TERHADAP SLEEP LATENCY DAN SLEEP DURATION PADA MENCIT (Mus musculus)
Hendriani Paramita1, Rais al Qadri1, Rezky Aprhodyta1, Veronica Toban1, Wahyuni1, Yetmilka Florensia1,
Hardiana Arsyad2
1. Mahasiswa Fakultas Farmasi, Universitas Hasanuddin
2. Asisten Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi I Fakultas Farmasi, Universitas Hasanuddin
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian mengenai uji profil farmakodinamika obat hipnotik-sedatif golongan
benzodiazepin barbiturat terhadap mencit (Mus musculus). Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk
melihat perbandingan efek obat hipnotik-sedatif yaitu fenobarbital dan diazepam yang dibandingkan dengan
penambahan rifampisin, kafein, dan jus jerus dengan NaCMC sebagai kontrol negatif yang diberikan pada
mencit (Mus musculus). Metode penelitian dilakukan secara in vivo dengan rute pemberian peroral untuk
fenobarbital dan rute pemberian intraperitoneal untuk diazepam. Pengamatan dilakukan dengan melihat
sleep latency dan sleep duration pada mencit. Hasil analisis data menunjukkan bahwa pemberian obat
diazepam dan fenobarbital dengan berbagai variasi menunjukkan adanya sleep latency dan sleep duration
pada mencit sehingga diazepam dan fenobarbital berefek sebagai hipnotik sedatif, namun efektivitas obat
berkurang dengan kombinasi pemberian rifampisin, jus jeruk, dan kafein bersama kedua obat tersebut.
Kata kunci : hipnotik sedatif, diazepam, sleep latency, sleep duration
PENDAHULUAN
Hipnotik dan sedatif merupakan golongan
obat pendepresi sistem saraf pusat (SSP).
Efeknya bergantung keapada dosis, mulai dari
yang ringan yaitu menyebabkan tenang atau
kantuk, menidurkan, hingga yang berat yaitu
hilangnya kesadaran, keadaan anestesi, koma,
dan mati (1).
Pada dosis terapi, obat sedatif menekan
aktivitas mental, menurunkan respons terhadap
rangsangan emosi sehingga menenangkan. Obat
hipnotik
menyebabkan
kantuk
dan
memepermudah tidur serta mempertahankan tidur
yang menyerupai tidur fisiologis (1).
Efek sedasi juga memberikan efek
samping beberapa golongan obat lain yang tidak
termasuk obat depresan golongan SSP.
Walaupun obat tersebut memperkuat penekanan
SSP,
secara
tersendiri
obat
tersebut
memperlihatkan efek yang lebih spesifik pada
dosis jauh lebih kecil daripada dosis yang
dibutuhkan untuk mendepresi SSP secara umum
(1).
Beberapa obat dalam golongan hipnotik
dan sedatif, khususnya golongan benzodiazepin
diindikasikan juga sebagai pelemas otot,
antiepilepsi,
antiansietas
(anticemas),
dan
sebagai penginduksi anestesi.
Penggolongan obat hipnotik sedatif adalah
sebagai berikut: (1) (2)
1. Benzodiazepin.
Secara kualitatif, benzodiazepin memiliki efek
yang hampir sama, namun secara kuantitatif
spektrum
farmakodinamik
serta
data
farmakokinetiknya berbeda. Hal ini mendasari
aplikasi klinik sangat luas golongan ini.
Benzodiazepin berefek hinopsis, sedasi, relaksasi
Sleep
Duration
I
68
44
60
47
0
54
3
55
II
6
8
4
3
4
5
4
7
0
5
4
1
7
4
1
4
5
Rata-rata
III
Sleep
Latency
Sleep
Duration
68
46,67
68
41
3,67
42,67
53
52,67
44
1,33
46
54
31,67
54
17
25,67
12,33
7,5
20,5
38
15,67
46
Benzodiazepin
dimetabolisme
secara
ekstensif oleh kelompok enzim sitokrom P450 di
hati, terutama CYP3A4 dan CYP2C19. Beberapa
penghambat
CYP3A4
adalah
eritromisin,
rifampisin dan sari buah.
Kafein adalah stimulan saraf pusat dan
stimulan metabolik yang dimetabolisme oleh
sitokrom P450.
Diazepam dan fenobarbital digunakan
sebagai kontrol positif karena keduanya dapat
meningkatkan sleep latency dan sleep duration.
NaCMC digunakan sebagai kontrol negatif karena
tidak memberikan efek hipnotik sedatif yang
diinginkan.
Tabel 1. Pengaruh Pemberian Diazepam dan Fenobarbital Terhadap Sleep Latency dan Sleep Duration pada
Mencit (Mus musculus)
Sleep
Latency
40
Sleep
Duration
20
0
1
Sleep
Latency
20
Sleep
Duration
10
0
6