Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PRAKTIKUM

KIMIA ORAGANIK II

ISOLASI KITIN DARI CANGKANG UDANG


Dosen pengampu : 1. Dra. Bina Lobita S,.. MPd,. M Fram,. Apt

2. Dra. Trirakhma Sofhidayati, M,Si.

3. Usep Suhendar M,Si

4. Rikit S. Fram

Asisten Dosen : Laili Salsabila

Nama penyusun : Dian kurnia Sandi N.S ( 066120238 )

Kelas : 3 G Farmasi

Kelompok : 6

Anggota kelompok : Dian Kurnia Sandi N.S ( 066120238 )

Rio Wahyu Septian Mabrun ( 066120216 )


Farha Zahra Kamila ( 066120239 )
Nisa Amelia( 066120227)

LABORATORIUM FARMASI
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PAKUAN
BOGOR
2021
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Tujuan pratikum


Mahasiswa dapat mengisolasi kitin dari limbah udang dan menghitung rendemenya
1.2 Dasar Teori
Kitin dikenal sebagai polisakarida yang paling melimpah setelah selulosa. Kitin
umumnya banyak dijumpai pada hewan avertebrata laut, darat, dan jamur dari genus
Mucor, Phycomyces, dan Saccharomyces . Pada umumnya kitin tidak terdapat dalam
keadaan bebas di alam, kitin berikatan dengan protein, mineral dan beberapa pigmen.
Sebagai contoh kulit udang mengandung 25-40% protein, 40-50% CaCO3, dan 15- 20%
kitin, tetapi besarnya komponen tersebut masih bergantung pada jenis udangnya (Altschul,
1976 dalam Purwatiningsih, 2009). Kitin merupakan homopolimer dari residu Nasetil-D–
glukosamin yang terikat melalui ikatan β-1,4 glikosidik Kitin ini merupakan sumber daya
alam yang dapat diperbaharui dan paling melimpah setelah selulosa. Sebagai contoh,
diperkirakan bahwa setiap tahun di dunia, ditemukan 37.300 ton kubik kitin yang berasal
dari pengolahan invertebrata laut. Jumlah kitin yang berlimpah di alam ini memungkinkan
dimanfaatkan secara luas terutama dalam bidang bioteknologi dan industri (Wang dan
Chang, 2000).
Kitin merupakan tiga besar dari polisakarida yang paling banyak di temukan
selain selulosa dan starch (zat tepung). Kitin menduduki peringkat kedua setelah selulosa
sebagai komponen organik paling banyak di alamoSelulosa dan starch merupakan zat
penting bagi tumbuhan untuk membentukmakanannya (zat karbohidrat) dan pembentukan
dinding sel. Kitin juga banyak di temukan di dalam rangka luar marine zoo-plankton
termasukjenis coral dan jellyfish. Jenis serangga yaitu kupu-kupu, kumbang mempunyai
zat kitin terutama pada lapisan kutikula luar. Sedangkan pada dinding sel yeast,
mushroom, dan jenis jamur lainnya banyak juga ditemukan kitin (Taufan&Zulfahmi,
2010).
Kitosan merupakan turunan dari kitin dengan struktur [β-(1-4)-2-amina -2-
deoksi-D- glukosa] merupakan hasil dari deasetilasi kitin Kitosan merupakan suatu
polimer yang bersifat polikationik. Keberadaan gugus hidroksil dan amino sepanjang
rantai polimer mengakibatkan kitosan sangat efektif mengikat kation ion logam berat
maupun kation dari zat-zat organik (protein dan lemak). Interaksi kation logam dengan
kitosan terjadi melalui pembentukan kelat koordinasi oleh atom N gugus amino dan O
gugus hidroksil (Taolee et al., 2001). Kitosan juga dapat membentuk sebuah membran
yang berfungsi sebagai adsorben pada waktu terjadinya pengikatan zat-zat organik maupun
anorganik oleh kitosan. Hal ini yang menyebabkan kitosan lebih banyak manfaatnya
dibandingkan dengan kitin (Sanjaya et al., 2007).
Keberadaan gugus hidroksil dan amino sepanjang rantai polimer mengalcibatkan
kitosan sangat efektif mengadsorpsi kation ion logam beratmaupun kation dari zat-zat
organik (protein dan lemak) (Lee, et al., 200]). Kitosanjuga dapat membentuk sebuah
membran yang berfungsi sebagai adsorben pada waktu terjadinya pengikatan zat-zat
organik maupun anorganik oleh kitosan. Hal ini yang menyebabkan kitosan lebih banyak
manfaatnya dibandingkan dengan kitin (Sanjaya & Yuanita, 2007).
BAB II

METODE KERJA

2.1 Alat dan Bahan


2.1.1 Alat
1. Erlemeyer
2. Destilasi
3. Timbangan
4. Oven
5. Kertas lakmus
2.1.2 Bahan
1. Aquadest
2. Cangkang udang
3. HCl
4. H2O2
5. NaOH
6. NaOCl
2.2 Cara Kerja
1. Dimasukan cangkang udang kedalam oven
2. Ditumbung cangkang udang yang sudah dikerigkan, ditimbang sebanyak 3 g dan
dimasukan kedalam erlemyer
3. Ditambahkan HCl 30 ml 1 N ( demistralisasi ), dipanaskan pada suhu 75 15
menit, disaring lalu dinetralisasi dengan aquadest hingga Ph netral
4. Dimasukan residu dari hasil demineralisasi, ditambahkan NaOH 0,35 %
(deproteinasi ), dipanaskan pada suhu 75 selama 15 menit diaduk, lalu disaring
dan dinetralkan aquadest hingga ph netral
5. Lalu residu ditambahkan H2O2 2 % ( dekolorisasi) dalam air atau bisa
ditambahkan NaOCl 81% dipanaskan lalu disaring, dinetralkan dengan aquadest
6. Lalu dikeringkan dan ditimbang residu yang diperoleh
7. Lakukan analisis proksimat yaitu menentukan kadar air, dan kadar abu dari kitin
yang dihasilkan.
2.3 Sifat Fisik kimia
 Aquadest ( FI Edisi III hal 96 )
 Nama resmi :Aqua Destilata
 Nama lain : Aquadest/air suling
 RM : H2O
 BM : 18,02
 pH kelarutan : 5,0-7,0
 titik lebur : 100
 kostata dielektrik : 78,54
 Pemerian : cairan jernih tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa
 Penyimpanan : dalam wadah tertutub baik
 Kegunaan : sebagai pelarut
 Struktur kimia :

 HCl ( FI edisi III hal 53 )


 Nama resmi : Acydum Hydrochloridum
 Nama lain : asam klorida
 Rumus molekul : HCl
 Bobot molekul : 36,46 g/mol
 Bobor per ml : <1,18 g
 Titik lebur : -27,32 ( 247 K ) larutan 38%
 Keasaman ( pKa) :-6,3
 Titik didih : -85,05
 Pemerian : cairan tidak berwarna, berasap, bau merangsang, jika diencerkan
dengan 2 bagian air asap dan bau hilang
 Kelarutan : larut dalam etanol, asam asetat, tidak larut dalam air
 Kegunaan : zat tambahan
 Penyimpanan : dalam wadah tertutup rapat
 Reaksi kimia :
 H2O2 (FI edisi III hal 296 )
 Nama resmi : Hydrogenperoxydum
 Nama lain : hidrogen peroksida
 Rumus molekul : H2O2
 Massa molar : 34,00 g/mol
 Kepadatan : 1,45 g/cm3
 Titik didih : 150,2
 Titik lebur : -0,43
 pKa : 11.75
 Pemerian : tidak berwarna, hampir tidak berbau mudah terurai jika
berhubungan dengan zat organik yang dapat teroksida, dengan logam tertentu
senyawanya atau dengan alkali
 Kelarutan : larut dalam eter, alkohol, tak larut dalam petroleum eter
 Peyimpanan : dalam botol tersumbat kaca atau tersumbat plastik yang cocok
dilengkapi dengan lubang udara: ditempat sejuk, terlindung dari cahaya
 Penggunaan : antiseptikum ektern
 Struktur kimia :

 NaOH ( FI edisi III hal 412 )


 Nama resmi : Natrii Hydroxydum
 Nama lain : Natrium Hidroksida
 Nama iupac : sodium hydoxide, sodium oxidanide
 Rumus molekul : NaOH
 Berat molekul : 40,00 g/mol
 Kepadatan : 2,13 g/cm3
 Titik lebur : 318
 Titik didih : 1.3888
 Pemerian : bentuk batang, butiran, massa hablur atau keping, kering, keras,
rapuh dan menunjukan susunan hablur,putih mudah meleleh basah, sangat
alkalis, korosif, segera menyerap karbodioksida.
 Kelarutan : sangat mudah larut dalam air dan dalam etanol ( 95%) p
 Kegunaan : zat tambahan
 Peyimpanan : dalam wadah tertutup baik
 Struktur kimia :

 Natrium Hipoklorit (NaOCI)

a) Sifat Fisika
- Rumus kimia : NaOCl
- Massa molar : 74,44(2) g/mol
- Penampilan : padatan kuning kehijauan (pentahidrat)
- Bau : seperti klorin dan agak manis
- Densitas : 1,11 g/cm3
- Titik lebur : 18 °C (64 °F; 291 K) pentahidrat
- Titik didih : 101 °C (214 °F; 374 K) (terdekomposisi)
- Kelarutan dalam air : 29,3 g/100mL (0 °C)[2]
- Keasaman (pKa) : 7,5185
- Kebasaan (pKb) : 6,4815
b) Sifat Kimia
- Natrium hipoklorit anhidrat dapat dibuat, namun, seperti hipoklorit pada
umumnya, ia sangat tak stabil dan terdekomposisi disertai ledakan jika
dipanaskan atau tergesek
- natrium hipoklorit lebih stabil dalam larutan encer yang mengandung ion Na+
dan OCl− yang tersolvasi
 Cangkang udang

a) Sifat fisika :
- RM/ BM : 3,2 g/mol
- Titik lebur : 1615 OC
- Titik didih : 2200 OC
- Viskositas : 2,000 Cp
b) Sifat Kimia :
- Adanya chitin, yaitu prekursor buat bikin chitosan
- Chitin harus melalui proses demineralisasi, deproteinisasi, dan deasetilasi,
baru jadi chitosan.
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Data pengamatan


 Berat percobaan
Bobor kertas saring isi Bobot kertas saring Berat percobaan
( kosong (
1,9987 0,3500 0,6487

 % rendemen
Berat percobaan Bobot awal %rendemen

0,6487 5,0421 32,699

 % kadar air ( <10%)


Bobot sebelum Bobot setelah % kadar air
pengeringan ( pengeringan (
0,5150 0,5098 1,010

 % kadar abu (<20%)


Bobot abu Bobot sampel ( % kadar abu

0,5130 80
3.2 Perhitungan
 Berat percobaan
 bobot kertas saring isi = 1,9987
 bobot kertas saring kosong = 0,3500
 Berat percobaan = bobot kertas saring isi-bobot kertas saring kosong
= 1,9987-0,3500
= 1,6487
 % Rendemen
 Berat percobaan = 1,6487
 Berat cangkang udang yang di timbang = 5,0421

 %Rendemen =

= 32,699%
 %Kadar air (<10%)
 Bobot sebelum pengeringan = 0,5150
 Bobot setelah pengeringan = 0,5098

 %Kadar air(<10%) =

= 1,010%
 % Kadar Abu (>20%)
 Bobot abu = 0,4104
 Bobot sampel = 0,5130

 %Kadar abu (>20%) =

= 80%
3.3 Rekasi

3.4 Pembahasan
Mekanisme isolasi kitin terdapat tiga tahap yaitu derpotinasi, demineralisiasi,
dan dekolorisasi. Tahap deproteinasi dilakukan dengan mereaksikan kitin hasil
demineralisasi dengan basa kuat NaOH dalam ekstraktor, protein akan larut dalam larutan
NaOH. Reaksi deproteinasi bertujuan untuk memutuskan ikatan antara protein dan kitin
dengan cara menambahkan natrium hidroksida.Pada reaksi deproteinisasi terjadi, terbentuk
sedikit gelembung di permukaan larutan dan larutan dalam ekstraktor menjadi agak
mengental dan berwarna kemerahan.Pengentalan larutan dalam ekstraktor disebabkan
adanya kandungan protein dari dalam crude kitin yang terlepas dan berikatan dengan ion
Na+ dalam larutan, membentuk natrium proteinat Rendemen setelah deproteinasi adalah
sebesar 30 %. Rendemen ini merupakan rendemen kitin. Pada tahapan deproteinasi,
protein yang terekstrak adalah dalam bentuk ikatan Na-proteinat, dimana ion Na+
mengikat ujung rantai protein yang bermuatan negatif sehingga mengendap, Proses isolasi
senyawa kitin dari limbah kulit udang dilakukan dengan menggunakan metode Hong yang
meliputi deproteinasi, demineralisasi dan dekolorisasi. Proses demineralisasi yaitu
pencampuran limbah kulit udang dengan larutan HCl 1 N dalam ekstraktor, terjadi reaksi
yang cukup signifikan. Selanjutnya terbentuk banyak buih dan gelembung-gelembung
udara dengan volume yang cukup besar, dan hal ini berlangsung selama kurang lebih 5-10
menit. Hal ini disebabkan oleh terbentuknya gas-gas CO2 dan H2O di permukaan larutan
berdasarkan reaksi demineralisasi. Dekolorisasi Kitin setelah melewati proses
deproteinisasi, kemudian memasuki tahap dekolorisasi yang bertujuan untuk penghilangan
warna (pigmen) yang terkandung dalamkitin, yaitu red-orange astaxanthin, suatu jenis
karotenoid. Proses ini dilakukan dengan mencampurkan kitin hasil deproteinisasi dan
larutan natrium hipoklorit (NaOCl) dengan konsentrasi 0,81 % dalam ekstraktor dan
berlangsung selama 60 menit.
Pada produksi kitin dilakukan 3 tahap yaitu, tahap pertama Demineralisasi
merupakan tahap yang bertujuan untuk menghilangkan senyawa anorganik pada limbah
udang, Tahap demineralisasi ini merupakan tahap yang memegang peranan penting dalam
isolasi kitin. Hasil dari tahap ini sangat mempengaruhi kualitas kitin terutama dalam hal
kadar abu. Semakin rendah kadar abu kitin yang diperoleh maka semakin bagus kualitas
kitin yang dihasilkan. Kedua tahap Dekolorisasi merupakan tahap penghilangan pigmen
(zat warna) pada limbah udang. Pigmen yang berwarna gelap pada limbah udang disebut
crustacyani yang merupakan senyawa lipoprotein, dimana gugus lipidanya adalah senyawa
karatenoid yang dikenal dengan astaxanthin. Menurut Kasmas, E dalam Hamsina et al,
penghilangan warna bertujuan untuk memberikan penampakan yang menarik pada produk
kitin yang diperoleh nantinya. Tahap ketiga Deproteinasi merupakan tahap penghilangan
protein yang terdapat pada limbah udang. Pada tahap ini digunakan enzim protease yang
diisolasi dari bakteri Bacillus licheniformis HSA3-1a. Pada tahap ini enzim protease lebih
cenderung digunakan sebab pada dasarnya enzim bekerja secara spesifik terhadap substrat
protein yang akan dikatalisis. Selain itu pemanfaatan enzim lebih ramah lingkungan dan
menghasilkan derajat deasetilasi kitin yang seragam dibandingkan dengan penggunaan
bahan kimia dalam proses deproteinasi yang cenderung acak untuk hasil derajat
deasetilasinya.
Proses deproteinasi Kulit udang bebas mineral yang diperoleh dari tahap
demineralisasi dilanjutkan dengan tahap deproteinasi. Proses ini bertujuan untuk
memisahkan atau melepaskan ikatan-ikatan protein dari kitin. Pada tahap deproteinasi,
protein yang terkandung dalam kulit udang larut dalam basa sehingga protein yang terikat
secara kovalen pada gugus fungsi kitin akan terpisah. Penggunakan larutan NaOH dengan
konsentrasi dan suhu yang tinggi semakin efektif dalam menghilangkan protein dan
menyebabkan terjadinya proses deasetilasi. Proses demineralisasi ini bertujuan untuk
menghilangkan garam-garam anorganik atau kandungan mineral yang ada pada kulit
udang. Kandungan mineral utamanya adalah CaCO3 dan Ca3(PO4)2 dalam jumlah kecil,
mineral yang terkandung dalam kulit udang ini lebih mudah dipisahkan dibandingkan
dengan protein karena hanya terikat secara fisik. Proses yang terjadi pada tahap
demineralisasi adalah mineral yang terkandung dalam kulit udang bereaksi dengan HCl
sehingga terjadi pemisahan mineral dari kulit udang tersebut. Proses pemisahan mineral
ditunjukkan dengan terbentuknya gas CO2 berupa gelembung udara pada saat larutan HCl
ditambahkan dalam sampel, sehingga penambahan HCl ke dalam sampel dilakukan secara
bertahap agar sampel tidak meluap. Tahap dekolorisasi adalah cara menghilangkan zat
warna yang terdapat didalam kitin menggunakan aseton sebagai pelrutnya.
Adanya proses pentralan bertujuan untuk meningkatan rendemen kitin yang
didapat secara signifitan sehingga kitosan yang diperoleh meningkat. Pada proses isolasi
kitin dari cangkang udang, tahap deminerelisi menggunakan larutan HCl 1,0 M berfungsi
untuk menghilangkan kandungan mineral/memisahkan mineral dari cangkang undang,
kemudian aquadest berfungsi sebagai menetralkan yang betujuan untuk meningkan
rendemen kitin secara signifitan, tahap deproteinisasi menggunakan larutan NaOH yang
berfungsi sebagai memutuskan ikatan antara kitin dan protein. Tahap dekolorisasi
menggunakan larutan NaOCl yang berfungsi untuk penghilangan warna (pigmen) yang
terkandung dalamkitin, yaitu red-orange astaxanthin, suatu jenis karotenoid.
Hubungan rendemen dengan tahap isolasi saling berhubungan sebab hasil dari
rendemen didapat dari berat kitin yang dihasilkan setealah melewati proses demineralisasi,
deproneteinisasi dan deklororisasi dibagi dengan berat limbah cangkang udang yang
dimasukan dalam rektor.
Menurut FI berat rendemen tidak kurang dari 7,2% sedangkan hasil rendemen
yang dihasilkan 32,699%, dari hasil yang didapat tidak sesuai dengan literatur hal ini
disebabkan karena proses lamanya waktu proses demineralisasi dan deproteinisasi,
semakin lama proses akan menyebabkan semakin banyak mineral dan protein yang
tereliminasi sehingga menyebabkan berat kitin yang dihasilkan semakin kecil. menurut
farmakope herbal edisi 1 tahun 2008 syarat kadar < 10%, hasil yang diperoleh pada yaitu
1,010% hal ini dapat dinyatakan memenuhi persyaratan sebab pada saat proses
pengeringan yang maksimal dan kandungan air dalam kitin tidak melebihi batas
persyaratan sehingga dapat meminimalisisr tumbuhnya mikroorganisme dan bakteri.
Menurut farmakope indonesia syarat kadar abu < dari 20 %, hasil yang diperoleh kadar
abu 80% tidak sesuai literatur. Mineral kitin berfungsi sebagai bahan proses saat
demineralisasi untuk lebih mudah memisahkan mineral pada cangkang udang
dibandingkan protein sebeb terikat secara fisik
BAB IV
KESIMPULAN

Setelah melakukan pratikum “Isolasi Kitin Dari Cangkang Udang” maka dapat
disimpulkan bahwa :
1. Mekanisme isolasi kitin terdapat tiga tahap yaitu derpotinasi, demineralisiasi, dan
dekolorisasi
2. Berat rendemen yang dihasilkan 32,699%, hasil yang di dapat tidak sesuai dengan
literatur sebeb melebihi syarat < 7,2%
3. Kadar abu yang dihasilkan 1,010% hal ini dapat dinyatakan memenuhi persyaratan
sesui literatur sebab pada saat proses pengeringan yang maksimal dan kandungan air
dalam kitin tidak melebihi batas persyaratan sehingga dapat meminimalisisr
tumbuhnya mikroorganisme dan bakteri.
4. Adanya proses pentralan bertujuan untuk meningkatan rendemen kitin yang didapat
secara signifitan sehingga kitosan yang diperoleh meningkat.
DAFTAR PUSTAKA

Natsir, H., Dali, S., Jawahir, B., & Aziz, F. 2007. Konversi Kitin dari Limbah Udang Api-
api (Metapenaeus monoceros) Menjadi Senyawa Kitosan Secara Enzimatis. J.
Marina Chemica Acta. Edisi Khusus Seminar Nasional FK3TI: 82–89

Rianti, 2014. Manfaat Kitin Dan Kitosan Bagi Kehidupan Manusian. Volume XXXIX,
Nomor 1, Tahun 2014: 35 -43

Purwatiningsih, S., Wukirsari, T. Sjahriza, A., & Wahyono, D. 2009. Kitosan Sumber
Biomaterial Masa Depan. IPB Press. Bogor

Sanjaya, I., dan Yuanita, L., 2007. Adsorpsi Pb(II) oleh Kitosan Hasil Isolasi Kitin
Cangkang Kepiting Bakau (Scylla), J Ilmu Dasar, 8 (1) : 30-36

Anda mungkin juga menyukai