Anggota :
Dosen Pembimbing :
Asisten Dosen :
1. Isep Ramdan
2. Ria Komala
UNIVERSITAS PAKUAN
BOGOR
2017
Kami yang bertanda tangan dibawah ini,menyatakan bahwa telah mengerjakan laporan
farmakologi system dan organ
LEMBAR PENGESAHAN
DAFTAR ISI
BAB V PENUTUP...........................................................................13
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Makin tinggi suatu makhluk hidup berkembang, makin besar pula tingkat
kebutuhannya, dalam hal ini termasuk kebutuhan akan sistem penghantaran informasi, sistem
koordinasi, dan sistem pengaturan, di samping kebutuhan akan organ pemasok dan organ
sekresi.
Pengetahuan tentang sistem saraf pusat dalam dunia kefarmasian sangat penting untuk
dapat mempelajari karakteristik obat secara efisien, akurat dan dapat memberikan efek
terapi dengan mengetahui efek fisiologis obat yang dihasilkan ketika masuk kedalam tubuh.
Sistem saraf pusat manusia adalah suatu jalinan jaringan saraf yang kompleks, sangat
khusus dan saling berhubungan satu sama lain. Sistem saraf mengkoordinasi, menafsirkan
dan mengontrol interaksi antara individu dengan lingkungan sekitarnya. Susunan saraf pusat
terdiri atas otak besar, batang otak, otak kecil dan sum-sum tulang belakang dan diliputi oleh
selaput otak (metix) yang terdiri atas pachmenix dan leptomenix. Obat yang bekerja pada
sistem saraf pusat terbagi menjadi obat anti konvulsi, psikotropik, anestetik umum hipnotik-
sedatif, antiparkinson, analgesik,antipiretik serta anti inflamasi.
Efek perangsangan susunan saraf pusat (SSP) baik oleh obat yang berasal dari
alam atau sintetik dapat diperhatikan pada hewan dan manusia, beberapa obat
memperlihatkan efek perangsangan SSP yang nyata dalam dosis toksik, sedangkan obat
lain memperlihatkn perangsangan SSP sebagai efek samping.
Pemberian stimulansia system saraf pusat dosis tinggi pada hewan coba
mengakibatkan kekejangan tonik atau tetonik. Kematian terjadi bila kekejangan tonik
maupun tetonik meliputi keseluruhan otot kerangka, diantaranya otot pernafasan yang
berlangsung terlampau lama sehingga kematian hewan coba terjadi akibat tidak dapat
bernafas. Kesukaran bernafasan merupakan bahaya utama kekejangan.
TINJAUAN PUSTAKA
Obat yang termasuk golongan obat stimulansia pada umumnya ada dua
mekanisme yaitu: Memblokade system penghambatan dan meninggikan perangsangan
synopsis. Sensasi yang ditimbulkan akan membuat otak lebih jernih dan bisa berpikir
lebih fokus. Otak menjadi lebih bertenaga untuk berpikir berat dan bekerja keras, namun
akan muncul kondisi arogan yang tanpa sengaja muncul akibat penggunaan zat ini. Pupil
akan berdilatasi (melebar). Nafsu makan akan sangat ditekan. Hasrat ingin pipis juga
akan ditekan. Tekanan darah bertendensi untuk naik secara signifikan. Secara mental,
pengguna akan mempunyai rasa percaya diri yang berlebih dan merasa lebih senang.
Obat stimulansia ini bekerja pada system saraf dengan meningkatkan transmisi
yang menuju atau meninggalkan otak. Stimulan dapat meningkatkan denyut jantung,
suhu tubuh dan tekanan darah. Pengaruh fisik lainnya adalah menurunkan nafsu makan,
pupil dilatasi, banyak bicara, agitasi dan gangguan tidur. Bila pemberian stimulant
berlebihan dapat menyebabkan kegelisahan, panic, sakit kepala, kejang perut, agresif dan
paranoid. Bila pemberian berlanjut dan dalam waktu lama dapat terjadi gejala tersebut
diatas dalam waktu lama pula. Hal tersebut dapat menghabat kerja obat depresan seperti
alcohol, sehingga sangat menyulitkan penggunaan obat tersebut. (Sunardi,2006)
Sakit kepala: Jika ini tidak membaik dengan waktu, kami dapat mengurangi
dosis atau beralih ke stimulan lain.
Strikinin merupakan alkaloid utama dalam nux vomica, biji tanaman Strychnos
nux vomica. Striknin tidak bermanfaat untuk terapi, tetapi untuk menjelaskan fisiologi
dan farmakologi susunan saraf. Obat ini menduduki tempat utama diantar obat yang
bekerja secara sentral. (Sunaryo, 1995)
Menurut Utama ( 1995 ) mekanisme kerja striknin yaitu :
1. Merangsang semua bagian SSP, aksi ini dimulai pada medulla spinalis,
kemudian dengan meningkatnya konsentrasi striknin dalam otak ( melewati batas kritis )
maka impuls akan berpencar keseluruh SSP.
2. Menimbulkan kejang tonik tanpa adanya fase klonik. Kejang pada otot
ekstensor yang simetris. Dengan dosis suprakonvulsi, bahan ini menimbulkan atau
memperlihatkan efek curariform pada neuromusculary junction.
3. Pada kesadaran dimana terjadi konvulsi akan terjadi perubahan tekanan darah.
Obat yang paling bermanfaat untuk mengatasi hal ini adalah diazepam 10 mg IV,
sebab diazepam dapat melawan kejang tanpa menimbulkan potensiasi terhadap depresi
post ictal, seperti yang umum terjadi pada penggunaan barbiturat atau depresan non
selektif lainnya ( Sunaryo, 1995 ).
Caffein adalah suatu obat stimulasi yang bersifat psikoaktif dari golongan
xanthine-alkaloid yang berwarna putih. Caffeine dimetabolisme di hati oleh sitokrom
P450 oksidasemenjadi tiga metabolit, yaitu paraxanthine, theobromine dan theophyline.
Obat ini dapat menembus sawar otak dan mempengaruhi pembuluh darah di otak,
sehingga badan dan otak “tidak bisa tidur”, menyebabkan pelepasan adrenalin ke tubuh
dan membuat sel-sel selau aktif dan terjaga. Obat ini juga memanipulasi pelepasa
4.1Data pengamatan
Perlakuan
Pengamatan Kaffein
10 20 30 40 50
Bobot Badan 22 gram 22 gram 22 gram 22 gram 22gram
Frekuensi 120/menit 180 /menit 148 /menit 112 /menit 110 /menit
Jantung
Laju Nafas 100 /menit 172 /menit 140 /menit 88 /menit 100 /menit
Refleks ++++ ++++ ++++ ++++ ++++
0,1 𝑋
= ~
1000 22
0,1 𝑋 22
𝑋= = 0,0022 𝑔𝑟𝑎𝑚
1000
0,4 𝑥
Dosis Penyuntikan = ~
100 𝑦
100 𝑋 0,0022
𝑌= = 0,55 𝑚𝑙 ~ 0,6 𝑚𝑙
0,4
4.3 Pembahasan
Percobaan kali ini adalah membahas tentang bagaimana efek obat stimulant yang
ditimbulkan pada mencit dan gejala konvulsi yang di timbulakan setelah pemberian obat
stimulant. Stimulan adalah obat-obatan yang dapat bereaksi secara langsung ataupun
secara tidak langsung pada sistem syaraf pusat. Perangsangan SSP oleh obat pada
umumnya melalui dua mekanisme, yaitu mengadakan blokade sistem penghambatan dan
meninggikan perangsangan sinaps. Obat yang digunakan dalam percobaan kali ini adalah
kaffein dan strignin. Dalam percobaan dapat kita amati penyuntikkan obat tersebut akan
berpengaruh dan menyebabkan konvulsi pada mencit.
Pada percobaan kali ini, hal pertama yang dilakukan adalah pemilihan mencit,
sebaiknya memilih mencit yang aktif atau lincah, karena kondisi dari mencit dapat
memengaruhi efek aktivitas obaat agar efek obat dapat terlihat secara fisiologis oleh
praktikan. Selanjutnya dilihat kondisi mencit sebelum penyuntikkan, frekuensi jantung
dan laju nafas terbilang normal dan mencit dalam keadaan sangat aktif. Dilakukan
perhitungan dosis ketika sudah diketahui berat mencit yang akan disuntikkan, pada
perhitungan yang dilakukan, mencit dengan bobot 22 gram disuntikkan kaffein sebanyak
0,6 ml. Penyuntikkan dilakukan di daerah intra peritoneal, karena obat yang disuntikkan
dalam rongga peritonium akan diabsorpsi cepat, Intraperitonial mengandung banyak
pembuluh darah sehingga obat langsung masuk ke dalam pembuluh darah. sehingga
reaksi obat akan cepat terlihat. Setelah penyuntikkan dilakukan onset mulai terlihat pada
17 menit 48 detik, ditandai dengan aktivitas mencit menjadi lebih aktif daripada sebelum
nya dan terjadi efek lain yaitu urinasi dan salivasi yang berlebih dikarenakan kandungan
kafein yang bersifat stimulant (memicu terbentuknya) sistem saraf pusat dan metabolit,
yang keduanya dikeluarkan dan secara medis dapat mengurangi rasa capek dan
Pada 10 menit pertama masih belum terlihat efek yang di berikan dari kafein.
Dapat dilihat dalam pengamatan di 10 menit pertama pula refleks, tonus otot, kesadaran,
dan rasa nyeri masih sama, namun pada saat menit ke 20 menit, efek mulai terlihat
frekuensi jantung meningkat dan pada menit 30 mulai menurun. Karena kafeina tidak
akan memperlambat aktivitas sel saraf/otak, sebaliknya menghalangi adenosina untuk
berfungsi. Dampaknya aktivitas otak meningkat dan mengakibatkan hormon epinefrin
terlepas. Hormon tersebut akan menaikkan detak jantung, meninggikan tekanan darah,
menambah penyaluran darah ke otot-otot, mengurangi penyaluran darah ke kulit dan
organ dalam, dan mengeluarkan glukosa dari hati. Lebih jauh, kafeina juga menaikkan
permukaan neurotransmiter dopamin di otak. Sedangkan laju nafas terus meningkat dan
menurun di menit 30, ini menunjukkan bahwa efek obat mulai menghilang pada mencit.
Dan didapatkan durasi 28 menit 04 detik ditunjukan dengan efek dari kafein mulai
menghilang.
5.1 Kesimpulan
1. Terjadi aktivitas yang tinggi terhadap mencit pada pemerian kaffein.
2. Pemerian kaffein menyebabkan denyut jantung meningkat setelah terjadinya
onset.
3. Terjadi konvulsi spontan, simetris, dan kronik terhadap mencit pada pemerian
strignin.
5.2Saran
1. Perhitungan dosis harus tepat agar mencit tidak mati.
2. Penyuntikkan dilakukan pada daerah yang tepat secara ip agar mencit tidak
mati.
3. Pengamatan harus dilakukan seteliti mungkin guna menghindari kesalahan
analisis antara jenis-jenis konvulsi yang terjadi.