Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PRAKTIKUM

FARMAKOLOGI 1
MENENTUKAN ED50 (EFFECTIVE DOSE) DIAZEPAM PADA TIKUS

Disusun Oleh :

Kelompok 5

Farmasi F

1. Vita Maulidya Aristawaty (201810410311266)


2. Ferdian Heri Artanto (201810410311268)
3. Ilham Fatahillah Ar Rasyd (201810410311271)
4. Diandra Arthamevia Prameswari (201810410311272)
5. Afiyah Chantika Fatmasary (201810410311273)
6. Rifka Khairiyah (201810410311274)
7. Aisyah Bidarina Kartono (201810410311275)
8. Syavina Nur Annisa (201810410311276)

PROGRAM STUDI FARMASI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2019
DAFTAR ISI

A. TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS.................................................................................................1


B. DASAR TEORI.......................................................................................................................................1
C. ALAT DAN BAHAN..............................................................................................................................4
D. PROSEDUR KERJA...............................................................................................................................4
E. DOSIS......................................................................................................................................................5
F. TABEL PENGAMATAN........................................................................................................................6
G. HASIL PENGAMATAN.........................................................................................................................7
H. PEMBAHASAN......................................................................................................................................8
I. KESIMPULAN........................................................................................................................................9
BAHAN DISKUSI.........................................................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................................10
A. TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS
1. Mengamati perubahan aktivitas perilaku setelah pemberian diazepam secara intraperitoneal
2. Menentukan ED 50 (dosis yang memberikan efek) tidur diazepam

B. DASAR TEORI
1. Sedativa dan Hipnotika
Hipnotika atau obat tidur (Yun:hypnos = tidur) adalah zat-zat yang dalam dosis terapi
diperuntukkan meningkatkan keinginan faali untuk tidur dan mempermudah atau menyebabkan
tidur. Lazimnya obat ini diberikan pada malam hari. Bilamana, zat-zat ini diberikan pada siang
hari dalam dosis lebih rendah untuk tujuan menenangkan, maka dinamakan sedativa (obat-obat
pereda). Oleh karena itu, tidak ada perbedaan yang tajam antara kedua kelompok obat ini.
Hipnotika atau sedativa, seperti juga antipsikotropika termasuk dalam kelompok psikodepresiva
yang mencakup obat-obat yang menekan atau menghambat fungsi-fungsi SSP tertentu.
Sedativa berfungsi menurunkan aktivitas, mengurangi ketegangan dan menenangkan
penggunanya. Keadaan sedasi juga merupakan efek samping dari banyak obat yang khasiat
utamanya tidak menekan SSP, misalnya antikolinergika. Hipnotika menimbulkan rasa kantuk
(drowsiness), mempercepat tidur dan sepanjang malam mempertahankan keadaan tidur yang
menyerupai tidur alamiah mengenai sifat-sifat EEG-nya. Selain sifat-sifat ini, secara ideal obat
tidur tidak memiliki aktivitas-sisa pada keesokan harinya.
Obat sedatif-hipnotik mempunyai efek farmakologik yang mirip dengan analgesik umum.
Penggolongan suatu obat dalam jenis sedatif-hipnotik menunjukkan bahwa kegunaan teraupetik
utamanya adalah menyebabkan sedasi (dengan disertai hilangnya rasa cemas) atau
menyebabkan rasa kantuk atau menyebabkan tenang. Suatu bahan sedatif yang efektif harus
dapat mengurangi rasa cemas dan memiliki efek menenangkan dengan sedikit atau tanpa efek
samping terhadap fungsi mental dan motorik. Sedangkan obat hipnotik harus menyebabkan rasa
kantuk dan mengarah pada mula tidur, serta mempertahankan keadaan tidur. Efek dan bahan
hipnotik meliputi depresi sistem saraf pusat yang lebih kuat daripada sedasi. Efek ini dapat
dicapai dengan semua obat sedatif melalui peningkatan dosis. Pada dosis yang tinggi, obat
sedatif-hipnotik dapat mendepresi pusat-pusat pernapasan dan varometer di medula, yang dapat
mengakibatkan koma dan juga kematian.
2. Fisiologi Tidur
Tidur yang baik, cukup dalam dan lama, adalah mutlak untuk regenerasi sel-sel tubuh dan
memungkinkan pelaksanaan aktivitas pada siang hari dengan baik. Efek terpenting yang
memengaruhi kualitas tidur adalah penyingkatan waktu menidurkan, perpanjangan masa
tidur dan pengurangan jumlah periode terbangun. Pusat-tidur di otak (sumsum lanjutan)
1
mengatur fungsi fisiologi ini yang sangat penting bagi kesehatan tubuh. Pada waktu tidur,
aktivitas saraf parasimpatis meningkat, dengan efek penyempitan pupil (myosis),
perlambatan pernapasan dan sirkulasi darah (bronchokontriksi dan menurunnya kegiatan
jantung) serta stimulasi aktivitas saluran cerna dengan penguatan peristaltik dan sekresi
getah lambung-usus.
Stadia tidur. Pada umumnya selama satu malam dapat dibedakan 4 sampai 5 siklus tidur
dari kira-kira 1,5 jam. Setiap siklus terdiri dari dua stadia, yakni tidur non-REM dan tidur-
REM.
a. Tidur non-REM
Tidur non-REM juga disebut slow wave sleep (SWS), berdasarkan registrasi
aktivitas listrik otak (EEG= elektro-ence-falogram). Non-REM bercirikan denyutan
jantung, tekanan darah, dan pernapasan yang teratur serta relaksasi otot tanpa
gerakan otot muka atau mata.
b. Tidur-REM
Tidur-REM (Rapid Eye Movement) atau tidur-paradoksal, dengan aktivitas EEG
yang mirip keadaan sadar dan aktif, bercirikan gerakan mata cepat ke satu arah.
Disamping itu, jantung, tekanan darah, dan pernapasan turun-naik, aliran darah ke
otak bertambah dan otot-otot sangat relaks.
3. Benzodiazepin
Benzodiazepin merupakan obat sedatif-hipnotik yang sangat penting. Secara umum, obat ini
akan menginduksi tidur jika diberikan malam hari dengan dosis tinggi dan akan memberikan
sedasi serta mengurangi kecemasan bila diberikan pada siang hari dengan dosis rendah.
Benzodiazepin terkenal karena toksitas yang tampaknya rendah, terapi saat ini penggunaan
benzodiazepin kronis menyebabkan gangguan kognitif, toleransi, dan ketergantungan. Oleh
karena itu, sebaiknya benzodiazepin hanya digunakan 2-4 minggu untuk terapi anaerasi berat
dan insomnia. Ketika diberikan pada siang hari, maka akan mengurangi ansietas / gangguan
kecemasan.
Benzodiazepin memiliki efek annolitik, hipnotik, relaxan obat, antikonvuisan (obat yang
digunakan untuk mengembalikan kestabilan rangsangan sel saraf sehingga dapat mencegah
dan mengatasi kejang dan amnestik yang disebabkan oleh penggunaan inhibisi yang
diperantai GABA pada sistem saraf pusat. GABA yang dilepaskan dari terminal saraf (tengah
atas, berarsis) terikat pada reseptor GABA, aktivitas reseptor ini dapat meningkatkan
konduktasi Cl- neuron. Kompleks kanal Cl- , GABA juga mempunyai tempat reseptor yang
memodulasi benzodiazepin. Pendudukan tempat benzodiazepin oleh agonis reseptor
2
benzodiazepin menyebabkan perubahan konformasi pada reseptor GABA. Hal ini
meningkatkan afinitas ikatan GABA dan memperkuat aksi GABA. Dalam keadaan tidak ada
GABA, benzodiazepin dan barbiturat dosis rendah tidak mempengaruhi konduktasi Cl -.
Benzodiazepin yang berbeda dipasarkan sebagai hipnotik dan ansiolitik. Pemilihan obat
ditentukan terutama berdasarkan durasi kerjanya. Banyak benzodiazepin dimetabolisme
dalam hati menjadi metabolit aktif yang bisa mempunyai waktu paruh (t 1/2) eliminasi lebih
panjang daripada bentuk asalnya. Sebagai contoh diazepam (t 1/2 = 20-80 jam) mempunyai
metabolit aktif N-desmetil yang mempunyai waktu paruh eliminasi sampai dengan 200 jam.
Benzodiazepin aktif secara oral dan meskipun sebagian besar mengalami metabolisme
melalui oksidasi dalam hati, benzodiazepin tidak menginduksi sistem enzim hati.
Benzodiazepin merupakan depresan sentral, namun tidak seperti hipnotik dan ansiolitik
lainnya. Efek maksimal benzodiazepin saat diberikan secara oral, normalnya tidak
menyebabkan depresi napas yang fatal dan berat. Akan tetapi, depresi napas bisa terjadi pada
pasien dengan penyakit bronkopulmonal atau dengan pemberian secara intravena.
Jenis-jenis obat yang tergolong benzodiazepin :
1) Alprazolam
2) Chlordiazepoxide
3) Clobazam
4) Clonazepam
5) Diazepam
6) Estozalam
7) Lorazepam
8) Midazolam
Efek samping : rasa kantuk, gangguan kesiagaan, agitasi, ataksia terutama pada orang lanjut
usia.
Diazepam adalah obat golongan benzodiazepin. Diazepam menyebabkan tidur dan penurunan
kesadaran yang disertai nistagmus (pergerakan mata yang tidak terkendali, berupa gerakan
naik-turun, memutar atau ke kiri dan ke kanan) dan berbicara lambat tetapi tidak berefek
analgesik serta tidak menyebabkan potensasi terhadap efek neuronmuscular dan efek
analgesik obat narkotik. Obat digunakan agar menimbulkan sedasi besar pada regional
anastesi, endoskopi, dan prosedur denial, serta untuk induksi anosthesia terutama pada
penderita penyakit rad.ovaskular. Diazepam bekerja pada semua sinaps (GABA). Obat ini
dapat diberikan pada pasien kejang otot hampir semua bagian tubuh termasuk trauma otot
total secara signifikan. Dosis obat ini biasanya 4 mg/hari dan secara bertahap ditingkatkan

3
sampai dosis obat maksimum 60 mg/hari. Injeksi diazepam mengandung diazepam
(C16H13CNl2O, tidak kurang dari 90,0 % dan tidak lebih dari 110 % dari jumlah yang tersisa
pada etiket dan pH antara 6,7-6,9. Khasiat dari penggunaan sebagai sedativum.
ED50 (Effective Dose 50) adalah dosis obat yang menimbulkan efek terapi pada 50 %
individu. Pada pemberian diazepam Injectio dengan pemberian intraperitoneal dapat
digunakan untuk menentukan ED50 yaitu dosis yang memberikan efek tidur pada 50%
individu/separuh. Selain diazepam, obat yang memberikan efek serupa adalah alprazolam,
Ertazolam, Florozolam, Oxozepam, Prozepam, Quazepam, temazepam, dan Inzolam.

Y
X= Dosis
Obat A
Koma
Y = Efek
Anastesia Obat B
Obat A= Golongan Barbitura
Hipnotis
Obat B = Golongan Benzodiazepin
Sedasi

x
Kurva
hubungan
 Golongan Benzodiazepin cenderung asam, karena pada dosis “xy” belum
menimbulkan kefatalan.
 Golongan Barbitura sedikit rentan karena pada dosis x menimbulkan kefatalan.

C. ALAT DAN BAHAN


1. Kapas, kain, spuit, kasa, klem
2. Sarung tangan
3. Kandang
4. Tikus 3 ekor
5. Alkohol
6. Diazepam (dosis 1mg/kgBB; 2,5mg/kgBB; 5mg/kgBB)

4
D. PROSEDUR KERJA
1. Hitung dosis
2. Mengambil sediaan
3. Pegang tikus, kemudian bersihkan permukaan abdomen tikus menggunakan kapas alkohol
4. Suntikkan pada masing-masing tikus : diazepam dengan dosis dosis 1mg/kgBB;
2,5mg/kgBB; 5mg/kgBB secara intraperitoneal
5. Amati perubahan perilaku tikus (seperti yang tertera pada lembar pengamatan) dengan
seksama
FLOWCHART

Hitung dosis

Mengambil sediaan

(berdasarkan dosis yang telah

Pegang tikus

Bersihkan permukaan abdomen tikus


menggunakan kapas alkohol

Suntikkan secara
intraperitoneal

Tikus I Tikus II Tikus III

(1 mg/kgBB) (2,5 mg/kgBB) (5 mg/kgBB)

Amati tikus dan catat


perubahannya

5
E. DOSIS
1. Tikus I

BB = 202 g ~ 0,202 kg
Dosis = 1 mg/ kg BB
Sediaan = 5 mg/ml
0 ,202 kg
×1mg=0 ,202 mg
Dosis untuk tikus = 1 kg

0 ,202 mg
×1mL
Sediaan yang diberikan (mL) = 5 mg = 0,0404 mL ~ 0,04 mL

2. Tikus II

BB = 185 g ~ 0,185 kg
Dosis = 2,5 mg/ kg BB
Sediaan = 5 mg/mL
0 ,185 kg
×2,5 mg
Dosis untuk tikus = 1 kg = 0,4625 mg
0 , 4625 mg
×1mL
Sediaan yang diberikan (mL) = 5 mg = 0,0925 mL ~ 0,09 mL
3. Tikus III
BB = 155 g ~ 0,155 kg
Dosis = 5 mg/ kg BB
Sediaan = 5 mg/mL
0 ,155 kg
×5 mg
Dosis untuk tikus = 1 kg = 0,775 mg
0 ,775 mg
×1 mL
Sediaan yang diberikan (mL) = 5 mg = 0,155 mL ~ 0,16 mL

6
F. TABEL PENGAMATAN
Menit Nomor Postur Aktivitas Ataxia Righting Test Analgesia Ptosis Mati
Eksperimen Tubuh Motorik Reflex Kasa
5 1 + + - - + - - -
2 + + - - + - - -
3 + + - - + - - -
10 1 + + - - + - - -
2 + + - - + - - -
3 + + - - + - - -
15 1 + ++ - - + - - -
2 ++ +++ - - + + + -
3 + + ++ - + - - -
30 1 ++ +++ + + +++ + ++ -
2 ++ ++++ +++ - +++ + ++ -
+
3 + ++++ ++ + +++ ++ ++ -
60 1 +++ ++++ + + +++ ++ +++ -
2 +++ ++++ +++ + +++ ++ ++ -
+
3 + ++ +++ - + - - -

KETERANGAN

1. Postur Tubuh
+ = jaga = kepala dan punggung tegak
++ = ngantuk = kepala tegak, punggung mulai datar
+++ = tidur = kepala dan punggung datar

2. Aktivitas Motor
+ = gerak spontan
++ = gerak spontan bila dipegang
+++ = gerak menurun saat dipegang
++++ = tidak ada gerak spontan pada saat dipegang

3. Ataksia = gerakan berjalan inkoordinasi


+ = inkoordinasi terlihat kadang-kadang
++ = inkoordinasi jelas terlihat
+++ = tidak dapat berjalan lurus

4. Righting Reflex
+ = diam pada satu posisi miring
++ = diam pada dua posisi miring
+++ = diam pada waktu terlentang

7
5. Test Kasa
+ = tidak jatuh apabila kasa dibalik dan digoyang
++ = jatuh apabila kasa dibalik
+++ = jatuh apabila kasa dibalik 90°
++++ = jatuh apabila kasa dibalik 45°

6. Analgesia
+ = respon berkurang pada saat telapak kaki dijepit
++ = tidak ada respon pada saat telapak kaki dijepit

7. Ptosis
+ = ptosis kurang dari ½
++ =½
+++ = seluruh palpebral tertutup

G. HASIL PENGAMATAN
1) Tentukan onset of action (mula kerja) dari perubahan perilaku seperti biasa

2) Penentuan ED₅₀ (dosis lethal) dari seluruh kelas (6 kelompok)

Dosis Respon Tidur (+/-) Pada Tikus No. % indikasi yang berespon
1 2 3 4 5 6
1mg/kg BB - - - - - - 0%
2,5mg/kg BB + - + + + + 83,3%
5mg/kg BB + + + + + + 100%
% indikasi yang berespon=jumlah tikus tidur/jumlah tikus total×100%

3) Tentukan ED₅₀ dengan menggunakan persamaan regresi y=bx+a (menggunakan


kalkulator)

b = 23,13

a = -4,43

r = 0,875

ED₅₀ = y = 23,13x + ( -4,43 )

50 = 23,13x + ( -4,43 )

ED₅₀ = 2,35 mg/kg BB

8
Jadi, dosis yang menyebabkan efek tidur pada 50% individu/populasi tikus adalah
2,35mg/kg BB

H. PEMBAHASAN
Pada percobaan ED50 ini digunakan hewan coba tikus putih sebanyak tiga ekor yang
masing-masing diberikan obat Diazepam dengan dosis 1 mg/Kg BB; 2,5 mg/Kg BB; 5
mg/Kg BB yang diberikan secara intraperitoneal. Dari masing-masing hewan coba tersebut
dilakukan monitor terhadap perubahan perilaku diantaranya test postur tubuh, aktivitas
motorik, ataxia, righting reflex, test kasa, analgesia dan ptosis yang masing-masing
memiliki tujuan :
1. Postur tubuh bertujuan untuk melihat tingkat kesadaran tikus.
2. Aktivitas motorik bertujuan untuk mengetahui kemampuan hewan coba dalam
merespon suatu rangsangan.
3. Ataxia bertujuan untuk melihat gerakan berjalan inkoordinasi
4. Righting reflex bertujuan untuk melihat gerak reflex tubuh dari tikus apabila
badannya dimiringkan atau ditelentangkan.
5. Test kasa bertujuan untuk melihat gerak reflex dari tikus akibat pemberian obat yang
menyebabkan tubuh tikus tidak seimbang bila kasa dibalikkan.
6. Analgesia bertujuan untuk melihat efek analgesic yang ditimbulkan dari pemberian
Diazepam.
7. Ptosis bertujuan untuk melihat palpebral tikus yang mulai memberikan reaksi.
Berdasarkan hasil pengamatan kelompok kami, pada pemberian Diazepam dengan dosis
yang berbeda akan menimbulkan perubahan perilaku yang berbeda-beda. Perubahan
perilaku yang berbeda dikarenakan kerja obat yang berbanding lurus dengan dosis yang
diberikan.

Tikus 1 : tidak menunjukkan efek tidur akibat pemberian Diazepam. Tetapi


menunjukkan perubahan perilaku mula kerja pada menit ke 30 ditandai
dengan postur tubuh mulai mengantuk, diam pada posisi miring dan
inkoordinasi terlihat kadang-kadang.

Tikus 2 : menunjukkan efek tidur akibat pemberian Diazepam. Dengan mula kerja
perubahan perilaku pada menit ke 15 ditandai dengan postur tubuh mulai
mengantuk, gerak menurun saat dipegang dan ptosis kurang dari ½.

Tikus 3 : menunjukkan efek tidur akibat pemberian Diazepam. Tetapi tidak


berlangsung lama dengan mula kerja perubahan perilaku pada menit ke 30
ditandai dengan tidak ada gerak spontan saat dipegang, inkoordinasi terlihat
jelas, tidak ada respon saat kaki dijepit.

Namun, dalam kelompok kami terdapat data yang tidak sesuai dengan teori yaitu
semakin tinggi dosis yang diberikan tidak menunjukkan Onset Of Action yang cepat pula
pada tikus 3. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hal tersebut yaitu obat yang
diberikan tidak masuk keseluruhan ke dalam tubuh tikus. Perbedaan data yang didapat juga

9
dapat disebabkan oleh ketidaktelitian saat mengamati apakah tikus tidur karena pemberian
obat Diazepam atau tikus tidur karena bosan (tidur rekayasa).

Dari seluruh kelompok didapatkan data, respon tidur pada dosis 1 mg/Kg BB terdapat 0%
indikasi yang berespon. Pada dosis 2,5 mg/Kg BB terdapat 5 dari 6 tikus yang memberikan
respon tidur. Pada dosis 5 mg/Kg BB terdapat 6 dari 6 tikus yang memberikan efek tidur.

I. KESIMPULAN
1. Diazepam dapat mempengaruhi system saraf, yang memberikan efek sedativ dan
hipnotik
2. Semakin tinggi dosis obat yang diberikan, maka akan semakin cepat juga mula kerja obat
(Onset Of Action) untuk tercapai dan juga efek terapi yang diberkan oleh obat akan
semakin meningkat. Karena kerja suatu obat pasti berbanding lurus dengan dosis yang
diberikan.
3. ED50 (Effective Dose 50) dari Diazepam yaitu 2,35 mg/Kg BB.

BAHAN DISKUSI
Obat diazepam dapat bekerja di dalam tubuh karena adanya mekanisme kerja seperti
ini :
1. Reseptor Benzodiazepin dalam seluruh system saraf pusat, terdapat dengan kerapatan
yang tinggi terutama dalam korteks otak frontal dan okripikal, di hipokampus dan
dalam otak kecil.
2. Pada reseptor ini, Benzodiazepin akan bekerja sebagai agonis.
3. Terdapat kolerasi tinggi antara aktivitas farmakologi berbagai benzodiazepin dengan
afinitasnya pada tempat ikatan.
4. Dengan adanya interaksi benzodiazepin, afinitas GABA terhadap reseptornya akan
meningkat, dan dengan ini kerja GABA akan meningkat.
5. Dengan aktifnya reseptor GABA, saluran ion klorida akan terbuka sehingga ion klorida
akan lebih banyak yang mengalir masuk ke dalam sel.
6. Meningkatnya jumlah ion klorida menyebabkan hiperpolarisasi sel bersangkutan dan
sebagai akibatnya, kemampuan sel untuk dirangsang akan berkurang. Sehingga efek
yang ditimbulkan oleh Diazepam terhadap tubuh yaitu tidur.

DAFTAR PUSTAKA
1. Betram G. Katzung 2002
2. Buku Petunjuk Praktikum Farmakologi 1
3. At a Glance, edisi V, m.j. Neal
4. Farmakope Indonesia edisi III
5. Iso Farmakoterapi
6. Obat-Obat penting edisi ke-7

10

Anda mungkin juga menyukai