Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PRAKTIKUM

FARMAKOLOGI II
“ANTAGONISME COBALT - EDTA”

Dosen Pengampu:
1. apt. Nisa Najwa Rokhmah. M.Farm. 7. apt. Lusi Agus Setiani, M.Farm
2. apt. Lusi Agus Setiani, M.Farm 8. Ir. E. Mulyati Effendi, MS.
3. apt. Oktaviana Zunnita, M.Farm 9. Sara Nurmala, M.Farm
4. apt. Dewi oktavia Gunawan, M.Farm 10. Nina Herlina, S.Farm., M.Si
5. apt. Emy Oktaviani, M.Clin., Pharm. 11. Drh. Min Rahminiwati., MSc., PhD
6. apt. Emma Nillafita Putri K., M.Farm

Asisten Dosen : 1. Munifa Putri Utami


2. Carrel Mahardika
Kelompok : 2 (Dua)
Anggota : 1. Mutiara Elita (066119172)
2. Nurul Safira (066119179)
3. Hilmi Perdana Sukandi (066119201)
4. Rifani Gelar Haifadila (066119237)

LABORATORIUM FARMASI
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PAKUAN
BOGOR
2021
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Tujuan Percobaan
1. Untuk mengetahui mekanisme kerja cobalt dalam meracuni tikus
2. Untuk mengetahui antagonisme kerja Ca EDTA
1.2 Dasar Teori
Antagonisme merupakan suatu peristiwa pengurangan atau pengapusan
efek suatu obat oleh obat lain. Salah satu fenomena antagonisme yang
sering dijumpai adalah antagonisme farmakologi. Antagonisme ini
merupakan antagonisme yang melibatkan kerja atau efek dari beberapa
obat, yang timbul apabila obat dan antagonisnya bekerja pada tempat kerja
atau reseptor sama. Berdasarkan sifatnya antagonis farmakologi dibedakan
menjadi dua yaitu kompetitif dan non – kompetitif (Nugroho, dkk., 2011).
Kobalt (Co) merupakan unsur mineral essensial untuk pertumbuhan
hewan dan merupakan bagian dari molekul vitamin B12. Tanaman
menyerap kobalt dari dalam tanah. Hewan menyerap vitamin B12 dan
mendistibusikannya keseluruh jaringan tubuh. Konsumsi kobalt secara
berlebihan akan menimbulkan keracunan. Keracunan Co dengan dosisi
tinggi gejala yang terjadi adalah nafsu makan yang menurun, penurunan
bobot badan, anemia parah. Keracunan Co yang lebih tinggi lagi akan dapat
menyebabkan kematian, dari hasil pemeriksaan patologis memperlihatkan
degenerasi hati, kongesti hati dan pendarahan di usus kecil (Dwipartha,
dkk., 2014).
EDTA atau (Ethylendiaminet etraacetic Acid) mencegah koagulasi
dengan cara mengikat ion kalsium sehingga terbentuk garam kalsium yang
berperan dalam koagulasi menjadi tidak aktif, mengakibatkan
tidakterjadinya proses pembekuan darah (Nugraha, 2015).
Mekanisme kerja EDTA adalah dengan menghambat kerja aktivator
pada pembekuan darah. Pada proses pembekuan darah diperlukan Ca 2+
untuk mengaktivasi kerja protrombin menjadi fibrin dengan gumpalan
keras. EDTA disini berfungsi sebagai chelating agent yang dapat mengikat
Ca2+ yang bebas dalam darah sehingga tidak dapat berperan aktif dalam
proses selanjutnya (Riswanto, 2010).
1.3 Hipotesis
Ca Na2EDTA dapat digunakan sebagai pencegahan keracunan logam berat
BAB II
METODE KERJA

2.1 Alat dan Bahan


2.1.1 Alat
1. Disposible Syringe
2. Spuit
3. Stopwatch
2.1.2 Bahan
1. Larutan Cobalt Clorida
2. Larutan Kalium Edeteate (Calcium disodium versenate) 25%
3. Tikus putih dewasa

2.2 Cara Kerja


2.2.1 Percobaan I
1. Diamati data biologis tikus

2. Disuntikkan Na EDTA 10%


3. Disuntikkan CoCl 1% IP 15 menit kemudian

2.2.2 Percobaan II
1. Diamati data biologis tikus

2. Disuntikkan CoCl 1% Secara IP


2.2.3 Percobaan III
1. Diamati data biologis tikus

2. Disuntikkan CoCl 1%

3. Disuntikkan Na EDTA 10% IP


BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Data Pengamatan


3.1.1 Data Biologis Tikus

Data Biologis Sebelum Sesudah


BB 34 gram 33 gram
Frekuensi Jantung 93/ menit 110/menit
Laju Nafas 115/ menit 142/menit
Tonus Otot +++ +++
Refleks +++ +++
Kesadaran +++ +++
Rasa Nyeri +++ +++
Gejalan Lain - Urinasi & defekasi

3.1.2 Data Hasil Pengamatan

Berat Volume Volume


Perco
Kel. Badan CoCl Na EDTA Hasil Pengamatan
baan
Tikus (g) (ml) (ml)
Menit ke-1 motorik dan
kesadaran menurun
1 103 0,4 0,5 Menit ke-5 menelungkup
Menit ke-15 kejang-
1
kejang
Menit ke-2 kejang
4 78 0,3 0,4 Menit ke-6 Kesadaran
menurun
2 2 104 0,4 - Menit ke-1 urinasi,
aktivitas motorik
menurun
Menit ke-2 motorik
menurun
Menit ke-4 defekasi
Menit ke-5 refleks
menurun
Menit ke-15 motorik,
refleks, dan kesadaran
menurun
Menit ke-3 piloereksi
Menit ke-5 piloereksi
5 67 0,268 - kesadaran menurun
Menit ke-15
Kesadaran menurun
Menit ke-2 motorik
menurun dan urinasi
3 3 100 0,4 0,5
Menit ke-9 kesadaran
menurun

3.2 Perhitungan
Cobalt clorida 1% dosis 40 mg/Kg BB
Bobot mencit = 104 gram
Perhitungan Dosis :
dosis ( gram ) x
=
1000 BB ( gram )
0,04 x
=
1000 104
0,04 x 104
= =0,00416 gram
1000
Dosis Penyuntikan :
1 0,00416
=
100 y
0,00416 x 100
y= =0,415 ml 0,4 ml
1

3.3 Pembahasan
Pada percobaan kali ini dilakukan 3 perlakuan pada masih masih tikus. Tikus
yang pertama yaitu berupa pencegahan, tikus yang kedua yaitu tanpa antidota, dan
yang ketida adalah tindakan mengobati atau perlakuan pengobatan, kelompok
kami melakukan percobaan kedua yaitu tanpa antidota sedangkan kelompok lain
lainmengerjakan percobaan 1 dan 3. Bobot mencit yang digunakan kelompok
kami adalah 104 gran, dan zat yang disuntukan adalah cobalt clorida dengan
konsentrasi 1%.
Pertama hewan diamati data biologis awalnya, setelah diamati lalu dilakukan
penyuntikan secara intra peritonial 1% larutan cobalt clorida, gejala keracunan
timbul pada menit pertama ditunjukan dengan aktifitas motorik dari mencit yang
menurun berupa lemas, diam dan mata meredup, lalu pada menit ke 4 terdapat
defekasi dari mencit, pada menit ke 5 mencit sudah tidak mempunyai refleks, dan
pada menit ke 15 refleks semakin menurun, aktifitas motorik pun menurun, dan
kesadaran sudah mulai menghilang
Dalam klinis efek toksisitas cobalt diantaranya adalah terjadinya fibrosis,
penyakit paru-par, gangguan pernafasan, gagal jantung, efusi prikardial, tiroid
berupa iromegali, hipotiroidisme, neuropati yaitu dermatitis dan hipersensitivitas.
Dan toksisitas akun yaitu penyakit paru, asma, pneumonia, sesak, mual muntah,
lalu temuan klinisnya adalah kardiomomiopati, kelainan paru-paru, disfungsi
tiroid dan sensitivitas.
Ca-EDTA adalah Chellating agent yang berfungsi sebagai antidote pada
keracunan logam berat membentuk suatu kompleks antara EDTA dengan logam
berat yang tidak aktif. Sehingga antagonisme obat dalam praktikum ini termasuk
golongan antagonis kimia.EDTA pada Ca-EDTA hanya dapat berikatan dengan
logam berat bervalensi 2 untuk membentuk suatu kompleks.Selain itu juga khelat
akan mempercepat ekskresi ion logam yang beracun.Ca EDTA digunakan sebegai
antidota logam berat karena EDTA merupakan pengkhelat logam yang memiliki
afinitas tinggi. EDTA dikeluarkan oleh ginjal kurang lebih 95% melalui urin dan
sisanya dimetabolisme dalamhati yang dikeluarkan melalui feses.
Mekanisme antagonisme cobalt dalam darah yaitu ketika berikatan pada
darah akan terjadi kekurangan oksigen, dan dengan adanya pemberian Ca EDTA
maka cobalt chlorida akan tergeser dan akan digantikan oleh Ca dan mengurangi
efek toksisitas.
Cobalt banyak terdapat di lingkungan sekitar, cobalt merupakan bagian dari
vitamin B12 yang berguna bagi kesehatan tubuh namun dalam konsentrasi tinggi
berbahaya bagi kesehatan. Dinatrium EDTA dapat digunakan sebagai terapi kelasi
(chelation theraphy). Terapi kelasi adalah proses dimana larutan sintetik seperti
dinatrium EDTA diinjeksikan ke aliran ke aliran darah secara IP untuk
menghilangkan atau mengurangi efek logam berat yaitu cobalt. Pada mekanisme
antagonisme cobalt sebagai logam beracun, dimana zat beracun cobalt berikatan
pada darah sehingga akan terjadi kekurangan oksigen, dengan adanya dinatrium
EDTA sebagai antidota maka cobalt akan tergeser dan akan digantikan oleh
dinatrium EDTA sehingga akan mengurangi efek toksik.
Pada percobaan yang telah dilakukan oleh 5 kelompok pada percobaan 1
disuntikkan Na EDTA 10 % secara IP, 15 menit kemudian disuntikkan CaCl 1%
secara IP. Untuk kelompok 1 dengan BB tikus 103 gram dan CoCl yang
disuntikkan 0,4 ml untuk Na EDTA yang disuntikkan 0,5 ml pada menit ke 1 tikus
lemas dan kesadaran menurun, pada menit ke-5 mata tikus menutup, dan pada
menit ke 14 terjadi kejang dan laju nafas menurun. Pada kelompok 4 dengan BB
tikus 78 gram dan CoCl yang disuntikkan sebesar 0,3 ml dan Na EDTA 10% 0,4
ml pada menit ke-2 terjadi kejang dan pada menit ke-6 kesadaran menurun, dapat
disimpulkan bahwa banyanya ml obat yang disuntikkan dan BB tikus
mempengaruhi onset dan durasi obat dalam bereaksi. Hal ini terjadi karena
antidota lebih dulu disuntikkan setelah itu kemudian cobalt, sehingga antidota
tidak mampu menterapi racun.
Pada percobaan 2 kelompok 2 dengan BB tikus 104 dan CoCl 1% yang
disuntikkan sebanyak 0,4 ml secara IP pada menit ke-1 terjadi urinasi dan motorik
menurun, pada menit ke-4 terjadi defekasi, pada menit ke-5 refleks menurun, dan
pada menit ke 15 kesadaran menurun, durasi yang diamati pada antagonisme
cobalt adalah 15 menit. Pada percobaan 2 yang disuntikkan pada hewan coba
hanya cobalt saja tanpa menyuntikkan antidotanya karena itu tikus pada menit ke-
15 menurun kesadarannya. Untuk kelompok 5 yang juga melakukan percobaan 2
dengan BB tikus 67 gram dan disuntikkan CoCl 1% 0,268 ml secara IP pada onset
menit ke-1 terjadi piloereksi atau merinding, pada menit ke-3 kesadaran menurun
dan pada menit ke-15 kesadaran menurun drastis.
Pada percobaan 3 disuntikkan CoCl 1% setelah terlihat gejala keracunan
kemudian diberi antidotanya yaitu Na ETDA 10% secara IP. Percobaan 3 ini
dilakukan oleh kelompok 3 dengan BB tikus 100 gram dan CoCl yang disuntikkan
0,4 ml dan Na EDTA yang disuntikkan 0,5 ml didapat hasil pada menit ke-2
motorik menurun, pada menit ke-7 urinasi dan pada menit ke-9 kesadaran
menurun dan pada menit ke-15 mata menutup. Pada hasil seharusnya setelah tikus
diberi antidota seharusnya tikus kembali sadar dan aktif.
BAB VI

KESIMPULAN

Dari praktikum absorbsi ini maka dapat disimpulkan:

1. faktor-
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
 Meet awal

 Meet akhir

Anda mungkin juga menyukai