Disusun Oleh :
1.2 Tujuan
Praktikum ini bertujuan mengetahui adanya senyawa-senyawa untuk menetralisir
senyawa-senyawa logam berat atau metaloid dan memahami antidota kimia logam dan
metaloid tersebut.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Toksisitas logam adalah keracunan dalam tubuh manusia yang diakibatkan oleh bahan
berbahaya yang mengandung logam beracun. Keracunan logam dapat masuk ke dalam tubuh
manusia melalui inhalasi, kulit, dan peroral. Umumnya, logam terdapat di alam dalam bentuk
batuan, biji tambang, tanah, air, dan udara Keracunan logam berat dapat berasal dari timbal,
perak, barium, merkuri, arsen, dan lain-lain.
Timbal (Pb) adalah satu unsur logam berat yang lebih tersebar luas dibanding logam
toksik lainnya.Kadarnya dalam lingkungan meningkat karena penambangan, peleburan dan
berbagai penggunaannya dalam industri. Keracunan timbale dapat terjadi melalui absorbsi
terhadap kulit, peroral, maupun inhalasi. Sebanyak 5-15 % keracunan timbale berasal dari
penyerapan usus. Keracunan dapat berjalan akut, subakut, maupuin kronis
Gejala keracunan timbal diantaranya pada sistem pencernaan berupa muntah-muntah,
nyeri/kolik abdomen, rasa logam dan garis biru pada gusi, serta konstipasi kronis. gejala
keracunan pada sistem jantung dan peredaran darah berupa anemia, basofilia pungtata,
retikulosis, berkurangnya trombosit dan sel polimorfonuklear, hipertensi dan nefritis, serta
artralgia
Logam perak telah lama digunakan dalam dunia medis sebagai antibakteri
(Alexander, 2009). Toksisitas perak telah lama diteliti pada berbagai hewan coba. Diantara
efek toksisitas perak adalah agyria efek neurologic,penurunan berat badan, dan kematian
Barium merupakan salah satu logam yang banyak menimbulkan keracunan. Efek
keracunan barium menimbulkan gangguan keseimbangan potassium (hypokalemia),
quadriparesis, gagal organ pernapasan akut, gastroenteritis, nyeri abdomen, dan lemah umum
(Renukumar dan Sagar, 2012).
Logam berat daan garam – garamnya seringkali menimbulkan keracunan baik pada
manusia ataupun hewan. Keracunan dapat terjadi karena adanya logam – logam dalam bahan
makanan yang disebabkan oleh limbah industry,adanya undusr atau garam logam dalam
tanah , padang rumput, tempat makan atau minuman yang mengandung logam atau sebab
lainnya. Selain mengenali gejala, maka dibutuhkan antidota kimianya untuk mengatasi
keracunan.
Logam berat dan metalloid umumnya terdapat dalam bentuk larutan garam –
garamnya. Bila dengan beberapa senyawa kimia garam – garam tersebut dapat diikat atau
diendapkan , maka penyerapan garam – garam oleh tubuh dapat dihambat , dengan demikian
keracunan dapat dicegah. Zat yang dapat digunakan untuk mengendapkan logam – logam
dikenal dengan adanya Tannin seperti yang terdapat dalam teh serta protein albumin juga
dapat mengendapkan garam – garam logam sehingga sukar diserap oleh jaringan manusia
atau hewan.
Timbal (Pb) pada awalnya adalah logam berat yang terbentuk secara alami. Namun,
Pb juga bisa berasal dari kegiatan manusia bahkan mampu mencapai jumlah 300 kali lebih
banyak dibandingkan Pb alami. Keracunan Pb dapat bersifat akut maupun kronis. Walaupun
pengaruh toksisitas akut jarang dijumpai tetapi pengaruh toksisitas kronis sering ditemukan.
Keracunan kronis yang sangat patut diwaspadai adalah pada orang-orang yang bekerja di
pinggir jalan dan hewan-hewan yang hidup dijalanan yang sehari-hari menghirup udara yang
tercemar Tetra Ethyl Lead (TEL) dan Tetra Methyl Lead (TML) yang dilepaskan oleh gas
buang kendaraan bermotor. Menurut Sudarmaji (2006), efek dari paparan timbal akan
menimbulkan beberapa gangguan pada tubuh, yaitu gangguan terhadap sintesa haemoglobin,
gangguan terhadap sistem syaraf, gangguan terhadap fungsi ginjal, dan gangguan terhadap
sistem reproduksi.
4.1.2 Tanin Sebagai Antidota
Tanin merupakan metabolit sekunder yang dapat dihasilkan oleh tanaman. Tanin
diketahui dapat digunakan sebagai antivirus, antibakteri, astrigenesia, dan antidotum. Sebagai
antidota, tanin mampu menjadi pengompleks dan kemudian mempercepat pengendapan
protein serta dapat mengikat makromelekul lainnya. Secara fisika, jika tanin dilarutkan
kedalam air maka akan membentuk koloid serta mamiliki rasa asam dan sepat, jika dicampur
dengan alkaloid dan glatin akan terjadi endapan, tidak dapat mengkristal, dan dapat
mengendapkan protein dari larutannya dan bersenyawa dengan protein tersebut sehingga
tidak dipengaruhi oleh enzim protiolitik.
Sebagai senyawa polifenol, tanin secara biologis dapat berperan sebagai khelat logam.
Khelat artinya kombinasi logam dengan molekul organik yang membentuk struktur seperti
cincin. Khelasi logam yang dilakukan tanin dapat mengahambat bioavailabilitas logam
tersebut. Hasil khelat dari tanin memiliki keuntungan yaitu kuatnya khelat dari senyawa tanin
ini membuat khelat logam menjadi stabil dan aman dalam tubuh. Tetapi jika tubuh
mengkonsumsi tanin secara berlebih maka akan mengalami anemia karena zat besi dalam
darah akan dikhelat oleh senyawa tanin tersebut.
Dengan adanya endapan pada hasil praktikum, membuktikan bahwa tanin dapat
menyerap atau mengikat logam berat. Adanya perbedaan kekeruhan dan perbandingan
supernatan dengan endapan pada tanin yang bekerja dengan alkohol dan tanin yang bekerja
dengan HCl disebabkan karena adanya perbedaan pH antara alkohol dengan HCl. Menurut
literatur tanin akan bekerja lebih baik pada suasana asam (HCl).
4.1.3 Natrium Tiosulfat Sebagai Antidota
Natrium tiosulfat adalah suatu senyawa kimia dan obat-obatan. Sebagai senyawa
kimia natrium tiosulfat yang bekerja dengan mekanisme percepatan eliminasi, sedangkan
sebagai obat-obatan natrium tiosulfat digunakan untuk mengobati keracunan (antidota).
Dalam tubuh, natrium tiosulat akan berikatan dengan senyawa yang menyebabkan keracunan
seperti sianida, kemudian senyawa tersebut diubah menjadi senyawa yang tidak toksik yaitu
tiosianat dengan bantuan enzim sulfurtransferase dan kemudian akan diekskresikan melalui
urin (Suudah, dkk. 2015). Natrium tiosulfat digunakan sebagai antidotum pada keracunan
sianida, dapat diberikan secara tunggal atau kombinasi dengan natrium nitrit. Dengan hasil
larutan yang tetap bening (tidak ada endapan) pada praktikum, maka artinya natrium tiosulfat
baik jika diberikan secara sistemik.
4.2 Antidota Perak/Argentum (Ag)
Perak terlarut biasanya terdapat dalam bentuk perak nitrat. Keberadaannya dalam air limbah
biasanya berasal dari industri porselen, fotografi, penyepuh listrik, dan pabrik tinta. Nilai
ekonomis logam perak tinggi sehingga pengolahan limbah perak biasanya disertai dengan
pertimbangan kemungkinan untuk daur ulangnya .Menurut Totok et al. (2002), perak
merupakan logam berat yang terlarut dalam air dan dapat mengganggu kese hatan. Perak
dapat menyebabkan penyakit agria, warna kulit kelabu kebiruan dan penyakit pada mata .
Dalam percobaan kali ini, menggunakan dua buah sample antidota yang akan mengendapkan
logam perak yaitu NaCl dan Natrium Thiosulfate. Natrium thiosulfate bekerja sebagai
antidota perak dengan cara membentuk senyawa sulfida yang tidak larut dan berbahaya
sehingga dapat mencegah terjadinya kerusakan permanen pada ginjal, jantung dan alat
pencernaan yang merupakan ciri kerusakan pada logam. NaCl adalah larutan yang memiliki
kesamaan isotonis dengan cairan tubuh.
Dari hasil percobaan didapatkan hasil bahwa AgNO3 yang ditambahkan dengan 0,5 cc NaCl
0,9% menghasilkan larutan keruh pada tahap awal namun pada tahap ke II menghasilkan
larutan yang bening ketika telah terjadi penyaringan. Hal ini dapat terjadi karena terjadi
peristiwa penyaringan yang tertahan di kertas saring serta membuktikan jika NaCl adalah
larutan yang memiliki kesamaan isotonis dengan cairan tubuh sehingga tidak berpengaruh
dalam mengatasi keracunan logam perak berat. Pada percobaan dengan AgNO3 yang
ditambahkan dengan 0,5 cc Natrium thiosulfate 2% didapatkan hasil bening pada tahap awal.
Larutan bening tersebut kemudian setelah melewati tahap ke – II berubah menjadi keruh dan
terdapat endapan. Natrium thiosulfate lebih dapat mengendapkan logam berat jika
dibandingkan dengan NaCl 0,9%.
𝑩𝒂𝑪𝒍𝟐 (aq) + 𝑵𝒂𝟐 𝑺𝑶𝟒 (aq) 2NaCl (s) + 𝑩𝒂𝑺𝑶𝟒 (aq), kemudian ditambah
HCl 0.1 N
2NaCl (s) +𝑩𝒂𝑺𝑶𝟒 (aq) + HCl (aq) 𝑩𝒂𝑪𝒍𝟐 + 𝑵𝒂𝟐 𝑺𝑶𝟒 + 𝑯+ (dengan HCl)
Natrium sulfat mempunyai rumus kimia 𝑁𝑎2 𝑆𝑂4, sering disebut dengan salt
cake, merupakan padatan berbentuk kristal putih, yang larut dalam air dan gliserol.
Hal tersebut yang menyebabkan perubahan larutan Barium sulfat yang sebelumnya
tidak berwarna menjadi berwarna putih atau keruh dan terbentuknya endapan garam
ketika ditambahkan Natrium sulfat. Penambahan HCl menyebabkan pada larutan
terbentuk dua lapisan yang berasal dari Barium sulfat (atas) dan Natrium sulfat
(bawah). HCl pada reaksi ini membuat reaksi kembali kesemula. Tujuan utama
mereaksikan Barium klorida dengan Natrium Sulfat adalah untuk mengikat Ba dengan
𝑆𝑂4 yang ada pada Natrium Sulfat, sehingga menghasilkan senyawa 𝐵𝑎𝑆𝑂4 yang
nantinya akan dikeluarkan melalui feses.
Sudarmaji, Mukono, J., I.P, Corie. 2006. Toksikologi Logam Berat B3 dan Dampaknya
Terhadap Kesehatan. Jurnal Kesehatan Lingkungan Vol. 2(2). 129-142. Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Airlangga.
Sudarmaji. Mukono, J. Corie, I.P. 2006. Toksikologi Logam Berat B3 dan Dampaknya
Terhadap Kesehatan. Jurnal Kesehatan Lingkungan. 2(2): 129-142.
Suudah, Evi N. Yusriana, C.S. N, Trisna Dewi. 2015. Uji Efektivitas Ketepatan Waktu
Pemberian Kombinasi Natrium Tiosulfat dan Natrium Nitrit Sebagai Antidotum Ketoksikan
Akut Kalium Sianida pada Mencit (Mus musculus). Jurnal Permata Indonesia. 6(1): 21-28.
Jamhari . 2009. Reduksi Logam Berat Hg, Ag, dan Cr Limbah Laboratorium Menggunakan
Metode Presipitasi dan Adsropsi [skrips]. Bogor : IPB