klinis bisa terlihat dalam 4-6 minggu pengobatan. Jika tidak

memberikan respons klinis baik setelah 6 minggu pengobatan, harus dievaluasi

kemungkinan adanya infeksi lain atau infeksi tuberkulosis di tempat lain seperti di

tulang, sendi, meninges, serta kemungkinan resistensi obat anti tuberkulosis yang

diberikan. Resistensi ditandai dengan respons buruk terhadap terapi serta lesi kulit

yang bertambah berat dan luas. Pasien resisten harus mendapatkan obat anti

9
tuberkulosis lini kedua, seperti amikasin, streptomisin, kanamisin, ciprofloxacin,

ofloxacin, levofloxacin, gatifloxacin. Selama terapi obat anti tuberkulosis perlu

dipantau adanya efek samping obat seperti buta warna, hepatitis, kolestasis,

anemia, dan trombositopeni.


Tindakan bedah minor atas lesi kulit seperti bedah listrik, bedah beku, ataupun

eksisi juga diperlukan untuk lesi.

10
BAB III
LAPORAN KASUS
A. Identitas
Nama : Tn. Matius Polenga
Umur : 67 tahun
Jenis Kelamin : Laki - laki
Alamat : Konawe Selatan
Pekerjaan : Petani

Bangsa : Indonesia

Agama : Islam
Pendidikan : SMP
Status Perkawinan: Menikah
Tanggal Pemeriksaan : 14 Februari 2017
B. Anamnesis
Keluhan utama:
Panas dan gatal pada lutut sebelah kiri
Perjalanan penyakit :
Pasien datang dengan keluhan panas dan gatal pada lutut sebelumnya pasien

pernah terjatuh pada aspal yang lama kelamaan terbentuk lesi putih seperti uang

logam, yang kemudian menyebar ke daerah sekitar lutut. Lesi berisi cairan yang

kemudian pecah dan mongering. Saat ini pasien sudah tidak merasakan panas

padaa lutut.
Riwayat pengobatan:
Pasien pernah berobat ke RSUB sekitar 2 tahun yang lalu dan mendapat terapi

oral dan salep


Riwayat penyakit terdahulu:
Pasien memiliki riwayat tuberculosis dan tidak diobati
Riwayat penyakit dalam keluarga:
Tidak ada
C. Pemeriksaan Fisik
Status Present
Keadaan umum : Sadar
Kesadaran : Compos Mentis
Nadi : 88x/menit
Respirasi : 20x/menit
Suhu : 37O C

11
Tekanan Darah : 130/80
Status General
Kepala : Normocephali
Mata :-
THT :-
Thoraks :-
Abdomen :-
Ekstremitas : Perdapat plak verukosa berwarna merah pada kaki sebelah

kiri
Effloresensi : Plak verukosa berwarna merah disertai bintik-bintik hitam
D. Pemeriksaan Laboratorium
-
E. Pemeriksaan Penunjang
Foto thoraks
- TB paru kanan aktif, tidak jelas.
- Kalsifikasi paru sinistra
F. Diagnosis Banding
Blastomikosis, dan chromomikosis
G. Resume
Pasien datang dengan keluhan panas dan gatal pada lutut sebelumnya

pasien pernah terjatuh pada aspal yang lama kelamaan terbentuk lesi putih

seperti uang logam, yang kemudian menyebar ke daerah sekitar lutut. Lesi

berisi cairan yang kemudian pecah dan mongering. Saat ini pasien sudah tidak

merasakan panas padaa lutut. Pasien pernah berobat ke RSUB sekitar 2 tahun

yang lalu dan mendapat terapi oral dan salep. Pasien memiliki riwayat

tuberculosis dan tidak diobati. Pada ekstremitas didapatkan plak eritematous

berkrusta disertai bintik-bintik hitam. Pemeriksaan radiologi didapatkan TB

paru kanan aktif disertai kalsifikasi.

H. Diagnosis Kerja
TB Kutis Verokosa

12
I. Penatalaksanaan
Pasien diberikan pengoatan TB kategori 1 yaitu 2RHZE + 4RH dosisnya

disesuaikan dengan berat badan 60 kg sehingga obat paket yang diberikan

sejumlah 3 tablet.
Pasien juga diberikan salep denomix dan fusycom dioles tiap malam,

metilprednisolon 8 mg 1x1, dan neurosambe 1 x 1.

13
BAB IV
DISKUSI KASUS

Pasien pria, usia 67 tahun dimana tuberculosis cutis verukous lebih banyak

mengenai laki-laki dibanding wanita rasio 3:1. Usia untuk pasien tuberculosis cutis

verukous antara 8 tahun sampai 70 tahun.

Pasien datang dengan keluhan panas dan gatal pada lutut sebelumnya pasien

pernah terjatuh pada aspal yang lama kelamaan terbentuk lesi putih seperti uang

logam, yang kemudian menyebar ke daerah sekitar lutut. Lesi berisi cairan yang

kemudian pecah dan mongering. Lesi berbentuk plak eritem disertai krusta. Hal ini

sesuai dengan tuberculosis kutis verukous yang teradi akibat infeksi eksogen pada

kulit yang tidak utuh pada daerah terpajan terutama sekitar ekstremitas bawah.

Pada gambaran klinis ditemukan bentuk lesi berupa plak verukosa berwarna

merah yang sesuai dengan gambaran klinik dari tuberculosis verukosa. Hal ini juga

didukung dengan pemeriksaan radiologi yang menunjukkan pasien mengidap TB

paru aktif.

Penatalaksanaan pasien ini adalah dengan pemberian obat anti tuberkulosis

kategori 1 2RHZE + 4RH yang disesuaikan dengan berat badan 60 kg adalah 3 tablet

yang diminum selama 2 bulan fase intensif dan dilanjutkan selama 4 bulan fase

lanjutan. Pasien juga diberikan salep denomix dan fusycom yang berfungsi sebagai

terapi topical untuk mencegah bakteri lain menginfeksi luka tersebut. Pemberian

metilprednison 8 mg bertujuan untuk mengurangi inflamasi pada luka penderita.

14
DAFTAR PUSTAKA

1. Partogi D. Tuberculosis Kutis Verukous. Depertement

Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin : Medan. 2008


2. Oentari W, Menaldi S. Mikosis dalam Kapita Selekta.

Edisi 4. Jakarta : Media Aesculapius. 2014. Hal 316-9


3. Djuanda A, et al. Mikosis. In: Djuanda A (ed). Ilmu

Penyakit Kulit dan Kelamin. 3th ed. Jakarta: Penerbit Fakultas Kedokteran

Indonesia; 2007.p. 92-99.


4. Wolf, K. A, Lowell. MP. Fungal Disease. Fitzpatricks

Dermatology in General Medicine 7th Ed. Vol. 1 & 2. New York, USA. 2008.

Hal. 1807-18115
5. Kurniati CR. Etiopatogenesis Dermatofitosis. FK

UNAIR/RSU Dr. Soetomo. Desember 2008. 03; 20.1-8


6. Rianyta. Dermatofitosis e.c Tinea Corporis. Vol 28 No. 2.

Cermin Dunia Kedokteran. April 2011. p 115-116

15

Anda mungkin juga menyukai