BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
tidak aktif dan akan gagal dalam menghasilkan alkohol malah setelah melebihi
kadar 20%, sel-sel ragi dapat menjadi mati.
selain itu sianida juga dapat menyebabkan keracunan. Sianida tergolong racun
yang sangat toksik, garam sianida dalam takaran 150-250 mg sudah cukup untuk
menimbulkan kematian, sedangkan asam sianida 200-400 ppm didalam udara
akan menyebabkan kematian dalam waktu 30 menit, pada konsentrasi yang lebih
besar dapat menimbulkan kematian dalam hitungan detik. Efek sianida dapat
sangat cepatmenimbulkan kematian dalam jangka waktu beberapa menit.
Penentuan sianida secara kualitatif dapat dilakukan dengan beberapa
pemeriksaan yang sederhana seperti : Reaksi Schonbein-Pagentecher, reaksi biru
berlin, calorimetrik dan cara kertas saring yang diberi asam pikrat jenuh (picric
acid test) (Idries dkk, 1995).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
Toksikologi (berasal dari kata Yunani, toxicos dan logos) merupakan studi
mengenai perilaku dan efek yang merugikan dari suatu zat/racun terhadap
memberikan efek yang berbahaya terhadap organisme. Sifat racun dari suatu
dan bentuk efek yang ditimbulkan. Dalam toksikologi, dipelajari mengenai gejala,
akibat yang berkaitan dengan bahaya toksik dari suatu zat terhadap manusia dan
Toksikologi forensik adalah salah satu dari cabang ilmu forensik. Menurut
science to low, maka secara umum ilmu forensik (forensik sain) dapat dimengerti
Menurut Hukum Acara Pidana (KUHAP), hasil analisis forensik merupakan salah
satu Surat Keterangan Ahli atau Surat Keterangan. Jadi toksikologi forensik dapat
Klasifikasi Racun
Berdasarkan sifat kimia, fisik serta pengaruhnya terhadap tubuh, yaitu :
1. Racun Anorganik
a. Racun korosif
Adalah racun yang dapat menyebabkan kerusakan ataupun kematian sel-
sel yang terkena akibat efek lokal.
1. Acid corrosive : asam mineral (asam sulfat, asam klhorida, asam
nitrat), asam organik (asam oksalat, acetat, asam formiat), halogenida
(klorin, bromin, iodine, fluorine), garam asam mineral (perak nitrat,
seng klorida, dimetil sulfat).
2. Alkaline corrosive : golongan basa kuat (kalium/natrium hidroksida,
kalium/natrium carbonat, ammonia).
3. Organic corrosive : phenol group dan formaldehyde.
b. Racun metalik dan non metalik
Racun metalik adalah semua racun yang mempunyai elemen logam dalam
molekulnya, seperti arsenikum dan mercury.
2. Racun Organik
a. Racun volatil (menguap) : methyl alkohol/methanol
b. Racun non volatil
3. Racun Gas : karbon dioksida, karbon monoksida
4. Racun lain-lain
a. Racun makanan
5
Alkohol adalah derivat dari hidroksi yang mempunyai ikatan langsung maupun
rantai cabang dari alifatik hidrokarbon. Bentuk rantai alkohol yang sering
ditemukan adalah yang mengandung tiga gugus hidroksil dengan ikatan satu
gugus hidroksi dalam satu rantai karbon. Sedangkan jenis alkohol lainnya ialah
alkohol yang mengandung lebih dari satu gugus hidroksi dalam satu atom
karbon.
Jenis alkohol yang kedua inilah yang bersifat toksik yaitu ethanol (ethyl
alkohol), methanol (methyl alkohol) dan isipropanol (isoprophyl alkohol). Pada
umumnya semakin panjang rantai karbon maka semakin tinggi daya
toksisitasnya. Tetapi ada kekecualian dalam teori ini ialah methanol lebih toksik
daripada ethanol.
pelarut yang penting sekaligus sebagai stok umpan untuk sintesis senyawa kimia
lainnya.
Pada tahun 2002, dalam Annual Report of the Toxic Exposure Surveillance
System (TESS) yang berasal dari American Association of Poison Control
Centers (AAPCC), dilaporkan terdapat 2610 kasus terpapar methanol. Terdapat
18 kematian akibat methanol dan 55 kasus yang berakibat fatal.
Metabolisme alkohol melibatkan 3 jalur, yaitu jalur sitosol, jalur peroksisom dan
jalur mikrosom.
3. Jalur Mikrosom
terhadap senyawa ini melalui berbagai proses, terutama dihati. Alkohol juga
merangsang aktivitas enzim yang disebut sitokrom P450, yang berkontribusi
pada produksi ROS. Lebih lanjut, alkohol dapat mengubah tingkat logam
tertentu dalam tubuh, sehingga memudahkan produksi ROS.
CH4 + H2O CO + 3 H2
Methan juga dapat bereaksi melalui oksidasi parsial dengan molekul oksigen
menghasilkan gas sintesis dengan persamaan kimia:
2 CH4 + O2 2 CO + 4 H2
CO + 2 H2 CH3OH
Setiap produksi gas sintesis dari methan menghasilkan 3 molekul gas hidrogen
dan 1 molekul karbon monoksida, sedangkan sintesis metanol memerlukan 2
molekul gas hidrogen dan 1 molekul karbon monoksida.
10
2.6.2 Etanol
Etanol diproduksi secara petrokimia melalui hidrasi etilen, dan secara biologis
melalui fermentasi gula dengan peragian.
Hidrasi etilen
Etanol yang digunakan sebagai bahan dasar industri atau pelarut biasanya
diproduksi secara petrokimia terutama melalui hidrasi etilen dengan katalis
asam fosfor dengan persamaan kimia:
Dengan cara lama, etanol juga dapat diproduksi dengan hidrasi etilen secara
tidak langsung melalui reaksi dengan asam sulfat menghasilkan etil sulfat,
kemudian dihidrolisis menghasilkan etanol dan asam sulfat:
Fermentasi
Metanol, juga dikenal sebagai metil alkohol, wood alcohol atau spiritus,
adalah senyawa kimia dengan rumus kimiaCH3OH. Ia merupakan bentuk
alkohol paling sederhana. Pada "keadaan atmosfer" ia berbentuk cairan yang
ringan, mudah menguap, tidak berwarna, mudah terbakar, dan beracun dengan
bau yang khas (berbau lebih ringan daripada etanol). Ia digunakan sebagai
bahan pendingin anti beku, pelarut, bahan bakar dan sebagai bahan additif
bagi etanol industri. Metanol diproduksi secara alami oleh metabolisme
anaerobik oleh bakteri. Hasil proses tersebut adalah uap metanol (dalam
jumlah kecil) di udara. Setelah beberapa hari, uap metanol tersebut akan
teroksidasi oleh oksigen dengan bantuan sinar matahari menjadi karbon
dioksida dan air.
Saat ini, gas sintesis umumnya dihasilkan dari metana yang merupakan
komponen dari gas alam. Pada tekanan sedang 1 hingga 2 MPa (1020 atm)
dan temperatur tinggi (sekitar 850 C), metana bereaksi dengan uap air
(steam) dengan katalis nikel untuk menghasilkan gas sintesis menurut reaksi
kimia berikut:
CH4 + H2O CO + 3 H2
Metana juga dapat mengalami oksidasi parsial dengan molekul oksigen untuk
menghasilkan gas sintesis melalui reaksi kimia berikut:
12
2 CH4 + O2 2 CO + 4 H2
Sangat perlu diperhatikan bahwa setiap produksi gas sintesis dari metana
menghasilkan 3 mol hidrogen untuk setiap mol karbon monoksida, sedangkan
sintesis metanol hanya memerlukan 2 mol hidrogen untuk setiap mol karbon
monoksida. Salah satu cara mengatasi kelebihan hidrogen ini adalah dengan
menginjeksikan karbon dioksida ke dalam reaktor sintesis metanol, dimana ia
akan bereaksi membentuk metanol sesuai dengan reaksi kimia berikut:
2.7.2. ETANOL
a. Sifat Fisik
Etanol adalah cairan tak berwarna yang mudah menguap dengan aroma yang
khas. Ia terbakar tanpa asap dengan lidah api berwarna biru yang kadang-
kadang tidak dapat terlihat pada cahaya biasa.
Etanol adalah pelarut yang serbaguna, larut dalam air dan pelarut organik
lainnya, meliputi asam asetat, aseton, benzena, karbon tetraklorida, kloroform,
dietil eter, etilena glikol, gliserol, nitrometana, piridina, dan toluena. Ia juga
larut dalam hidrokarbon alifatik yang ringan, seperti pentana dan heksana, dan
juga larut dalam senyawa klorida alifatik seperti trikloroetana dan
tetrakloroetilena.
Etanol termasuk dalam alkohol primer, yang berarti bahwa karbon yang
berikatan dengan gugus hidroksil paling tidak memiliki dua hidrogen atom yang
terikat dengannya juga. Reaksi kimia yang dijalankan oleh etanol kebanyakan
berkutat pada gugus hidroksilnya.
Reaksi asam-basa
Gugus hidroksil etanol membuat molekul ini sedikit basa. Ia hampir netral
dalam air, dengan pH 100% etanol adalah 7,33, berbanding dengan pH air
murni yang sebesar 7,00. Etanol dapat diubah menjadi konjugat basanya, ion
etoksida (CH3CH2O), dengan mereaksikannya dengan logam alkali seperti
natrium.
Halogenasi
Etanol bereaksi dengan hidrogen halida dan menghasilkan etil halida seperti etil
klorida dan etil bromida:
Reaksi dengan HCl memerlukan katalis seperti seng klorida. Hidrogen klorida
dengan keberadaan seng klorida dikenal sebagai reagen Lucas.
Pembentukan ester
Dengan kondisi di bawah katalis asam, etanol bereaksi dengan asam karboksilat
dan menghasilkan senyawa etil eter dan air:
Dehidrasi
Asam kuat yang sangat higroskopis seperti asam sulfat akan menyebabkan
dehidrasi etanol dan menghasilkan etilena maupun dietil eter:
Oksidasi
Produk oksidasi etanol, asam asetat, digunakan sebagai nutrien oleh tubuh
manusia sebagai asetil-koA.
Pembakaran
2.8.1 Methanol
Methanol dapat diabsorbsi kedalam tubuh melalui saluran pencernaan, kulit dan
paru-paru.Methanol didistibusikan secara luas dalam cairan tubuh dengan
volume distribusi 0,6 L/kg. Methanol secara perlahan dimetabolisme di hati.
Sekitar 3% dari methanol diekskresikan melalui paru atau diekskresi melalui
urin.
Methanol beracun melalui dua mekanisme. Pertama methanol yang telah masuk
kedalam tubuh baik melalui menelan, menghirup atau diserap melalui kulit
dapat menekan saraf pusat seperti yang terjadi pada keracunan etanol. Kedua
methanol beracun setelah mengalami pemecahan oleh enzim alcohol
dehidrogenase di hati menjadi asam format dan formaldehida. Dosis yang
berbahaya dapat terjadi bila seseorang terekspos terus menerus terhadap
uapmethanol atau cairan methanol tanpa menggunakan pelindung. Dosis yang
mematikan adalah100-125 ml (4fl oz).
Cara kerja methanol sama dengan cara kerja etanol. Methanol lebih bersifat
toksik dibandingkan dengan etanol. Toksisitas methanol semakin meningkat
disebabkan oleh stukturnya yang tidak murni. metanol diekskresikan secara
lambat di dalam tubuh dan kemudian secara kumulatif methanol dapat bersifat
toksik di dalam tubuh. Selama penelanan methanol secara cepat diabsorbsi
dalam traktus gastrointestinal dan dimetabolisme dihati. Pada langkah pertama
dari degradasi, methanol diubah menjadi formaldehid oleh ensim alcohol
dehidrogenase. Reaksi ini lebih lambat dari reaksi kedua, oksidasi dari
formaldehid menjadi asam format olehenzim aldehid dehidrogenase. Oksidasi
ini berlangsung cepat sehingga hanya sedikit formaldehid yang terakumulasi
dalam serum. Hal ini menjelaskan latensi dari gejala antara penelanan dan
timbulnya efek. Waktu paruh dari formaldehid adalah sekitar 1-2 menit.
Kecepatan absorbsi dari methanol tergantung dari beberapa factor, dua factor
yang paling berperan adalah konsentrasi methanol dan ada tidaknya makanan
dalan saluran cerna. Methanol dalam bentuk larutan lebih lambat diserap
dibanding dengan methanol yang murni dan adanya makanan dalam saluran
cerna terutama lemak dan protein akan memperlambat absorbsi methanol dalam
saluran cerna. Setelah diabsorbsi, methanol didistribusi ke seluruh jaringan dan
cairan tubuh kecuali jaringan lemak dan tulang, disini konsentrasi methanol
paling rendah. Konsentrasi methanol di dalam darah mencapai maksimum kira-
kira setengah sampai satu jam setelah methanol dikonsumsi. Konsentrasi
methanol di dalam otak setelah tercapai keseimbangan adalah lebih sedikit
dibanding dengan konsentrasi di dalam darah.
Sedangkan untuk ekskresi metanol dari tubuh relatif lambat, dengan waktu
paruh selama 24 jam. Keparahan toksisitas metanol lebih berkaitan dengan
derajat kejadian metabolik asidosis ketimbang konsentrasi metanolnya. Hal ini
karena ketoksikan metanol ditentukan oleh kecepatan pembentukan asam
format dalam tubuh dan kemampuan hati untuk mendetoksifikasinya.
2.8.2 Etanol
Etanol terutama dimetabolisme dalam hati, tetapi jaringan lain mungkin terlibat
dalam oksidasi tersebut. Ethanol mengalami first-pass effect, yaitu sebagian
kecil akan mengalami metabolisme sebelum mencapai sirkulasi
sistemik. Metabolisme awal ini terjadi di mukosa pencernaan dan hati. First-
pass effect cenderung untuk melibatkan tidak lebih dari 20% dosis etanol yang
ditelan. Lebih dari 80% dari alkohol yang tertelan masuk sirkulasi sistemik
dalam bentuk etanol dan kemudian dimetabolisme dalam hati. Dalam hati,
oksidasi etanol terutama memicu peningkatan rasio NADH / NAD +, yang,
20
2.9.2 Etanol
Etanol adalah bahan cairan yang telah lama digunakan sebagai obat dan
merupakan bentuk alkohol yang terdapat dalam minuman keras seperti bir,
21
Mekanisme Toksisitas
Secara pasti mekanisme toksisitas etanol belum banyak diketahui. Beberapa
hasil penelitian dilaporkan bahwa etanol berpengaruh langsung pada membran
saraf neuron dan tidak pada sinapsisnya (persambungan saraf). Pada daerah
membran tersebut etanol mengganggu transport ion. Pada penelitian invitro
menunjukkan bahwa ion Na+, K+- ATP ase dihambat oleh etanol. Pada
konsentrasi 5 10% etanol memblok kemampuan neuron dalam impuls
listrik, konsentrasi tersebut jauh lebih tinggi daripada konsentrasi etanol
dalam sistem saraf pusat secara invivo.
1. Gejala awal
Depresi pada sistem saraf pusat, yang meliputi sakit kepala, pusing, mual,
berkurangnya koordinasi, bingung. Pada intoksikasi yang berat, penderita
menunjukkan gejala stuppor (tidak bereaksi) atau menjadi koma. Kulit
teraba dingin, bau nafas tercium alkohol, suhu tubuh dan frekwensi nafas
menurun, kadang denyut jantung meningkat. Dalam dosis yang lebih
besar dapat menyebabkan hilangnya kesadaran bahkan kematian. Gejala
awal pada orang yang hanya terkena paparan methanol biasanya lebih
ringan dibandingkan dengan orang yang tertelan methanol dengan dosis
yang sama. (Gunawan, 2012)
2. Gejala lanjutan
Pandangan kabur, hilang penglihatan secara total dan asidosis.Gejala-
gejala tersebut terjadi karena akumulasi dari kadar toksik format di aliran
darah. Akumulasi ini dapat menyebabkan kematian karena gagal napas.
Gejala diawali dengan menunjukkan tanda-tanda seperti intoksikasi
etanol dengan gejala yang biasanya lebih ringan karena daya larut
metanol yang rendah terhadap lemak. Gejala yang terlihat ialah euphoria
dan lemah otot. Kemudian diikuti dengan gejala nausea, muntah, sakit
kepala, hilang ingatan, sakit perut yang sangat dan dapat disertai diare,
sakit punggung, kelesuan anggota gerak. Mata terlihat merah karena
hiperemik. (Gunawan, 2012)
Fase pertama adalah Penekanan sistem saraf pusat. Dapat terjadi dalam
30 menit- 2 jam, intoksikasi dapat terjadi dalam durasi yang lebih pendek
daripada intoksikasi oleh etanol
Fase kedua adalah fase laten tanpa gejala, mengikuti depresi sistem saraf
pusat. Dalam 48 jam setelah diminum, pasien mungkin belum
menunjukkan tanda-tanda keracunan, walaupun gejalanya mungkin
berbeda secara individual.
Fase ketiga terjadi asidosis metabolik berat. Pada fase ini metanol telah
dimetabolisir menjadi asam format dan menyebabkan metabolik asidosis
(meningkatnya keasaman darah), yang dapat menyebabkan mual,
muntah, pusing, dan mungkin sudah mulai ada tanda-tanda gangguan
penglihatan.
2.10.2 Etanol
Pengaruh etanol pada sistem saraf pusat berbanding langsung dengan
konsentrasi etanol dalam darah. Daerah otak yang dihambat pertama
kali ialah sistem retikuler aktif. Hal tersebut menyebabkan terganggunya
sistem motorik dan kemampuan dalam berpikir. Disamping itu pengaruh
hambatan pada daerah serebral kortek mengakibatkan terjadinya
kelainan tingkah laku. Gangguan kelainan tingkah laku ini bergantung
pada individu, tetapi pada umumnya penderita turun daya ingatnya.
Gangguan pada sistem saraf pusat ini sangat bervariasi biasanya
berurutan dari bagian kortek yang terganggu dan merambat ke bagian
medulla. (Gunawan, 2012)
terutama
di dalam sintesis asam lemak
otak
Perlemakan
hati
*ADH: alcohol dehidrogenase
Gambar
*MEOS: sistem oksidasi4. Metabolisme
etanol Etanol dan Intoksikasi
di dalam mikrosom-spesies sitokrom P450
25
Dosis fatal
Dosis bukan hanya tergantung dari jumlah yang diminum, tetapi juga bergantung
pada kebiasaan seseorang dan jenis minumannya. Misalnya alkohol absolut
sebanyak 5 oz dapat berakibat fatal. Untuk anak-anak berusia dibawah 12 tahun,
alkohol absolut sebanyak 2 oz juga sudah dapat berakibat fatal. (Samir, 2006)
Pada buku lain juga mengatakan takaran alkohol untuk menimbulkan keracunan
bervariasi tergantung dari kebiasaan minum dan sensitivitas genetik perorangan.
Umumnya 35 gram alkohol menyebabkan penurunan kemampuan untuk menduga
jarak dan kecepatan serta menimbulkan euforia. Alkohol sebanyak 75-80 gr akan
menimbulkan keracunan akut dan 250-500 gram alkohol takaran fatal. Kadar
alkohol darah dari konsumsi 35 gram alkohol dengan menggunakan rumus:
(A = C X P X R)
R : konstanta (0,0007)
Bagi orang dewasa, dosis sebanyak 150-200 mL alkohol absolut sudah dianggap
bisa berakibat fatal. (Samir, 2006)
Periode fatal
Jika alkohol diminum dalam jumlah yang banyak oleh seseorang yang tidak
mempunyai kebiasaan minum alkohol bisa menyebabkan kematian dalam
26
beberapa menit. Periode fatal bisanya antara 12-24 jam, pada beberapa kasus bisa
agak panjang yaitu antara 5-6 hari. Pada kadar yang rendah alkohol (10-20 mg%)
sudah menimbulkan gangguan berupa penurunan keterampilan tangan dan
perubahan tulisan tangan. Pada kadar 30-40 mg% telah timbul penyempitan
lapangan pandang, dan penurunan ketajaman penglihatan. Sedangkan pada kadar
80 mg% telah terjadi gangguan penglihatan tiga demensi dan gangguan
pendengaran, selain itu tampak pula gangguan pada kehidupan psikis, yaitu
penurunan kemampuan memusatkan perhatian, konsentrasi, asosiasi dan analisa.
Ketermpilan mengemudi mulai menurun pada kadar alkohol darah 30-50 mg%
dan lebih jelas lagi pada kadar 150 mg%. Alkohol dengan kadar dalam darah 200
mg% menimbulkan gejala banyak bicara, refleks menurun. Inkoordinasi otot-otot
kecil, kadang-kadang nistagmus dan sering terdapat pelebaran pembuluh darah
kulit. Dalam kadar 250-300 mg% menimbulkan gejala penglihatan kabur, tidak
dapat mengenali warna, konjungtiva merah, dilatasi pupil (jarang konstriksi,
diplopia, sukar memusatkan pandangan/penglihatan dan nistagmus. Bila kadar
dalam darah dan otak semakin meningkat akan timbul pembicaraan kacau, tremor
tangan dan bibir, keterampilan menurun, inkoordinasi otot dan tonus otot muka
menghilang. Dalam kadar 400-500 mg% aktifitas motorik hilang sama sekali.,
timbul stupor atau koma, pernapasan perlahan dan dangkal, suhu tubuh menurun.
(Samir, 2006)
Gejala dari keracunan etanol bervariasi dari yang sifatnya ringan yaitu ataxia
(sempoyongan) sampai berat yaitu koma. Pada intoksikasi yang berat, penderita
menunjukkan gejala stupor (tidak bereaksi) atau menjadi koma. Kulit teraba
dingin, bau nafas tercium alkohol, suhu tubuh dan frekwensi nafas menurun,
kadang denyut jantung meningkat. Kejadian koma karena keracunan alkohol
biasanya KAD nya mencapai 300 mg% atau 0,3 %. Pada konsentrasi kurang dari
100 mg%, lobus frontal otak terpengaruh sehingga tidak berfungsi. (Samir, 2006)
27
Menimbulkan kebingungan
a. Saluran pernapasan
Alkohol takaran tinggi dalam waktu lama akan menimbulkan kelainan pada
selaput lendir mulut, kerongkongan dan lambung berupa gastritis kronis
dengan aklohidria, gastritis erosif hemoragik akut serta pengkreatitis
hemoragik dan dapat pula terjadi malabsorpsi. Timbulnya tumor ganas di
mulut dan kerongkongan dihubungkan dengan iritasi kronik pada pencandu
alcohol. (Samir, 2006)
b. Hati
Terjadi penimbunan lemak dalam sel hati, kadar SGOT, trigliserida, dan
asam urat meningkat. Hepatitis pada alkoholisme dapat menyebabkan
29
c.Jantung
Dapat terjadi kardiomiopati alkoholik dengan payah jantung kiri atau kanan
dengan distensi pembuluh balik leher nadi lemah dan edema perifer. Bila
korban meninggal pada jantung mungkin dijumpai hipertrofi kedua ventrikel,
fibrosis endokard, dengan tanda trombi mural pada otot jantung. Pada
pemeriksaan histologi akan dijumpai fibrosis interstitial, hipertropi,
vakuolisasi, dan edema serat-serat otot jantung. (Samir, 2006)
d. Sistem musculoskeletal
Dapat ditemukan miopati alkoholik. Pada pemeriksaan histopatologi
dijumpai atropi serat dan perlemakan jaringan otot. (Samir, 2006)
e.Sistem saraf
Dapat terjadi polyneuritis atau neuropati perifer akibat degenerasi serabut
saraf dan myelin. Selain itu mungkin pula tejadi sindroma Marchiavafa
Bignami dengan kerusakan terutama pada korpus kalosum, komisura
anterior, traktus optikus, masa putih subkortikal dan pedunkulus serebeli.
Pada alkoholisme akroik sering terjadi gangguan nutrisi akibat kebiasaan
makanan yang kurang baik, sehingga timbul kelainan dengan gejala-gejala
seperti defisiensi vitamin B1 (beri-beri), asam nikotinat, riboflavin, vitamin
B. (Samir, 2006)
Mekanisme kematian pada alkoholisme kronik terutama akibat gagal hati dan
rupture varises esophagus akibat hipertensi portal. Selain itu dapat
disebabkan secara sekunder oleh pneumonia dan tuberkulosa. Peminum
alkohol sering terjatuh dalam keadaan mabuk dan meninggal pada autopsi
dapat ditemukan memar korteks serebri, hematoma subdural akut atau
kronik. Depresi pusat pernapasan terjadi pada kadar alkohol dalam darah 450
mg%. pada kadar 500-600 mg% dalam darah penderita biasanya meninggal
30
dalam 1-4 jam, setelah koma selama 10-16 jam. Para ahli banyak
berpendapat mengenai akibat yang ditimbulkan etanol, diantaranya
Dreisbach (1971) menyatakan bahwa etanol akan menekan sistem saraf pusat
secara tidak teratur tergantung dari jumlah yang dicerna, dikatakan pula
bahwa etanol secara akut akan menimbulkan oedema pada otak serta oedema
pada saluran gastrointestinal. Pada keracunan etanol onset sekitar 30 menit,
napas berbau etanol dan dapat terjadi asidosis respiratorik atau ketoasidosis.
(Gunawan, 2012).
(1) Depresi SSP merupakan efek utama keracunan etanol. Etanol memiliki
efek aditif dengan depresan SSP lainnya seperti barbiturate, benzodiazepine,
antidepresi dan antipsikotik
(3) Keracunan etanol dapat menyebabkan pasien cenderung pada trauma dan
kondisi kekacauan metabolic sering terlihat pada pasien alkoholik.
Kelainan lain yang mungkin terjadi pada keracunan methanol adalah nekrosis
dan perdarahan pada substansia alba. Lesi pada substansia alba ini kurang
spesifik pada keracunan methanol. Penampakan postmortem pada keracunan
methanol yang kronis yaitu perubahan morfologik otak yang menyeluruh
yaitu atropi kortikal dan subkortikal. Lobus frontal adalah bagian otak yang
paling peka, disini akan terjadi kerusakan dan penyusutan bagian otak
tersebut,gejala yang timbul yaitu berupa gangguan eksekutif seperti
kemampuan untuk merencanakan dan menyelesaikan masalah. Pada
32
keracunan methanol pada lambung dan duodenum akan tampak hiperemi dan
inflamasi dengan bercak-bercak perdarahan . Pada paru-paru akan tampak
kongesti dan odema. Pada otak dan meningen akan terjadi kongesti. Pada
mukosa kantung kemih terjadi kongesti, dan pada ginjal menunjukkan adanya
degenerasi tubular. Pada jantung terjadi degenerasi vacuolar pada sel-
sel jantung. (Darmono, 2009)
2. Pemeriksaan dalam
Bau alkohol bisa tercium dari isi lambung dan organ tubuh lainnya.
Dinding lambung hiperemis, berwarna merah dan isi lambung berwarna
coklat.
Organ tubuh lainnya mengalami kongesti.
Edema otak sangat jelas terlihat dari jarak antara gyrus otak yang semakin
sempit.
Pada orang hidup bau alkohol yang keluar dari udara pernapasan merupakan
petunjuk awal. Petunjuk ini harus dibuktikan dengan pemeriksaan kadar
alkohol darah, baik melalui pemeriksaan udara pernapasan atau urin , maupun
langsung dari darah vena. (Darmono, 2009)
Pemeriksaan Forensik keracunan Alkohol (Etanol) Kronis
1. Pada orang yang masih hidup dapat diidentifikasi dari bau alkohol yang
keluar dari udara pernafasan.
2. Pemeriksaan kadar alkohol darah: baik pemeriksaan udara pernafasan atau
urin atau dari darah vena
3. Kelainan pada orang yang sudah meninggal tidak khas. Mungkin
ditemukan gejala yang sesuai dengan asfiksia. Seluruh organ menunjukkan
tanda perbendungan, darah lebih encer, berwarna merah gelap.
4. Mukosa lambung tanda perbendungan, kemerahan dan tanda inflamasi tapi
kadang-kadang juga tak tampak kelainan.
33
Kelainan yang ditemukan pada korban mati tidak khas, Mungkin ditemukan
gejala-gejala yang sesuai dengan asfiksia. Seluruh organ menunjukkan tanda
perbendungan, darah lebih encer, berwarna merah gelap. Mukosa lambung
menunjukkan tanda perbendungan, kemerahan dan tanda inflamasi tapi kadang
kadang tidak ada kelainan. Organ-organ termasuk otak dan darah berbau alkohol.
Pada pemeriksaan histopatologik dapat dijumpai edema dan pelebaran pembuluh
darah otak dan selaput otak, degenerasi bengkak keruh pada bagian parenkim
organ dan inflamasi mukosa saluran cerna. Pada kasus keracunan kronik yang,
meninggal, jantung dapat memperlihatkan fibrosis interstisial, hipertrofi serabut
otot jantung, sel-sel radang kronik pada beberapa tempat, gambaran seran lintang
otot jantung menghilang, hialinisasi, edema dan vakuolisasi serabut otot jantung.
Schneider melaporkan miopati alhokolik akut dengan miohemoglobinuri yang
disebabkan oleh nekrosis tubuli ginjal dan kerusakan miokardium. (Darmono,
2009)
34
Karena akumulasi asam format maka akan menyebabkan high anion gap
asidosis metabolic dengan pH 6.8-7.3. Asidosis laktat terjadi akibat gangguan
respirasi sel akibat format atau peningkatan penggunaan NADH untuk
metabolisme methanol. Pada pasien yang juga minum etanol bersamaan
dengan methanol, dapat timbul ketoasidosis. Pada beberapa pasien
AG/HCO3 > 1, menunjukkan metabolik alkalosis yang terjadi bersamaan
atau deposisi format dan HCO3 yang berbeda. (Vicellio, 1993)
Serum anion gap dapat meningkat minimal dan serum HCO3 menurun secara
minimal pada awal intoksikasi, dengan berjalannya proses metabolisme
methanol, akan terjadi peningkatan minimal dari serum osmolalitas, dimana
anion gap dapat meningkat secara signifikan dan penurunan HCO3 serum.
(Vicellio, 1993)
Gambar 9. CT Scan Pre (A) dan Post kontras (B) pada hari ke 24 menunjukkan
Hilangnya volume putamen secara bilateral dan adanya lesi putamen dan subkortikal
B. Etanol
Bau alkohol bukan merupakan diagnosis pasti keracunan. Diagnosis pasti hanya
ditegakkan dengan pemeriksaan kuantitatif kadar alkohol darah. Kadar alkohol
dari udara ekspirasi dan urin dapat dipakai sebagai pilihan kedua. Untuk korban
meninggal sebagai pilihan kedua dapat diperiksa kadar alkohol dalam otak, hati,
atau organ lain atau cairan serebrospinalis. Penentuan kadar alkohol dalam
lambung saja tanpa menentukan kadar alkohol dalam darah hanya menunjukkan
bahwa orang tersebut telah minum alkohol. Penegakan diagnosis intoksikasi
alkohol dilakukan dari segi klinis seperti yang telah disebut kan pada gejala-
gejala. Definitif diagnosis dilakukan dengan alcohol blood test sebagai bagian
dari pemeriksaan toksikologi. Banyak pemeriksaan informal yang dilakukan
sendiri untuk mendeteksi alkohol. Tetapi pemeriksaan ini tidak
direkomendasikan dalam ilmu kedokteran.Pada mayat, alkohol dapat berdifusi
dari lambung ke jaringan sekitarnya termasuk ke dalam jantung, sehingga untuk
pemeriksaan toksikologik, diambil darah dari pembuluh darah vena perifer
(kubiti atau femoralis). (Vicellio, 1993)
39
Salah satu cara penentuan semikuantitatif kadar alkohol dalam darah atau urin
yang cukup sederhana adalah tehnik modifiaksi mikrodifusi (Conway), sebagai
berikut :
Letakkan 2 ml reagen antie ke dalam ruang tengah. Reagen antie dibuat
dengan melarutkan 3,70 gm kalium dikromat ke dalam 150 ml air.
Kemudian tambahkan 280 ml asam sulfat dan terus diaduk. Encerkan
dengan 500 ml akuades.
Sebarkan 1 ml darah atau urin yang akan diperiksa dalam ruang sebelah luar
dan masukkan 1 ml kalium karbonat jenuh dalam ruang sebelah luar pada
sisi berlawanan
Tutup sel mikrodifusi, goyangkan dengan hati-hati supaya darah atau urin
bercampur dengan larutan kalium karbonat
Biarkan terjadi difusi selama 1 jam pada temperatur ruang, kemudian
angkat tutup dan amati perubahan warna pada reagen antie.
Warna kuning kenari mununjukkan hasil negatif. Perubahan warna kuning
kehijauan menunjukkan kadar etanol sekitar 80 mg%, sedangkan warna
hijau kekuningan sekitar 300 mg%. (Vicellio, 1993)
Sianida adalah kelompok senyawa yang mengandung gugus siano (CN) yang
terdapat dialam dalam bentuk-bentuk berbeda (Kjeldsen 1999, Luque-Almagro
et al. 2011). Sianida di alam dapat diklasifikasikan sebagai sianida bebas,
sianida sederhana, kompleks sianida dan senyawa turunan sianida (Smith and
Mudder 1991).
menghasilkan sianida bebas dan ion logam (Kyle 1988, Smith and Mudder
1991)
Yang tergolong senyawa turunan sianida adalah SCN (tiosianat), CNO , dan
NH3 (amonia) yang biasanya dihasilkan dari sianidasi, degradasi alami dan
pengolahan limbah mengandung sianida (Smith and Mudder 1991).
Hidrogen sianida disebut juga formonitrile, sedang dalam bentuk cairan dikenal
sebagai asam prussit dan asam hidrosianik. Hidrogen sianida adalah cairan
tidak berwarna atau dapat juga berwarna biru pucat pada suhu kamar. Bersifat
volatile dan mudah terbakar. Hidrogen sianida dapat berdifusi baik dengan
udara dan bahan peledak.Hidrogen sianida sangat mudah bercampur dengan air
sehingga sering digunakan. Bentuk lain ialah sodium sianida dan potassium
sianida yang berbentuk serbuk dan berwarna putih. .
2.13.2 Patogenesis
Fase Eksposisi ( Asal paparan)
Inhalasi
Sisa pembakaran produk sintesis yang mengandung karbon dan nitrogen seperti
plastik akan melepaskan sianida. Rokok juga mengandung sianida, pada
perokok pasif dapat ditemukan sekitar 0.06g/mL sianida dalam darahnya,
sementara pada perokok aktif ditemukan sekitar 0.17 g/mL sianida dalam
darahnya. Hidrogen sianida sangat mudah diabsorbsi oleh paru, gejala
keracunan dapat timbul dalam hitungan detik sampai menit. Ambang batas
minimal hydrogen sianida di udara adalah 2-10 ppm, tetapi angka ini belum
dapat memastikan konsentrasi sianida yang berbahaya bagi orang disekitarnya.
Selain itu, gangguan dari saraf-saraf sensoris pernafasan juga sangat terganggu.
Berat jenis hidrogen sianida lebih ringan dari udara sehingga lebih cepat
terbang ke angkasa. Anak-anak yang terpapar hidrogen sianida dengan tingkat
yang sama pada orang dewasa akan terpapar hidrogen sianida yang jauh lebih
tinggi.
Mata
Paparan hidrogen sianida dapat menimbulkan iritasi pada mata dan kulit.
Muncul segera setelah paparan atau paling lambat 30 sampai 60 menit.
Kebanyakan kasus disebabkan kecelakaan pada saat bekerja sehingga cairan
sianida kontak dengan kulit dan meninggalkan luka bakar.
43
Fase Toksokinetik
Pada fase ini terjadi absorpsi, dstribusi, metabolisme dan ekskresi zat toksik.
Absorbsi merupakan proses penyerapan paparan zat toksik kedalam tubuh dapat
melalui pernafasan (inhalasi), kulit, oral, dan injeksi. Hydrogen sianida yang
terabsorbsi kemudian didistribusikan ke reseptor melalui darah, kemudian
mengalami meabolisme atau biotransformasi dapat menjadi zat yang lebih polar
maupun zat yang nonpolar, tokson yang telah dimetabolisme menjadi zat yang
lebih polar kemudian dieksresikan keluar tubuh melalui keringat, feses dan urin.
Sianida bereaksi melalui hubungan dengan atom besi ferri dari sitokrom
oksidase sehingga mencegah pengambilan oksigen untuk pernafasan sel.
Sianida tidak dapat disatukan langsung dengan hemoglobin, tapi dapat
disatukan oleh intermediary compound methemoglobin.
Fase Toksodinamik
Pada fase ini zat tokson yang telah mengalami metabolisme namun masih
bersifat non polar sehingga tidak dapat dieksresi maka zat ini diteruskan ke
45
resepor, reseptor yang dituju berbeda-beda sesuai dengan tempat paparan. Jika
hydrogen sianida terabsorbsi melalui pernafasan (inhalasi) maka resptornya
adalah paru-paru, jika tempat paparannya adalah kulit maka reseptornya adalah
saraf-saraf pada kulit. Pada tempat paparan melalu saluran pencernaan maka
reseptornya adalah lambung. Setelah mencapai ke reseptor maka tokson akan
bereaksi sehingga menimbulkan efek toksik.
2.13.3 Patofisiologi
Paparan sianida dapat terjadi melalui inhalasi atau dengan cara per oral, tetapi
sianida dalam bentuk cair dapat diabsorbsi melalui kulit atau mata. Sianida
diserap dengan baik melalui saluran pencernaan atau kulit dan penyerapan
46
melalui saluran pernafasan terjadi secara cepat. Setelah diserap, sianida masuk
melalui aliran pembuluh darah dan didistribusi secara cepat ke seluruh organ-
organ dan jaringan ada tubuh, walaupun kadar sianida tertinggi dapat
ditemukan di hati, paru-paru, darah dan otak.
Dosis letal sianida pada keracunan akut adalah 270 ppm (gas), 50 mg (HCN),
200 300 mg (NaCN atau KCN). Sedangkan untuk keracunan kronik sianida,
dosis letalnya tidak diketahui. Berdasarkan penelitian Singh dkk tahun 1989,
seorang pekerja di tempat penyepuhan perak terpapar sebanyak 200 ppm
sianida berupa gas menjadi tidak sadarkan diri dan akhirnya meninggal dunia.
47
Pada kasus lain yang diteliti oleh Dudley dkk tahun 1942, paparan gas sianida
hingga 270 ppm dapat menyebabkan kematian dengan segera, dan sebesar 181
ppm setelah 10 menit, dan paparan 135 ppm setelah 30 menit menimbulkan
kematian.
Paparan akut sianida paling sering terjadi secara oral, baik pada kasus
percobaan bunuh diri maupun kasus pembunuhan, dengan menngkonsumsi
Natrium sianida atau Kalium sianida atau dapat juga keracunan akibat
mengkonsumsi buah aprikot kernel atau biji almond. Pada kasus pembunuhan
yang menggunakan sianida, pemberian sianida melalui oral yang telah
dicampur ke dalam makanan atau minuman. Gejala yang dapat muncul setelah
mengkonsumsi makanan atau minuman yang mengandung sianida dapat
berupa nyeri kepala, mual muntah, kesulitan untuk bernafas dan bingung.
Gejala-gejala tersebut segera diikuti oleh gejala kejangkejang,koma, hingga
gagal jantung (Petrova dan Fishbein, 2004). (Harris et al, 2007).
darah, penglihatan, paru, saraf pusat, jantung, sistem endokrin, sistem otonom
dan sistem metabolisme. Penderita akan mengeluh timbul rasa pedih dimata
karena iritasi dan kesulitan bernafas karena mengiritasi mukosa saluran
pernafasan. Hal yang khusus yang dapat diperhatikan pada penderita dengan
keracunan sianida adalah adanya warna merah terang pada arteri dan vena
retinal pada pemeriksaaan dengan funduskopi (Utama & Hary, 2006).
Dalam konsentrasi rendah, efek dari sianida baru muncul sekitar 15-30 menit
kemudian, sehingga masih bisa diselamatkan dengan pemberian antidotum.
Tanda awal dari keracunan sianida adalah hiperpnea sementara, nyeri kepala,
dispnea, kecemasan, perubahan perilaku seperti agitasi dan gelisah,
berkeringat banyak, warna kulit kemerahan atau cherry red karena darah vena
banyak mengandung oksigen, tubuh terasa lemah dan vertigo juga dapat
muncul (Utama & Hary, 2006).
Pada paparan sianida dengan konsentrasi tinggi, hanya dalam jangka waktu 15
detik tubuh akan merespon dengan hiperpnea, 15 detik setelah itu seseorang
akan kehilangan kesadarannya. 3 menit kemudian akan mengalami apnea
yang dalam jangka waktu 5-8 menit akan mengakibatkan aktifitas otot jantung
terhambat karena hipoksia dan berakhir dengan kematian. Tanda akhir sebagai
ciri adanya penekanan terhadap susunan saraf pusat adalah koma dan dilatasi
pupil, tremor, aritmia, kejang-kejang, koma penekanan pada pusat pernafasan,
gagal nafas sampai henti jantung, tetapi gejala ini tidak spesifik bagi mereka
yang keracunan sianida sehingga menyulitkan penyelidikan apabila penderita
tidak mempunyai riwayat terpapar sianida (Utama & Hary, 2006).
Pemeriksaan Fisik
Temuan fisik paparan sianida umumnya tidak spesifik. Temuan dapat
mencakup hal berikut:
o Tanda vital bervariasi
o Bradikardia dan awal hipertensi
o Disritmia jantung dapat diikuti dengan serangan jantung
o Takipnea bersifat sementara, selanjutnya bradipnea dan diikuti apnea
o Oksimetri denyut nadi yang tinggi dan tidak pasti
49
populasi tidak dapat mencium bau tersebut. Penampakan lebam mayat pada
kondisi ini cukup bervariasi. Yang klasik dikatakan menjadi berwarna
merah bata, sesuai dengan kelebihan oksi hemoglobin atau
sianmethemoglobin (karena jaringan tidak dapat menggunakan oksigen).
Banyak deskripsi lebam mayat yang mengarah pada kulit yang berwarna
merah muda gelap atau bahkan merah terang, terutama bergantung pada
daerahnya, yang dapat dibingungkan dengan karboksi hemoglobin
(HbCO). Terdapat pula kemungkinan muntahan hitam disekitar bibir. Hal
lain dapat dilihat adanya tanda-tanda sianosis seperti kebiruan pada bibir
dan ujung jari-jari. Akan tetapi jika lebih dari 24 jam maka tanda ini akan
dikacaukan oleh perubahan postmortal. Tanda lain adalah adanya
perdarahan berbintik pada selaput biji mata dan kelopak mata (Agency for
Toxic Substance and Disease Registry, 2004).
2. Pemeriksaan dalam
Sebelum pemeriksaan dalam dilakukan sangat penting diketahui
bahwa pemeriksaan dalam (autopsi) korban dengan keracunan sianida
cukup beresiko karena pemeriksa akan terpapar sianida dalam waktu
yang cukup lama (Agency for Toxic Substance and Disease Registry,
2004).
( Chishiro, 2000).
menghasilkan sianida akibat reaksi dari bakteri. Pencegahan terhadap hal ini
dengan mempergunakan kontainer yang berisi 2% sodium flourida ( Chishiro,
2000).
5%. Panaskan hingga hampir mendidih lau dinginkan dan tambahkan HCl
pekat hingga terbentuk endapan Fe(OH)3. teruskan hingga endapan larut
kembali dan terbentuk warna biru berlin (Budiyanto, 1997).
d. Gettler-Goldbaum mempergunakan 2 flange atau piringan yang diantaranya
diselipkan kertas saring wathon no 50 yang digunting sebesar flange.
Kertas saring lalu dicelupkan kedalam larutan FeSO4 10% selama 5 menit
keringkan lalu dicelupkan ke dalam larutan NaOH 20% selama beberapa
detik. Letakkan dan jepit kertas saring diantara kedua flange. Panskan
bahan dan salurkan uap yang terbentuk hingga melewati kertas saring jika
berubah menjadi biru maka hasil dinyatakan positif (Budiyanto, 1997).
Analisa Sianida pada darah dapat mempergunakan metode calorimetrik.
Metode ini yang mempergunakan reagent pyrazolone merupakan teknik
konvensional untuk kuantifikasi sianida pada darah dan jaringan. Kelemahan
utama dari teknik ini adalah pengerjaannya yang rumit dan memakan waktu.
Cara yang lebih simpel, cepat dan tetap dapat dipercaya untuk kuantifikasi dari
sianida dalam darah adalah dengan mempergunakan Gas Cromatography
Nitrogen Phosporus Detection (GC-NPD). Metode ini jika dibandingkan
dengan metode standar calorimetric mempunyai hasil yang serupa sehingga
dapat dipergunakan untuk mendeteksi dan kuantifikasi sianida pada sampel
darah postmortem (Knight, 1996).
Cara lain penentuan kasus keracunan sianida dikemukakan oleh Varnell
pada penelitiannya yang memperlihatkan bahwa gambaran CT Scan kranial
setelah 3 hari kematian terlihat berbeda dengan kasus dengan hipoksia dan
iskemia serebral. Terlihat pembengkakan cerebral dengan hilangnya batas
antara substantia alba dan subtansia nigra dengan onset yang cepat menjadi
petunjuk dari diagnosis keracunan sianida akut. Kebanyakan kasus dengan
gangguan serebral seperti hipoksia dan iskemia tidak memperlihatkan
perubahan ini pada waktu yang sama cepatnya (Kumar dkk, 2005).
1. Keracunan amonia
o Tenggorokan gatal
o nyeri dada
o Batuk
o Dispnea
o Iritasi mata
o Sistem saraf pusat (SSP): hilangnya kesadaran (jika terpapar secara besar-
besaran)
57
Amonia mengandung alkali yang dapat membakar kulit dan berwarna kuning,
bersabun, dan lembut. kemudian luka bakar yang parah, kulit menjadi hitam
dan kasar. Manifestasi toksisitas okular dari amonia meliputi:
Iritis
Edema kornea
Semi-dilated fixed pupil
pembentukan katarak matur
Hasil pemeriksaan laboratorium pada pasien dengan paparan amonia meliputi:
Tingkat serum acetaminophen pada paparan yang disengaja
Elektrolit, BUN, dan kreatinin
Asam laktat serum
Gas darah arteri serial pada kasus distres pernafasan yang signifikan :
Asidosis metabolik, alkalosis respiratorik, peningkatan gradien alveolar-
arterial. Pasien dengan cedera mata harus menjalani pemeriksaan lampu slit
dengan pewarnaan fluorescein. Lakukan tonometri untuk menentukan apakah
tekanan intraokular meningkat (Inna, 2004).
2. Intoksikasi klor
Gas khlor adalah iritasi paru yang menyebabkan kerusakan akut pada
saluran pernapasan bagian atas dan bawah. Paparan kerja merupakan risiko
tertinggi untuk toksisitas dari klorin konsentrasi tinggi. Pencampuran pemutih
klorin (sodium hipoklorit) dengan amonia atau bahan pembersih asam
merupakan sumber paparan rumah tangga yang umum. Seperti halnya semua
racun, dosis tersebut menentukan toksisitasnya. Konsentrasi klorin yang
rendah untuk waktu yang lama mungkin memiliki efek destruktif.
Gejala dapat bervariasi tergantung pada tingkat paparan. Kemungkinan
eksposur meliputi tingkat rendah akut, tingkat tinggi akut, dan tingkat rendah
kronis.
58
gelisah
Selain gejala yang terlihat dengan tingkat paparan rendah, paparan tingkat
tinggi dapat menyebabkan hal berikut:
Dispnea: Pembengkakan dan obstruksi jalan nafas bagian atas
Kelemahan otot
Ketidaknyamanan perut
Sakit tenggorokan
3. Etilen glikol
Etilen glikol adalah bahan utama hampir semua produk cairan radiator di
Amerika Serikat. Hal ini digunakan untuk meningkatkan titik didih dan
menurunkan titik beku cairan radiator, yang bersirkulasi melalui radiator
otomotif. Perubahan ini pada titik didih dan titik beku dihasilkan dari sifat
koligatif zat terlarut (yaitu, bergantung pada jumlah partikel dalam larutan).
Oleh karena itu, etilena glikol ditambahkan untuk mencegah radiator dari
kepanasan atau pembekuan, tergantung pada musimnya. Etilen glikol
rasanya manis, itulah sebabnya beberapa hewan tertarik padanya. Banyak
dokter hewan mengenal toksisitas etilen glikol karena seringnya kasus yang
melibatkan anjing atau kucing yang minum cairan radiator. Awalnya, pasien
dengan keracunan etilen glikol mungkin asimtomatik, Etilen glikol itu
sendiri dapat menyebabkan beberapa perubahan status mental namun
merupakan senyawa yang relatif tidak beracun sebelum dimetabolisme.
Setelah konsumsi oral, onset etilen glikol pada darah yaitu 1-4 jam (Inna,
2004).
4. Ensefalitis
Photophobia
Letargi
5. Paparan Diphosgene
2.12.7 Terapi
Pada dasarnya ada beberapa prinsip terapi yang dipakai dalam suatu kasus
keracunan, yaitu (Hoediyanto, 2010):
1. Usaha mencegah absorsi racun lebih lanjut kedalam tubuh.
Korban dipindahkan dari tempat atau sumber keracunan. Racun yang
berupa sisa-sisa racun dalam lambung yang belum diabsorbsi diusahakan
dikeluarkan, dengan cara:
a. Menimbulkan muntah
Stimulasi palatum dengan jari/sendok/spatel.
Diberikan emetikum untuk menimbulkan muntah, misalnya:
soapy water, seng sulfat(larutan), sirupus ipecac, apomorphine.
Tindakan ini efektif apabila dilakukan pada keracunan belum lebih dari 4
jam.
b. Kumbah lambung ( gastric lavage)
Tidak banyak berarti apabila dilakukan 4-6 jam setelah keracunan.
Kontraindikasi:
Pada orang tua yang fisiknya lemah
Pada keadaan dimana kita tidak mampu memastikan tube yang
dipakai benar-benar berada dalam lambung atau tidak.
Pada keracunan bahan korosif.
c. Pemberian laxantia
Dilaksanakan pada kasus keracunan yang telah melebihi batas waktu 4-6
jam setelah keracunan.
2. Usaha mengeluarkan racun yang telah diabsorbsi oleh tubuh
Ditempuh cara yaitu dengan jalan memperbesar eksresi dengan cara:
Pemberian diuretika atau hemodialisa
Memperbesar kecepatan respirasi
Memperbanyak keluarnya keringat
Enterocyclis.
3. Pemberian antidotum
Berdasarkan cara kerjanya antidotum dibedakan menjadi 3 macam, yaitu:
63
Antidotum mekanis
o Berguna untuk melapisi mukosa lambung (coating effect).
Contoh: susu, telur, lemak ( lemak tidak dianjurkan untuk jenis
racun yang larut pada lemak, karena justru akan memperbesar
absorsi racun)
o Menyerap racun (absorsi) seperti serbunk charcoal.
Antidotum chemis
Bekerja dengan jalan bereaksi dengan racun/sisa racun dalam lambung
sehingga membentuk senyawa kompleks yang relatif lebih kurang
larut/tidak larut sehingga tidak diabsorsi lagi. Selain itu, antidotum
jenis ini juga bekerja dengan jalan mengoksidasi sisa racun dalam
lambung sehingga menjadi senyawa yang non toksis atau relatif
kurang toksis. Segera setelah pemberian antidotum ini dilaksanakan
kumbah lambung. Seperti antidotum arsenicosum, antidotum
universale.
Antidotum fisiologis
Daya kerjanya ialah dengan jalan melawan aksi racun yang telah
diabsorsi kedalam tubuh. Contohnya atrofin sulfat untuk keracunan
insektisida golongan organophospate(parathion), amfetamin pada
keracunan derivat barbiturat.
4. Terapi symptomatik
Terapi yang ditujukan untuk menekan atau mengurangi gejala-gejala yang
diakibatkan oleh racun, misalnya pemberian analgesik untuk mengurangi rasa
sakit, pemberian short acting barbiturate untuk mengatasi konvulsi.
5. Perawatan umum.
Perawatan umum dilakukan untuk merehabilitasi dan menstabilkan kondisi
pasien-pasien pasca keracunan.
Pada keracunan sianida prinsip pertama dari terapi ini adalah untuk membantu
menstabilkan transportasi oksigen pada sel-sel jaringan dengan cara memecah
ion sianida dalam level tinggi dan mengeliminasi sumber-sumber yang terus-
64
Tabel. Variasi takaran natrium nitrit dan natrium tiosulfat dengan kadar Hb
Hemoglobin Takaran awal Takaran awal Takaran awal
(g/100 ml) NaNO2 (mg/kg) NaNO2 3% Na-tiosulfat
(ml/Kg)
25%
(ml/kg)
7 5,8 0,19 0,95
8 6,6 0,22 1,10
9 7,5 0,25 1,25
10 8,3 0,27 1,35
11 9,1 0,30 1,50
65
2.12.8 Komplikasi
1. Hipoksia.
Komplikasi tersering pada pasien keracunan sianida adalah hipoksia, hal itu
terjadi karena sianida bereaksi melalui hubungan dengan atom besi ferri dari
sitokrom oksidase sehingga mencegah pengambilan oksigen untuk pernafasan
sel. Gangguan hipoksia biasanya ditandai dengan sesak nafas, hipernoe, sakit
kepala, sianosis dan tanda-tanda adanya gangguan hipoksia lainnya.
2.12.9 Prognosis
Prognosis toksisitas sianida baik untuk pasien yang hanya memiliki gejala
ringan biasanya tidak memerlukan penangkal. Prognosis cukup baik untuk
pasien dengan gejala sedang jika penanganan yang mendukung cepat
67
BAB III
KESIMPULAN
Alkohol adalah derivat dari hidroksi yang mempunyai ikatan langsung maupun rantai
cabang dari alifatik hidrokarbon. Bentuk rantai alkohol yang sering ditemukan adalah
yang mengandung tiga gugus hidroksil dengan ikatan satu gugus hidroksi dalam satu
rantai karbon. Sedangkan jenis alkohol lainnya ialah alkohol yang mengandung lebih
dari satu gugus hidroksi dalam satu atom karbon.
Metanol (metil alkohol, wood alcohol atau spiritus) adalah senyawa kimia dengan
rumus kimiaCH3OH. Merupakan bentuk alkohol paling sederhana. Pada "keadaan
atmosfer" berbentuk cairan yang ringan, mudah menguap, tidak berwarna, mudah
terbakar, dan beracun dengan bau yang khas (berbau lebih ringan daripada etanol).
68
Sedangkan etanol adalah cairan tak berwarna yang mudah menguap dengan aroma
yang khas, terbakar tanpa asap dengan lidah api berwarna biru yang kadang-kadang
tidak dapat terlihat pada cahaya biasa.
Methanol beracun melalui dua mekanisme. Methanol masuk kedalam tubuh baik
secara langsung dapat menekan saraf pusat seperti yang terjadi pada keracunan
etanol. Mekanisme lainnya methanol beracun setelah mengalami pemecahan oleh
enzim alkohol dehidrogenase di hati menjadi formaldehida dan asam format. Cara
kerja methanol sama dengan cara kerja etanol. Methanol lebih bersifat toksik
dibandingkan dengan etanol. Toksisitas methanol semakin meningkat disebabkan
oleh stukturnya yang tidak murni. Metanol diekskresikan secara lambat di dalam
tubuh sehingga dapat terjadi akumulasi dan dapat bersifat toksik. Sedang mekanisme
toksisitas etanol terjadi karena etanol berpengaruh langsung pada membran saraf
neuron dan tidak pada sinapsisnya. Pada daerah membran tersebut etanol
mengganggu transport ion. Dengan menghambat ion Na+, K+- ATP ase. Pada
konsentrasi 5 10% etanol memblok kemampuan neuron dalam impuls listrik,
konsentrasi tersebut jauh lebih tinggi daripada konsentrasi etanol dalam sistem saraf
pusat secara invivo.
bau nafas tercium alkohol, suhu tubuh dan frekwensi nafas menurun, kadang denyut
jantung meningkat.
Kelainan yang ditemukan pada korban mati dengan keracunan methanol atau etanol
tidak khas. Mungkin ditemukan gejala-gejala yang sesuai dengan asfiksia. Seluruh
organ menunjukkan tanda perbendungan, darah lebih encer, berwarna merah gelap.
Mukosa lambung menunjukkan tanda perbendungan, kemerahan dan tanda inflamasi
tapi kadang-kadang tidak ada kelainan. Organ-organ termasuk otak dan darah berbau
alkohol. Pada pemeriksaan histopatologik dapat dijumpai edema dan pelebaran
pembuluh darah otak dan selaput otak, degenerasi bengkak keruh pada bagian
parenkim organ dan inflamasi mukosa saluran cerna. Pada kasus keracunan kronik
yang meninggal, jantung dapat memperlihatkan fibrosis interstisial, hipertrofi serabut
otot jantung, sel-sel radang kronik pada beberapa tempat, gambaran serat lintang otot
jatunng menghilang, hialinisasi, edema dan vakuolisasi serabut otot jantung.
Sianida adalah bahan kimia yang mengandung gugus cyan (CN). Sianida yang
dipergunakan dalam berbagai industri, adalah salah satu zat racun yang memberikan
efek baik sistemik maupun lokal dan bersifat sangat toksik bahkan lethal. Terdapat
berbagai bentuk sianida di alam baik yang bersal dari sumber natural maupun sintetis.
Beberapa Bentuk-bentuk sianida yaitu Hidrogen Sianida (HCN), Sodium Sianida,
Potasium Sianida (KCN), Kalsium Sianida (Ca(CN)2), Sianogen, Sianogen Klorida,
Glikosida Sianogenik. Akan tetapi dalam tubuh bentuk-bentuk ini akan berubah
menjadi hidrogen sianida yang melepaskan ion sianida bebas yang akan berekasi dan
memberikan efek. Terdapat beberapa cara masuknya sianida ke dalam tubuh yaitu
inhalasi, kontak langsung dan peroral. Setelah terabsorpsi, sianida secara cepat akan
terdistribusi di sirkulasi. Konsentrasi sianida tertinggi terdapat pada hati, paru, darah,
otak.
DAFTAR PUSTAKA
Erdman, A.E. 2004. Cyanide. In: Dart RC. Medical Toxicology. Third edition. P.
1155-6. USA: A Wolters Kluwer Company.
Idries, AM. 1997. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Binarupa Aksara: Jakarta.
Knight, B., 1996. Forensic Pathology. Edward Arnold, A Division of Hodder and
Stonghton. London.
Kumar, V., Abbas, A.K., Fausto, N., 2005. Robbins and Cotran: Pathologic Basis of
Disease Seventh Edition. Elsevier Saunders Inc. Philadelphia.
Olson, K. R. 2007. Poisoning and Drug Overdose, 2nd edition. 145-147, Prentice-
Hall International Inc. USA.
Reilly RF, Perazella MA. Metabolic Acidosis. Ac- id-Base, Fluids &Electrolytes.
2007; 6:216-220.
Smith, A. and Mudder, T. (1991) The Chemistry and Treatment of Cyanidation Waste,
Mining Journal Books Ltd., London.
Toxicological Profile For Cyanide. Georgia: U.S. Derpartment Of Health And Human
Services; 2006
Tya, eka yulianti, 10 Mei 2010, Kadar Alkohol Dalam Darah, Detik Bandug,
http://bandung.detik.com/read/2010/05/10/161939/1354615/486/kadar-
alkohol-dalam-darah-05-persen-siap-siap-cuci-darah. Diakses tanggal 3
November 2010
WHO. 2004. Hydrogen cyanide and cyanide : Human health aspect. Geneva, World
Health Organization, International Programme on Chemical Safety (Concise
International Chemical Assessment Document No. 61). Diakses pada tanggal
25 April 2017
Zakhari Samir. 2006. Overview: How is Alkohol Metabolized by the Body? National
Institute on Alcohol Abuse and Alcoholism (NIAAA) 5635, Fisher Lane.MSC
9304 Bethesda.
74