Disusun oleh:
LABORATORIUM FARMAKOLOGI
SEKOLAH TINGGI FARMASI MUHAMMADIYAH
TANGERANG
2021
BAB I
PENDAHULUAN
Efek obat hipnotik sedatif terhadap aktivitas system saraf pusat dapat di nilai
melalui pengaruh obat terhadap aktivitas motorik, perubahan perilaku, koordinasi,
reflek sensoris dan motorik serta suhu tubuh.
1.2. Tujuan
1. Mampu melakukan cara penetapan aktivitas spontan tikus dengan alat rotarod
sebagai salah satu pengujian obat penekan susunan saraf pusat dan tranquilizer.
2. Mampu mengevaluasi perbedaan efek diazepam pada berbagai dosis dengan
mengamati perubahan aktivitas spontan tikus.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Hipnotika atau obat tidur adalah zat-zat yang dalam dosis terapi diperuntukkan
meningkatkan keinginan faali untuk tidur dan mempermudah atau menyebabkan tidur.
Umumnya, obat ini diberikan pada malam hari. Bila zat-zat ini diberikan pada siang
hari dalam dosis yang lebih rendah untuk tujuan menenangkan, maka dinamakan
sedatif (Tjay, 2002).
Hipnotik sedatif merupakan golongan obat depresan susunan saraf pusat (SSP),
mulai yang ringan yaitu menyebabkan tenang atau kantuk, menidurkan , hingga yang
berat (kecuali benzodiazepine) yaitu hilangnya kesadaran, koma dan mati bergantung
kepada dosis. Pada dosis terapi obat sedasi menekan aktifitas, menurunkan respons
terhadap rangsangan dan menenangkan. Obat hipnotik menyebabkan kantuk dan
mempermudah tidur serta mempertahankan tidur yang menyerupai tidur fisiologis (H.
Sarjono, Santoso dan Hadi R D., 1995).
Obat-obatan hipnotik sedatif adalah istilah untuk obat-obatan yang mampu
mendepresi sistem saraf pusat. Sedatif adalah istilah untuk obat- obatan yang memiliki
aktivitas moderate yang memberikan efek meneangkan, sementara hipnotik adalah
substansi yang dapat memberikan efek mengantuk dan yang dapat memberikan onset
serta mempertahankan tidur. Efeknya bergantung dosis, mulai dari ringan yaitu
menyebabkan tenang atau kantuk, menidurkan, hingga berat yaitu kehilangan
kesadaran,keadaan anastesi, koma dan mati (Tjay, 2002).
Pada penilaian kualitatif dari obat tidur, perlu diperhatikan faktor- faktor kinetik
berikut:
1. Lama kerjanya obat dan berapa lama tinggal di dalam tubuh.
2. Pengaruhnya pada kegiatan esok hari.
3. Kecepatan mulai bekerjanya.
4. Bahaya timbulnya ketergantungan.
5. Efek "rebound” insomnia.
6. Pengaruhnya terhadap kualitas tidur.
7. Interaksi dengan otot-otot lain.
8. Toksisitas, terutama pada dosis berlebihan (Tjay, 2002).
Ukur pupil, amati reflek kornea, reflek spinal, danreflek balik badan tikus.
Adaptasikan tikus tersbut pada rotarod selama 5 menit dengan meletakan pada
roda berputar rotarodkemudian catat selama 2 menit berapa kali tikus jatuh dari
ban berputar rotarod.
Catat berapa kali tikus jatuh dan catat rflek balikbadan, kornea dan
perubahan diameter pupil.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
= 0.198 mg
1 ml
ml Diazepam = 0.198 mg x 0.3 mg
= 0.66 ml
2. Tikus 2 BB 210 gram ; Dosis diazepam 20 mg/ 70 kg BB
Dosis untuk tikus 200 gram = 0.018 x 20 mg
210 gram
Dosis untuk tikus 210 gram = 200 𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑥 0.36𝑚𝑔
= 0.378 mg
1 ml
ml Diazepam = 0.378 mg x 0.3 mg
= 1.26 ml
190 gram
Dosis untuk tikus 190 gram = 200 𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑥 0.54 𝑚𝑔
= 0.513 mg
1 ml
ml Diazepam = 0.513 mg x 0.3 mg
= 1.71 ml
= 0.648 mg
1 ml
ml Diazepam = 0.648 mg x 0.3 mg
= 2.16 ml
Tikus 5 BB 200 gram, tidak diberi diazepam sebagai tikus kontrol
4.2. Pembahasan
Pada praktikum Farmakologi dan Toksikologi Analisis dalam percobaan kali
ini berjudul “Sedatif dan Transquilizer” yang bertujuan untuk untuk melakukan cara
penetapan aktivitas spontan tikus dengan alat rotarod sebagai salah satu pengujian obat
penekanan susunan saraf pusat dan tranquilizer, mampu mengevaluasi perbedaan
efekdiazepam pada berbagai dosis dengan mengamati perubahan aktivitas spontan
tikus. Alat yang digunakan yaitu Rotarod terdiri atas bagian dari rotatodrum yaitu
tempat meletakkan tikus, counter trip plates merupakan bagian dari rotarod untuk
mengitung berapa kali tikus terjatuh, dan control panel merupakan pusat kontrol dari
rotarod, Spuit sonde, kapas, stopwatch dan timbangan sedangkan, bahan yang
digunakan yaitu 5 ekor tikus, alkohol, aquadest dan tablet diazepam. Obat yang
digunakan pada praktikum kali ini adalah obat Diazepam yang berfungsi sebagai
penenang (sedatif) dengan suspensi diazepam 15 mg/50 ml atau 0.3 mg/ml pada
manusia. Rute pemberian yang diberikan yaitu melalui peroral pada 4 tikus sedangkan
1 tikus tidak dilakukan perlakuan apapun sebagai tikus kontrol.
Setelah sudah menghitung berat badan tikus dan volume suspensi diazepam
yang diberikan pada masing-masing tikus selanjutnya dilakukan perlakuan dengan
meletakkan tikus pada alat rotarod lalu dicatat pada menit ke-5,10,15,20,25 dan 30
dengan dicatat setiap 2 menit berapa kali tikus jatuh dan reflek balik badan tikus
tersebut. Dari data hasil pada Tabel IV.2 dapat disimpulkan onset dan durasi pada tikus
dengan dosis berbeda, onset adalah waktu timbulnya efek dari obat, sedangkan durasi
merupakan lamanya obat memberikan efek sedangkan durasi adalah waktu dari obat
berefek sampai hilangnya efek obat tersebut.
Onset yang paling lama adalah pada tikus 1 dimana pada menit ke-5 sampai 10
tikus jatuh sebanyak 1 kali kemudian durasinya singkat karena pada menit ke-25
sampai 30 tikus jatuh sebanyak 1 kali sebab hilangnya efek dari diazepam singkat. Hal
ini membuktikan bahwa dengan dosis 10 mg/70kgBB suspensi diazepam tidak dapat
memberikan efek sedatif yang baik. Onset yang paling cepat adalah tikus 4 karena pada
menit ke-5 tikus sudah jatuhh 2 kali dan bila dibandingkan pada ke 5 tikus maka tikus
4 paling banyak jatuh maka durasi yang paling lama pada tikus ke 4 karena pada menit
ke-30 tikus masih jatuh sebanyak 2 kali. Hal ini menjukkan bahwa efek sedatif dari
diazepam yang baik adalah tikus yang diberikan dengan dosis 40mg/70kgBB manusia.
Hasil pada percobaan kali ini sesuai literatur dimana semakin besar dosis dan semakin
cepat onset dan lama durasi, maka semakin berefek pula obat tersebut didalam tubuh.
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
1. Tikus uji dengan onset tercepat ialah tikus ke-3 & ke-4 dengan jumlah jatuh 2x
selama 5 menit pertama. Dimana dosis yang diberikan kepada tikus ke-3 & ke-
4 ialah 20 & 30 mg/70KgBB dengan volume injeksi 1,26 & 1,71 ml.
2. Tikus uji dengan onset terlama ialah tikus ke-1 karena tidak jatuhnya tikus dalam
5 menit pertama. Dengan pemberian dosis sebanyak 10 mg/70KgBB dan
volume injeksi sebanyak 0,66 ml.
3. Tikus uji dengan durasi terlama ialah tikus ke-4 dengan jumlah jatuh sebanyak
2x setelah menit ke-30. Dengan dosis sebanyak 30 mg/70KgBB & volume
injeksi sebanyak 1,71 ml.
4. Tikus uji dengan durasi terendah ialah tikus ke-1 dengan tidak jatuhnya tikus
setelah menit ke-30. Dengan pemberian dosis sebanyak 10 mg/70KgBB dan
volume injeksi sebanyak 0,66 ml.
5. Semakin tinggi dosis atau volume sedatif yang diberikan, semakin cepat onset
dan lama durasinya. Sedangkan, semakin rendah dosis sedatif yang diberikan
akan semakin lama pula onset dan semakin cepat durasinya.
5.2. Saran
Saran untuk di praktikum selanjutnya diharapkan praktikan telah mengetahui
materi yang akan dipraktikumkan.
DAFTAR PUSTAKA
H. Sarjono, Santoso dan Hadi R D., 1995, Farmakologi dan Terapi, Bagian
Farmakologi Fakultas Kedokteran Indonesia, Jakarta.
Ganiswara, Sulistia G (Ed), 1995, Farmakologi dan Terapi, Edisi IV. BalaiPenerbit
Falkultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
Kalzung, B.G., Mastr, S.B., Trevor, A.J. 2012. Basic and clinicalpharmacology
12th Edition. Mcgrw Hill : Lang, pp 373-389
= 0,198 mg
1 𝑚𝑙
mL yang diberikan = 0,198 mg x 0,3 𝑚𝑔
= 0,66 ml
= 0,378 mg
1 𝑚𝑙
mL yang diberikan = 0,378 mg x 0,3 𝑚𝑔
= 1,26 ml
= 0,513 mg
1 𝑚𝑙
mL yang diberikan = 0,513 mg x 0,3 𝑚𝑔
= 1,71 ml
4. Tikus 1 BB 180 gram ; dosis diazepam 40 mg/70 kgBB
Dosis untuk tikus 200 g = 0,018 x 40 mg
= 0,72 mg
180 𝑔
Dosis untuk tikus 180 g = 200 𝑔 x 0,72 mg
= 0,648 mg
1 𝑚𝑙
mL yang diberikan = 0,648 mg x 0,3 𝑚𝑔
= 2,16 ml