OLEH:
KELOMPOK 7
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
2019
I. TUJUAN
a. Pemeriksaan Urine Kualitatif
Untuk mengetahui kadar protein dalam urine secara kualitatif.
b. Pemeriksaan Urine Kuantitatif (Esbach)
Untuk menguji kadar protein dalam urin secara kuantitatif.
II. METODE
a. Pemeriksaan Urine Kualitatif
Untuk menguji secara kualitatif protein dalam urine dilakukan
dengan merebus urine dalam suasana asam menggunakan asam asetat
6%, positif jika muncul endapan atau kekeruhan pada larutan uji.
b. Pemeriksaan Urine Kuantitatif (Esbach)
Uji Esbach merupakan pemeriksaan untuk menilai kadar protein
dalam urine (proteinuria). Pada uji ini, pemeriksaan urine dengan cara
mencapurkan larutan asam pikrat 1% dalam air dan larutan asam sitrat
2% dalam air dengan urine. Asam sitat ini hanya digunakan untuk
menjaga keasaman cairan. Hasil positif dilihat dengan adanya
kekeruhan dan tingkat kekeruhan sesuai dengan jumlah protein
(Kurniati, 2010).
III. PRINSIP
a. Pemeriksaan Urine Kualitatif
Protein dalam susunan asam lemah, bila dipanaskan akan
mengalami denaturasi.
b. Pemeriksaan Urine Kuantitatif (Esbach)
Asam pikrat dapat mengandapkan protein dan endapan ini dapat
diukur secara kuantitatif.
Urine merupakan cairan sisa yang diekskresikan oleh organ ginjal kemudian
dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses urinasi. Ekskresi urine penting sekali
untuk membuang molekul-molekul sisa dalam darah yang disaring oleh ginjal dan
untuk menjaga homeostasis cairan tubuh. Namun, ada juga beberapa spesies yang
menggunakan urine sebagai sarana komunikasi olfaktori. Urine disaring di dalam
ginjal, dibawa melalui ureter menuju kandung kemih, akhirnya dibuang keluar
tubuh melalui uretra (Kamal, 1999)
Urine terdiri dari air yang mengandung zat terlarut berupa sisa metabolisme
tubuh diantaranya adalah urea, garam terlarut, dan materi pembentuk urine berasal
dari darah atau cairan interstisial. Komposisi urine berubah nik. Cairan dan materi
sepanjang proses reabsorpsi ketika molekul yang penting bagi tubuh, misal glukosa,
diserap kembali ke dalam tubuh melalui molekul pembawa. Cairan yang tersisa
mengandung urea dalam kadar yang tinggi dan berbagai senyawa yang berlebih
atau berpotensi racun yang akan dibuang keluar tubuh. Urea yang dikandung oleh
urine dapat menjadi sumber nitrogen yang baik untuk tumbuhan dan dapat
digunakan untuk mempercepat pembentukan kompos (Kustono, 1997).
Komposisi materi yang terdapat dalam urine memberikan banyak informasi
metabolisme tubuh. Materi yang terkandung di dalam urine dapat diketahui melalui
analisis urine, baik analisis kualitatif dan kuantitafif. Analisis yang dilakukan
tergantung keperluan diagnosa seseorang. Misalnya analisis norkoba, uji
kehamilan, uji glukosa, uji anion anorganik, dan lain-lain. Salah satu uji sederhana
yang dapat dilakukan di laboratorium adalah dengan melakukan uji kualitatif urin,
seperti ion amonium, glukosa, klorida, dan sulfat (Murray et al 2003).
Komposisi urine sangat komplek, urine yang normal mengandung air, urea,
kraetinin, purin (asam urat, kantin, hipoksantin), allantion, asam hipurik, amonia,
asam amino, sulfat, garam anorganik, pigmen urokrom dan urobilin. Menurut Sauer
et al. (1999), sekitar 60 90 % nutrient yang dimakan ternak akan disekresikan
kembali melalui faces dan urine. Di dalam faces sapi perah unsur hara paling
dominan adalah P, Ca, Mg, dan Fe, sedangkan dalam urine unsur hara yang paling
dominan adalah K, N, NH4-N (Oman, 2003)
Kandungan khlor pada tiap urine ternak berbeda-beda. Faktor makanan
yang dikonsumsi oleh ternak adalah faktor yang sangat mempengaru hi hal ini.
Perbedaan kandungan khlor dalam urine dapat disebabkan karena perbedaan ginjal.
Misalnya perubahan jumlah yang difiltrasi dan reabsorbsi dalam tubulus, kadar
aldesteron dalam darah dan hormon adrenokorteksialin dan hormon neuratik
(Ganong, 2003).
Apabila terjadi urine pekat, terjadi retensi air dibandingkan zat terlarut dan
bila urine encer, terjadi akskresi air yang lebih dibandingkan zat terlarut. Kedua hal
ini memiliki arti penting dalam konservasi dan pengaturan osmolalitas cairan tubuh
Pengaturan ekskresi air terutama dilakukan oleh hormon vasoprin yang bekerja
pada duktus kolingentes (Ganong, 2003).
=0,3X 2,5
Pada praktikum ini dilakukan pemeriksaan kadar protein dalam sampel uri
yang bertujuan untuk skrining, diagnosis evaluasi berbagai jenis penyakit ginjal.
Pengukuran protein dalam urine penting dilakukan untuk mengetahui respon
terhadap pengobatan yang sedang dilakukan serta mendiagnosis gangguan ginjal,
salah satunya adalah proteinuria. Proteinuria merupakan suatu keadaan dimana
urine manusia mengandung protein melebihi nilai normalnya, yaitu lebih dari
150mg/24 jam pada orang dewasa atau pada anak-anak lebih dari 140mg/mL.
sejumlah protein ditemukan pada pemeriksaan urine rutin, baik tanpa gejala,
ataupun dapat menjadi gejala awal, dan kemungkinan menjadi suatu buktu adanya
penyakit ginjal yang serius. Adapun proteinuria yang ditemukan saat pemeriksaan
rutin pada orang sehat sekitar 3,5%. Jadi proteinuria tidak selalu merupakan
manifestasi kelainan ginjal. (Santhi, 2018)
Pemeriksaan kadar protein dilakukan pada sampel klinis urine 24 jam dan
pada sampel mahasiswa urine 24 jam. Pemeriksaan yang dilakukan yaitu uji
kualitatif dengan metode tes rebus dengan menggunakan asam asetat 6% dan uji
kuantitatif dengan metode uji esbach. Pada uji kualitatif ini bertujuan untuk
memeriksa ada tidaknya kandungan protein dalam urine. Prinsip pemeriksaan
protein dalam urine ini adalah protein dalam susunan asam lemah, bila dipanaskan
akan mengalami denaturasi.
X. KESIMPULAN
Kandungan urin menjadi indikasi berbagai fungsi faal dalam tubuh yang
berkaitan dengan metabolisme dan ekskresi, diantaranya adalah kondisi ginjal,
liver, dan pankreas. Pada pratikum ini dilakukan 2 uji yaitu uji kualitatif dan uji
kuantitatif, sampel yang digunakan adalah sampel mahasiswa dan sampel klinis.
Dari hasil yang didapat pada uji kualitatif diketahui bahwa sampel urine Klinis
mengandung protein karena urine itu setelah dipanaskan menunjukkan adanya
kekeruhan nyata dengan butir-butir halus, garis tebal dibaliknya masih dapat
terlihat, +2 (kuantitatif 0,05 – 0,209%). Sedangkan sampel urine dari Mahasiswa
tidak mengandung protein karena urine itu setelah dipanaskan kembali tetap jernih
dibandingkan urine control (-). Terdapatnya protein pada sampel urine tersebut
menunjukkan adanya gangguan pada sistem ekskresi (ginjal). Sedangkan pada uji
kuantitatif berdasarkan tinggi endapan tersebut dapat diperoleh jumlah protein loss
di dalam sampel urine Klinis sebesar 0,75 g/24 jam, dengan cara mengalikan
volume urine dan tinggi endapan.
DAFTAR PUSTAKA
Omar, 2003. Kandungan Nitrogen Pupuk Organik cair dari hasil Penambahan Urine
Limbah Keluaran Instalasi gas Bio dengan Masukan Faces Sapi. (Skripsi).
Institut pertanian Bogor. Bogor
https://id.scribd.com/doc/149445811/LAPORAN-PRAKTIKUM-Urine-
Kuantitatip) diakses pada tanggal 3 september 2019, pukul 18.38. WITA.
Astuti, D.S. (2017) Kadar Protein Urin Menggunakan Uji Asam Asetat
https://jurnal.uns.ac.id/prosbi/article/viewFile/17538/13982
https://www.academia.edu/37561230/LAPORAN_PRAKTIKUM_KIMIA_KLIN
IK_URINALISIS_II
Dewi, D.A.P., D. Santhi. Santa. 2014 Penuntun Praktikum Kimia Klinik. Denpasar:
bagian Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Undayana.