Anda di halaman 1dari 12

Hari, tanggal : Rabu, 12 Desember 2018

Kelompok : 3 – Pagi
Dosen : Drh Min Rahminiwati, MS, PhD

LAPORAN PRAKTIKUM
IDENTIFIKASI RACUN LOGAM BERAT

Kelompok :
1. Adila Kirana B04150078
2. Rifa Qatrunnada B04150079
3. Diana Arifah B04150080
4. Gabriella Dwi Vrilia B04150081
5. Desi Khaerunnisa B04150082

DIVISI FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI


DEPARTEMEN ANATOMI, FISIOLOGI, DAN FARMAKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2018
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Logam-logam berat dan metaloid umumnya terdapat dalam bentuk larutan garam-
garamnya. Bila dengan beberapa senyawa kimia garam-garam tersebut dapat diikat atau
diendapkan, maka penyerapan garam-garam itu oleh tubuh dapat dihambat, dan dengan
demikian keracunan dapat dicegah atau diatasi.
Di antara zat-zat yang sederhana yang dapat dipakai untuk mengendapkan garam-
logam, kita kenal adanya Tannin seperti yang kita dapatkan dalam teh, dan juga protein dalam
bentuk albumin telur yang juga dapat mengendapkan garam-garam logam, sehingga sukar
diserap oleh jaringan manusia atau hewan.
Dalam medium yang alkalis, asam tannin merupakan presipitan yang efektif untuk
timah hitam, perak, aluminium, kobalt, tembaga dan beberapa logam lainnya, tapi tidak
berguna terhadap arsen, antimon, dan air raksa. Efektifitasnya juga hanya pada keracunan
yang baru terjadi, dimana belum banyak logam terabsorpsi.
Beberapa garam natrium tertentu seperti Natrium thiosulfat dan Natrium
formaldehida sulfoksilat juga dapat dipakai untuk mengatasi keracunan beberapa jenis logam.
Natrium thiosulfat yang dapat diberikan secara intravena, diharapkan dengan cepat dapat
bereaksi dengan logam yang menimbulkan keracunan dengan jalan membentuk senyawa
sulfida yang tidak larut dan berbahaya. Dengan demikian kemungkinan kerusakkan permanen
pada ginjal, jantung atau alat pencernaan, yang merupakan ciri kerusakan pada keracunan
logam, dapat dicegah karena kerjanya yang cepat. Sampai dengan perang dunia II dan
beberapa waktu sesudahnya, Natrium formaldehida sulfoksilat merupakan obat pilihan
terhadap keracunan Hg dan sejenisnya. Lambung biasanya dicuci dengan larutan 5% dari
garam tersebut, 200 cc larutan ditinggalkan di lambung, dan akhirnya dilakukan penyuntikan
intravena larutan garam Natrium formaldehida sulfoksilat 5% sebanyak 200 cc secara pelan-
pelan. Suatu kelemahan baik pada garam sulfoksilat maupun thiosulfat adalah kemungkinan
terbentuknya garam kompleks dengan logam-logam, dan garam-garam ini larut dalam air.
Juga kerja dari keduanya sangat dipengaruhi oleh pH dari media, baik di lambung maupun di
usus.
Kini yang banyak dipakai adalah Dimercarpol dan garam EDTA. Keduanya
membentuk ikatan kompleks dengan logam-logam. Dimercarpol efektif pada keracunan
bismuth, emas, nikel, krom, antimon, air raksa dan arsen yang akut dan parah sekalipun.
Namun efektivitasnya terbatas pada keracunan timah hitam/timbal dan selenium. Tetapi harus
disadari bahwa Dimercarpol sendiri juga dapat menimbulkan keracunan, maka dari itu jangan
sampai terjadi pemberian dengan dosis yang terlampau besar,
Garam Ca-Na-EDTA relatif tidak toksik, mudah larut dan mudah diekskresikan
bersama urin. Garam tersebut juga mempermudah ekskresi logam berat yang toksik melalui
urin. Zat ini terutama bermanfaat pada keracunan timah hitam dan besi.

B. Tujuan
Praktikum kali ini bertujuan untuk menunjukkan adanya senyawa-senyawa untuk
meniadakan atau menetralisir senyawa-senyawa logam berat atau metaloid. Serta mampu
melakukan identifikasi beberapa jenis logam dengan cara yang mudah dan sederhana.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Logam berat merupakan logam atau metaloid dengan densitas lebih besar dari 5
g/cm3, terutama pada unsur seperti Cd, Cr, Cu, Hg, Ni, Pb dan Zn. Unsur-unsur ini biasanya
erat kaitannya dengan masalah pencemaran dan toksisitas. Logam berat secara normal
merupakan unsur dari tanah, sedimen, air dan organisme hidup serta akan menyebabkan
pencemaran bila konsentrasinya telah melebihi batas normal (Alloway dan Ayres 1993).
Toksisitas timbal (Pb) memberikan pengaruh terhadap laju pertumbuhan, semakin
lama pemaparan timbal dan semakin tinggi konsentrasi timbal akan menurunkan laju
pertumbuhan. Timbal (Pb) dalam tubuh dengan konsentrasi yang tinggi akan menghambat
aktivitas enzim. Penghambatan aktivitas enzim akan terjadi melalui pembentukan senyawa
antara logam berat dengan gugus sulfihidril (S-H). Enzim – enzim yang memiliki gugus S-H
merupakan kelompok enzim yang paling mudah terhalang kerjanya. Hal tersebut disebabkan
karena gugus S-H mudah berikatan dengan ion – ion logam berat yang masuk ke dalam tubuh,
akibatnya ikatan yang terbentuk antara gugus S-H dan logam berat, daya kerja yang dimiliki
oleh enzim menjadi sangat berkurang atau sama sekali tidak bekerja. Keadaan seperti ini akan
merusak sistem metabolisme tubuh (Yulaipi dan Aunurohim 2013).
Logam perak (Ag) yang mengkilap, sangat mudah dibentuk, memiliki daya hantar
listrik dan panas yang tinggi dan tahan terhadap korosi. Logam perak banyak digunakan
sebagai bahan konduktor listrik dan panas serta sebagai perhiasan. Logam perak bersifat
fotosensitif (peka terhadap cahaya) sehingga sering dipakai sebagai bahan dalam proses
fotografi, baik fotografi hitam putih maupun proses radiologi rumah sakit (Shreve 1967). Efek
toksisitas perak adalah agyria, efek neurologik, penurunan berat badan, dan kematian
(Songkroah et al. 2003).
Dalam dosis rendah, ion barium bertindak sebagai stimulan otot, dan dosis yang lebih
tinggi mempengaruhi sistem saraf, menyebabkan penyimpangan jantung, tremor,
kelemahan, kegelisahan, sesak napas, dan kelumpuhan. Toksisitas ini mungkin disebabkan
oleh pemblokiran saluran kalium oleh ion Ba2+, yang sangat penting agar sistem saraf
berfungsi dengan tepat. Organ lain yang rusak akibat senyawa barium yang larut dalam air
adalah mata, sistem kekebalan tubuh, jantung, sistem pernapasan, dan kulit, menyebabkan
kebutaan dan sensitisasi (Patnaik 2003).
Merkuri terdapat dalam bentuk Hg (murni), Hg anorganik dan Hg organik. Merkuri di
alam umumnya terdapat sebagai metil merkuri yaitu bentuk senyawa organik (alkil merkuri
atau metil merkuri) dengan daya racun tinggi dan sukar terurai dibandingkan zat asalnya. Bila
terakumulasi metil merkuri dalam tubuh, akan mengakibatkan keracunan yang bersifat akut
maupun kronis (Darmono 1995). Akibat dari keracunan akut antara lain adalah mual, muntah-
muntah, diare, kerusakan ginjal, bahkan dapat mengakibatkan kematian. Keracunan kronis
ditandai oleh peradangan mulut dan gusi, pembengkakan kelenjar ludah dan pengeluaran
ludah secara berlebihan, gigi menjadi longgar dan kerusakan pada ginjal. Kadar maksimum
merkuri untuk keperluan air baku air minum kurang dari 0,001 mg/l dan untuk kegiatan
perikanan yang diperbolehkan kurang dari 0,002 mg/l (PPRI 2001).
Logam berat Hg berbahaya karena bersifat biomagnifikasi sehingga dapat
terakumulasi dalam jaringan tubuh organisme melalui rantai makanan. Organisme yang
berada pada rantai yang paling tinggi (top karnivora) memiliki kadar merkuri yang lebih
tinggi dibanding organisme di bawahnya. Logam berat dalam jumlah berlebihan dapat bersifat
racun. Hal ini disebabkan karena terbentuknya senyawa merkaptida antara logam berat
dengan gugus –SH yang terdapat dalam enzim. Akibatnya aktifitas enzim tidak berlangsung.
Toksisitas merkuri terhadap organisme perairan tergantung pada jenis, kadar efek sinergis
antagonis dan bentuk fisika kimianya (Hutagalung 1989).

III. METODE PRAKTIKUM

Percobaan 1: Antidota Timah Hitam (Pb)


Alat yang digunakan dalam percobaan ini yaitu tabung reaksi dan pipet. Sedangkan
bahan yang digunakan adalah seduhan teh kental 2 ml, larutan Pb seteatat 10% 0,4ml, alkohol
0,4ml, HCl encer 0,4ml, dan larutan natrium tiosulfat 0,4ml.
Prosedurnya yaitu seduhan teh ditambahkan ke dalam Pb asetat 10%, kemudian
campuran ini diambil sebagian untuk ditambah alkohol, sedangkan sebagian yang lain
ditambah larutan HCl encer. Kemudian larutan Natrium tiosulfat ditambahkan ke dalam Pb
asetat 10%. Lalu perubahan yang terjadi diamati.
Percobaan 2: Antidota Perak (Ag)
Alat yang digunakan dalam percobaan ini yaitu tabung reaksi, corong gelas, kertas
saring, dan pipet. Sedangkan bahan yang digunakan adalah larutan Argentum nitrat 1%,
larutan natrium klorida 0.9%, dan larutan Natrium tiosulfat 2%.
Prosedurnya yaitu larutan NaCl 0,9% sebanyak 0,5ml ditambahkan ke dalam
0,5ml larutan AgNO3 1%. Larutan Na tiosulfat 2% sebanyak 0,5ml ditambahkan ke
dalam 0,5ml larutan AgNO3 1%. Kemudian campuran larutan masing-masing
disaring, dan dari masing-masing diambil sedikit filtratnya, lalu ditambahkan larutan
NaCl 0,9%. Lalu perubahan yang terjadi diamati.

Percobaan 3: Antidota Barium (Ba)


Alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah tabung reaksi dan pipet. Sedangkan
bahan yang digunakan adalah larutan Natrium sulfat 2%, larutan Barium klorida 10%, dan
larutan HCl 0,1.
Prosedurnya yaitu larutan natrium sulfat 2% ditambahkan ke dalam larutan
Barium klorida 10%. Kemudian ditambahkan HCl 0,1N. Kemudian perubahan yang
terjadi diamati.

Percobaan 4: Antidota Air Raksa (Merkuri/Hg)


Alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah tabung reaksi dan pipet. Sedangkan
bahan yang digunakan adalah teh, larutan HgCl 2 1%, larutan segar Albumin, alkohol, dan HCl
encer.
Prosedurnya yaitu seduhan teh ditambahkan ke dalam 5ml larutan HgCl2 1%
kemudian dibagi menjadi 2. Tabung pertama ditambah alkohol, sedangkan tabung
kedua ditambah larutan HCl encer. Larutan HgCl2 1% sebanyak 0,5ml ditambahkan
sedikit larutan segar albumin telur. Lalu perubahan yang terjadi diamati. terkahir
ditambahkan larutan segar albumin telur berlebih hingga perubahan makin terlihat.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Timbal atau timah hitam atau Plumbum (Pb) adalah salah satu bahan pencemar utama
saat ini di lingkungan, hal ini bisa terjadi karena sumber utama pencemaran timbal adalah dari
emisi gas buang kendaraan bermotor selain itu timbal juga terdapat dalam limbah cair industri
yang pada proses produksinya menggunakan timbal, seperti industri pembuatan baterai,
industri cat, dan industri keramik. Timbal digunakan sebagai aditif pada bahan bakar,
khususnya bensin di mana bahan ini dapat memperbaiki mutu bakar. Keracunan yang
disebabkan oleh logam timbal dapat mengakibatkan efek yang kronis dan akut. Keterpaparan
timbal secara akut melalui udara yang terhirup akan menimbulkan gejala rasa lemah, lelah,
gangguan tidur, sakit kepala, nyeri otot dan tulang, sembelit, nyeri perut, dan kehilangan
nafsu makan sehingga dapat menyebabkan anemia. Dampak kronis dari keterpaparan timbal
diawali dengan kelelahan, kelesuan, dan gangguan gastrointestinal (Sudarmadji et al 2006).

Tabel 1 Hasil percobaan antidota timah hitam (Pb)


No Reaksi Hasil Gambar
1 Teh+Pb Larutan
asaetat sedikit
10% keruh
+alkohol berwarna
coklat
muda

2 Teh+Pb Endapan
asetat 10% berwarna
+HCl encer cokelat

3 Pb asetat Endapan
10% putih
+Natrium
Thiosulfat
2%
Berdasarkan hasil percobaan terlihat adanya endapan pada campuran Pb asetat
dengan natrium tiosulfat dimana terjadi reaksi :
Pb(CH3COO)2 + Na2S2O3 -> 2PbS2O3 + CH3COONa
(Endapan putih)
Pada campuran teh, Pb asetat, dan HCl, terjadi endapan berwarna cokelat dengan
larutan berwarna cokelat. Setelah didiamkan beberapa menit, akan terbentuk endapan
berwarna cokelat di dasar tabung dengan larutan keruh. Sedangkan pada campuran teh, Pb
asetat, dan alkohol tidak terbentuk endapan berwarna cokelat pada dasar tabung dengan warna
larutan coklat yang lebih jernih. Tannin mempunyai kemampuan untuk menyerap logam
(Djarot 2002). Pada suasana asam, tanin akan lebih cepat mengendapkan timbal dibandingkan
pada suasana basa. Selain itu, HCl merupakan asam kuat sehingga akan lebih mudah bereaksi
dengan senyawa garam Pb asetat. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:
Pb[CH3COO]2 + C2H5OH  Pb[OH]2 + C2H5CH3COO
Pb[CH3COO]2 + HCl  Pb[Cl]2 (endapan coklat) + CH3COOH
Logam perak (Ag) mempunyai sifat yang mengkilap, sangat mudah dibentuk dan
ditempa, memiliki daya hantar listrik dan panas yang tinggi, serta tahan terhadap korosi.
Limbah yang mengandung perak sangat berbahaya bila langsung dibuang ke lingkungan.
Perak selain termasuk logam berat, juga merupakan logam beracun yang dapat menimbulkan
gangguan kesehatan. Akumulasi perak pada tubuh hewan dapat mengakibatkan pigmentasi
yang disebut Argyria (Sudarmadji et al 2006).

Tabel 2 Hasil Praktikum antidota perak (Ag)


N Sampel Sebelum Setela Gambar
o difilter h
difilter
Terbentu
AgNO3 k
Laruta
1% + endapan
1 n putih
NaCl warna
keruh
0.9% putih
susu

Terbentu
AgNO3 k
Laruta
1% + endapan
2 n putih
Na2S2O warna
jernih
3 2% coklat
hitam

Berdasarkan hasil praktikum terlihat perbedaan antara AgNO3 1% yang dicampur


dengan NaCl 0,9% dengan Na2S2O3 2%. Campuran perak nitrat dengan NaCl menunjukkan
adanya endapan berwarna putih susu dan hasil fitrasinya keruh menunjukkan bahwa tidak
terjadinya pengikatan perak pada reaksi. Campuran perak nitrat dengan natrium tiosulfat
menunjukkan adanya endapan hitam dan hasil filtrat yang lebih jernih menunjukkan bahwa
natrium tiosulfat dapat digunakan sebagai antidota dari perak nitrat dengan mengikat ion
perak dan mengendapkannya. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:
AgNO3 + NaCl  AgCl (putih susu) + NaCl
Ag2S2O3 + NaCl  AgCl (endapan hitam) + Na2S2O3
Barium sulfat adalah komponen dari lithopone, pigmen putih yang digunakan dalam
cat. Karbonat barium digunakan dalam produksi dari kaca optik, keramik, tembikar
mengkilap dan gelas khusus. Barium sulfat digunakan dalam dunia medis sebagai bahan
kontras untuk memeriksa saluran pencernaan menggunakan radiografi. Bahaya utama
terhadap kesehatan adalah terhadap mata dan paru-paru. Kontak langsung menyebabkan
iritasi mekanis pada mata. Paparan jangka panjang secara inhalasi dapat terjadi kerusakan
paru-paru. Jangka panjang menghirup debu dapat menyebabkan pengendapan di paru - paru
dalam jumlah yang cukup untuk menghasilkan baritosis-sebuah pneumokoniosis jinak
(SiKerNas 2011).

Tabel 3 Hasil praktikum antidota Barium (Ba)


N Larutan Hasil Gambar
o
1 Na2SO4 2% Larutan keruh
+BaCl 10%+HCl dan
0,1N membentuk
endapan putih

Hasil praktikum menunjukkan adanya endapan putih pada larutan. Hal ini merupakan hasil
positif dari percobaan natriun sulfat menjadi antidota dari barium klorida. Adanya endapan
menunjukkan bahwa natrium sulfat dapat menjadi pengkelat dari logam barium. Tambahan
HCl berfungsi untuk mempercepat reaksi logam dan pengkelatnya. Reaksi yang terjadi adalah
sebagai berikut:
BaCl2 + Na2SO4 → BaSO4 (endapan putih) + NaCl
Raksa/ hydrargyrum/ mercuri adalah unsur kimia dan satu-satunya unsur logam yang
berbentuk cair pada suhu kamar. Logam ini berwarna tergantung pada bentuk fasanya.
Senyawa anorganik raksa yang paling umum dipakai adalah Hg 2Cl2 dan HgCl2. HgCl2 mulai
dipakai sebagai bakterisida sejak permulaan abad ke 19. Dalam industri farmasi senyawa
raksa banyak dipakai sebagai obat sakit perut, penangkal insfeksi dan antiseptik. Seperti unsur
logam berat lainnya, daya toksik raksa juga dipengaruhi oleh bentuk senyawa, efek sinergis
dan antagonis dari logam lain, kualitas air (pH, DO, suhu dan salinitas), jenis kelamin dan
usia, makanan dan aktivitas organisme. Raksa dalam bentuk organik lebih toksik dari bentuk
anorganik. Uap raksa akan merusak paru-paru, Senyawa anorganik raksa akan merusak ginjal
dan hati, sedangkan metil raksa akan merusak sel otak. Di samping itu metil raksa juga dapat
menerobos dinding plasenta, sehingga induk yang sedang hamil bila menderita keracunan
raksa kemunginan akan melahirkan anakan yang cacat. Makanan merupakan sumber
terbanyak pemasukan raksa ke dalam tubuh hewan (Hutagalung HP 1985).

Tabel 4 Hasil praktikum antidota air raksa (merkuri=Hg)


No Reaksi Hasil Gambar
1 Teh+ HgCl2 1%
+Alkohol

2 Teh+ HgCl2 1%
+HCl

3 HgCl2 1% +
Albumin

4 HgCl2 1% +
Albumin berlebih

Tanin dapat digunakan sebagai bahan yang mempresipitasi logam. Dengan campuran
alkohol dan HCl tidak terlalu terlihat perbedaan. Tambahan alkohol memberikan warna lebih
jernih pada campuran dibanding campuran HCl. Hal ini membuktikan bahwa pH dari
campuran juga mempengaruhi kecepatan reaksi larutan. Hasil pengamatan menunjukkan
bahwa penggunaan albumin dapat mengendapkankan merkuri menjadi gumpalan berbentuk
gelatin. Albumin merupakan protein yang mampu berikatan dengan berbagai macam logam.
Keracunan merkuri dapat diikat menjadi bentuk gumpalan gelatin. Konsentrasi gumpalan
sesuai dengan jumlah merkuri dan albumin yang berikatan. Semakin tinggi konsentrasi
albumin dan merkuri, semakin banyak gumpalan gelatin yang terbentuk.

V. KESIMPULAN

Kasus keracunan logam berat pada timah hitam lebih cepat dihentikan dengan segera
terbentuknya endapan timbal thiosulfat oleh Natrium Thiosulfat. Kasus keracunan perak dapat
diatasi dengan natrium tiosulfat dan membentuk endapan putih. Kasus keracunan barium
dapat diatasi dengan natrium sulfat. Kasus keracunan air raksa dapat diatasi dengan albumin
telur. Konsentrasi dan pH suatu larutan mempengaruhi kecepatan pengendapan. Waktu
pemberian anti dota mempengaruhi keberhasilan pengobatan.

DAFTAR PUSTAKA

Alloway BJ, Ayres DC. 1993. Chemical Principles of Envionmental Pollution. London (UK):
Chapman and Hall.
Darmono. 1995. Logam dalam Sistem Mahluk Hidup. Jakarta(ID): Universitas Indonesia
Press.
Djarot SW. 2002. Pengolahan logam berat dari limbah cair dengan tannin. Hasil Penelitian
Pusat Pengembangan Pengolahan Limbah Radioaktif. 9(1):74-79.
Fardiaz S. 1992. Polusi Air dan Udara. Yogyakarta(ID): Kanisius.
Hutagalung HP. 1985. Raksa (Hg). Oseana. 3(1): 93-105.
Hutagalung HP. 1985. Raksa (Hg). Oseana.10(3):93-105.
Patnaik P. 2003. Handbook of Inorganic Chemicals. Burlington (US): McGraw-Hill.
[PPRI]. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia. 2001. Pengelolaan kualitas air dan
pengendalian pencemaran perairan. No. 82.
Shreve. 1967. Chemical Process Industries. Ed ke-3. London (UK): McGraw-Hill.
SiKErNas. Sentra Informasi Keracunan Nasional. 2011. Barium Sulfat. Pusat Informasi Obat
dan Makanan, Badan POM RI.
Songkroah C, Nakbanpote W, Thiravetyan P. 2003. Recovery of silver thiosulphate
complexes with chitin. Process Biochem. 39(3): 1553-1554.
Sudarmadji, Mukono J, Corie IP. 2006. Toksikologi logam berat dan dampaknya terhadap
kesehatan. Jurnal Kesehatan Lingkungan. 2(2): 129-142.
Yulaipi S, Aunurohim. 2013. Bioakumulasi logam berat timbal (Pb) dan hubungannya dengan
laju pertumbuhan ikan mujair (Oreochromis mossambicus). Jurnal Sains dan Seni
Pomit. 2(2): 166-170.

Anda mungkin juga menyukai