Anda di halaman 1dari 28

REFERAT ASPEK FARMAKOLOGI OBAT-OBATAN ANTI EPILEPSI

Oleh: 1. Mirna Ayu Permata Sari (092011101004) 2. Alfina Hadid Firdiansyah (092011101066)

Pembimbing: dr. Eddy Ario Kuntjoro, Sp.S

Disusun Untuk Melaksanakan Tugas Kepanitraan Klinik Madya SMF Ilmu Penyakit Saraf RSUD dr Soebandi

SMF ILMU PENYAKIT DALAM RSUD dr SOEBANDI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JEMBER 2012

DAFTAR ISI
Kata Pengantar .........................................................................................................i Bab 1. Pendahuluan................................................................................................. 1 Bab 2. Tinjauan Pustaka ..........................................................................................3 2.1.Mekanisme Kerja Obat Anti Epilepsi .......................................................3 2.2.Dosis OAE Untuk Orang Dewasa..............................................................5 2.3.Pemilihan Obat Berdasarkan Bentuk Bangkitan........................................8 2.4.Efek Samping OAE..................................................................................20 2.5.Pengaruh Obat Lain Pada Obat Anti Epilepsi .........................................22 Bab 3. Kesimpulan ................................................................................................41 Daftar Pustaka ......................................................................................................42

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Segala puji hanya kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan kemudahan sehingga Tinjauan Pustaka (Referat) yang berjudul ASPEK FARMAKOLOGI OBAT-OBATAN ANTI EPILEPSI ini dapat terselesaikan tepat waktu. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada pemimpin dan teladan sepanjang zaman, Rasulullah Muhammad SAW beserta para pengikutnya. Bersamaan dengan terselesaikannya referat ini, kami menyampaikan rasa terima kasih sebesar-besarnya kepada : 1. dr. Eddy Ario Kuntjoro, Sp.S atas kesediaan membimbing referat kami di sela-sela kesibukan beliau di Rumah Sakit. Segala perhatian, literatur yang mendukung referat, dan kesempatan untuk belajar ilmu saraf secara langsung di lapangan membangkitkan semangat bagi kami untuk lebih menjiwai referat ini. Semoga Tuhan memberikan kesehatan, kekuatan, dan kesabaran sehingga dapat memberikan bimbingan dan tutorial lagi kepada kami. 2. dr. Supraptiningsih, Sp.S dan dr. Usman Gumanti Rangkuti, Sp.S yang telah banyak memberikan pengarahan, bimbingan, dan waktu yang diluangkan disela-sela kesibukan beliau untuk mengajari kami. Semoga Tuhan membalasnya dengan kebaikan. 3. Seluruh Perawat Poli Saraf dan Ruang Stroke yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Terima kasih karena telah memberi kami kesempatan untuk belajar secara langsung kepada pasien. Karena pengalaman adalah guru terbaik bagi kami. Harapan kami semoga ilmu yang didapatkan di SMF Ilmu Penyakit Saraf dapat menjadi bekal ketika melakukan pemeriksaan status neurologi di putaran SMF lain dan menjadikan kami seorang dokter yang lebih baik nantinya. Kami menyadari akan kekurangan dan ketidaksempurnaan referat ini dan sangat mengharapkan saran-saran dan bimbingan agar lebih baik lagi kedepannya. Semoga referaat ini dapat bermanfaat dan memberi pengetahuan yang berharga bagi pembacanya. Amin.

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang Sebelum obat anti epilepsi ditemukan dan berkembang, pengobatan epilepsi dilakukan dalam bentuk trepanasi, pemantikan darah, dan pemberian obat dari tanaman atau ekstrak hewan. Tahun 1987 Sir Charles Locock melaporkan keberhasilannya menggunakan kalium bromida dalam pengobatan penyakit yang sekarang dikenal sebagai epilepsi katamenial. Dalam tahun 1912, fenobarbital digunakan pertama kalinya untuk epilepsi dan 25 tahun berikutnya, tidak kurang dari 35 jenis derivatnya diteliti sebagai antikonvulsan. Dalam tahun 1938, fenitoin terbukti efektif untuk pengobatan kejang pada kucing percobaan. Antara tahun 1935-1990, terlihat kemajuan besar di bidang model percobaan, metode skrining, dan pengujian obat anti epilepsi. Dalam periode tersebut, 13 jenis obat anti epilepsi telah dapat dikembangkan dan dipasarkan. Setelah ditetapkan persyaratan adanya bukti-bukti efektivitas obat di tahun 1962, perkembangan obat anti epilepsi menurun drastis dan hanya beberapa anti epilepsi baru yang dipasarkan untuk 30 tahun berikutnya. Beberapa senyawa baru telah dipasarkan tahun 1990. Sejak lama diperkirakan bahwa obat tunggal akan dapat dikembangkan untuk semua jenis epilepsi. Sekarang hal tersebut kelihatannya tidak mungkin bahwa berbagai kejang epileptik itu akan dapat dikelola dengan obat tunggal. Lebih dari satu mekanisme yang menyebabkan terjadinya kejang dan obat-obatan yang dapat digunakan untuk satu jenis kejang kadang-kadang dapat memperberat jenis lainnya. Umumnya, obat anti epilepsi bermanfaat untuk kejang elektrosyok maksimal dengan mengubah transpor ion melalui membran yang terangsang. Fenitoin misalnya, kecuali untuk kejang tonik-klonik umum, efektif untuk kejang parsial dan elektrosyok maksimal, tetapi tidak efektif terhadap kejang umum atau yang ditimbulkan oleh suntikan pentilenetetrazol subkutan. Obat ini mempengaruhi letupan melalui mekanisme konduksi ion Na+. Sebaliknya, etosuksimid dan trimetadion, yang mampu melawan melawan pentilenetetrazol dan kejang umum tertentu, menurunkan kemampuan pemasukan ion Ca + (melalui tipe T atau saluran Ca nilai ambang rendah). Perlu diperhatikan bahwa dua jenis obat anti epilepsi mempunyai kerja mekanisme yang berbeda walaupun terdapat kesamaan struktur di antara obat-obatan kedua golongan tersebut.

Obat anti epilepsi baru tetap dicari bukan hanya melalui tes skrining di atas tetapi juga dengan pendekatan rasional. Senyawa yang diharapkan dapat bekerja melalui salah satu dari tiga mekanisme yaitu: a) Peningkatan (penghambatan) transmisi GABAergik b) Pengurangan transmisi eksitasi (biasanya glutamatergik) c) Modifikasi konduksi ion 1.2 Tujuan Tujuan penyusunan referat ini antara lain. 1. Memberikan informasi tentang mekanisme kerja obat anti epilepsi 2. Memberikan informasi tentang dosis OAE untuk orang dewasa 3. Memberikan informasi tentang pemilihan obat berdasarkan bentuk bangkitan 4. Memberikan informasi tentang efek samping OAE 5. Memberikan informasi tentang pengaruh obat lain pada obat anti epilepsi 1.3 Manfaat Diharapkan referat ini dapat memberikan tambahan pengetahuan tentang aspek farmakologi obat-obatan anti epilepsi, baik bagi penulis maupun bagi yang ingin mempelajari tentang farmakologi obat anti epilepsi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. Mekanisme Kerja Obat Anti Epilepsi Pada prinsipnya, obat anti epilepsi bekerja untuk menghambat proses inisiasi dan penyebaran kejang. Namun, umunya obat anti epilepsi lebih cenderung bersifat membatasi proses penyebaran kejang daripada mencegah proses inisiasi. Dengan demikian secara umum ada dua mekanisme kerja, yakni: peningkatan inhibisi (GABA-ergik)dan penurunan eksitasi yang kemudian memodifikasi konduksi ion: Na+, Ca2+, K+, dan Cl- atau aktivitas neurotransmiter, meliputi: a. Inhibisi kanal Na+ pada membran sel akson Contoh: fenitoin dan karbamazepin (pada dosis terapi), fenobarbital dan asam valproat (dosis tinggi), lamotrigin, topiramat, dan zonisamid. b. Inhibisi kanal Ca2+ tipe T pada neuron thalamus (yang berperan sebagai pace-maker untuk membangkitkan cetusan listrik umum di korteks). Contoh: etosuksimid, asam valproat, dan clonazepam. c. Peningkatan inhibisi GABA 1. Langsung pada kompleks GABA dan kompleks Cl -. Contoh: benzodiazepin dan barbiturat. 2. Menghambat degradasi GABA, yaitu dengan mempengaruhi reuptake dan metabolisme GABA. Contoh: tiagabin, vigabatrin, asam valproat, dan gabapentin. d. Penurunan eksitasi glutamate, yakni melalui: 1. Blok reseptor NMDA, misalnya lamotrigin. 2. Blok reseptor AMPA, misalnya fenobarbital, topiramat. Pada tulisan ini, kami batasi bahasan hanya pada obat-obatan yang sering dipakai, antara lain: karbamazepin, fenitoin, benzodiazepin, klonazepam, fenobarbital, asam valproat, okskarbazepin, gabapentin, lamotrigin, levetiracetam, topiramat, zonisamid, primidon, dan tiagabin.

KARBAMAZEPIN Karbamazepin merupakan senyawa trisklik yang efektif untuk pengobatan depresi bipolar. Semula dipasarkan untuk pengobatan neuralgia trigeminal tetapi juga bisa untuk epilepsi. Mekanisme kerja Karbamazepin menunjukkan aktivitas terhadap kejang elektrosyok maksimal. Karbamazepin menginhibisi kanal Na+ pada konsentrasi terapi, inhibisi Ca2+ tipe L dan menghambat pelepasan berulang frekuensi tinggi pada kultur saraf. Karbamazepin juga bekerja secara presinaptik menurunkan transmisi sinaptik. Selain itu, karbamazepin juga menghambat ambilan dan pelepasan norepinefrin dari sinaptosom otak tetapi tidak mempengaruhi ambilan GABA dari potongan otak atau inhibisi pascasinaptik akibat GABA, hal ini menunjukkan bahwa kerjanya tidak bergantung pada sistem GABAergik. Penggunaan klinik Efektif untuk epilepsi parsial terutama epilepsi parsial kompleks, epilepsi umum tonik klonik, maupun kombinasi kedua jenis epilepsi ini. Karbamazepin tidak efektif untuk epilepsi absens, epilepsi mioklonik, dan epilepsi atonik. Farmakokinetik Kecepatan absorpsi karbamazepin berbeda-beda antar pasien meskipun umumnya bersifat sempurna. Kadar puncak tercapai pada 6-8 jam setelah pemberian obat. Obat lambat diabsorpsi jika diberikan setelah makan sehingga pasien lebih toleran dengan dosis harian yang lebih besar. Distribusi lambat dan volume distribusi tersebut kira-kira 1 L/kg. Obat ini hanya 70% terikat protein plasma, dilaporkan tidak ada penggusuran obat lain dari ikatan protein. Karbamazepin mempunyai bersihan sistemik yang rendah kira-kira 1 L/kg/hari pada awal terapi. Obat ini mampu memacu enzim microsomal. Secara khas, waktu paruh 36 jam untuk pasien dosis tunggal pertama kemudian menurun 20 jam untuk pasien yang mendapat terapi lanjutan. Pada manusia, karbamazepin dimetabolisir sempurna, sebagian menjadi turunan 10,11dihidro yang selanjutnya dikonjugasi. Turunan dihidro dibentuk melalui epoksid yang stabil, karbamazepin-10,11-epoksid, yang bersifat antikonvulsan.

Dosis dan Terapi Untuk menghindari efek samping, titrasi untuk mencapai kadar terapeutik harus dilakukan perlahan. a. Dewasa: dimulai dari dosis 100-200 mg pada malam hari atau 2 dd 100 mg, kemudian setelah 3-7 hari ditingkatkan menjadi 2 dd 200 mg. Setelah 1 minggu, kadar karbamazepin darah diperiksa dan dosis dapat dinaikkan setiap interval 3-7 hari untuk mencapai kadar 4-12 g/L. Kadar dalam darah sebaiknya diperiksa setiap 4-6 minggu karena terdapat kemungkinan terjadi autoinduksi metabolisme, sehingga dosis perlu ditingkatkan. b. c. d. e. a) b) c) d) Rumatan untuk dewasa: 600-1600 mg/hari, maksimal 2400 mg/hari. Anak-anak: dosis awal 5-10 mg/kg/hari, dosis rumatan 15-20 mg/kg/hari, maksimal 30 mg/kg/hari. Pemberian: 2 kali sehari. Kadar terapeutik: 4-12 g/L. Berkaitan dengan dosis: pusing, diplopia, mual, muntah, sedasi, leukopenia ringan, hiponatremia, dan bradiaritmia (pada orang tua). Idiosinkratik: ruam (termasuk sindrom Steven Johnson), agranulositosis, gagal hati, pankreatitis, dan lupus like syndrome. Kronis: osteopenia (mungkin dapat dicegah dengan pemberian vitamin D dan kalsium). Teratogenik. Karbamazepin mengurangi efektivitas klonazepam, etosuksimid, primidon, asam valproat, topiramat, fenitoin, fenobarbital, kontrasepsi oral, disopyramide, rifampin, ketoconazole, meperidine, warfarin, tacrolimus, protease inhibitor, trazodon, dan quinidine. Kadar karbamazepin diturunkan oleh fenobarbital dan fenitoin. Kadar karbamazepin ditingkatkan oleh eritromisin dan propoxyphene hydrochloride. Interaksi dengan obat lain:

Efek Samping

FENITOIN Farmakodinamik Fenitoin berefek antikonvulsi tanpa menyebabkan depresi umum SSP. Dosis toksik menyebabkan eksitasi dan dosis letal menimbulkan rigiditas deserebrasi. Sifat antikonvulsi fenitoin didasarkan pada penghambatan penjalaran rangsang dari focus ke bagian lain di otak. Efek stabilisasi membran sel oleh fenitoin juga terlihat pada saraf tepi dan membran sel lainnya yang juga mudah terpacu misalnya sel sistem konduksi di jantung. Fenitoin mempengaruhi berbagai sistem fisiologik; dalam hal ini, khususnya konduktans, Na+, K+, Ca2+ neuron, potensial membran dan neurotransmiter norepinefrin, asetilkolin, dan GABA. Pengaruh terhadap konduktans Na+ juga terjadi dengan karbamazepin, lamotrigin, dan asam valproat. Farmakokinetik Absorpsi fenitoin yang diberikan secara per oral berlangsung lambat, sesekali tidak lengkap; 10% dari dosis oral diekskresi bersama tinja dalam bentuk utuh. Kadar puncak dalam plasma dicapai dalam 3-12 jam. Bila dosis muat (loading dose) perlu diberikan, 600-800 mg, dalam dosis terbagi antara 8-12 jam, kadar efektif plasma akan tercapai dalam waktu 24 jam. Pemberian fenitoin secara IM, menyebabkan fenitoin mengendap di tempat suntikan sehingga absorpsi erotik. Setelah suntikan IV, kadar yang terdapat dalam otak, otot skelet, dan jaringan lemak lebih rendah daripada kadar di dalam hati, ginjal, dan kelenjar ludah. Pengikatan fenitoin oleh albumin plasma kira-kira 90%. Pada keadaan hipoalbuminemia/uremia terjadi penurunan protein plasma, kadar plasma fenitoin total menurun, tetapi fenitoin bebas meningkat, sehingga bila pada keadaan ini dosis fenitoin ditambah, maka toksisitas dapat terjadi. Pada orang sehat, termasuk wanita hamil dan wanita pemakai obat kontrasepsi oral, fraksi bebas kira-kira 10%, sedangkan pada pasien dengan penyakit ginjal, penyakit hati atau penyakit hepatiorenal dan neonatus fraksi bebas rata-rata di atas 15%. Pada pasien epilepsi, fraksi bebas berkisar antara 5,8%-12,6%. Fenitoin terikat kuat pada jaringan saraf sehingga kerjanya bertahan lebih lama; tetapi mula kerja lebih lambat daripada fenobarbital. Biotransformasi terutama berlangsung dengan cara hidroksilasi oleh enzim mikrosom hati. Metabolit utamanya

ialah derivate parahidroksifenil. Biotransformasi oleh enzim mikrosom hati sudah mengalami kejenuhan pada kadar terapi, sehingga peninggian dosis akan meningkatkan kadar fenitoin dalam serum secara tidak proporsional dan menyebabkan intoksikasi. Oksidasi pada satu gugus fenil sudah menghilangkan efek antikonvulsinya. Sebagian besar metabolit fenitoin diekskresi bersama empedu, kemudian mengalami reabsorpsi dan absorpsi dan biotransformasi lanjutan, diekskresi melalui ginjal. Di ginjal, metabolit utamanya mengalami sekresi oleh tubuli, sedangkan bentuk utuhnya mengalami reabsorpsi. Indikasi Efektif untuk epilepsi parsial (fokal) dan epilepsi tonik klonik Fenitoin juga bermanfaat terhadap epilepsi parsial kompleks. Tidak efektif untuk epilepsi absens dan epilepsi mioklonik. Dosis dan Terapi a) Dewasa: loading dose oral 2 dd 500 mg atau 3 dd 300 mg. Loading dose IV 15 mg/kg (20 mg/kg untuk status epileptikus), maksimal 50 mg/menit. b) Rumatan dewasa: 300-400 mg/hari dibagi 2. c) Anak-anak: 4-5 mg/kg/hari, maksimal 8 mg/kg. d) Pemberian: biasanya 2 kali sehari, tetapi dapat juga 1 kali sehari. e) Kadar trapeutik: 10-20 g/L. Efek Samping a) Berkaitan dengan dosis: pusing, ataksia, diplopia, dan mual. b) Idiosinkratik: ruam (termasuk sindrom Steven-Johnson), diskrasia darah, gagal hati, dan lupus like syndrome. c) Kronis: hiperplasi gusi, hirsutisme, osteopenia, dan pseudolimfoma. d) Teratogenik Interaksi: Fenitoin menurunkan efektivitas topiramat, karbamazepin, fenobarbital, pirimidone, asam valproat, kontrasepsi oral, kortikosteroid, dan warfarin. Kadar fenitoin ditingkatkan oleh topiramat, kloramfenikol, simetidin, dikumarol, tlisulfiram, isoniazid, sulfonamid, dan trimetoprim. Kadar fenitoin diturunkan oleh asam folat dan konsumsi alkohol jangka panjang.

BENZODIAZEPIN Diazepam Jarang digunakan per oral, tetapi sering digunakan secara intravena atau per rektal untuk pengobatan status epileptikus. Apabila diberikan secara intravena, onset kerjanya sekitar 1-2 menit, tetapi masa kerjanya hanya 15-20 menit. Dosis dan Terapi a) c) Dewasa: 5-20 mg/hari Status epileptikus: 0,15-0,25 mg/kg IV, dapat diulang setiap 10-15 menit, maksimal 3 mg/kg/hari Efek Samping Mengantuk, kelemahan otot, depresi pernapasan, konfusi, konstipasi, depresi, diplopia, disartria, nyeri kepala, hipotensi, mual, inkontinensia, vertigo, dan pandangan kabur. Interaksi Kadar diazepam diturunkan oleh fenobarbital, karbamazepin dan fenitoin. KLONAZEPAM Merupakan terapi tambahan untuk epilepsi mioklonik atau atonik, dan kadang-kadang untuk epilepsi parsial. Waktu paruhnya 20-40 jam, mungkin lebih pendek apabila diberikan bersama penginduksi enzim. Dosis dan Terapi Dosis awal 0,5 mg 1-2 kali/hari, dinaikkan 0,5 mg/hari setiap 3-7 hari sampai 1,5-4 mg/hari. FENOBARBITAL Fenobarbital dapat diberikan pada epilepsi umum, tetapi bukan merupakan obat pilihan pertama sebab efek sampingnya berupa penurunan fungsi kognitif. Dosis dan Terapi a) Dewasa: dimulai dari dosis 90-250 mg/hari, dapat diberikan loading dose IV sampai 20 mg/kg (kurang dari 100 mg/jam untuk status epileptikus). b) Anak-anak: 0,3-0,5 mg/kg/hari

b) c) Efek Samping

Anak-anak: 2-7 mg/kg/hari. Kadar terapeutik: 10-40 g/L.

a) Berkaitan dengan dosis: sedasi, depresi, dan gangguan kognitif. b) Idiosinkratik: ruam, hiperaktivitas pada anak-anak, gagal ginjal, dan anemia aplastic (jarang). c) Kronis: osteoporosis dan gangguan jaringan ikat. Interaksi Fenobarbital menurunkan efektivitas etosuksimid, karbamazepin, diazepam, klonazepam, asam valproat, lamotrigin, topiramat, tiagabin, dan zonisamid. ASAM VALPROAT Dikenal sebagai OAE spektrum luas, efektif untuk epilepsi tipe lena, epilepsi mioklonik, epilepsi umum tonik maupun tonik-klonik. Dosis dan Terapi a) Dewasa: dimulai dari 2 dd 250 mg atau 3 dd 250 mg , dinaikkan 250-500 mg setiap minggu sampai 750-2000 mg/hari. b) Anak-anak: dimulai dari 10-15 mg/hari, dinaikkan 5-10 mg/kg setiap minggu sampai 15-30 mg/kg (maksimal 60 mg/kg/hari). c) Pemberian: 2-3 kali sehari. d) Kadar terapeutik: 50-120 g/L. Efek Samping a) Berkaitan dengan dosis: gangguan pencernaan, anoreksia, tremor dan trombositopeni. b) Idiosinkratik: pankreatitis, gagal hati (terutama pada anak-anak dengan politerapi), stupor dan koma, depresi, ruam, dan trombositopenia/trombositopati. c) Kronis: kenaikan berat badan, kerontokan rambut, atau perubahan tekstur kulit. d) Teratogenik Interaksi a) Asam valproat menurunkan efek fenitoin dan etosuksimid b) Asam valproat meningkatkan efek lamotrigin, fenobarbital, dan karbamazepin.

c) Kadar asam valproat diturunkan oleh karbamazepin, fenobarbital, primidon, fenitoin, dan salisilat. OKSKARBAZEPIN Cara kerjanya mirip dengan karbamazepin, namun di dalam tubuh tidak di metabolisme menjadi epoxide sehingga efek sampingnya lebih ringan daripada karbamazepin. Saat ini, okskarbamazepin disetujui sebagai monoterapi untuk epilepsi parsial. Dosis dan Terapi a) Dewasa: dimulai dari 2 dd 150-300 mg dinaikkan setiap 1-2 minggu sampai 1200-2400 mg/hari. b) Anak-anak (di atas 4 tahun): dimulai dari 8-10 mg/kg/hari, dinaikkan sampai 20-40 mg/kg/hari. c) Permberian: 2 kali sehari. d) Kadar terapeutik: 10-35 g/L MHD (Monohydroxy derivative). Efek Samping a) Berkaitan dengan dosis: pusing, diplopia, hiponatremia, somnolen, ataksia, dan gangguan pencernaan. b) Idiosinkratik: ruam. c) Kronis: tidak ada. d) Teratogenik: tidak diketahui. GABAPENTIN Gabapentin meningkatkan kerja GABA dengan mekanisme kerja yang belum diketahui. Efektif untuk epilepsi parsial dan epilepsi umum sekunder. Kelebihan gabapentin dibandingkan dengan OAE yang lain adalah rendahnya interaksi dengan obat lain. Dosis dan Terapi a) Dewasa: dimulai dari dosis 300 mg pada malam hari, dinaikkan 300 mg setiap 1-7 hari sampai 1800-3600 mg/hari. Pada orang tua dimulai dari 100 mg pada malam hari atau 2 dd 100 mg, dinaikkan 100-200 mg setiap 1-7 hari sampai 1800-3600 mg/hari. b) Anak-anak (di atas 3 tahun): dimulai dari 10-20 mg/kg/hari dinaikkan sampai 30-60 mg/hari.

c) Pemberian: biasanya 3 atau 4 kali sehari, tetapi dapat 2 kali sehari. d) Kadar terapeutik: 4-16 g/L. Efek Samping a) Berkaitan dengan dosis: sedasi, pusing, dan ataksia. b) Idiosinkratik: kenaikan berat badan, ruam (jarang), perubahan tingkah laku pada anak, dan mioklonus. c) Kronis: tidak diketahui. d) Teratogenik: tidak diketahui. Interaksi Obat Tidak ada interaksi bermakna dengan obat lain. LAMOTRIGIN Lamotrigin berspektrum luas, dapat diindikasikan untuk sindrom Lennox-Gastaut. Selain itu juga, relatif bersifat non sedative, dapat ditoleransi dengan baik, aman untuk kehamilan, dan bisa digunakan sebagai monoterapi (untuk kejang parsial) saat peralihan dari antiepilepsi yang menginduksi enzim. Obat ini diberikan dua kali sehari. Kelemahan lamotrigin adalah dosisnya harus dinaikkan perlahan-lahan untuk meminimalkan terjadinya ruam serta mudah diinduksi enzim. Dosis dan Terapi a) Dewasa: bila dikombinasikan dengan OAE yang dapat menginduksi enzim, dosis dimulai dari 50 mg/hari selama 2 minggu, lalu 2 x 50 mg selama 2 minggu, kemudian dinaikkan mulai 50-100 mg setiap minggu hingga mencapai target 300-500 mg/hari. Bila dikombinasikan dengan OAE yang dapat menginduksi enzim dan asam valproat, 25 mg setiap 2 hari selama 2 minggu, lalu 25 mg setiap hari selama 2 minggu, selanjutnya dinaikkan 25-50 mg setiap 1-2 minggu hingga mencapai 100-300 mg/hari. b) Anak (> 2 tahun): bila dikombinasikan dengan OAE yang dapat menginduksi enzim: dimulai dari 2 mg/kg/hari selama 2 minggu, ditingkatkan dengan jumlah yang sama hingga 5-15 mg/kg/hari. c) Kombinasikan dengan asam valproat: 0,1-0,2 mg/kg/hari selama 2 minggu ditingkatkan mulai 0,5 mg/kg hingga 1-5 mg/kg/hari. d) Kadar terapeutik: 2-20 g/L.

Efek Samping a) Berkaitan dengan dosis: pusing, ataksia, dan mengantuk atau insomnia. b) Idiosinkratik: ruam 5-10% (termasuk 0,1 % sindrom Stevens-Johnson, terbanyak pada anak-anak), sindrom hipersensitif. c) Kronis: tidak diketahui. Interaksi Obat a) Lamotrigin tidak mempengaruhi konsentrasi obat anti epilepsi lain, namun obat lain dapat mempengaruhi konsentrasi lamotrigin. b) Asam valproat akan memperpanjang waktu paruh lamotrigin hingga dua atau tiga kali lipat dibandingkan dengan pemberian tunggal. c) Fenitoin dan karbamazepin akan mempersingkat waktu paruh lamotrigin. LEVETIRACETAM Merupakan OAE yang poten, jarang didapatkan adanya interaksi. Kelemahan levetiracetam adalah dapat menyebabkan gelisah dan perubahan tingkah laku. Dosis dan Terapi a) Dewasa: dimulai dari 2 x 250-500 mg, dosis ditingkatkan mulai 500 mg/hari setiap 1-2 minggu hingga mencapai target 1000-3000 mg/hari. Pada pasien lansia atau gangguan ginjal, dosis harus dikurangi. b) Anak (>12 tahun): dimulai dari 10-20 mg/kg/hari, dosis ditingkatkan mulai dari 5-10 mg/kg setiap 1-2 minggu hingga mencapai 40 mg/kg/hari. c) Kadar terapeutik: 20-40 g/L. Efek Samping a) Berkaitan dengan dosis: sedasi dan pusing. b) Idiosinkratik: intoleransi saluran cerna, depresi, dan iritabel. c) Kronis: tidak diketahui. Interaksi Obat Terdapat interaksi farmakokinetik antara levetiracetam dengan fenitoin, warfarin, digoxin, dan obat kontrasepsi oral karena lemahnya ikatan dengan protein dan tidak tergantung pada sitokrom P-450.

TOPIRAMAT Merupakan obat antiepilepsi berspektrum luas. Dapat dipakai untuk terapi sindrom LennoxGastaut. Obat ini menyebabkan penurunan berat badan. Kelemahannya adalah perlu ditritasi secara lambat untuk meminimalkan efek samping terhadap saraf pusat dan penurunan berat badan. Pemberian dosis tinggi akan mempengaruhi kerja kontrasepsi oral. Dosis dan Terapi a) Dewasa: dimulai dari 25 mg/hari, ditingkatkan mulai dari 25 mg/hari tiap 1-2 minggu hingga 200 mg/hari atau lebih. b) Anak: dimulai dari 1-3 mg/kg/hari, ditingkatkan mulai dari dosis awal setiap 1-2 minggu hingga 5-9 mg/kg/hari. c) Kadar terapeutik: 5-20 g/L. Efek Samping a) Berkaitan dengan dosis: gangguan fungsi kognitif, afasia motorik, parestesia, dan pusing. b) Idiosinkratik: ruam, gangguan saluran cerna, dan glaucoma sudut sempit, iritabel. c) Kronis: batu ginjal (1-2%, sedikit pada wanita) dan penurunan berat badan. Interaksi Obat Topiramat tidak mempengaruhi kadar OAE lain. Sebaliknya, fenitoin, karbamazepin, fenobarbital, dan primidon dapat menurunkan konsentrasi topiramat. ZONISAMID Zonisamid merupakan obat anti epilepsi spektrum luas. Obat ini memiliki waktu paruh yang panjang sehingga dapat diberikan sekali sehari (walaupun dapat diberikan 2 kali sehari). Kelemahan anti epilepsi ini adalah harus diberikan dengan cara titrasi lambat dan memiliki efek sedasi. Dosis dan Terapi a) Dewasa: dimulai dari 100 mg/hari selama 2 minggu, lalu ditingkatkan mulai dari 100 mg/hari setiap 2 minggu hingga mencapai 400 mg/hari. b) Anak: dimulai dari 2-4 mg/kg/hari, ditingkatkan dengan jumlah yang sama setiap 1-2 minggu hingga 8 mg/kg/hari.

c)

Dapat diminum bersama atau tanpa makanan, tetapi harus diminum pada waktu yang sama setiap hari. Perbanyak asupan cairan untuk mencegah terbentuknya batu ginjal.

d) Kadar terapeutik: 20-40 g/L. Efek Samping a) Berkaitan dengan dosis: kelelahan, bingung, dan pusing b) Idiosinkratik: ruam (dapat menjadi sindrom Stevens-Johnson, reaksi silang dengan obat golongan sulfa) dan hipohidrosis. c) Kronis: batu ginjal. Interaksi Obat Zonisamid tidak menginduksi enzim hepar dan tidak mempengaruhi metabolisme obat anti epilepsi lain. Waktu paruh zonisamid akan menurun menjadi 30 jam bila diberikan bersama fenitoin atau karbamazepin. Lamotrigin akan menurunkan clearance zonisamid. Tidak terdapat interaksi dengan simetidin. PRIMIDON Di dalam tubuh, primidon di metabolisme menjadi fenobarbital. Primidon memiliki efektifitas yang lebih baik dari fenobarbital, paling tidak untuk tipe mioklonik. Selain itu, obat ini juga efektif untuk mengatasi tremor pada dosis rendah. Mekanisme kerja, farmakokinetik, dan efek sampingnya sama dengan fenobarbital. Dosis dan Terapi a) Dewasa: dimulai dari 100-125 mg pada malam hari, dinaikkan 125-250 mg tiap 2-7 hari sampai 500-1500 mg/hari. b) Anak-anak: dimulai dari 50 mg/hari, dinaikkan sampai 10-25 mg/kg/hari. c) Pemberian: 3-4 kali/hari. d) Kadar terapeutik: 5-12 mg/L (10-40 mg/L fenobarbital). TIAGABIN Tiagabin meningkatkan efek GABA dengan menghambat pengambilan kembali GABA. Obat ini efektif untuk epilepsi parsial dan diduga memiliki efek antiansietas atau analgesik.

Dosis dan Terapi a) Dewasa: dimulai dari dosis 2-8 mg/hari, dinaikkan 2-8 mg/hari setiap minggu sampai 24-56 mg/hari. b) Anak-anak (di atas 12 tahun): dimulai dari 4 mg/hari, dinaikkan sampai 20-32 mg/hari. c) Pemberian: 2-4 kali sehari. d) Kadar terapeutik: 0,1-0,3 g/L. Efek Samping a) Berkaitan dengan dosis: pusing, mengantuk, mual dan gangguan kognitif. b) Idiosinkratik: ruam, perubahan suasana hati, generalized non convulsive status epileptikus (pada dosis 48 mg/hari). c) Kronis: tidak diketahui. d) Teratogenik: tidak diketahui. Interaksi Obat Kadar tiagabin diturunkan oleh fenitoin, fenobarbital, dan karbamazepin.

OBAT Carbamazepin

MEKANISME KERJA Blok sodium-chanel konduktan pada neuron, bekerja juga pada reseptor NMDA, monoamine dan asetilkolin Blok sodium-chanel dan inhibisi aksi konduktan kalsium dan klorida serta neurotransmiter yang voltage dependent Meningkatkan aktivitas reseptor GABAA , menurunkan eksitabilitas glutamat, menurunkan konduktan natrium, kalium dan kalsium Diduga aktivitas GABA glutaminergik, menurunkan ambang konduktan kalsium (T) dan kalium Tidak diketahui Modulasi calcium channel tipe N, aktivitas GABAergik Blok kunduktan natrium voltage dependent Blok Sodium channel, meningkatkan konduktan kalium, modulasi aktivitas calcium channel Blok sodium channel, meningkatkan influks GABA-Mediated chloride, modulasi efek reseptor GABAA, bekerja reseptor AMPA Blok sodiu, potassium, calcium channels, inhibisi eksitasi glutamat Blok NMDA, Aktivitas respon GABAergik Modulasi calcium channel, menghambat GABA Blok Natrium channel Selective GABA Reuptake Inhibitor (SGRI) Inhibisi GABA

EKSKRESI >95% Hati

Phenitoin

>90% Hati

Phenobarbital

75% Hati 25% Ginjal 95% Hati

Valproate

Levetiracetam Gabapentin Lamotrigine Oxcarbazepine

Cairan tubuh (66% Ginjal, 27% metabolit inaktif) 100% ginjal 85% Hati 45% Hati 45% Ginjal 90% Hati

Topiramate

Zonisamide Felbamat Pregabalin Rufinamide Tiagabine Vigabatrin

> 90% Hati > 90% Ginjal > 90% Ginjal > 90% Ginjal > 90% Hati > 82% Ginjal

B. Dosis OAE Untuk Orang Dewasa OAE DOSIS AWAL (mg/hari) DOSIS RUMATAN (mg/hari) JUMLAH DOSIS PERHARI TITRASI OAE WAKTU PARUH PLASMA (Jam) WAKTU TERCAPAI NYA STEADY STATE (Hari) 2-7

Carbamazepine

400-600

400-1600

2-3X (untuk yg CR 2X)

Mulai 100/200 mg/hr sampai target dlm 1-4 minggu Mulai 100 mg/hr sampai target dlm 3-7 hari

15-25

Phenytoin

200-300

200-400

1-2X

10-80

3-15

Valproic acid

5001000

500-2500

2-3X (untuk yg CR 12X)

Mulai 500mg/hr bila perlu setelah 7 hari Mulai 3050 mg malam hari bila perlu setelah 1015 hari

12-18

2-4

Phenobarbital

50-100

50-200

50-170

8-30

Clonazepam Clobazam

1 10

4 10-30

1 atau 2 1-2X Mulai 10 mg/hr bila perlu sampai 20 mg/hr setelah 1-2 minggu

20-60 10-30

2-10 2-6

Oxcarbazepine

600-900

600-3000

2-3X

Mulai 300 mg/hr sampai target dlm 1-3 minggu Mulai 500/1000 mg/hr bila perlu setelah 2 minggu Mulai 25 mg/hr 25-50 mg/hr tiap 2 minggu Mulai 300-900 mg/hr sampai target dalam 510 hr Mulai 25 mg/hr selama 2 minggu sampai 50 mg/hr selama 2 minggu, 50mg/2 minggu Mulai 200-400 mg/hr sampai 1-2 minggu

8-15

2-4

Levetiracetam

10002000

1000-3000

2X

6-8

Topiramate

100

100-400

2X

20-30

2-5

Gabapentine

9001800

900-3600

2-3X

5-7

Lamotrigine

50-100

50-200

1-2X

15-35

2-6

Zonisamid

100-200

100-400

1-2X

60

7-10

Pregabalin

50-75

50-600

2-3X

6,3

1-2

C. Pemilihan Obat Anti Epilepsi Jenis bangkitan Parsial Sederhana Obat Pilihan Utama I. Bangkitan parsial Karbamazepin, fenitoin, asam valproat Karbamazepin, fenitoin, asam valproat Karbamazepin, fenitoin, asam valproat, fenobarbital, primidon II. Bangkitan Umum Karbamazepin, fenitoin, asam valproat, fenobarbital, primidon Asam valproat, etosuksimid Obat alternative Fenobarbital, lamotrigin, primidon, gabapentin, levetiracetam, tiagabin, topiramat, zonisamid Lamotrigin, primidon, gabapentin, levotiracetam, tiagabin, topiramat, zonisamid Gabapentin, lamotrigin, levetiracetam, tiagabin, topiramat, zonisamid

Parsial Kompleks

Parsial yang menjadi umum

Bangkitan umum tonikLamotrigin, felbamat, klonik (Grand-mal) topiramat, zonisamid Bangkitan lena (petit mal Lamotrigin, klonazepam / absence) Bangkitan lena yang Asam valproat, klonazepam Lamotrigin, felbamat, tidak khas (atipikal) topiramat Bangkitan tonikmioklonik-atonik III. Obat-obat untuk keadaan konvulsi yang khusus Kejang demam pada Fenobarbital Primidon anak Status epileptikus tipe Diazepam, fenitoin, fosfenitoin Fenobarbital, lidokain grand mal Status epileptikus tipe Benzodiazepin Asam valproat IV absence

Kombinasi OAE yang dapat digunakan pada epilepsi refrakter KOMBINASI OAE Sodium valproat + etosuksimid Karbamasepin + sodium Valproat INDIKASI Bangkitan lena Bangkitan parsial kompleks

Sodium Valproat + Lamotrigin Topiramat + Lamotrigin

Bangkitan parsial/ bangkitan umum Bangkitan parsial/ bangkitan umum

D. Efek Samping OAE OBAT Carbamazepine EFEK SAMPING YANG MENGANCAM JIWA Anemi aplastik, hepatoksisitas, sindrom Steven-Johnson, lupuslike syndrome EFEK SAMPING MINOR Dizziness, ataksia, diplopia, mual, kelelahan, agranulositosis, lekopeni, tromositopenia, hiponatremia, ruam, gangguan perilaku, tiks, peningkatan berat badan, disfungsi seksual, disfungsi hormone tiroid, nuropati perifer Hipertrofi gusi, hirsutisme, ataksia, nistagmus, diplopia, ruam, anoreksia, mual, macroxytosis, neuropati perifer, agranulositosis, trombositopenia, disfungsi seksual, disfungsi serebellar, penurunan absorpsi calcium pada usus Mengantuk, ataksia, nistagmus, ruam kulit, depresi, hiperaktif (pada anak), gangguan belajar (pada anak), disfungsi seksual Mual, muntah, rambut menipis, tremor, amenor, peningkatan berat badan, konstipasi, hirsutisme, alopesia pada perempuan, POS (Polycistic Ovarii Syndrome) Mual, nyeri kepala, Dizziness, kelemaham, mengantuk, gangguan perilaku, agitasi, anxietas, trombositopenia, leukopenia Somnolen, kelelahan, ataksia, dizziness, peningkatan berat badan, gangguan perilaku (pada anak) Ruam, dizziness, tremor, ataksia, diplopia, pandangan kabur, nyeri kepala, mual, muntah, insomnia, trombositopenia,

Phenytoin

Anemia aplastik, gangguan fungsi hati, sindrom StevenJohnson, lupuslike syndrome, pseudolymphoma

Phenobarbital

Hepatotoksik, gangguan jaringan ikat dan sumsum tulang, sindrom StevenJohnson Hepatotoksisitas, hiperamonemia, lekopeni, trombositopeni, pankreatitis

Valproate

Levetiracetam

Belum diketahui

Gabapentin

Teratogenik

Lamotrigine

Sindrom Steven-Johnson, gangguan hepar akut, kegagalan multi organ,

teratogenik Oxcarbazepine Ruam, teratogenik

nistagmus, truncal ataxia, tics Dizziness, ataksia, nyeri kepala, mual, kelelahan, hiponatremia, insomnia, tremor, disfungsi visual Gangguan kognitif, kesulitan menemukan kata, dizziness,ataksia, nyeri kepala, kelelahan, mual, penurunan berat badan, paresthesia, glukoma Mual, nyeri kepala, dizziness, kelelahan, paresthesia, ruam, gangguan berbahasa, glaukoma, letargi, ataxia Peningkatan berat badan

Topiramate

Batu ginjal, hipohidrosis, gangguan fungsi hati, teratogenik Batu ginjal, hipohidrosis, anemia aplastik, skin rash Belum diketahui

Zonisamide

Pregabalin

E. Pengaruh Obat Lain Terhadap Obat Anti Epilepsi Obat Fenitoin Perubahan konsentrasi plasma Meningkat Kloramfenikol, dikumarol, simetidin, sulfonamide, isoniazid, fenilutazon, dan Menurun Meningkat Menurun Meningkat kondisi hipoalbuminemia, asam valproate Karbamazepin, fenobarbital Metsuksimid, fenitoin, asam valproate, furosemid Kloramfenikol, dikumarol, folat Eritromisin, simetidin, diltiazem, verapamil, fluoksetin, propoksifen, Menurun Menurun Meningkat Menurun Meningkat Menurun Meningkat Menurun isoniazid, troleandomisin, omeprazole lamotrigin, Interaksi Obat

Fenobarbital

Karbamazepin

Okskarbazepin Primidon

asam valproate Fenitoin, fenobarbital Verapamil Isoniazid, nikotinamid, klonazepam, asam valproate Fenitoin, karbamazepin, asetalzolamid Metilfenobarbital, asam valproate, isoniazid Karbamazepin Halotan Alkohol

Etoksuksimid Diazepam

Asam valproate

Meningkat Menurun Meningkat Menurun

Salisilat, isoniazid Antasid, klorpromazin,

cisplatin,

Lamotrigin

doksorubisin, naproksen Asam valproate Karbamazepin, fenobarbital, fenitoin

BAB III. KESIMPULAN


1. Ada dua mekanisme kerja OAE, yakni: peningkatan inhibisi (GABA-ergik) dan penurunan eksitasi yang kemudian memodifikasi konduksi ion: Na+, Ca2+, K+, dan Clatau aktivitas neurotransmitter. 2. Obat pilihan utama pada epilepsi parsial sederhana adalah karbamazepin, fenitoin dan asam valproate.

3. Obat pilihan utama pada epilepsi parsial kompleks adalah karbamazepin, fenitoin dan asam valproate. 4. Obat pilihan utama pada epilepsi parsial yang menjadi umum adalah karbamazepin, fenitoin, asam valproate, fenobarbital dan primidon. 5. Obat pilihan utama pada epilepsi umum tonik-klonik (Grand-mal) adalah karbamazepin, fenitoin, asam valproat, fenobarbital, dan primidon. 6. Obat pilihan utama pada epilepsi lena (petit mal / absence) adalah asam valproat, dan etosuksimid. 7. Obat pilihan utama pada epilepsi lena yang tidak khas (atipikal) adalah asam valproate dan klonazepam.

Anda mungkin juga menyukai