Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN URINALISA DAN CAIRAN TUBUH

PEMERIKSAAN PROTEIN URIN KUALITATIF DAN URIN


KUANTITATIF (ESBACH)

OLEH:

KELOMPOK 7

1. NI PUTU RIA LILIA SARI (P07134018 098)


2. KADEK RINA ARI NATASIA (P07134018 099)
3. KOMANG SISILIA (P07134018 100)
4. KOMANG WAHYU JUNYATMIKA (P07134018 101)
5. DESAK PUTU INTAN PURNAMA DEWI (P07134018 102)
6. LUH GEDE MIRAH LEONI (P07134018 103)
7. KADEK ULANTARI SARASWATI (P07134018 104)

KEMENTERIAN KESEHATAN RI

POLETEKNIK KESEHATAN DENPASAR

JURUSAN TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS

2019
I. TUJUAN
a. Pemeriksaan Urine Kualitatif
Untuk mengetahui kadar protein dalam urine secara kualitatif.
b. Pemeriksaan Urine Kuantitatif (Esbach)
Untuk menguji kadar protein dalam urin secara kuantitatif.

II. METODE
a. Pemeriksaan Urine Kualitatif
Untuk menguji secara kualitatif protein dalam urine dilakukan
dengan merebus urine dalam suasana asam menggunakan asam asetat
6%, positif jika muncul endapan atau kekeruhan pada larutan uji.
b. Pemeriksaan Urine Kuantitatif (Esbach)
Uji Esbach merupakan pemeriksaan untuk menilai kadar protein
dalam urine (proteinuria). Pada uji ini, pemeriksaan urine dengan cara
mencapurkan larutan asam pikrat 1% dalam air dan larutan asam sitrat
2% dalam air dengan urine. Asam sitat ini hanya digunakan untuk
menjaga keasaman cairan. Hasil positif dilihat dengan adanya
kekeruhan dan tingkat kekeruhan sesuai dengan jumlah protein
(Kurniati, 2010).

III. PRINSIP
a. Pemeriksaan Urine Kualitatif
Protein dalam susunan asam lemah, bila dipanaskan akan
mengalami denaturasi.
b. Pemeriksaan Urine Kuantitatif (Esbach)
Asam pikrat dapat mengandapkan protein dan endapan ini dapat
diukur secara kuantitatif.

IV. DASAR TEORI

Urine merupakan cairan sisa yang diekskresikan oleh organ ginjal kemudian
dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses urinasi. Ekskresi urine penting sekali
untuk membuang molekul-molekul sisa dalam darah yang disaring oleh ginjal dan
untuk menjaga homeostasis cairan tubuh. Namun, ada juga beberapa spesies yang
menggunakan urine sebagai sarana komunikasi olfaktori. Urine disaring di dalam
ginjal, dibawa melalui ureter menuju kandung kemih, akhirnya dibuang keluar
tubuh melalui uretra (Kamal, 1999)
Urine terdiri dari air yang mengandung zat terlarut berupa sisa metabolisme
tubuh diantaranya adalah urea, garam terlarut, dan materi pembentuk urine berasal
dari darah atau cairan interstisial. Komposisi urine berubah nik. Cairan dan materi
sepanjang proses reabsorpsi ketika molekul yang penting bagi tubuh, misal glukosa,
diserap kembali ke dalam tubuh melalui molekul pembawa. Cairan yang tersisa
mengandung urea dalam kadar yang tinggi dan berbagai senyawa yang berlebih
atau berpotensi racun yang akan dibuang keluar tubuh. Urea yang dikandung oleh
urine dapat menjadi sumber nitrogen yang baik untuk tumbuhan dan dapat
digunakan untuk mempercepat pembentukan kompos (Kustono, 1997).
Komposisi materi yang terdapat dalam urine memberikan banyak informasi
metabolisme tubuh. Materi yang terkandung di dalam urine dapat diketahui melalui
analisis urine, baik analisis kualitatif dan kuantitafif. Analisis yang dilakukan
tergantung keperluan diagnosa seseorang. Misalnya analisis norkoba, uji
kehamilan, uji glukosa, uji anion anorganik, dan lain-lain. Salah satu uji sederhana
yang dapat dilakukan di laboratorium adalah dengan melakukan uji kualitatif urin,
seperti ion amonium, glukosa, klorida, dan sulfat (Murray et al 2003).
Komposisi urine sangat komplek, urine yang normal mengandung air, urea,
kraetinin, purin (asam urat, kantin, hipoksantin), allantion, asam hipurik, amonia,
asam amino, sulfat, garam anorganik, pigmen urokrom dan urobilin. Menurut Sauer
et al. (1999), sekitar 60 90 % nutrient yang dimakan ternak akan disekresikan
kembali melalui faces dan urine. Di dalam faces sapi perah unsur hara paling
dominan adalah P, Ca, Mg, dan Fe, sedangkan dalam urine unsur hara yang paling
dominan adalah K, N, NH4-N (Oman, 2003)
Kandungan khlor pada tiap urine ternak berbeda-beda. Faktor makanan
yang dikonsumsi oleh ternak adalah faktor yang sangat mempengaru hi hal ini.
Perbedaan kandungan khlor dalam urine dapat disebabkan karena perbedaan ginjal.
Misalnya perubahan jumlah yang difiltrasi dan reabsorbsi dalam tubulus, kadar
aldesteron dalam darah dan hormon adrenokorteksialin dan hormon neuratik
(Ganong, 2003).
Apabila terjadi urine pekat, terjadi retensi air dibandingkan zat terlarut dan
bila urine encer, terjadi akskresi air yang lebih dibandingkan zat terlarut. Kedua hal
ini memiliki arti penting dalam konservasi dan pengaturan osmolalitas cairan tubuh
Pengaturan ekskresi air terutama dilakukan oleh hormon vasoprin yang bekerja
pada duktus kolingentes (Ganong, 2003).

V. ALAT & BAHAN


a. Pemeriksaan Protein Urin Kualitatif
Alat:
1. Tabung Reaksi
2. Api Bunsen
3. Rak Tabung Reaksi
4. Penjepit Tabung
5. Spuite
Bahan:
1. Asam Asetat 6%
2. Sampel Urin

b. Pemeriksaan Protein Urin Kuantitatif


Alat:
1. Tabung Esbach
2. Rak Tabung Reaksi
3. Pipet Volume
4. Ball Pipet
Bahan :
1. Sampel Urin
2. Reagent
- Asam Pikrat 10
- Asam Sitrat 10
- Aquadest
VI. PROSEDUR KERJA
a. Pemeriksaan Protein Urin Kualitatif
1. Diambil urine sebanyak 5cc dengan menggunakan spuite
2. Dimasukkan urine ke dalam tabung reaksi
3. Dipanaskan diatas api bunsen dengan keadaan tabung reaksi miring
(untuk mencegah letupan) hingga mendidih
4. Diamati perubahan warna yang terjadi
5. Dipanaskan kemabli tabung reaksi tersebut setelah ditetesi asam
asetat 6% sebanyak 3 tetes hingga mendidih
6. Dibiarkan dinggin dan dibaca hasilnya berdasarkan tabel dibawah
ini
- Tetap jernih dibandingkan urine kontrol
+1 Tampak kekeruhan minimal, dimana huruf cetak pada
kertas masih dapat terbaca, menembus kekeruhan ini
(kuantitatif 0,01-0,059%)
+2 Kekeruhan nyata dengan butir-butir halus, garis tebal
dibaliknya masih dapat terlihat (kuantitatif 0,05-0,209%)
+3 Tampak gunpalan-gumpalan nyata (kuantitatif 0,2-
0,509%)
+4 Tampak gumpalan-gumpalan besar dan membeku
(kuantitatif > 0,059%)

b. Pemeriksaan Protein Urin Kuantitatif


1. Dilakukan pengukuran pH urin dengan menggunakan kertas pH
meter pada urine
2. Jika diketahui urine sudah bersifat asam (dibawah 7) maka tidak
perlu penambahan asam asetat 6%
3. Diisi tabung esbach dengan urine sampai tanda U dan reagen
sampai tanda R
4. ditutup tabung Esbach dengan gabus penutupnya, bolak balik
beberapa kali agar urine dan reagen Esbach tercampur baik,
biarkan pada suhu kamar selama 24 jam
5. Dibaca tingginya endapan yang terjadi setelah 2 jam dalam satuan
g/L, misalnya a g/L
6. Pada praktikum biasanya ditambahkan serbuk Barium Sulfat
(untuk mempercepat pengendapan ) ditutup tabung dan dikocok
kembali.
7. Ditunggu 30 menit hingga terbentuk endapan dan diukur tinggi
endapan

Perhitunggan Protein Loss


Volume Urine : V L/24 jam
Tinggi Endapan: a g/L
Jadi protein loss: a g/L × V L/24 jam

VII. NILAI NORMAL DAN INTERPRETASI HASIL

- Tetap jernih dibandingkan urine kontrol


+1 Tampak kekeruhan minimal dimana huruf cetak pada kertas masih
dapat terbaca,menembus kekeruhan ini
(Kuantitatif ~ 0,01-0,059%)
+2 Kekeruhan nyata dengan butir-butir halus,garis tebal dibaliknya
masih dapat terlihat
(Kuantitatif ~ 0,05- 0,209%)
+3 Tampak gumpalan-gumpalan nyata
(Kuantitatif~ 0,2-0,509%)
+4 Tampak gumpalan-gumpalan besar dan membeku
(Kuantitatif > 0,059%)
VIII. HASIL
1. 1. Pemeriksaan Protein Urine Uji Kualitatif
a. Sampel Mahasiswa

Sebelum Setelah Penambahan Setelah


dipanaskan dipanaskan Asam Asetat dipanaskan
kembali

Kuning pekat Kuning pekat Kuning pekat Kuning pekat


(-)

b. Sampel Rumah Sakit

Sebelum Setelah Penambahan Setelah


dipanaskan dipanaskan Asam Asetat dipanaskan
kembali

Kuning Jernih Keruh, terdapat Keruh, terdapat Keruh,terdapat


gumpalan gumpalan gumpalan tulisan
tidak dibaca,garis
terlihat (+2)

2. Pemeriksaan Protein Urine Kuantitatif (Esbach)


Sebelum didiamkan selama 24 jam Setelah didiamkan selama 24 jam

Volume Urine:2,5 L/24 jam

Tinggi Endapan: 0,3 g/L

Protein loss: a.g/Lx V . L/24 jam

=0,3X 2,5

=0,75 g/24 jam

IX. PEMBAHASAN URINE


Urin sebagai produk metabolisme memiliki kandungan berbagai zat yang
sudah tidak digunakan lagi oleh tubuh. Zat tersebut diantaranya adalah nitrogen,
urea, dan amonia. Kandungan urin menjadi indikasi berbagai fungsi faal dalam
tubuh yang berkaitan dengan metabolisme dan ekskresi, diantaranya adalah kondisi
ginjal, liver, dan pankreas. Keberadaan zat yang masih berguna bagi tubuh dalam
urin menandakan ada kesalahan fungsi ginjal dalam bekerja sebagai filter. Salah
satu zat yang masih berguna bagi tubuh yang sering terdapat dalam urin adalah
protein. Keberadaan protein dalam urin menandakan ada kebocoran pada
glomerulus. Glomerulus merupakan bagian nefron yang berfungsi memfilter
berbagai zat sisa metabolisme. Dalam kondisi normal protein tidak akan melewati
glomerulus melainkan akan langsung menuju arteri efferent dan kembali ke
jantung. Kebocoran dan kerusakan glomerulus akan memnyebabkan beberapa zat
yang masih berguna bagi tubuh akan ikut terbuang salah satunya adalah protein.
(Astuti, D.S. 2017). Pada praktikum ini dilakukan pemeriksaan protein. Protein
adalah sumber asam amino yang mengandung unsur C,H,O dan N . Protein sangat
penting sebagai sumber asam amino yang digunakan untuk membangun struktur
tubuh. Selain itu protein juga bisa digunakan sebagai sumber energi bila terjadi
defisiensi energi dari karbohidrat dan/atau lemak. Sifat-sifat protein beraneka
ragam, dituangkan dalam berbagai sifatnya saat bereaksi dengan air, beberapa
reagen dengan pemanasan serta beberapa perlakuan lainnya.

Pada praktikum ini dilakukan pemeriksaan kadar protein dalam sampel uri
yang bertujuan untuk skrining, diagnosis evaluasi berbagai jenis penyakit ginjal.
Pengukuran protein dalam urine penting dilakukan untuk mengetahui respon
terhadap pengobatan yang sedang dilakukan serta mendiagnosis gangguan ginjal,
salah satunya adalah proteinuria. Proteinuria merupakan suatu keadaan dimana
urine manusia mengandung protein melebihi nilai normalnya, yaitu lebih dari
150mg/24 jam pada orang dewasa atau pada anak-anak lebih dari 140mg/mL.
sejumlah protein ditemukan pada pemeriksaan urine rutin, baik tanpa gejala,
ataupun dapat menjadi gejala awal, dan kemungkinan menjadi suatu buktu adanya
penyakit ginjal yang serius. Adapun proteinuria yang ditemukan saat pemeriksaan
rutin pada orang sehat sekitar 3,5%. Jadi proteinuria tidak selalu merupakan
manifestasi kelainan ginjal. (Santhi, 2018)

Pemeriksaan kadar protein dilakukan pada sampel klinis urine 24 jam dan
pada sampel mahasiswa urine 24 jam. Pemeriksaan yang dilakukan yaitu uji
kualitatif dengan metode tes rebus dengan menggunakan asam asetat 6% dan uji
kuantitatif dengan metode uji esbach. Pada uji kualitatif ini bertujuan untuk
memeriksa ada tidaknya kandungan protein dalam urine. Prinsip pemeriksaan
protein dalam urine ini adalah protein dalam susunan asam lemah, bila dipanaskan
akan mengalami denaturasi.

Uji kualitatif ini diawali dengan menghomogenkan perlahan sampel urine


tujuannya adalah agar kondisinya sama dan menghilangkan endapan yang mungkin
terbentuk pada saat proses penyimpanan. Kemudian praktikum pertama yang
dilakukan adalah diambil sampel urine klinis dan sampel urine dari mahasiswa
sebanyak 5cc, 5cc sampel urine klinis dan 5cc sampel urine dari mahasiswa dengan
menggunakan spuite, dimasukkan dalam tabung reaksi masing-masing urine
tersebut, kedua tabung reaksi tersebut diberi label. Tabung reaksi tersebut
dipanaskan diatas api bunsen dengan keadaan tabung reaksi miring (untuk
mencegah terjadinya letupan) hinggan urine di dalam tabung reaksi tersebut
mendidih, kemudian diamati perubahan warna yang terjadi pada masing-masing
tabung reaksi tersebut. Dipanaskan kembali tabung reaksi tersebut setelah ditetesi
asam asetat 6% sebanyak 3 tetes hingga mendidih. Penambahan asam asetat 6%
bertujuan untuk menghilangkan endapan non protein seperti asam fosfat yang
terjadi akibat pemanasan. Asam asetat juga berfungsi untuk memberikan suasana
asam lemah pada urine sesuai dengan prinsip metode pada percobaan ini.
Penambahan asam asetat juga digunakan untuk mengetahui apakah protein yang
mengendap atau fosfat, dimana fosfat larut dalam asam asetat.

Berdasarkan hasil pengamatan dapat diketahui bahwa sampel urine Klinis


mengandung protein karena urine itu setelah dipanaskan menunjukkan adanya
kekeruhan nyata dengan butir-butir halus, garis tebal dibaliknya masih dapat
terlihat, +2 (kuantitatif 0,05 – 0,209%). Sedangkan sampel urine dari Mahasiswa
tidak mengandung protein karena urine itu setelah dipanaskan kembali tetap jernih
dibandingkan urine control (-). Terdapatnya protein pada sampel urine tersebut
menunjukkan adanya gangguan pada sistem ekskresi (ginjal) dari pemilik urine
tersebut. Tingginya kadar protein dalam urine tersebut menunjukkan indikasi
kemungkinan pasien menderita proteinuria.

Selanjutnya dilakukan pemeriksaan protein urine secara kuantitatif.


Pemeriksaan protein secara kuantitatif (esbach) merupakan pemeriksaan yang
bertujuan untuk mengukur kadar protein dalam urine. Prinsip dari uji kuantitatif ini
adalah asam pikrat dapat mengendapkan protein dan endapan, ini dapat diukur
secara kuantitatif. Hasil positif pada uji ini ditunjukkan dengan adanya kekeruhan
dan tingkat kekeruhan sesuai dengan jumlah protein yang terkandung didalam
urine. Pemeriksaan protein urine secara kuantitatif dilakukan dengan menggunakan
sampel 24 jam yang diukur pHnya terlebih dahulu menggunakan pH universal.
Sampel urine yang digunakan diharapkan memiliki pH asam, apabila tidak bersifat
asam maka sampel ditambahkan asam asetat 6% untuk menurunkan pH sehingga
menjadi asam.

Pemeriksaan urine secara kuantitatif dilakukan dengan menambahkan


reagen esbach ke dalam sampel urine. Reagen esbach terdiri dari campuran larutan
asam pikrat 1% dalam air dan larutan asam sitrat 2% dalam air. Asam sitrat
berfungsi unuk menjaga keasaman dari cairan. Pemeriksaan kadar urine secara
kuantitatif dilakukan pada sampel Klinis. Tabung esbach ditambahkan dengan urine
klinis sampai tanda batas U dengan meniskus atas lalu ditambahkan reagen esbach
sampai tanda R, tabung esbach setelah ditambahkan reagen kemudian
dihomogenkan agar sampel urine tercampur dengan baik dengan reagen esbach,
setelah itu bungkus tabung esbach menggunakan aluminium foil dan ditaruh disuhu
ruang, diamkan selama 24 jam. Namun untuk mempercepat proses pengendapan
dilakukan dengan penambahan Barium Sulfat, kemudian didiamkan selama 30
menit hingga terbentuk endapan.

Metode pemeriksaa urine dengan esbach didasarkan atas terjadinya


pengendapan protein oleh asam pikrat yang berasal dari reagen esbach. Gumpalan
– gumpalan yang terbentuk pada sampel urine tersebut merupakan protein yang
mengalami denaturasi (Djojodiboto, 2001). Hasil pemeriksaan dilakukan dengan
membaca tinggi endapan pada tabung esbach selama 24 jam, pada sampel Klinis
didapatkan tinggi endapan 0,3 g/liter. Berdasarkan tinggi endapan tersebut dapat
diperoleh jumlah protein loss di dalam sampel urine Klinis sebesar 0,75 g/24 jam,
dengan cara mengalikan volume urine dan tinggi endapan.

X. KESIMPULAN
Kandungan urin menjadi indikasi berbagai fungsi faal dalam tubuh yang
berkaitan dengan metabolisme dan ekskresi, diantaranya adalah kondisi ginjal,
liver, dan pankreas. Pada pratikum ini dilakukan 2 uji yaitu uji kualitatif dan uji
kuantitatif, sampel yang digunakan adalah sampel mahasiswa dan sampel klinis.
Dari hasil yang didapat pada uji kualitatif diketahui bahwa sampel urine Klinis
mengandung protein karena urine itu setelah dipanaskan menunjukkan adanya
kekeruhan nyata dengan butir-butir halus, garis tebal dibaliknya masih dapat
terlihat, +2 (kuantitatif 0,05 – 0,209%). Sedangkan sampel urine dari Mahasiswa
tidak mengandung protein karena urine itu setelah dipanaskan kembali tetap jernih
dibandingkan urine control (-). Terdapatnya protein pada sampel urine tersebut
menunjukkan adanya gangguan pada sistem ekskresi (ginjal). Sedangkan pada uji
kuantitatif berdasarkan tinggi endapan tersebut dapat diperoleh jumlah protein loss
di dalam sampel urine Klinis sebesar 0,75 g/24 jam, dengan cara mengalikan
volume urine dan tinggi endapan.
DAFTAR PUSTAKA

Kamal, M. 1999. Nutrisi Ternak Dasar. Laboratorium Makanan Ternak, Jurusan


nutrisi dan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan UGM. Yogyakarta
(https://id.scribd.com/doc/149445811/LAPORAN-PRAKTIKUM-Urine-
Kuantitatip) diakses pada tanggal 3 september 2019, pukul 18.38. WITA.

Kustono. 1997. Fisiologi Ternak dasar. Fakultas Peternakan UGM. Yogyakarta


https://id.scribd.com/doc/149445811/LAPORAN-PRAKTIKUM-Urine-
Kuantitatip) diakses pada tanggal 3 september 2019, pukul 18.38. WITA.

Murray, Robert, K. Darylk, Granner, Peter, A. Mayos, Victor, W. Rodwell. 2003.


Biokimia Harper. EGC. Jakarta.
https://id.scribd.com/doc/149445811/LAPORAN-PRAKTIKUM-Urine-
Kuantitatip) diakses pada tanggal 3 september 2019, pukul 18.38. WITA.

Omar, 2003. Kandungan Nitrogen Pupuk Organik cair dari hasil Penambahan Urine
Limbah Keluaran Instalasi gas Bio dengan Masukan Faces Sapi. (Skripsi).
Institut pertanian Bogor. Bogor
https://id.scribd.com/doc/149445811/LAPORAN-PRAKTIKUM-Urine-
Kuantitatip) diakses pada tanggal 3 september 2019, pukul 18.38. WITA.

Ganong, W.F. 2003. Fisiologi Kedokteran. Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta.


https://id.scribd.com/doc/149445811/LAPORAN-PRAKTIKUM-Urine-
Kuantitatip) diakses pada tanggal 3 september 2019, pukul 18.38. WITA.

Astuti, D.S. (2017) Kadar Protein Urin Menggunakan Uji Asam Asetat

https://jurnal.uns.ac.id/prosbi/article/viewFile/17538/13982
https://www.academia.edu/37561230/LAPORAN_PRAKTIKUM_KIMIA_KLIN
IK_URINALISIS_II

Dewi, D.A.P., D. Santhi. Santa. 2014 Penuntun Praktikum Kimia Klinik. Denpasar:
bagian Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Undayana.

Djojodibroto, D. 2001. Seluk Beluk Pemeriksaan Kesehatan. Jakarta: Pustaka


Populer Obor.

Anda mungkin juga menyukai