Anda di halaman 1dari 11

JURNAL

SKRINING FARMAKOLOGI OBAT


Ditunjukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Praktikum Farmakologi Dasar
Dosen pengampu : Aulia Nurfazri istiqomah, M.Si

Disusun oleh
Kelas : FA 2
Kelompok/Gelombang : K4/G3

1. Mohamad Akbar Gumelar (221FF03057)


2. Syifa Najwa Saharani (221FF03060)
3. Rivaldo Septian Mahardika (221FF03061)
4. Nita Fatmawangi (221FF03064)
5. Marita Feliana (221FF03065)

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA
BANDUNG
2023
MODUL 9
SKRING FARMAKOLOGI OBAT

I. Tujuan
Kompetensi yang Dicapai :
Mahasiswa mampu menjelaskan tentang skrining farmakologi obat

Tujuan Praktikum :
Setelah praktikum, mahasiswa diharapkan mampu:
a. Dapat menetapkan metode skrining farmakologi dalam penentuan aktivitas dan potensi suatu
obat atau senyawa baru.
b. Dapat mengaitkan gejala-gejala yang diamati dengan sifat farmakologi suatu obat
c. Dapat memahami faktor-faktor yang berperan dalam skrining suatu senyawa baru

II. Prinsip
Prinsip dasar penapisan atau skrining farmakologi ini ialah mencari persen aktivitas yang terjadi
pada setiap kelompok efek – efek tersebut, kemudian dapat ditarik kesimpulan berdasarkan
persen aktivitas yang paling besar. Semakin besar persen aktivitas pada suatu efek maka zat atau
obat uji semakin mempunyai kecenderungan berasal dari kelompok efek tersebut.

III. Pendahuluan/ Dasar Teori

Prinsip pencarian senyawa obat baru dapat dilakukan berdasarkan skrining atau penapisan dengan
berorientasi pada efek farmakologis tertentu. Skrining hipokratik adalah salah satu cara untuk
menapis aktivitas suatu obat atau bahan yang belum diketahui sebelumnya baik yang berasal dari
alam maupun senyawa sintetis atau semisintesis.

Cara ini berdasarkan bahwa obat yang berinteraksi dengan materi biologis dalam tubuh akan
menghasilkan efek tertentu dan tergantung pada dosis yang diberikan. Prinsip ini diambil dari cara
dokter (hypocrates) mendiagnosa suatu penyakit melalui gejala-gejala yang ditunjukkan. Skrining
ini dapat membedakan suatu obat atau bahan yang berguna dan yang tidak berguna dengan cepat
dan biaya yang relatif murah. Berdasarkan cara ini, akan dihasilkan profil farmakodinamik obat
atau bahan.

Skrining farmakologi terhadap obat atau senyawa baru ditujukan untuk memperoleh gambaran
yang jelas mengenai aktivitas kerja farmakologi dari obat atau senyawa tersebut program skrining
meliputi serangkaian pengamatan dan evaluasi hasil-hasil pengamatan dalam pengembangan obat
baru, perlu dilakukan tahapan uji praklinis dan uji klinis. Tahapan uji praklinis dilakukan pada
hewan percobaan, sedangkan untuk uji klinis dilakukan pada manusia. Pada umumnya program
skrining dimulai dengan percobaan-percobaan terhadap hewan, dan senyawa-senyawa yang
diseleksi berdasarkan hasil percobaan pada hewan kemudian dipastikan khasiatnya pada manusia.
Penapisan (skrining) adalah kegiatan melakukan percobaan percobaan farmakologi pada hewan
percobaan atau preparate organ terpisah untuk mendeteksi senyawa – senyawa kimia yang
mempunyai efek farmakodinamik atau kemoterapi untuk dijadikan obat. Program skrining
meliputi serangkaian pengamatan dan evaluasi hasil hasil pengamatan. Program skrining dapat
bersifat blind screening/skrining buta, skrining terprogram dan skrining sederhana.
Tujuan skrining yaitu untuk mengurangi morbiditas atau mortalitas dari penyakit dengan
pengobatan dini terhadap kasus-kasus yang ditemukan. Semua skrining dengan sasaran
pengobatan dini ini dimaksudkan untuk mengidentifikasi orang-orang simpatomatik yang beresiko
mengidap gangguan Kesehatan serius .

Program skrining meliputi serangkaian pengamatan dan evaluasi hasil-hasil pengamatan. Dalam
pengembangan obat baru, perlu dilakukan tahapan uji praklinis dan uji klinis. Untuk mengetahui
senyawa obat haru dapat dilakukan skrining farmakologi yaitu dengan melakukan uji – uji tertentu
pada senyawa obat baru tersebut. Uji yang digunakan dalam skrining farmakologi diantaranya
adalah uji panggung, uji refleks, uji katalepsi, uji postur, uji gelantung, uji haffner.

Evaluasi skrining yang dilakukan merupakan evaluasi skrining buta yang dilihat dari aktivitas
motorik hewan coba yaitu psikohanaleptik dan psikoleptik. Psikohanaleptik dapat dilihat dari
katalepsi dan ptosis, jika uji gelantung bersifat positif (pemulihan posisi) maka senyawa tersebut
bersifat neuroleptik sedangkan jika uji gelantung bersifat negative maka senyawa bersifat hipnotik.
Psikoleptik berarti senyawa obat tersebut bersifat hipotemi (sikap tubuh normal).

Pencarian senyawa obat baru pada prinsipnya dapat dilakukan berdasarkan skringing atau
penapisan dengan berorientasi pada efek farmakologis tertentu. Untuk menghindari pengabaian
efek yang lebih potensial dibandingan efek yang dicari atau diskrining maka pada umumnya
dilakukan skrining buta. Pada aktivitas skirining ini efek yang terlihat semunya diamati sehingga
dapat melakukan pemilahan terhadap suatu sediaan yang mempunyai atau tidak mempunyai efek
farmakologis atau toksik. Masih banyak zat atau senyawa obat baru baik yang beasal dari tanaman
maupun bukan tanaman yang belum diketahui khasiatnya atau efek obatnya. Efek obat tersebut
dapat bersifat menyembuhkan atau berupa efek samping/ efek yang merugikan. Untuk mengetahui
senyawa obat baru dapat dilakukan skrining farmakologi yaitu dengan melakukan uji uji tertentu
pada senyawa obat baru tersebut.

Terdapat tiga macam prosedur skrining aktivitas biologi yaitu skrining sederhana (simple
screening) atau skrining umum (general screening), skinning buta (blind screening) dan skrining
terprogram (programmed screening) atau skrining spesifik (specific screening). Pemilihannya
berdasarkan kepada tujuan yang ingin dicapai.

Skrining buta adalah sederetan pengujian sederhana terhadap senyawa yang. Tidak diketahui
aktivitas farmakologinya yang bertujuan untuk mendapatkan petunjuk aktivitas potensial senyawa
tersebut. Skrining buta biasanya diterapkan untuk senyawa yang tidak memiliki kriteria spesifik
untuk aktivitas farmakologi yang telah diterapkan.

Beberapa prosedur dapat membandingkan potensi suatu senyawa dnegan sneyawa lain yang telah
diketahui aktivitas farmakologinya. Terdapat banyak kegunaan skrining ini. Peneliti dapat
menentukan aktivitas farmakologi primer atau sekunder melalui penggunaan beberapa metode
pengujian yang spesifik.
Suatu skema multimensional yang komprehensif yaitu suatu pengembangan prosedur skrining
hipokratik. Prosedurnya membutuhkan beberapa pengamatan perilaku sederhana yang dilakukan
setelah injeksi (biasanya intraperitonial) senyawa uji sehingga peneliti dapat menentukan profil
aktivitas suatu senyawa. Jika efek positif teramati, epngujian harus diulang pada kelompok hewan
yang abru untuk tujuan konfirmasi dan reproduksibilitas.
Persyaratan skrining antara lain:
1. Masalah kesehatan atau penyakit yang diskrining harus merupakan masalah kesehatan yang
penting
2. Harus tersedia pengobatan bagi pasien yang terdiagnosa setelah proses skrining.
3. Tersedia fasilitas diagnosa dan pengobatan.

Caffein
Kafein merupakan antagonis reseptor sistem saraf pusat untuk adenosine neurotransmitter, tubuh
individu yang secara teratur mengkonsumsi kafein beradaptasi dengan kehadiran terus-menerus
zat ini dengan meningkatkan jumlah reseptor adenosin dalam sistem saraf pusat secara substansial.
Peningkatan jumlah reseptor adenosin membuat tubuh lebih sensitif terhadap adenosin, dengan
dua konsekuensi utama.

Urethan
Uretan adalah senyawa ctil ester dari asam karbaminik, menimbulkan efek anaestesi dengan durasi
yang panjang seperti choralose. Biasanya senyawa ini digunakan untuk percobaan fisiologi dan
farmakologi. Uretan sering dikombinasikan dengan choralose untuk menurunkan aktivitas
muskular. Menurut literatur, uretan memiliki efek yang kecil pada respirasi dan tekanan darah
arteri. Uretan tidak digunakan sebagai anacstesi dalam kedokteran hewan, tetapi dianjurkan dalam
penggunaannya untuk tujuan eksperimen/percobaan.

Diazepam
Diazepam adalah obat anti cemas dari golongan benzodiazepin, satu golongan dengan alprazolam
(Xanax), klonazepam, lorazepam, flurazepam, dll. Diazepam dan benzodiazepin lainnya bekerja
dengan meningkatkan efek GABA (gamma aminobutyric acid) di otak. GABA adalah
neurotransmitter (suatu senyawa yang digunakan oleh sel saraf untuk saling berkomunikasi) yang
menghambat aktifitas di otak. Efek samping diazepam yang paling sering adalah mengantuk, lelah,
dan ataksia (kehilangan keseimbangan). Efek samping obat ini berat dan berbahaya yang menyertai
penggunaan diazepam IV ialah obstruksi saluran nafas oleh lidah, akibat relaksasi otot. Disamping
ini dapat terjadi depresi nafas sampai henti nafas, hipotensi . henti jantung, dan kantuk.

Strignin
Striknin merupakan alkaloid utama dalam nux vomica, biji tanaman Strychnos nux vomica.
Striknin tidak bermanfaat untuk terapi, tetapi untuk menjelaskan fisiologi dan farmakologi susunan
saraf. Obat ini menduduki tempat utama diantar obat yang bekerja secara sentral. Mekanisme kerja
striknin yaitu merangsang semua bagian SSP. Aksi ini dimulai pada medula spinalis. Striknin
bekerja dengan cara mengadakan antagonisme kompetitif terhadap transmitor penghambatan yaitu
glisin di daerah penghambatan pasca sinaps.Striknin menyebabkan perangsangan pada semua
bagian SSP. Obat ini merupakan konvulsan kuat dengan sifat kejang yang khas. Pada hewan coba
konvulsi ini berupa ekstensi tonik dari badan dan semua anggota gerak. Gambaran konvulsi oleh
striknin ini berbeda dengan konvulsi oleh obat yang merangsang langsung neuron pusat.

IV. Alat dan Bahan


Dalam praktikum ini hal-hal yang perlu dipersiapkan, antara lain:
1. Hewan percobaan (mencit);
2. Jas laboratorium, masker, dan sarung tangan; 3. Alat suntik;
4. Uretan.
V. Prosedur Kerja

Timbang hewan percobaan

Amati, ukur dan catat aktivitas sebagaimana tercantum pada tabel 1

Suntikkan zat yang akan dievaluasi secara intraperitoneal (IP)

Amati, ukur dan catat aktivitas seperti tercantum pada tabel. Parameter dengan respon
all
or none diberi nilai 0 atau 1, respon bertingkat diberi nilai 1 sampai 3

Hitung dan catat parameter-parameter tersebut pada menit ke -5, 10, 15, 30, 60, 120
dan 180.

Jumlahkan nilai tersebut dengan dan kalikan dengan weight factor

Jumlahkan nilai maksimum untuk masing-masing aktivitas (1- untuk respon all or
none
dan 3-untuk respon bertingkat) dan kalikan dengan weight factor

Kelompokkan aktivitas-aktivitas dalam kelompok kataegori.Jumlahkan total nilai


aktivitastersebut. Jumlahkan pula total nilai maksimum.
Hitung prosentase total nilai aktivitas dalam satu katagori terhadap total nilai maksimum.
Ranking prosentase tiap katagori untuk tiap dosis.

Simpulkan efek obat/zat yang akan diteliti berdasarkan prosentase tersebut

VI. Hasil Pengamatan

Kel 4 =(26g : 20g)x0,13 ml


=0.169 / 26g BB mencit

Parameter 5’ 10’ 15’ 20’ 25’ 30’ 35’ 40’ 45’ 50’ 55’ 60’ 65’ 70’ 75’ 80’ 85’ 90’ Score X Tot
W al
F Sco
re
Aktifitas 0 0 0 1 3 3 3 2 0 0 0 1 0 1 1 0 0 0 14 1 14
motorik
menurun
Aktifitas 0 0 2 0 0 0 0 0 1 3 3 0 0 0 0 0 0 0 9 1 9
motorik
meningkat
Hilang 1 0 0 0 0 0 0
refleks beridir

Hilang
reflekas
kornea
Hilang
refleks oniani

Paralisa kaki
Hilang daya
angkat
Laju 0 0 0 0 3 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 4 2 8
pernafasan
meningkat
Laju 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 2 4
pernafasan
menurun
Tremor 0 0 0 0 1 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 3 1 3
Fasikulasi
Konvulsi
Eksoftalmos 1 1 1 1 0 0 4 1, 6
5
Palpebral 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 5 1 5
ptosis
Pupil melebar
Pupil
mengecil
Nistagmus
Lakrimasi
meningkat
Lakrimasi
menurun
Khromodakri
orea
Telinga/ekor
memucat
Telinga/ekor
hiperemia
Bulu berdiri
Urinasi 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 1 0 3 2 6
Diare 0 0 1 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 2 0 6 1 6
Gerak
berputar
Tail lashing
Writhing
Temperatur
rektum naik
Temperatur
rektum
menurun
Jatuh dari 2 2 2 3 0 1 1 0 0 0 0 0 11 1 11
rotarod
Melompat
dari rotarod
Tonus tubuh
menaik
Tonus tubuh
menurun
Agresif
Katalepsi
(kaku)
Rasa ingin 0 0 0 0 1 3 0 0 0 1 0 1 0 1 1 0 0 0 8 1 8
tahu menaik
Rasa ingin 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3 1 3
tahu menurun

Reaksi jepit
ekor menurun

BB naik
BB turun 2 4 1, 6
5

NO parameter Z Score X WF Total Score


1 Motorik menaik 14 1 14
2 Motorik menurun 9 1 9
3 Berdiri 1 1 1
4 Pernafasan menaik 4 2 8
5 Pernafasan menurun 2 2 4
6 Tremor 3 1 3
7 eksofralmus 4 1,5 6
8 Palpeloral ptosis 5 1 5
9 Urinasi 3 2 6
10 Diare 6 1 6
11 Jatuh dari rotarod 11 1 11
12 Rasa ingin tahu menaik 8 1 8
13 Rasas ingin tahu menurun 3 1 3
14 BB turun 4 1,5 6

VII. Pembahasan

Pada praktikum kali ini kami melakukan praktikum mengenai skrining farmakologi yang dilakukan
dengan menggunakan hewan percobaan mencit. Skrining farmakologi merupakan suatu metode yang
digunakan untuk mengetahui aktivitas farmakologi suatu zat. Skrining farmakologi dapat dibagi menjadi
3 jenis berdasarkan tujuan yang ingin dicapainya. Skrining farmakologi dapat berupa skrining sederhana,
Blind skreeningika, Programmed Screening
Skrining sederhana Skrining sederhana dilakukan untuk zat yang telah diketahui sifatnya/efeknya.
Tidak perlu dilakukan serangkaian unit yang interpretasinya berhubungan antara suatu uji dengan uji
yang lain.
Blind sreeningika terdapat sejumlah senyawa kimia baru, baik itu yang didapatkan dari bahan alam
atau sintesis, kemungkinan belum ada informasi aktivitas farmakologinya. Blind screening dilakukan
untuk memberikan petunjuk terhadap potensi aktivitasnya, minimal golongan aktivitas senyawa tersebut.
Selain itu blind screening juga bertujuan untuk menunjukan apakah kelompok senyawa baru ini layak
untuk dilanjutkan pengujiannya atau menentukan dari kelompok senyawa tersebut, senyawa mana yang
memiliki efek farmakologi yang paling menarik.
Programmed screening Dalam pencarian obat baru penelitian efek farmakologi sekelompok senyawa
(missal yang berefek ke organ hati), diperlukan perencanaan uji yang memerlukan informasi terhadap
unit apa saja yang dapat dilakukan terhadap senyawa tersebut. Skrining ini memiliki tujuan yang lebih
terbatas daripada blind screening dan biasanya memberikan hasil yang lebih presisi. Perencanaan ini
juga menentukan indikasi dari kemungkinan efek samping dan ini membantu dalm penelitian informasi
farmakologi secara detail dari senyawa tersebut.
Pada praktikum kali ini dilakukan skrining awal yaitu melihat aktivitas dan keadaan normal dari hewan
percobaan sebelum pemberian obat. Pengamatan dilakukan terhadap jumlah jengukan, aktivitas
motoric, fenomena straub, piloereksi, ptosis, refleks korneal, refleks pineal, lakrimasi, katalepsi,
gelantung, retablishment, fleksi, haffner, geliat, grooming, vokalisasi, urinasi, defekasi dan mortalitas.
Apabila terjadi perubahan setelah pemberian obat maka dapat diprediksi efek farmakologi dari obat
tersebut Uji gelantung dan retablishment dilakukan untuk mengetahui adanya efek farmakologi sedative
dan relaksasi otot. Mencit dan tikus yang diamati dapat bergelantung dan cukup cepat untuk membalikan
badan pada alat besi yang direntangkan untuk bergelantung. Apabila terdapat efek sedative dan relaksasi
otot maka hewan uji tidak akan dapat bergelantung dan dengan cepat akan jatuh. Uji reflek kedip mata,
respon telinga dilakukan untuk mengetahui efek anelgesik.
Dari hasil pengamatan parameter yang teramati pada hewan uji yaitu kelopak mata menurun, ekor
berdiri, rasa ingin tahu meningkat, rasa ingin tahu menurun, tremor dan palisasi kaki. Praktikum yang
dilihat pada hewan percobaan yaitu pada menit ke 5 hewan menurunkan kelopak mata, mata menonjol,
rasa ingin tahu meningkat dan terjadi tremor. Untuk menit ke 15 terjadi rasa ingin tahu yang menurun
pada hewan percobaan. Dan untuk menit ke 30 kelopak mata menurun, aktivitas motorik juga menurun,
rasa ingin tahu menurun dan palisasi kaki.
Pada menit ke 5 hewan mencit yang diberikan obat X secara intra peritonial sudah mulai memberikan
efek seperti bulu berdiri, bola mata menonjol, tremor, rasa ingin tahu menurun, jatuh dari rotaroad, tonus
tubuh menurun dan reaksi jepit ekor menurun. Lalu pada menit ke 10 mencit masih menunjukan efek
bulu berdiri, aktivitas motorik semakin menurun, rasa ingin tahu menurun, jatuh dari rotarod, tonus tubuh
menurun dan reaksi jepit ekor menurun. Pada menit ke 15 mencit menunjukan bulu berdiri, menjadi tidak
agresif dengan rasa ingin tahu menurun. Pada menit ke 30 mencit menunjukan bulu berdiri, respirasi
menurun meskipun aktivitas motorik meningkat, rasa ingin tahu juga masih menurun, reaksi jepit ekor
menurun meskipun reaksi plat panas agak lambat dan tidak menurun. Pada menit ke 60 sudah tidak
menunjukkan bulu berdiri, aktivitas motorik menurun lagi, respirasi menurun. Rasa ingin tahu menurun,
refleks telinga hilang, tonus tubuh menurun dan reaksi jepit ekor menurun. Pada menit ke 90 mencit
terlihat semakin melemah dan tidak agresif.

Dari hasil data pengamatan tersebut zat/larutan obat yang berikan pada mencit kelompok kami
mengandung zat yang memiliki aktivitas CNS Activator dan CNS Depresant, akan tetapi parameter dari
aktivitas CNS Depresant lebih banyak dibanding dengan CNS activator, memungkinkan zat yang di
berikan oleh kelompok pada mencit zat depresant

VIII. Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan maka dapat ditarik kesimpulan bahwa skrining
farmakologi dilakukan untuk mengetahui efek yang dimiliki suatu zat dengan cara membandingkan
keadaan hewan uji sebelum dan sesudah pemberian suatu zat. Hewan uji yaitu mencit dan tikus
memberikan gambaran keadaan normal ketika diamati pada skrining farmakologi pada saat sebelum
pemberian zat (tanpa pemberian zat). Sehingga dapat disimpulkan dari hasil pengamatan dari parameter
aktivitas mencit tersebut bahwa zat/larutan obat yang di berikan pada mencit kelompok kami yaitu
depresan, mungkin menurut kelompok kami zat yang di berikan pada mencit tersebut yaitu kloralhidat
yang dapat memberikan aktivitas sebagai depresant

IX. Daftar Pustaka


Vioditta Rafelladoti.2021, ”Laporan Praktikum Farmakologi Toksikologi”. Universitas
Muhammdiyah Bandung
Dwi Rahayu Sucianti.2020” Skrinning Farmakologi”. Universitas Pakuan, Bogor
Inna Agustina.2015, ”Skrinning Farmakologi”. Universitas Pakuan, Bogor

Bagian Pengerjaan :
1. Cover : Syifa Najwa Saharani
2. Prinsip dan Tujuan : Rivaldo Septian Mahardika
3. Dasar Teori : Nita Fatmawangi
4. Alat dan Bahan : Mohamad Akbar Gumelar
5. Prosedur Kerja : Marita Feliana
6. Hasil pengamatan :Mohamad Akbar Gumelar
7. Pembahasan :Nita Fatmawangi, Rivaldo Septian, Mohamad Akbar Gumelar
8. Kesimpulan :Marita Feliana, Syifa Najwa Saharani
9. Daftar Pustaka : Nita Fatmawangi

Anda mungkin juga menyukai