Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI SISTEM DAN ORGAN

“STIMULANSIA SISTEM SYARAF PUSAT (SSP)”

Tanggal Percobaan : 31-maret-2017

Disusun oleh Kelompok 3

Ketua : Aldin Syafawi (0661 15 211)

Anggota :

1. Siska Mulyaningsih (0661 15 162)


2. Riska Efia (0661 15 172)
3. Zaki Muhammad (0661 15 169)

Dosen Pembimbing :

1. Nina Herlina Sopandi, M.Si


2. Ir.E. Mulyati Effendi, M.S
3. Yulianita,M Farm
4. Emma Nilafitaputri K,M.Farm.Apt
5. Sara Nurmala,M.Farm

Asisten Dosen :

1. Isep Ramdan
2. Ria Komala

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS PAKUAN

BOGOR

2017

Universitas Pakuan (Stimulansia Sistem Syaraf Pusat) Page 1


LEMBAR PENGESAHAN
“STIMULANSIA SISTEM SYARAF PUSAT (SSP)”
KELOMPOK 3

Kami yang bertanda tangan dibawah ini,menyatakan bahwa telah mengerjakan laporan
farmakologi system dan organ

Siska Mulyaningsih Riska Efia


( 0661 15 162 ) ( 0661 15 172 )

Zaki Muhammad Aldin Syafawi


( 0661 15 169 ) (0661 15 211)

Universitas Pakuan (Stimulansia Sistem Syaraf Pusat) Page 2


DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN ............................................................... 1

I.1 Latar Belakang ............................................................................ 1


I.2 Tujuan Percobaan ....................................................................... 1
I.3 Hipotesis ..................................................................................... 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................... 3

BAB III METODE KERJA .......................................................... 7


3.1 Alat dan bahan ........................................................................... 7
3.2 Cara Kerja .................................................................................. 7

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................... 8

4.1 Data Pengamatan ........................................................................8


4.2 Pembahasan.................................................................................10

BAB V PENUTUP...........................................................................13

5.1 Kesimpulan .................................................................................13


5.2 Saran ...........................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Universitas Pakuan (Stimulansia Sistem Syaraf Pusat) Page 3


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Makin tinggi suatu makhluk hidup berkembang, makin besar pula tingkat
kebutuhannya, dalam hal ini termasuk kebutuhan akan sistem penghantaran informasi, sistem
koordinasi, dan sistem pengaturan, di samping kebutuhan akan organ pemasok dan organ
sekresi.
Pengetahuan tentang sistem saraf pusat dalam dunia kefarmasian sangat penting untuk
dapat mempelajari karakteristik obat secara efisien, akurat dan dapat memberikan efek
terapi dengan mengetahui efek fisiologis obat yang dihasilkan ketika masuk kedalam tubuh.
Sistem saraf pusat manusia adalah suatu jalinan jaringan saraf yang kompleks, sangat
khusus dan saling berhubungan satu sama lain. Sistem saraf mengkoordinasi, menafsirkan
dan mengontrol interaksi antara individu dengan lingkungan sekitarnya. Susunan saraf pusat
terdiri atas otak besar, batang otak, otak kecil dan sum-sum tulang belakang dan diliputi oleh
selaput otak (metix) yang terdiri atas pachmenix dan leptomenix. Obat yang bekerja pada
sistem saraf pusat terbagi menjadi obat anti konvulsi, psikotropik, anestetik umum hipnotik-
sedatif, antiparkinson, analgesik,antipiretik serta anti inflamasi.
Efek perangsangan susunan saraf pusat (SSP) baik oleh obat yang berasal dari
alam atau sintetik dapat diperhatikan pada hewan dan manusia, beberapa obat
memperlihatkan efek perangsangan SSP yang nyata dalam dosis toksik, sedangkan obat
lain memperlihatkn perangsangan SSP sebagai efek samping.
Pemberian stimulansia system saraf pusat dosis tinggi pada hewan coba
mengakibatkan kekejangan tonik atau tetonik. Kematian terjadi bila kekejangan tonik
maupun tetonik meliputi keseluruhan otot kerangka, diantaranya otot pernafasan yang
berlangsung terlampau lama sehingga kematian hewan coba terjadi akibat tidak dapat
bernafas. Kesukaran bernafasan merupakan bahaya utama kekejangan.

1.2 Tujuan Percobaan


- Mahasiswa mengetahui efek yang ditimbulkan dari suatu obat stimulansia SSP
- Mahasiswa mengetahui gejala konvulsi yang ditimbulkan setelah pemberian suatu
stimulansia SSP
1.3 Hipotesis
1. Gejala khas dari striknin yaitu konvulsi spontan, simetris, dan kronik.

Universitas Pakuan (Stimulansia Sistem Syaraf Pusat) Page 4


2. Larutan kafeein memberikan efek kejang spontan pada mencit.
3. Frekunsi jantung dan laju penapasan akan meningkat saat terjadinya onset waktu efek
anastesi terjadi.

Universitas Pakuan (Stimulansia Sistem Syaraf Pusat) Page 5


BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

Obat-obatan stimulant susunan saraf pusat adalah obat-obatan yang dapat


bereaksi secara langsung ataupun tidak langsung terhadap susunan saraf pusat. Efek
perangsangan susunan saraf pusat baik oleh obat yang berasal dari alam ataupun sintetik
dapat diperlihatkan pada hewan dan manusia. Perangsangan SSP oleh obat pada
umumnya melalui dua mekanisme yaitu mengadakan blockade system pengambatan dan
meninggikan perangsangan sinaps. (Sunaryo,1995)

Obat yang termasuk golongan obat stimulansia pada umumnya ada dua
mekanisme yaitu: Memblokade system penghambatan dan meninggikan perangsangan
synopsis. Sensasi yang ditimbulkan akan membuat otak lebih jernih dan bisa berpikir
lebih fokus. Otak menjadi lebih bertenaga untuk berpikir berat dan bekerja keras, namun
akan muncul kondisi arogan yang tanpa sengaja muncul akibat penggunaan zat ini. Pupil
akan berdilatasi (melebar). Nafsu makan akan sangat ditekan. Hasrat ingin pipis juga
akan ditekan. Tekanan darah bertendensi untuk naik secara signifikan. Secara mental,
pengguna akan mempunyai rasa percaya diri yang berlebih dan merasa lebih senang.
Obat stimulansia ini bekerja pada system saraf dengan meningkatkan transmisi
yang menuju atau meninggalkan otak. Stimulan dapat meningkatkan denyut jantung,
suhu tubuh dan tekanan darah. Pengaruh fisik lainnya adalah menurunkan nafsu makan,
pupil dilatasi, banyak bicara, agitasi dan gangguan tidur. Bila pemberian stimulant
berlebihan dapat menyebabkan kegelisahan, panic, sakit kepala, kejang perut, agresif dan
paranoid. Bila pemberian berlanjut dan dalam waktu lama dapat terjadi gejala tersebut
diatas dalam waktu lama pula. Hal tersebut dapat menghabat kerja obat depresan seperti
alcohol, sehingga sangat menyulitkan penggunaan obat tersebut. (Sunardi,2006)

Banyak orang mengambil stimulan dengan sedikit efek samping. Lain-lain


mengalami masalah ringan dan ada pula yang tidak dapat mentoleransi stimulan.
Seringkali kita dapat mengobati efek samping yang mengganggu sehingga individu dapat
terus mengambil stimulan.

 Sakit kepala: Jika ini tidak membaik dengan waktu, kami dapat mengurangi
dosis atau beralih ke stimulan lain.

Universitas Pakuan (Stimulansia Sistem Syaraf Pusat) Page 6


 Perasaan gelisah: Menghilangkan kafein atau stimulan-jenis obat. Sebuah
dosis kecil-beta blocker (sejenis obat tekanan darah) dapat memblokir tremor atau
kegelisahan.
 .Tidur kesulitan: ini lebih sering dengan stimulan-bertindak lagi seperti
Dexedrine Spansules. Namun, masalah tidur kadang-kadang disebabkan oleh AD / HD
bukan obat.
 Lekas marah: Kadang-kadang lekas marah mungkin karena AD / HD atau
gangguan kejiwaan yang lain.
 Depresi: Ini mungkin merupakan efek tertunda dari obat stimulan. Ini
mungkin lebih umum dengan-akting stimulan panjang.. Skrining untuk riwayat depresi,
dan mengobati depresi yang sudah ada bersama dapat meminimalkan ini.. Jika depresi
yang benar-benar berhubungan dengan obat, seseorang mungkin beralih ke kelas lain
dari obat untuk mengobati AD / HD. Ini-line obat kedua akan meliputi antidepresan
trisiklik dan bupropion (Wellbutrin.)
 Psikosis atau paranoia: Ini adalah efek samping yang jarang.. Mereka
mungkin terjadi pada seorang individu yang sudah cenderung untuk reaksi psikotik.
Mereka juga dapat terjadi ketika seseorang mengambil overdosis stimulan. Hal ini
penting untuk menyaring dan mengobati gangguan kejiwaan tertentu lainnya sebelum
memulai stimulan

Strikinin merupakan alkaloid utama dalam nux vomica, biji tanaman Strychnos
nux vomica. Striknin tidak bermanfaat untuk terapi, tetapi untuk menjelaskan fisiologi
dan farmakologi susunan saraf. Obat ini menduduki tempat utama diantar obat yang
bekerja secara sentral. (Sunaryo, 1995)
Menurut Utama ( 1995 ) mekanisme kerja striknin yaitu :
1. Merangsang semua bagian SSP, aksi ini dimulai pada medulla spinalis,
kemudian dengan meningkatnya konsentrasi striknin dalam otak ( melewati batas kritis )
maka impuls akan berpencar keseluruh SSP.
2. Menimbulkan kejang tonik tanpa adanya fase klonik. Kejang pada otot
ekstensor yang simetris. Dengan dosis suprakonvulsi, bahan ini menimbulkan atau
memperlihatkan efek curariform pada neuromusculary junction.
3. Pada kesadaran dimana terjadi konvulsi akan terjadi perubahan tekanan darah.

Universitas Pakuan (Stimulansia Sistem Syaraf Pusat) Page 7


4. Oleh karena rasanya pahit, maka berguna sebagai stomathicum untuk
merangsang ujung syaraf pengecap untuk menambah nafsu makan, dan secara reflextoir
merangsang sekresi HCL lambung.
5. Menghilangkan tahanan postsynaps medulla spinalis dengan cara menghambat
aksi Ach pada inhibitory cells. ( Utama, 1995 )
Striknin bekerja dengan cara mengadakan antagonisme kompetitif terhadap
transmitor penghambatan yaitu glisin di daerah penghambatan pasca sinaps.Striknin
menyebabkan perangsangan pada semua bagian SSP. Obat ini merupakan konvulsan
kuat dengan sifat kejang yang khas. Pada hewan coba konvulsi ini berupa ekstensi tonik
dari badan dan semua anggota gerak. Gambaran konvulsi oleh striknin ini berbeda
dengan konvulsi oleh obat yang merangsang langsung neuron pusat. Sifat khas lainnya
dari kejang striknin ialah kontraksi ekstensor yang simetris yang diperkuat oleh
rangsangan sensorik yaitu pendengaran, penglihatan dan perabaan. Konvulsi seperti ini
juga terjadi pada hewan yang hanya mempunyai medula spinalis. Striknin ternyata juga
merangsang medula spinalis secara langsung. Atas dasar ini efek striknin dianggap
berdasarkan kerjnya pada medula spinalis dan konvulsinya disebut konvulsi spinal
(Sunaryo,1995).
Gejala keracunan striknin yang mula-mula timbul ialah kaku ototmuka dan leher.
Setiap rangsangan sensorik dapat menimbulkan gerakan motorik hebat. Pada sta dium
awal terjadi gerakan ekstensi yang masih terkoordinasi, akhirnya terjadi konvulsi tetanik.
Episode kejang ini terjadi berulang, frekuensi dan hebatnya kejang bertambah dengan
adanya perangsangan sensorik. Kontraksi otot ini menimbulkan nyeri hebat, dan
penderita takut mati dalam serangan berikutnya ( Sunaryo, 1995 ).

Obat yang paling bermanfaat untuk mengatasi hal ini adalah diazepam 10 mg IV,
sebab diazepam dapat melawan kejang tanpa menimbulkan potensiasi terhadap depresi
post ictal, seperti yang umum terjadi pada penggunaan barbiturat atau depresan non
selektif lainnya ( Sunaryo, 1995 ).
Caffein adalah suatu obat stimulasi yang bersifat psikoaktif dari golongan
xanthine-alkaloid yang berwarna putih. Caffeine dimetabolisme di hati oleh sitokrom
P450 oksidasemenjadi tiga metabolit, yaitu paraxanthine, theobromine dan theophyline.
Obat ini dapat menembus sawar otak dan mempengaruhi pembuluh darah di otak,
sehingga badan dan otak “tidak bisa tidur”, menyebabkan pelepasan adrenalin ke tubuh
dan membuat sel-sel selau aktif dan terjaga. Obat ini juga memanipulasi pelepasa

Universitas Pakuan (Stimulansia Sistem Syaraf Pusat) Page 8


dopamine di otak dan membuat perasaan menjadi tenang dan “melayang”.(Anonim,
2008)
Penambahan caffeine terus menerus akan memblokade kerja adenosine karena
molekul caffeine yang mirip dengan adenosine dan menempati reseptor adenosine
(hormone ini melambatkan kerja syaraf menjelang waktu istirahat). Gejala overdosis
caffeine tidak seperti obat stimulansia yang lain. Dimulai dari tingkat yang paling rendah
adalah halusinasi, disorientasi dan disinhibisi. Pada dosis yang lebih tinggi lagi akan
menyebabkan rhabdomyolisis (kerusakan dari jaringan otot). (Anonim, 2010)

Universitas Pakuan (Stimulansia Sistem Syaraf Pusat) Page 9


BAB III
METODE PERCOBAAN

3.1 Alat dan Bahan


a) Bahan yang digunakan :
1. Mencit
2. Kaffein 0,4 %
3. Strignin Nitrat 10 %
b) Alat yang digunakan :
1. Jarum suntik
2. Timbangan hewan coba
3. Lap / sebet
4. Masker
5. Sarung tangan
3.2 Cara Kerja

- Setiap kelompok mahasiswa mendapatkan 2 ekor mencit


- Diamati keadaan biologis dari hewan yang meliputi bobot badan, frekuensi
jantung, laju nafas, reflex, tonus otot, kesadaran, rasa nyeri dan gejala lainnya
- Dihitung dosis yang akan diberikan kepada hewan coba :
- Kaffein 1 %
- Strignin 10 %
- Disuntikan masing-masing zat pada hewan coba secara ip (intra peritoneal).
- Diamati gejala konvulsi yang terjadi, dengan selang waktu setiap 10 menit.

Universitas Pakuan (Stimulansia Sistem Syaraf Pusat) Page 10


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1Data pengamatan

 Tabel 1. Data biologis hewan coba kelompok 3 dengan pemerian kaffein.

Perlakuan
Pengamatan Kaffein
10 20 30 40 50
Bobot Badan 22 gram 22 gram 22 gram 22 gram 22gram
Frekuensi 120/menit 180 /menit 148 /menit 112 /menit 110 /menit
Jantung
Laju Nafas 100 /menit 172 /menit 140 /menit 88 /menit 100 /menit
Refleks ++++ ++++ ++++ ++++ ++++

Tonus Otot ++++ ++++ ++++ ++++ ++++


Kesadaran ++++ ++++ ++++ ++++ ++++
Rasa Nyeri ++++ ++++ ++++ ++++ ++++
Gejala Lain: - salivasi Urinasi dan salivasi
Tipe konvulsi Defekasi
Keterangan : ++++ = Sangat Kuat ++ = Sedang

+++ = Kuat + = Lemah

 Tabel 2. Kelompok 3 , Waktu pengaruh pemberian obat sejak obat diberikan


sampai terjadi efek dan gejala yang di timbulkan.

kelompok Kaffein strignin

Onset Durasi Gejala Onset Durasi Gejala

1 6 menit 2 >1 jam Sangat aktif


detik

2 17 detik 29 menit Aktivitas


37 detik menaik, kejang,

Universitas Pakuan (Stimulansia Sistem Syaraf Pusat) Page 11


peka
rangsangan,
asimetris

3 17 menit 28 menit 4 aktif


48 detik detik

4 28 detik 39 menit Aktivitas


28 detik menaik,
sensorik,
konvulasi

5 5 detik 39 menit Sangat aktif


54 detik

6 2 detik 31 menit Aktivasi


11 detik meningkat

7 7 menit 58 menit Sangat aktif


40 detik

8 5 detik 30 menit Aktivitas


28 detik meningkat,
kejang, mati

9 28 menit 48 menit 3 Aktif,


detik bersinergi

10 54 detik 30 menit Aktif


12 detik meningkat,
peka
rangsangan,
konvulsi

4.2 Perhitungan Dosis

1. Intraperitonial pada mencit Kaffein :


Diketahui : kaffein = 0,4 %
Bobot mencit = 22 gram
Dosis kaffein = 100 mg / Kg BB

Universitas Pakuan (Stimulansia Sistem Syaraf Pusat) Page 12


𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑑𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑥
Dosis Konversi = ~
𝑔𝑟𝑎𝑚 𝐵𝐵

0,1 𝑋
= ~
1000 22

0,1 𝑋 22
𝑋= = 0,0022 𝑔𝑟𝑎𝑚
1000

0,4 𝑥
Dosis Penyuntikan = ~
100 𝑦

100 𝑋 0,0022
𝑌= = 0,55 𝑚𝑙 ~ 0,6 𝑚𝑙
0,4

4.3 Pembahasan

Percobaan kali ini adalah membahas tentang bagaimana efek obat stimulant yang
ditimbulkan pada mencit dan gejala konvulsi yang di timbulakan setelah pemberian obat
stimulant. Stimulan adalah obat-obatan yang dapat bereaksi secara langsung ataupun
secara tidak langsung pada sistem syaraf pusat. Perangsangan SSP oleh obat pada
umumnya melalui dua mekanisme, yaitu mengadakan blokade sistem penghambatan dan
meninggikan perangsangan sinaps. Obat yang digunakan dalam percobaan kali ini adalah
kaffein dan strignin. Dalam percobaan dapat kita amati penyuntikkan obat tersebut akan
berpengaruh dan menyebabkan konvulsi pada mencit.

Pada percobaan kali ini, hal pertama yang dilakukan adalah pemilihan mencit,
sebaiknya memilih mencit yang aktif atau lincah, karena kondisi dari mencit dapat
memengaruhi efek aktivitas obaat agar efek obat dapat terlihat secara fisiologis oleh
praktikan. Selanjutnya dilihat kondisi mencit sebelum penyuntikkan, frekuensi jantung
dan laju nafas terbilang normal dan mencit dalam keadaan sangat aktif. Dilakukan
perhitungan dosis ketika sudah diketahui berat mencit yang akan disuntikkan, pada
perhitungan yang dilakukan, mencit dengan bobot 22 gram disuntikkan kaffein sebanyak
0,6 ml. Penyuntikkan dilakukan di daerah intra peritoneal, karena obat yang disuntikkan
dalam rongga peritonium akan diabsorpsi cepat, Intraperitonial mengandung banyak
pembuluh darah sehingga obat langsung masuk ke dalam pembuluh darah. sehingga
reaksi obat akan cepat terlihat. Setelah penyuntikkan dilakukan onset mulai terlihat pada
17 menit 48 detik, ditandai dengan aktivitas mencit menjadi lebih aktif daripada sebelum
nya dan terjadi efek lain yaitu urinasi dan salivasi yang berlebih dikarenakan kandungan
kafein yang bersifat stimulant (memicu terbentuknya) sistem saraf pusat dan metabolit,
yang keduanya dikeluarkan dan secara medis dapat mengurangi rasa capek dan

Universitas Pakuan (Stimulansia Sistem Syaraf Pusat) Page 13


mengembalikan mental saat lemah. Kafein untuk stimulat pada system saraf pusat terjadi
pada saat konsentrasi tinggi, sehingga meningkatkan kewaspadaan / kesiapan dan
kemampuan jelajah, kecepatan, fokus serta koordinasi terhadap tubuh yang baik.kami
melakukan pengamatan setiap 10 menit yaitu dengan pengamatan frekuensi jantung,
laju nafas, reflex, tonus otot, kesadaran, dan rasa nyeri.

Pada 10 menit pertama masih belum terlihat efek yang di berikan dari kafein.
Dapat dilihat dalam pengamatan di 10 menit pertama pula refleks, tonus otot, kesadaran,
dan rasa nyeri masih sama, namun pada saat menit ke 20 menit, efek mulai terlihat
frekuensi jantung meningkat dan pada menit 30 mulai menurun. Karena kafeina tidak
akan memperlambat aktivitas sel saraf/otak, sebaliknya menghalangi adenosina untuk
berfungsi. Dampaknya aktivitas otak meningkat dan mengakibatkan hormon epinefrin
terlepas. Hormon tersebut akan menaikkan detak jantung, meninggikan tekanan darah,
menambah penyaluran darah ke otot-otot, mengurangi penyaluran darah ke kulit dan
organ dalam, dan mengeluarkan glukosa dari hati. Lebih jauh, kafeina juga menaikkan
permukaan neurotransmiter dopamin di otak. Sedangkan laju nafas terus meningkat dan
menurun di menit 30, ini menunjukkan bahwa efek obat mulai menghilang pada mencit.
Dan didapatkan durasi 28 menit 04 detik ditunjukan dengan efek dari kafein mulai
menghilang.

Kami membandingkan dengan mencit yang di berikan trignin yang dilakukan


oleh kelompok 2 pada dasarnya seluruh prosedur dan pengamatan yang dilakukan sama
seperti kelompok kami Striknin merupakan konvulsan kuat dengan sifat kejang yang
khas. Pada hewan coba konvulsi ini berupa ekstensif tonik dari badan dan semua anggota
gerak. Gambaran konvulsi oleh striknin ini berbeda dengan konvulsi oleh obat yang
merangsang langsung neuron pusat. Sifat khas lainnya dari kejang striknin ialah
kontraksi ekstensor yang simetris yang diperkuat oleh rangsangan sensorik yaitu
pendengaran, penglihatan, dan perabaan. Konvulsi seperti ini juga terjadi pada hewan
yang hanya mempunyai medula spinalis secara langsung. Atas dasar ini efek striknin
dianggap berdasarkan kerjanya pada medula spinalis dan konvulsinya disebut konvulsi
spinal. Terjadi konvulsi spontan, simetris, dan kronik sesekali dalam waktu pengamatan.

Universitas Pakuan (Stimulansia Sistem Syaraf Pusat) Page 14


BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
1. Terjadi aktivitas yang tinggi terhadap mencit pada pemerian kaffein.
2. Pemerian kaffein menyebabkan denyut jantung meningkat setelah terjadinya
onset.
3. Terjadi konvulsi spontan, simetris, dan kronik terhadap mencit pada pemerian
strignin.

5.2Saran
1. Perhitungan dosis harus tepat agar mencit tidak mati.
2. Penyuntikkan dilakukan pada daerah yang tepat secara ip agar mencit tidak
mati.
3. Pengamatan harus dilakukan seteliti mungkin guna menghindari kesalahan
analisis antara jenis-jenis konvulsi yang terjadi.

Universitas Pakuan (Stimulansia Sistem Syaraf Pusat) Page 15


DAFTAR PUSTAKA

 Sunaryo., (1995). Perangsang Susunan Saraf Pusat, dalam Farmakologi Dan


Terapi. Editor Sulistia G. Ganiswara. Edisi Keempat. Jakarta: Bagian
Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hal. 223-224.

 Utama, Hendra., Vincent HS Gan., (1995). Antikonvulsan, dalam Farmakologi


dan Terapi Bab 12. Editor Sulistia G. Ganiswara. Edisi Keempat. Jakarta:
Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hal. 163-165

 Anonim.2008. Farmakope Indonesia edisi IV. Depkes RI:Jakarta.

 Sunardi. 2006. Obat-obatan yang Berkaitan dengan Stimulassi Sistem Syaraf


Pusat.[terhubung berkala]

 Janoes z.n.2002. Arsprescribendi jilid 3. Airlangga Ubniversity Press:


Surabaya.

Universitas Pakuan (Stimulansia Sistem Syaraf Pusat) Page 16


LAMPIRAN

Universitas Pakuan (Stimulansia Sistem Syaraf Pusat) Page 17

Anda mungkin juga menyukai