Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PRAKTIKUM

FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI


Dosen: apt. Nur’aini. S.Si., M.Farm.

SEDATIF DAN TRANQUILIZER

Disusun oleh:

R. Rosalia Maulidiani 18040073


Raden Andika Frianka Kusuma 18040074
Rika Febrianti 18040075
Rizky Agung Wardani 18040076
Rt. Ratia Rouhul Fitria 18040077

LABORATORIUM FARMAKOLOGI
SEKOLAH TINGGI FARMASI MUHAMMADIYAH
TANGERANG
2021
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Sebagai mahasiswa farmasi, sudah seharusnya kita mengetahui hal-halyang
berkaitan dengan obat, baik dari segi farmasetik, farmakodinamik, farmakokinetik, dan
juga dari segi farmakologi dan toksikologinya. Farmakologi sebagai ilmu yang berbeda
dari ilmu lain secara umum pada keterkaitannya yang erat dengan ilmu dasar maupun
ilmu klinik sangat sulit mengerti farmakologi tanpa pengetahuan tentang fisiologi tubuh,
biokimia, dan ilmu kedokteran klinik. Farmakologi adalah ilmu yang mengintegrasikan
ilmu kedokteran dasar dan menjembatani ilmu praklinik dan klinik. Farmakologi
mempunyai keterkaitan khusus dengan farmasi yaitu, ilmu cara membuat,
menformulasi, menyimpan dan menyediakan obat.
Sistem saraf pusat (SSP) merupakan sistem saraf yang dapat
mengendalikan sistem saraf lainnya di dalam tubuh dimana bekerja dibawah
kesadaran atau kemauan. SSP biasa juga disebut sistem saraf sentral karena
merupakan sentral atau pusat dari saraf lainnya. Sedatif adalah substansi yang memiliki
aktifitas yang memberikan efek menenangkan, obat yang mengurangi gejala cemas,
dengan sedikit atau tanpa efek terhadap status mental atau motorik, sementara hipnotik
adalah substansi yang dapat memberikan efek mengantuk dan yang dapat memberikan
onset serta mempertahankan tidur.
Obat-obatan penekan susunan saraf pusat (SSP) memperlihatkan efek yang
sangat luas. Obat tersebut mungkin merangsang atau menghambat aktivitas SSP secara
spesifik atau umum. Analgetik narkotik menekan reaksi emosional yang ditimbulkan
rasa sakit tersebut. Sistem saraf pusat dapat ditekan seluruhnya oleh penekanan saraf
pusat yang tidakspesifik, misalnya sedatif hipnotik.
Obat-obatan hipnotik sedatif adalah istilah untuk obat-obatan yang mampu
mendepresi sistem saraf pusat. Secara klinis obat-obatan sedatif- hipnotik digunakan
sebagai obat-obatan yang berhubungan dengan sistem saraf pusat seperti tatalaksana
nyeri akut dan kronik, tindakan anestesia, penata laksanaan kejang, serta insomnia.
Obat-obatan sedatif hipnotik di klasifikasikan menjadi 3 kelompok, yakni:
1. Benzodiazepin
2. Barbiturat
3. Golongan obat non barbiturat –non benzodiazepin.

Efek obat hipnotik sedatif terhadap aktivitas system saraf pusat dapat di nilai
melalui pengaruh obat terhadap aktivitas motorik, perubahan perilaku, koordinasi,
reflek sensoris dan motorik serta suhu tubuh.

1.2. Tujuan

1. Mampu melakukan cara penetapan aktivitas spontan tikus dengan alat rotarod
sebagai salah satu pengujian obat penekan susunan saraf pusat dan tranquilizer.
2. Mampu mengevaluasi perbedaan efek diazepam pada berbagai dosis dengan
mengamati perubahan aktivitas spontan tikus.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Hipnotika atau obat tidur adalah zat-zat yang dalam dosis terapi diperuntukkan
meningkatkan keinginan faali untuk tidur dan mempermudah atau menyebabkan tidur.
Umumnya, obat ini diberikan pada malam hari. Bila zat-zat ini diberikan pada siang
hari dalam dosis yang lebih rendah untuk tujuan menenangkan, maka dinamakan
sedatif (Tjay, 2002).
Hipnotik sedatif merupakan golongan obat depresan susunan saraf pusat (SSP),
mulai yang ringan yaitu menyebabkan tenang atau kantuk, menidurkan , hingga yang
berat (kecuali benzodiazepine) yaitu hilangnya kesadaran, koma dan mati bergantung
kepada dosis. Pada dosis terapi obat sedasi menekan aktifitas, menurunkan respons
terhadap rangsangan dan menenangkan. Obat hipnotik menyebabkan kantuk dan
mempermudah tidur serta mempertahankan tidur yang menyerupai tidur fisiologis (H.
Sarjono, Santoso dan Hadi R D., 1995).
Obat-obatan hipnotik sedatif adalah istilah untuk obat-obatan yang mampu
mendepresi sistem saraf pusat. Sedatif adalah istilah untuk obat- obatan yang memiliki
aktivitas moderate yang memberikan efek meneangkan, sementara hipnotik adalah
substansi yang dapat memberikan efek mengantuk dan yang dapat memberikan onset
serta mempertahankan tidur. Efeknya bergantung dosis, mulai dari ringan yaitu
menyebabkan tenang atau kantuk, menidurkan, hingga berat yaitu kehilangan
kesadaran,keadaan anastesi, koma dan mati (Tjay, 2002).
Pada penilaian kualitatif dari obat tidur, perlu diperhatikan faktor- faktor kinetik
berikut:
1. Lama kerjanya obat dan berapa lama tinggal di dalam tubuh.
2. Pengaruhnya pada kegiatan esok hari.
3. Kecepatan mulai bekerjanya.
4. Bahaya timbulnya ketergantungan.
5. Efek "rebound” insomnia.
6. Pengaruhnya terhadap kualitas tidur.
7. Interaksi dengan otot-otot lain.
8. Toksisitas, terutama pada dosis berlebihan (Tjay, 2002).

Sedatif menekan reaksi terhadap perangsangan, terutama rangsangan emosi


tanpa menimbulkan kantuk yang berat. Hipnotik menyebabkan tidur yang sulit
dibangunkan disertai penurunan refleks hingga kadang-kadang kehilangan tonus otot
(Djamhuri, 1995).
Hipnotika dapat dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu benzodiazepin,
contohnya: flurazepam, lorazepam, temazepam, triazolam; barbiturat, contohnya:
fenobarbital, tiopental, butobarbital; hipnotik sedatif lain, contohnya: kloralhidrat,
etklorvinol, glutetimid, metiprilon, meprobamat; dan alkohol (Ganiswarna dkk, 1995).
Hal ini disebabkan karena banyak hipnotika bekerja panjang (plasma-t½-nya
panjang), termasuk juga zat-zat benzodiazepin dan barbiturat yang disebut short-
acting. Kebanyakan obat tidur bersifat lipofil, mudah melarut dan berkumulasi di
jaringan lemak (Tjay, 2002).
Pada umumnya, semua senyawa benzodiazepin memiliki daya kerja yaitu
khasiat anksiolitis, sedatif hipnotis, antikonvulsif dan dayarelaksasi otot. Keuntungan
obat ini dibandingkan dengan barbital dan obat tidur lainnya adalah tidak atau hampir
tidak merintangi tidur. Dulu, obatini diduga tidak menimbulkan toleransi, tetapi
ternyata efek hipnotisnya semakin berkurang setelah pemakaian 1-2 minggu, seperti
cepatnya menidurkan, serta memperpanjang dan memperdalam tidur (Tjay, 2002).
Efek samping umum hipnotika mirip dengan efek samping morfin, yaitu:
a. Depresi pernafasan, terutama pada dosis tinggi. Sifat ini paling ringan pada
flurazepam dan zat-zat benzodiazepin lainnya, demikian pula pada kloralhidrat dan
paraldehida;
b. tekanan darah menurun, terutama oleh barbiturat;
c. sembelit pada penggunaan lama, terutama barbiturat;
d. "hang over”, yaitu efek sisa pada keesokan harinya berupa mual, perasaan ringan
di kepala dan termangu.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Alat dan Bahan


Alat Bahan
Spuit dan sonde Timbangan Alkohol Aquadest
Rotarod Kapas Tikus Tablet Diazepam

3.2. Cara Kerja

Timbang 5 ekor tikus yang berjenis kelamin sama.

Ukur pupil, amati reflek kornea, reflek spinal, danreflek balik badan tikus.

Adaptasikan tikus tersbut pada rotarod selama 5 menit dengan meletakan pada
roda berputar rotarodkemudian catat selama 2 menit berapa kali tikus jatuh dari
ban berputar rotarod.

Tikus 1 diberi diazepam (dosis 10 mg untuk manusia p.o), tikus 2 diberi


diazepam (dosis 20 mguntuk manusia p.o), tikus 3 diberi diazepam (dosis30
mg untuk manusia p.o), tikus 4 diberi diazepam(dosis 40 mg untuk manusia
p.o), tikus 5 tanpa perlakuan.

Pada menit ke 5, 10, 20 dan 30 tikus diletakandiatas rotarod selama 2 mnit.

Catat berapa kali tikus jatuh dan catat rflek balikbadan, kornea dan
perubahan diameter pupil.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Pengamatan


Tabel IV.1 Data Dosis dan Volume Suntik
Berat Badan Dosis Volume Suntik
No. Rute Pemberian
Tikus (Gram) (mg/70kgBB) (ml)
1. P.O 220 10 0,66
2. P.O 210 20 1,26
3. P.O 190 30 1,71
4. P.O 180 40 2,16
5. P.O 200 - -

Tabel IV.2 Data Jumlah Jatuh Tikus


Jumlah Jatuh
No. Menit Menit Menit
Menit ke-5 Menit ke-10 Menit ke-30
ke-15 ke-20 ke-25
1. Tidak jatuh 1 2 2 1 Tidak jatuh
2. 1 2 2 3 2 1
3. 2 3 3 3 2 1
4. 2 3 4 4 3 2
5. Tidak jatuh 1 1 2 1 Tidak jatuh

A. Perhitungan Dosis dan Volume Diazepam yang akan diberikan ke masing-


masing tikus

Diketahui: Sediaan suspensi diazepam 15 mg/50 ml atau 0.3 mg/ml

1. Tikus 1 BB 220 gram ; Dosis diazepam 10 mg/70 kg BB


Dosis untuk tikus 200 gram = 0.018 x 10 mg
= 0.18 mg /200 gram BB
220 gram
Dosis untuk tikus 220 gram = 200 𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑥 0.18 𝑚𝑔

= 0.198 mg
1 ml
ml Diazepam = 0.198 mg x 0.3 mg

= 0.66 ml
2. Tikus 2 BB 210 gram ; Dosis diazepam 20 mg/ 70 kg BB
Dosis untuk tikus 200 gram = 0.018 x 20 mg

= 0.36 mg/200 gram BB

210 gram
Dosis untuk tikus 210 gram = 200 𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑥 0.36𝑚𝑔

= 0.378 mg

1 ml
ml Diazepam = 0.378 mg x 0.3 mg

= 1.26 ml

3. Tikus 3 BB 190 gram ; Dosis diazepam 30 mg/ 70 kg BB


Dosis untuk tikus 200 gram = 0.018 x 30 mg
= 0.54 mg/ 200 gram BB

190 gram
Dosis untuk tikus 190 gram = 200 𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑥 0.54 𝑚𝑔

= 0.513 mg

1 ml
ml Diazepam = 0.513 mg x 0.3 mg

= 1.71 ml

4. Tikus 4 BB 180 gram ; Dosis diazepam 40 mg/70 kg BB


Dosis untuk tikus 200 gram = 0.018 x 40 mg

= 0.72 mg/200 gram BB


180 gram
Dosis untuk tikus 180 gram = 200 𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑥 0.72 𝑚𝑔

= 0.648 mg

1 ml
ml Diazepam = 0.648 mg x 0.3 mg

= 2.16 ml
Tikus 5 BB 200 gram, tidak diberi diazepam sebagai tikus kontrol
4.2. Pembahasan
Pada praktikum Farmakologi dan Toksikologi Analisis dalam percobaan kali
ini berjudul “Sedatif dan Transquilizer” yang bertujuan untuk untuk melakukan cara
penetapan aktivitas spontan tikus dengan alat rotarod sebagai salah satu pengujian obat
penekanan susunan saraf pusat dan tranquilizer, mampu mengevaluasi perbedaan
efekdiazepam pada berbagai dosis dengan mengamati perubahan aktivitas spontan
tikus. Alat yang digunakan yaitu Rotarod terdiri atas bagian dari rotatodrum yaitu
tempat meletakkan tikus, counter trip plates merupakan bagian dari rotarod untuk
mengitung berapa kali tikus terjatuh, dan control panel merupakan pusat kontrol dari
rotarod, Spuit sonde, kapas, stopwatch dan timbangan sedangkan, bahan yang
digunakan yaitu 5 ekor tikus, alkohol, aquadest dan tablet diazepam. Obat yang
digunakan pada praktikum kali ini adalah obat Diazepam yang berfungsi sebagai
penenang (sedatif) dengan suspensi diazepam 15 mg/50 ml atau 0.3 mg/ml pada
manusia. Rute pemberian yang diberikan yaitu melalui peroral pada 4 tikus sedangkan
1 tikus tidak dilakukan perlakuan apapun sebagai tikus kontrol.

Sedatif adalah senyawa yang menimbulkan sedasi, yaitu suatu keadaan


terjadinya penurunan kepekaan terhadap rangsangan dari luar karena ada penekanan
sistem saraf pusat yang ringan. Dalam dosis besar, sedatif berfungsi sebagai hipnotik,
yaitu dapat menyebabkan tidur pulas. Sedatif digunakan untuk menekan kecemasan
yang diakibatkan oleh ketegangan emosi dan tekanan kronik yang disebabkan oleh
penyakit atau faktor sosiologis, untuk menunjang pengobatan hipertensi, untuk
mengontrol kejang dan untuk menunjang efek anestesi sistemik. Sedatif mengadakan
potensial dengan obat analgesik dan obat penekan sistem saraf pusat yang lain
(Siswandono dan Soekardjo, 2000). Pada dosis yang lebih besar lagi terjadi koma,
sepresi pernapasan, dan kematian. Bila diberikan berulang kali untuk jangka waktu
yang lama, senyawa ini lazimnya menimbulkan ketergantungan dan ketagihan (Tjay
dan Rahardja, 2015).

Perbedaan antara hipnotik-sedatif dengan tranquilizer yaitu obatobatan sedatif-


hipnotik berkhasiat menekan SSP. Bila digunakan dalam dosis yang tinggi, suatu
sedatif misalnya barbiturat akan menimbulkan efek secara berturut-turut peredaan,
tidur, dan pembiusan total (anestesia). Pada dosis yang lebih besar lagi terjadi koma,
sepresi pernapasan, dan kematian. Bila diberikan berulang kali untuk jangka waktu
yang lama, senyawa ini lazimnya menimbulkan ketergantungan dan ketagihan (Tjay
dan Rahardja, 2015).

Mekanisme Kerja Diazepam, Bekerja pada sistem GABA, yaitu dengan


memperkuat fungsi hambatan neuron GABA. Reseptor Benzodiazepin dalam seluruh
sistem saraf pusat, terdapat dengan kerapatan yang tinggi terutama dalam korteks otak
frontal dan oksipital, di hipokampus dan dalam otak kecil. Pada reseptor ini,
benzodiazepin akan bekerja sebagai agonis. Terdapat korelasi tinggi antara aktivitas
farmakologi berbagai benzodiazepin dengan afinitasnya pada tempat ikatan. Dengan
adanya interaksi benzodiazepin, afinitas GABA terhadap reseptornya akan meningkat,
dan dengan ini kerja GABA akan meningkat. Dengan aktifnya reseptor GABA, saluran
ion klorida akan terbuka sehingga ion klorida akan lebih banyak yang mengalir masuk
ke dalam sel. Meningkatnya jumlah ion klorida menyebabkan hiperpolarisasi sel
bersangkutan dan sebagai akibatnya, kemampuan sel untuk dirangsang berkurang. Efek
obat hipnotik sedatif terhadap aktivitas system saraf pusat dapat dinilai melalui
pengaruh obat terhadap aktivitas motorik, perubahan perilaku, koordinasi, reflek
sensoris dan motorik serta suhu tubuh (Sayidin, 2009).

Langkah pertama yang dilakukan adalah melakukan penimbangan berat badan


masing-masing tikus dengan berjenis kelamin sama untuk menghitung dosis diazepam
yang diberikan kepada masing-masing hewan uji. Serta diamati ukuran pupil, reflek
kornea, reflek spinal dan reflek balik badan tikus dan diadaptasikan dengan alat rotarod
terlebih dahulu selama 5 menit dengan tujuan agar tikus tersebut terbiasa dengan alat
rotarod dan tidak langsung terjatuh ketika alat rotarod dijalankan. Setelah itu setiap 2
menit dicatat berapa kali tikus jatuh dari ban rotarod untuk membandingkan tikus
sebelum dan sesudah diberikan diazepam, selain itu ada tidaknya faktor lain tikus jatuh
selain pemberian diazepam serta memastikan efek diazepam tercapai.

Tikus pertama diberikan diazepam dosis pada manusia 10 mg/70kgBB melalui


rute oral. Tikus ditimbang dan dihitung dosis diazepam yang akan diberikan. Berat
badan tikus 1 adalah seberat 220 gram dan diazepam yang diberikan adalah sebanyak
0,66 ml. Tikus diberikan diazepam melalui rute oral dengan spuit yang dilengkapi
dengan sonde. Tikus kedua diberikan diazepam dosis pada manusia 20 mg/70kgBB
melalui rute oral. Tikus ditimbang dan dihitung dosis diazepam yang akan diberikan.
Berat badan tikus 2 adalah seberat 210 gram dan diazepam yang diberikan adalah
sebanyak 1,26 ml. Tikus diberikan diazepam melalui rute oral dengan spuit yang
dilengkapi dengan sonde. Tikus ketiga diberikan diazepam dosis pada manusia 30
mg/70kgBB melalui rute oral. Tikus ditimbang dan dihitung dosis diazepam yang akan
diberikan. Berat badan tikus 3 adalah seberat 190 gram dan diazepam yang diberikan
adalah sebanyak 1,71 ml. Tikus diberikan diazepam melalui rute oral dengan spuit yang
dilengkapi dengan sonde. Tikus keempat diberikan diazepam dosis pada manusia 40
mg/70kgBB melalui rute oral. Tikus ditimbang dan dihitung dosis diazepam yang akan
diberikan. Berat badan tikus 4 adalah seberat 180 gram dan diazepam yang diberikan
adalah sebanyak 2,16 ml. Tikus diberikan diazepam melalui rute oral dengan spuit yang
dilengkapi dengan sonde. Tikus kelima tidak diberikan diazepam tetapi digunakan
sebagai tikus kontrol atau pembanding antara tikus yang diberikan diazepam dan tikus
yang tidak diberikan diazepam.

Setelah sudah menghitung berat badan tikus dan volume suspensi diazepam
yang diberikan pada masing-masing tikus selanjutnya dilakukan perlakuan dengan
meletakkan tikus pada alat rotarod lalu dicatat pada menit ke-5,10,15,20,25 dan 30
dengan dicatat setiap 2 menit berapa kali tikus jatuh dan reflek balik badan tikus
tersebut. Dari data hasil pada Tabel IV.2 dapat disimpulkan onset dan durasi pada tikus
dengan dosis berbeda, onset adalah waktu timbulnya efek dari obat, sedangkan durasi
merupakan lamanya obat memberikan efek sedangkan durasi adalah waktu dari obat
berefek sampai hilangnya efek obat tersebut.

Onset yang paling lama adalah pada tikus 1 dimana pada menit ke-5 sampai 10
tikus jatuh sebanyak 1 kali kemudian durasinya singkat karena pada menit ke-25
sampai 30 tikus jatuh sebanyak 1 kali sebab hilangnya efek dari diazepam singkat. Hal
ini membuktikan bahwa dengan dosis 10 mg/70kgBB suspensi diazepam tidak dapat
memberikan efek sedatif yang baik. Onset yang paling cepat adalah tikus 4 karena pada
menit ke-5 tikus sudah jatuhh 2 kali dan bila dibandingkan pada ke 5 tikus maka tikus
4 paling banyak jatuh maka durasi yang paling lama pada tikus ke 4 karena pada menit
ke-30 tikus masih jatuh sebanyak 2 kali. Hal ini menjukkan bahwa efek sedatif dari
diazepam yang baik adalah tikus yang diberikan dengan dosis 40mg/70kgBB manusia.
Hasil pada percobaan kali ini sesuai literatur dimana semakin besar dosis dan semakin
cepat onset dan lama durasi, maka semakin berefek pula obat tersebut didalam tubuh.
BAB V
PENUTUP

5.1. Kesimpulan
1. Tikus uji dengan onset tercepat ialah tikus ke-3 & ke-4 dengan jumlah jatuh 2x
selama 5 menit pertama. Dimana dosis yang diberikan kepada tikus ke-3 & ke-
4 ialah 20 & 30 mg/70KgBB dengan volume injeksi 1,26 & 1,71 ml.
2. Tikus uji dengan onset terlama ialah tikus ke-1 karena tidak jatuhnya tikus dalam
5 menit pertama. Dengan pemberian dosis sebanyak 10 mg/70KgBB dan
volume injeksi sebanyak 0,66 ml.
3. Tikus uji dengan durasi terlama ialah tikus ke-4 dengan jumlah jatuh sebanyak
2x setelah menit ke-30. Dengan dosis sebanyak 30 mg/70KgBB & volume
injeksi sebanyak 1,71 ml.
4. Tikus uji dengan durasi terendah ialah tikus ke-1 dengan tidak jatuhnya tikus
setelah menit ke-30. Dengan pemberian dosis sebanyak 10 mg/70KgBB dan
volume injeksi sebanyak 0,66 ml.
5. Semakin tinggi dosis atau volume sedatif yang diberikan, semakin cepat onset
dan lama durasinya. Sedangkan, semakin rendah dosis sedatif yang diberikan
akan semakin lama pula onset dan semakin cepat durasinya.
5.2. Saran
Saran untuk di praktikum selanjutnya diharapkan praktikan telah mengetahui
materi yang akan dipraktikumkan.
DAFTAR PUSTAKA

Djamhuri, Agus., 1995, Sinopsis Farmakologi dengan Terapan Khusus diKlinik


dan Perawatan, Edisi 1, Cetakan Ketiga, Hipokrates, Jakarta.

H. Sarjono, Santoso dan Hadi R D., 1995, Farmakologi dan Terapi, Bagian
Farmakologi Fakultas Kedokteran Indonesia, Jakarta.

Ganiswara, Sulistia G (Ed), 1995, Farmakologi dan Terapi, Edisi IV. BalaiPenerbit
Falkultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.

Kalzung, B.G., Mastr, S.B., Trevor, A.J. 2012. Basic and clinicalpharmacology
12th Edition. Mcgrw Hill : Lang, pp 373-389

Tjay, T. H. dan Rahardja. K. (2002). Obat-Obat Penting.


Edisi Kelima Cetakan Kedua. Jakarta : PT. Elex Media Komputindo.
LAMPIRAN

Sediaan suspensi diazepam 15 mg/50 ml atau 0,3 mg/ml


Jawab :
1. Tikus 1 BB 220 gram ; dosis diazepam 10 mg/70 kgBB
Dosis untuk tikus 200 g = 0,018 x 10 mg
= 0,18 mg
220 𝑔𝑟𝑎𝑚
Dosis untuk tikus 220 g = 200 𝑔𝑟𝑎𝑚 x 0,18 mg

= 0,198 mg
1 𝑚𝑙
mL yang diberikan = 0,198 mg x 0,3 𝑚𝑔

= 0,66 ml

2. Tikus 1 BB 210 gram ; dosis diazepam 20 mg/70 kgBB


Dosis untuk tikus 200 g = 0,018 x 20 mg
= 0,36 mg
210 𝑔
Dosis untuk tikus 210 g = 200 𝑔 x 0,36 mg

= 0,378 mg
1 𝑚𝑙
mL yang diberikan = 0,378 mg x 0,3 𝑚𝑔

= 1,26 ml

3. Tikus 1 BB 190 gram ; dosis diazepam 30 mg/70 kgBB


Dosis untuk tikus 200 g = 0,018 x 30 mg
= 0,54 mg
190 𝑔
Dosis untuk tikus 190 g = 200 𝑔 x 0,54 mg

= 0,513 mg
1 𝑚𝑙
mL yang diberikan = 0,513 mg x 0,3 𝑚𝑔

= 1,71 ml
4. Tikus 1 BB 180 gram ; dosis diazepam 40 mg/70 kgBB
Dosis untuk tikus 200 g = 0,018 x 40 mg
= 0,72 mg
180 𝑔
Dosis untuk tikus 180 g = 200 𝑔 x 0,72 mg

= 0,648 mg
1 𝑚𝑙
mL yang diberikan = 0,648 mg x 0,3 𝑚𝑔

= 2,16 ml

Anda mungkin juga menyukai