Disusun Oleh :
Yuli Nurbaeti
260110110009
Teori
Yeni Nuraeni
260110110010
Editor
Dike Novalia A
260110110011
Wafa Mufiedah M
260110110012
Pembahasan
Pevi Yuliani
260110110013
Prosedur
260110110014
Pembahasan
Annisa Rana R
260110110015
LABORATORIUM FARMAKOLOGI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2013
I.Tujuan
Mengetahui efek obat terhadap konvulsi pada hewan yang diberi striknin
berdasarkan pengamatan waktu timbulnya dan lamanya konvulsi.
II. Prinsip
1.Zat antikonvulsi yang disuntikkan secara intraperitonial kepada mencit dapat
menginduksi adanya konvulsi
2. Obat antikonvulsi digunakan untuk melawan kritis konvulsi yang timbul pada
hewan tersebut dan dapat menghambat kematian yang ditimbulkan
terhadap perubahan tingkah laku maupun kemampuan kognitif lebih kecil ( Tjay
& Rahardja,2007).
Epilepsi adalah kejang yang terjadi tanpa penyebab metabolik yang
reversibel. Epilepsi dapat berupa kondisi primer atau sekunder. Epilepsi primer
terjadi secara spontan, biasanya pada masa kanak-kanak dan memiliki predisposisi
genetik. Saat ini sedang dilakukan pemetaan beberapa gen yang berhubungan
dengan epilepsi primer. Epilepsi sekunder terjadi akibat hipoksemia, cedera
kepala, infeksi stroke atau tumor sistem saraf pusat. Epilepsi awitan dewasa
biasanya disebabkan oleh salah satu insiden tersebut (Corwing,2009).
Epilesi adalah nama umum untuk sekelompok gangguan atau penyakit
susunan saraf pusat yang timbul spontan dan berulang dengan episoda singkat
(disebut bangkitan berulang atau recurrent seizure) dengan gejala utama kesadaran
menurun sampai hilang, bangkitan ini biasanya disertai kejang, hiperaktivitas
otonomik, gangguan sensorik atau psikis dan selalu disertai gambaran letupan
EEG (abnormal dan eksesif). Untuk epilepsi, gambaran EEG bersifat diagnostik.
Berdasarkan gambaran EEG epilepsi dapat dinamakan disritmia serebral yang
bersifat paroksismal. Bangkitan epilepsi merupakan fenomena klinis yang
berkaitan dengan letupan listrik atau depolarisasi abnormal yang eksesif, terjadi
disuatu fokus dalam otak yang menyebabkan bangkitan paroksimal. Fokus ini
merupakan neuron epileptik yang sensitif terhadap rangsangan yang disebut
neuron epileptik. Neuron inilah yang menjadi sumber bangkitan epileptik.
Letupan depolarisasi dapat terjadi di daerah korteks. Penjalaran yang terbatas di
daerah korteks akan menimbulkan bangkitan parsial misalnya epilepsi fokal
jackson letupan depolarisasi tersebut dapat menjalar ke area yang lebih luas dan
menimbulkan konvulsi umum (generalized epilepsy). Letupan depolarisasi di luar
korteks motorik antara lain korteks sensorik, pusat subkortikal, menimbulkan
gejala prokonvulsi antara lain adanya pengciuman bau wangi-wangian, gangguan
paroksismal terhadap kesadaran atau kejiwaan selanjutnya penjalaran ke daerah
korteks motorik menyebabkan konvulsi. Berdasarkan tempat asal letupan
yang
disebut
GABA di
dalam
otak.
Neurotransmiter
merupakan bahan kimia yang disimpan dalam sel-sel saraf di otak dan sistem
saraf. Mereka yang terlibat dalam transmisi pesan antara sel saraf. GABA
adalah neurotransmitter yang berfungsi sebagai alami 'saraf-menenangkan' agen.
Ini membantu menjaga aktivitas saraf di otak seimbang, dan terlibat dalam
mendorong kantuk, mengurangi kecemasan dan relaksasi otot. Diazepam
meningkatkan aktivitas GABA dalam otak, meningkatkan efek menenangkan dan
hasil dalam kantuk, penurunan kecemasan dan relaksasi otot (Katzung, 1998).
Pada prinsipnya, obat antiepilepsi bekerja untuk menghambat proses inisiasi
dan penyebaran kejang. Namun pada umumnya obat antiepilepsi lebih cenderung
bersifat membatasi penyebaran kejang (daripada mencegah proses inisiasi). Secara
umum, ada dua mekanisme kerja yaitu :
1. Peningkatan inhibisi (GABA-ergik)
2. Penurunan eksitasi ,yang kemudian memodifikasi konduksi ion (Na+, Ca++,
K+, dan Cl-) atau aktivitas neurotransmiter meliputi :
a. Inhibisi kanal Na+ pada membran sel akson Contoh : fenitoin dan
karbamazepin , fenobarbital dan asam valproat, lamotrigin, topiramat,
zonisamid.
b. Inhibisi kanal Ca++ tipe T pada neuron talamus (yang berperan sebagai
pace-maker untuk membangkitkan cetusan listrik umum di korteks).
Contoh : etosuksimid, asam valproat, dan clonazepam.
c. Peningkatan inhibisi GABA
contoh
fenobarbital,
topiramat
: - PGA 2%
-
IV.III Alat
Diazepam
Striknin
: - Suntikan 1 ml
-
Stopwatch
Timbanganmencit
V.Prosedur
Prosedur pengujian efek antikonvulsi menggunakan metode induksi
striknin. Pertama setiap mencit dibagi menjadi tiga kelompok yaitu kelompok
kontrol negatif, kelompok kontrol positif
Setiap kelompok terdiri dari 4 ekor mencit. Setiap mencit dari setiap kelompok
diberi perlakuan, untuk kelompok kontrol negatif diberi PGA 2 % (0,5 ml),
kelompok kontrol positif diberi Diazepam I (0,395ml), dan kelompok obat uji
diberi Diazepam II (0,415ml). Pemberian obat dilakukan secara intraperitoneal
(i.p) .Setelah 30 menit, mencit diberi striknin. Untuk yang kontrol negatif 0,25
ml,kontrol positif 0,1975ml dan untuk obat uji 0,2075ml. Pemberian obat secara
subkutan. Segera setelah pemberian striknin ,timbulnya efek konvulsi (onset) dan
waktu mati (death time) hewan percobaan diamati. Onset yaitu sebagai selang
waktu antara pemberian striknin sampai timbulnya gejala kejang yang pertama,
sedangkan death time adalah panjang waktu antara timmbulnya kejang pertama
sampai terjadinya kematian . Kemudian data yang diperoleh dianalisis secara
statistik berdasarkan analisis variansi dan kebermaknaan perbedaan lama waktu
tidak bergerak antara kelompok kontrol dan kelompok uji dianalisis dengan
Students t-test. Data disajikan dalam bentuk tabel atau grafik .
VI.Data Pengamatan dan Perhitungan
Kelompok
t=0
Mencit
Onset
Death Time
PGA 2%
(Gram)
17,1
(Menit)
0,33
(Menit)
0,217
i.p
20
0,33
0,03
16,5
0,6
0,5
Diazepam I
20
Rata-rata
17
0,767
0,507
0,483
0,533
0,32
0,283
2,6mg/kgBB
15,8
0,28
0,5
17,3
0,7
4,67
1,5
0,741
2
4,5
2,488
6,58
II
t=30
i.p
Striknin
Diazepam II
mg/kgBB
17,2
Rata-rata
26,1
5,6mg/kgBB
s.c
16,6
0,72
0,6
20
7,92
20,5
Rata-rata
1,833
1,638
2,417
4,379
1,5
III
i.p
17,1
20
Diazepam I
17
20
x 0,5 = 0,4271
x 0,5 = 0,425
Diazepam II
26,1
20
x 0,5 = 0,6525
Kelompok II :
PGA 2%
20
20
Diazepam I
15,8
20
x 0,5 = 0,395
Diazepam II
16,6
20
x 0,5 = 0,415
PGA 2%
16,5
20
x 0,5 = 0,4125
Diazepam I
17,3
20
x 0,5 = 0,4325
Diazepam II
20
20
x 0,5 = 0,5
20
20
x 0,5 = 0,5
x 0,5 = 0,5
Kelompok III :
Kelompok IV :
PGA 2%
Diazepam I
17,2
20
x 0,5 = 0,43
Diazepam II
20,5
20
x 0,5 = 0,5125
17,1
20
x 0,25 = 0,214
VI.I.II Subkutan
Kelompok I :
Striknin
17
20
26,1
20
x 0,25 = 0,2125
x 0,25 = 0,326
Kelompok II :
Striknin
20
20
x 0,25 = 0,25
15,8
20
x 0,25 = 0,1975
16,6
20
x 0,25 = 0,2075
Kelompok III :
Striknin
16,5
20
x 0,25 = 0,20625
17,3
20
x 0,25 = 0,216
20
20
x 0,25 = 0,25
20
20
x 0,25 = 0,25
Kelompok IV :
Striknin
17,2
20
x 0,25 = 0,215
20,5
20
x 0,25 = 0,2
df
SS
MS
Rata-rata
67,647
67,647
Waktu (blok)
12,337
12,337
26,993
13,4965
8,867
4,4335
Pemberian obat
(perlakuan)
Kekeliruan
eksponen
Fhit
3,04
Kekeliruan
subsampling
18
55,448
24
171,292
3,0804
VI.3AnalisisRagam
Perhitungan DF :
Rata-rata
=1
Waktu
= (b-1) = 2-1 = 1
Pemberian obat
= (p-1) = 3-1 = 2
Kekeliruan eksponen
= (b-1)(p-1) = 1.2 = 2
Total
= 25 1 = 24
Kekeliruan subsampling
= 24 - (1+1+2+2)= 18
Perhitungan SS :
J2
SSy = N
40,2932
24
= 67,647
SSb =
Yi2
ac
- SSy
2
11 ,53 +28 , 75
3x 4
= 12,337
SStrt =
Yj 2
ab
SSy
- 67,647
67,647
= 26,993
SStot = Y2 SSy
= 238,939 67,647
= 171,292
Sb =
= 48,197
SSeks = Sb (SSb + SS tret )
= 48,197 ( 12,337 + 26,993)
= 8,867
Perhitungan MS :
MSrata-rata
SSratarata 67 , 647
=
=67 , 647
dfratarata
1
MSblok
SSblok 12 ,337
=
=12 ,337
dfblok
1
MStreat
SStreat 26 , 993
=
=13 , 4965
dftreat
2
MSeks
SSeks 8 , 867
=
=4 , 4335
dfeks
2
MSsubsamping =
SSsubsampling 55 , 448
=
=3 , 0804
dfsubsampling
18
PerhitunganFhit
Fhit =
MStreat
MSeks
Dengan
= 0.05
13 , 4965
=3 ,04
4 , 4335
= 5%
- 67,647
Ftabel
= F(2.2)
= 19,0
Karena Fhit<Ftabel, maka Ho diterima. Artinya semua pemberian obat memberikan efek
yang sama terhadap mencit.
VI.3 Grafik
Waktu Onset
2.5
2
1.5
Kelompok 1
Kelompok 2
Kelompok 3
Kelompok 4
Obat Uji
Death Time
10
8
Waktu (menit)
Kelompok 1
Kelompok 2
Kelompok 3
Kelompok 4
Obat Uji
VII. Pembahasan
dari segi galur, berat, umur dan jenis kelaminnya karena akan mempengaruhi
dosisnya.
Disiapkan mencit dan bahan-bahan percobaan. Pertama sebanyak 3 ekor
mencit diberi tanda terlebih dahulu pada ekornya agar mudah dikenali. Lalu
masing-masing mencit ditimbang berat badannya dengan menggunakan
timbangan. Pada saat mencit ditimbang, diusahakan mencit tidak bergerak
sehingga tidak mempengaruhi skala penimbangan. Hasil penimbangan berat
badan mencit adalah mencit I sebesar 20 g, mencit II adalah 15,8 g dan mencit III
adalah 16,6 g.
Setelah itu, dihitung jumlah obat yang akan diberikan pada masing-masing
mencit berdasarkan berat badannya yaitu dengan cara menghitung dengan
menggunakan rumus: (BB ditimbang/ 20 g) x 0,5 ml untuk intraperitonial.
Larutan PGA dan diazepam yang akan diberi pada mencit dengan cara
intraperitonial, diperoleh hasil, yaitu mencit I sebanyak 0,5 ml, mencit II sebanyak
0,395 ml dan mencit III sebesar 0,415 ml.
Mencit yang sudah ditimbang dan diberi tanda dibagi menjadi 3 kelompok
yang terdiri dari kelompok kontrol negatif, kelompok obat uji I dan kelompok
obat uji II. Lalu semua mencit dari setiap kelompok diberi perlakuan sesuai
dengan kelompoknya. Kelompok kontrol negatif diberi PGA. Kelompok kontrol
positif diberi diazepam dengan dosis 2,6 mg/kg BB dan kelompok uji diberi
diazepam dengan dosis 5,2 mg/kg BB. Pemberian zat obat dilakukan secara
intraperitonial. Cara pemerian obat melalui intraperitonial yaitu penyuntikan di
perut. Mencit dipegang dengan benar tetapi kepalanya agak ke bawah abdomen.
Lalu jarum disuntikkan dengan sudut 10 dari abdomen agak ke pinggir, untuk
mencegah terkenanya kandung kemih dan apabila terlalu tinggi akan mengenai
hati.
Kemudian setelah 30 menit, hewan diberi striknin dengan dosis yang
sudah ditentukan. Diberikan setelah 30 menit karena daya absorpsi efektif obat
diazepam dan larutan PGA selama 30 menit. Cara menghitung dosis striknin
dengan cara (BB ditimbang/ 20 g) x 0,25 ml karena diberikannya secara subkutan.
Mencit I sebanyak 0,25 ml, mencit II sebanyak 0,1975 ml dan mencit III sebanyak
inhibisi
pascasinaps
dengan
cara
mengantagonis
kerja
perlakuan
pemberian
penginduksi
dan
antikonvulsi,
striknin. Demikian pula pada mencit uji II, akan memberikan onset yang lebih
lama daripada mencit uji I dan mencit kontrol karena diberikan dosis diazepam
yang lebih tinggi daripada mencit uji I, sehingga death time-nya akan lebih lama
pula.
Kemudian data yang diperoleh dianalisis secara statistik berdasarkan
analisis variansi dan kebermaknaan perbedaan waktu tidak bergerak antara
kelompok kontrol dan kelompok uji dianalisis dengan students t-test, kemudian
data disajikan dalam bentuk tabel dan grafik.
Dari percobaan ini diperoleh data berupa waktu onset dan waktu mati
(death time) dari mencit setelah diberi zat penginduksi konvulsi yaitu striknin.
Waktu onset yaitu waktu dari pemberian striknin sampai terjadinya konvulsi yang
pertama. Waktu mati (death time) yaitu waktu dari pertama terjadinya konvulsi
sampai mencit tersebut mati.Dari waktu onset tersebut dapat terlihat berapa lama
proses striknin dalam bekerja sehingga ditimbulkan efek konvulsi. Striknin mudah
diserap dari saluran cerna dan tempat suntikan, lalu akan segera meninggalkan
sirkulasi masuk ke sistem saraf pusat yaitu ke medula spinalis dan mulai bekerja
dengan mengantagonis kerja neurotransmitter glisin pada medula spinalis yang
menyebabkan hipereksitabilitas neuron sehingga neuron tersebut terksitasi sampai
pada ambang kritis tertentu yang menyebabkan bertambahnya tonus otot rangka
sehingga terjadi konvulsi atau kejang. Terjadinya konvulsi tersebut menyebabkan
terjadinya gangguan sistem kardiovaskuler. Jantung mengalami gangguan dalam
melangsungkan fungsinya untuk memompa darah ke seluruh tubuh, konduktivitas
jantung menurun sehingga akhirnya jantung gagal dalam memompa darah dan
menyebabkan kematian pada mencit.
Waktu onset (dalam menit) pada mencit kontrol negatif yang diberi
suspensi gom arab 2 % yaitu 0,33, 0,33, 0,6, 0,767 dengan rata-rata 0,50675.
Waktu onset (menit) pada mencit yang diberi diazepam dosis 2,6 mg/kg BB yaitu
0,483, 0,28, 0,7, 1,5 dengan rata-rata 0,74075. Waktu onset (menit) pada mencit
yang diberi diazepam dosis 5,6 mg/kg BB yaitu 2, 0,72, 2, 1,833 dengan rata-rata
1,638.Dari hasil tersebut terlihat bahwa diazepam memiliki aktivitas dalam
dosis 2,6 mg/kgBB memiliki persen inhibisi yang relatif kecil dibanding pada
diazepam dengan dosis 5,6 mg/kg BB.
Waktu mati (dalam menit) pada mencit yang diberi PGA 2 % yaitu 0,217,
0,03, 0,5, 0,523 dengan rata-rata 0,32. Waktu mati pada mencit yang diberi
diazepam dosis 2,6 mg/kg BB yaitu 0,283, 0,5, 4,67, 4,5 dengan rata-rata 2,48825.
Waktu mati pada mencit yang diberi diazepam dosis 5,6 mg/kg BB yaitu 6,9, 0,6,
7,92, 2,417 dengan rata-rata 4,45925.
Persen inhibisi death time dari diazepam baik pada dosis 2,6 mg/kg BB
maupun pada dosis 5,6 mg/kg BB dapat ditentukan dengan cara menggunakan
rumus waktu rata-rata death time uji dikurangi kontrol dibagi waktu rata-rata
death time kontrol, hasil tersebut dikalikan 100%. Setelah dilakukan perhitungan
menggunakan rumus tersebut maka dapat ditentukan persen inhibisi death time
dari diazepam dosis 2,6 mg/kg BB yaitu 677,578 %, dan persen inhibisi death
time dari diazepam dosis 5,6 mg/kg BB yaitu 1293,44 %. Dari hasil tersebut dapat
terlihat pula bahwa diazepam memiliki aktivitas dalam memperpanjang death
time dengan mekanisme kerja yang sama yaitu bekerja pada sistem GABAergik.
Hanya dosis yang membedakan keefektifan kerjanya. Semakin besar dosis maka
daya inhibisinya akan semakin tinggi.
VIII. Kesimpulan
Diazepam dapat memberi efek antikonvulsi pada hewan percobaan yang
diinduksi dengan striknin berdasarkan waktu timbul dan lamanya konvulsi dengan
persen inhibisi onset 46,17% untuk diazepam dosis I (2,6mg/kgBB) dan 223,28 %
untuk diazepam dosis II (5,6 mg/kgBB), serta dengan persen inhibisi death time
677,578 % untuk diazepam dosis 2,6 mg/kgBB dan 1293,44% untuk diazepam
dosis 5,6 mg/kgBB.
DAFTAR PUSTAKA