Anda di halaman 1dari 21

TUGAS MAKALAH

FARMAKOLOGI II
“OBAT-OBAT SSP HIPNOTIK SEDATIVE”

DI SUSUN OLEH :
KELOMPOK II

1. SITI SARTINAH
2. FITRI HANDAYANI
3. FINGKI ENGGAR PRATIWI
4. ANUGRAH AL SUHRI
5. TRI AINAN
6. SULFIANTI
7. NUR AISYA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


UNIVERSITAS MANDALA WALUYA KENDARI
TAHUN AJARAN
2022

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala


rahmatNYA sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai . Tidak lupa
kami juga mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang
telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun
pikirannya.
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan
dan pengalaman bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki
bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih
ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh
karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari
pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah dapat memberikan manfaat
maupun inpirasi terhadap pembaca.

                                                                              
        Kendari,25 desember 2021

Penyusun

2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………………..
DAFTAR ISI……………………………………………………………….
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………..
A. LATAR BELAKANG………………………………………………
B. RUMUSAN MASALAH……………………………………………
C. TUJUAN……………………………………………………………..
BAB II PEMBAHASAN……………………………………………………
A. SSP hipnotik sedative………………………………………………..
B. Klasifikasi SSP hipnotik sedative……………………………………
C. Mekanisme kerja SSP hipnotik sedative…………………………….
D. Farmakodinamik SSP hipnotik sedative…………………………….
E. Farmakokinetik SSP hipnotik sedative………………………………
F. Efek samping SSP hipnotik sedative………………………………..
G. Efek toksik SSP hipnotik sedative…………………………………..
H. Kontraindikasi SSP hipnotik sedative………………………………
I. Interaksi obat SSP hipnotik sedative………………………………..
BAB III PENUTUP…………………………………………………………
A. KESIMPULAN…………………………………………………….
B. SARAN……………………………………………………………...
DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hipnotik sedatif adalah istilah untuk obat-obatan yang mampu mendepresi
sistem saraf pusat. Sedatif adalah substansi yang memiliki aktifitas moderate yang
memberikan efek menenangkan, sementara hipnotik adalah substansi yang dapat
memberikan efek mengantuk dan yang dapat memberikan onset serta
mempertahankan tidur.( Sulistia Gan. 2007)
Beberapa macam obat dalam dunia kedokreran, seperti magadom
digunakan sebagai zat penenang (sedativa-hipnotika). Pemakaian sedativa-
hipnotika dalam dosis kecil dapat menenangkan, dan dalam dosis besar dapat
membuat orang yang memakainya tertidur.( Katzung, 2010)
Gejala akibat pemakaiannya adalah mula-mula gelisah, mengamuk lalu
mengantuk, malas, daya pikir menurun, bicara dan tindakan lambat . Jika sudah
kecanduan, kemudian diputus pemakainya maka akan menimbulkan gejala
gelisah, sukar tidur, gemetar, muntah, berkeringat, denyut nadi cepat, tekanan
darah naik , dan kejang-kejang. Jika pemakainya overdosis maka akan timbul
gejala gelisah, kendali diri turun, banyak bicara, tetapi tidak jelas, sempoyangan,
suka bertengkar, napas lambat, kesadaran turun, pingsan, dan jika pemakainya
melebihi dosis tertentu dapat menimbulkan kematian.( Syaifuddin. 2011)
Penggunaan klinis kedua golongan obat-obatan ini telah digunakan secara
luas seperti untuk tata laksana nyeri akut dan kronik, tindakan anestesia, penata
laksanaan kejang, serta insomnia. Pentingnya penggunaan obat-obatan ini dalam
tindakan anestesi memerlukan pemahaman mengenai farmakologi obat-obatan
kedua obat. Hal tersebut yang mendasari penulisan mengenai farmakologi obat-
obatan hipnotik sedatif. Champe.(2013)

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa itu SSP hipnotik sedative?
2. menJelaskan Klasifikasi SSP hipnotik sedative?
3. Menjelaskan Mekanisme kerja SSP hipnotik sedative ?

4
4. Menjelaskan Farmakodinamik SSP hipnotik sedative ?
5. Menjelaskan Farmakokinetik SSP hipnotik sedative ?
6. Menjelaskan Efek samping SSP hipnotik sedative ?
7. Menjelaskan Efek toksik SSP hipnotik sedative ?
8. Menjelaskan Kontraindikasi SSP hipnotik sedative?
9. Menjelaskan Interaksi obat SSP hipnotik sedative ?

C. Tujuan
J. Untuk mengetahui Defenisi SSP hipnotik sedative
K. Untuk mengetahui Klasifikasi SSP hipnotik sedative
L. Untuk mengetahui Mekanisme kerja SSP hipnotik sedative
M. Untuk mengetahui Farmakodinamik SSP hipnotik sedative
N. Untuk mengetahui Farmakokinetik SSP hipnotik sedative
O. Untuk mengetahui Efek samping SSP hipnotik sedative
P. Untuk mengetahui Efek toksik SSP hipnotik sedative
Q. Untuk mengetahui Kontraindikasi SSP hipnotik sedative
R. Untuk mengetahui Interaksi obat SSP hipnotik sedative

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Hipnotik dan Sedatif


Obat-obatan hipnotik sedatif adalah istilah untuk obat-obatan yang mampu
mendepresi sistem saraf pusat. Sedatif adalah substansi yang memiliki aktifitas
moderate yang memberikan efek menenangkan, sementara hipnotik adalah
substansi yang dapat memberikan efek mengantuk dan yang dapat memberikan
onset serta mempertahankan tidur. Secara klinis obat-obatan sedatif-hipnotik
digunakan sebagai obat-obatan yang berhubungan dengan sistem saraf pusat
seperti tata laksana nyeri akut dan kronik, tindakan anestesia, penata laksanaan
kejang, serta insomnia.
Obat-obatan sedatif hipnotik diklasifikasikan menjadi 3 kelompok, yakni:
 Benzodiazepin
 Barbiturat
 Golongan obat nonbarbiturat – nonbenzodiazepin

B. Klasifikasi Hipnotik dan Sedatif


1. Benzodiazepin
Benzodiazepin adalah obat yang memiliki lima efek farmakologi
sekaligus, yaitu anxiolisis, sedasi, antikonvulsi, relaksasi otot melalui
medula spinalis, dan amnesia retrograde. Benzodiazepine banyak
digunakan dalam praktek klinik. Keunggulan benzodiazepine dari
barbiturate yaitu rendahnya tingkat toleransi obat, potensi penyalahgunaan
yang rendah, margin dosis aman yang lebar, rendahnya toleransi obat dan
tidak menginduksi enzim mikrosom dihati. Benzodiazepin telah banyak
digunakan sebagai pengganti barbiturate sebagai premedikasi dan
menimbulkan sedasi pada pasien dalam monitoring anestesi. Dalam masa
perioperative, midazolam telah menggantikan penggunaan diazepam.
Selain itu, benzodiazepine memiliki antagonis khusus yaitu flumazenil.

6
 Mekanisme Kerja
Efek farmakologi benzodiazepine merupakan akibat aksi Gamma
Amino Butyric Acid (GABA) sebagai neurotransmitter penghambat
diotak. Benzodiazepine tidak mengaktifkan reseptor GABA melainkan
meningkatkan kepekaan reseptor GABA terhadap neurotransmitter
penghambat sehingga kanal klorida terbuka dan terjadi hiperpolarisasi post
sinaptik membran sel dan mendorong post sinaptik membran sel tidak
dapat dieksitasi. Hal ini menghasilkan efek anxiolisis, sedasi, amnesia
retrograde, potensiasi alkohol, antikonvulsi dan relaksasi otot skeletal.
Efek sedatif timbul dari aktivasi reseptor GABA.
Sub unit alpha-1 yang merupakan 60% dari resptor GABA di otak
(korteks serebral, korteks serebelum, thalamus). Sementara efek ansiolotik
timbul dari aktifasi GABA sub unit aplha-2 (Hipokampus dan amigdala).
Perbedaan onset dan durasi kerja diantara benzodiazepine menunjukkan
perbedaan potensi (afinitas terhadap reseptor), kelarutan lemak
(kemampuan menembus sawar darah otak dan redistribusi jaringan perifer)
dan farmakokinetik (penyerapan, distribusi, metabolisme dan ekskresi).
Hampir semua benzodiazepine larut lemak dan terikat kuat dengan protein
plasma, sehingga keadaan hipoalbumin pada cirrhosishepatis dan
chronicrenal disease akan meningkatkan efek obat ini. Benzodiazepin
menurunkan degradasi adenosin dengan menghambat tranportasi
nuklesida. Adonosin penting dalam regulasi fungsi jantung (penurunan
kebutuhan oksigen jantung melalui penurunan detak jantung dan
meningkatkan oksigenasi melalui vasodilatasi arteri korener) dan semua
fungsi fisiologi proteksi jantung.
 Efek Samping
Kelelahan dan mengantuk adalah efek samping yang biasa pada
penggunaan lama benzodiazepine. Sedasi akan menggangu aktivitas
setidaknya selama 2 minggu. Penggunaan yang lama benzodiazepine tidak
akan mengganggu tekanan darah, denyut jantung, ritme jantung dan
ventilasi, namun penggunaannya sebaiknya hati-hati pada pasien dengan
penyakit paru kronis. Penggunaan benzodiazepine akan mengurangi

7
kebutuhan akan obatanestesi inhalasi ataupun injeksi. Walaupun
penggunaan midazolam akan meningkatkan efek depresi napas opioid dan
mengurangi efek analgesiknya.
 Contoh Preparat Benzodiazepin :
a. Midazolam
Midazolam merupakan benzodiazepine yang larut air dengan
struktur cincin imidazole yang stabil dalam larutan dan metabolisme
yang cepat. Obat ini telah menggantikan diazepam selama operasi dan
memiliki potensi 2-3 kali lebih kuat. Selain itu afinitas terhadap
reseptor GABA 2 kali lebih kuat dibanding diazepam. Efek amnesia
pada obat ini lebih kuat dibanding efek sedasi sehingga pasien dapat
terbangun namun tidak akan ingat kejadian dan pembicaraan yang
terjadi selama beberapa jam. Larutan midazolam dibuat asam dengan
pH < 4 agar cincin tidak terbuka dan tetap larut dalam air. Ketika
masuk ke dalam tubuh, akan terjadi perubahan pH sehingga cincin
akan menutup dan obat akan menjadi larut dalam lemak. Larutan
midazolam dapat dicampur dengan ringer laktat atau garam asam dari
obat lain.
 Farmakokinetik
Midazolam diserap cepat dari saluran cerna dan dengan
cepat melaui sawar darah otak. Namun waktu equilibriumnya lebih
lambat dibanding propofol dan thiopental. Hanya 50% dari obat
yang diserap yang akan masuk ke sirkulasi sistemik karena
metabolisme portahepatik yang tinggi. Sebagian besar midazolam
yang masuk plasma akan berikatan dengan protein. Waktu durasi
yang pendek dikarenakan kelarutan lemak yang tinggi
mempercepat distribusi dari otak ke jaringan yang tidak aktif
begitu juga dengan klirens hepar yang cepat. Waktu paruh
midazolam adalah antara 1–4 jam, lebih pendek dari pada waktu
paruh diazepam. Waktu paruh ini dapat meningkat pada pasien tua
dan gangguan fungsi hati. Pada pasien dengan obesitas, klirens
midazolam akan lebih lambat karena obat banyak berikatan dengan

8
sel lemak. Akibat eliminasi yang cepat dari midazolam, maka efek
pada CNS akan lebih pendek dibanding diazepam.
 Farmakodinamik
midazolam merupakan golongan benzodiazepin yang
bekerja dengan cara berikatan dengan reseptor gamma-
aminobutyric acid A (GABAA) di susunan saraf pusat dengan
bantuan gamma-aminobutyric acid (GABA). Pengaktifan
GABAA menyebabkan potensiasi inhibisi neura.
 Metabolisme
Midazolam dimetabolisme dengan cepat oleh hepar dan
enzim cytochrome P-450 usus halus menjadi metabolit yang aktif
dan tidak aktif. Metabolit utama yaitu 1-hidroksi midazolam yang
memiliki separuh efek obat induk. Metabolit ini dengan cepat
dikonjugasi dengan asam glukoronat menjadi 1-hidroksi
midazolam glukoronat yang dieskresikan melalui ginjal. Metabolit
lainnya yaitu 4-hidroksi midazolam tidak terdapat dalam plasma
pada pemberian IV. Metabolisme midazolam akan diperlambat
oleh obat-obatan penghambat enzim sitokrom P-450 seperti
simetidin, eritromisin, calsium channel blocker, obat anti jamur.
Kecepatan kliren shepatic midazolam lima kali lebih besar
daripada lorazepam dan sepuluh kali lebih besar daripada
diazepam.
 Efek toksik pada Sistem Organ
Midazolam menurunkan kebutuhan metabolik oksigen otak
dan aliran darah ke otak seperti barbiturat dan propofol. Namun
terdapat batasan besarnya penurunan kebutuhan metabolik oksigen
otak dengan penambahan dosis midazolam. Midazolam juga
memiliki efek yang kuat sebagai antikonvulsan untuk menangani
status epilepticus. Penurunan pernapasan dengan midazolam
sebesar 0,15 mg/kg IV setara dengan diazepam 0,3 mg/kg IV.
Pasien dengan penyakit paru obstruktif kronis memiliki resiko
lebih besar terjadinya depresi pernapasan walaupun pada orang

9
normal depresi pernapasan tidak terjadi sama sekali. Pemberian
dosis besar (>0,15 mg/kg) dalam waktu cepat akan menyebabkan
apneu sementara terutama bila diberikan bersamaan dengan opioid.
Benzodiazepine juga menekan reflex menelan dan penuruna
aktivitas saluran napas bagian atas.

 Penggunaan Klinik
Midazolam sering digunakan sebagai premedikasi pada
pasien pediatrik sebagai sedasi dan induksi anestesia. Midazolam
juga memiliki efek antikonvulsan sehingga dapat digunakan untuk
mengatasi kejang grand mal. Premedikasi sebagai premedikasi
midazolam 0,25 mg/kg diberikan secara oral berupasirup (2
mg/ml) kepada anak-anak untuk memberiksan efek sedasi dan
anxiolisis dengan efek pernapasan yang sangat minimal. Pemberian
0,5 mg/kg IV 10 menit sebelum operasi dipercaya akan
memberikan keadaan amnesia retrograd yang cukup.
 Indikasi dan kontra indikasi midazolam
a. Indikasi: 
premedikasi, induksi anestesi dan penunjang anestesi
umum; sedasi untuk tindakan diagnostik & anestesi lokal.
b. Kontraindikasi: 
bayi prematur, miastenia gravis.
 Interaksi obat
a. Peningkatan risiko terjadinya efek samping yang fatal, seperi
koma dan gangguan pernapasan jika digunakan
dengan obat golongan opioid, seperti morfin atau codein.
Penurunan
b. efektivitas midazolam jika digunakan bersama rifampicin,
carbamazepine, atau phenytoin.

10
b. Diazepam
Diazepam adalah benzodiazepine yang sangat larut lemak dan
memiliki durasi kerja yang lebih panjang di banding midazolam.
Diazepam dilarutk an dengan pelarut organik (propilenglikol, sodium
benzoate) karena tidak larut dalam air. Larutannya pekat dengan pH
6,6-6,9 injeksi secara IV atau IM akan menyebabkan nyeri.
 Mekanisme kerja
Diazepam termasuk dalam golongan benzodiazepine. Obat
ini bekerja untuk meningkatkan aktivitas asam gamma–
aminobutirat (GABA), yaitu senyawa kimia di otak yang betugas
menghambat kerja zat kimia penghantar sinyal saraf
(neurotransmitter) di otak.
 Farmakokinetik
Diazepam cepat diserap melalui saluran cerna dan
mencapai puncaknya dalam 1 jam (15-30 menit pada anak-anak).
Kelarutan lemaknya yang tinggi menyebabkan Vd diazepam besar
dan cepat mencapai otak dan jaringan terutama lemak. Diazepam
juga dapat melewati plasenta dan terdapat dalam sirkulasi fetus.
Ikatan protein benzodiazepine berhubungan dengan tingginya
kelarutan lemak. Diazepam dengan kelarutan lemak yang tinggi
memiliki ikatan dengan protein plasma yang kuat. Sehingga pada
pasien dengan konsentrasi protein plasma yang rendah, seperti
pada cirrhosishepatis, akan meningkatkan efek samping dari
diazepam.
 Farmakodinamik
Diazepam digunakan sebagai antiansietas, antikonvulsan,
sedatif, relaksan otot, dan sebagai terapi tambahan dalam
menangani kondisi putus alkohol akut. Diazepam merupakan obat
golongan benzodiazepine dengan aksi kerja yang cepat, tetapi
memiliki waktu paruh yang lama. Efek dari diazepam dihasilkan
oleh peningkatan aktivitas GABA sebagai neurotransmitter inhibisi
di sistem saraf pusat

11
 Metabolisme
Diazepam mengalami oksidasi N-demethylation oleh enzim
mikrosom hati menjadi desmethyl diazepam danoxazepam serta
sebagian kecil temazepam. Desmethyldiazepam memiliki potensi
yang lebih rendah serta di metabolisme lebih lambat dibanding
oxazepam sehingga menimbulkan keadaan mengantuk pada pasien
6-8 jam setelah pemberian. Metabolit ini mengalami resirkulasi
enterohepatik sehingga memperpanjang sedasi.
Desmethyldiazepam diekskresikan melalui urin setelah dioksidasi
dan dikonjugasikan dengan asam glukoronat.
 Waktu Paruh
Waktu paruh diazepam orang sehat antara 21-37 jam dan
akan semakin panjang pada pasien tua, obesitas dan gangguan
fungsi hepar serta digunakan bersama obat penghambat enzim
sitokrom P-450. Dibandingkan lorazepam, diazepam memiliki
waktu paruh yang lebih panjang namun durasi kerjanya lebih
pendek karena ikatan dengan reseptor GABA lebih cepat terpisah.
Waktu paruh desmethyldiazepam adalah 48-96 jam. Pada
penggunaan lama diazepam dapat terjadi akumulasi metabolit di
dalam jaringan dan dibutuhkan waktu lebih dari seminggu untuk
mengeliminasi metabolit dari plasma.

 Efek pada Sistem Organ


Diazepam hampir tidak menimbulkan efek depresi napas.
Namun, pada penggunaan bersama dengan obat penekan CNS lain
atau pada pasien dengan penyakit paru obstruktif akan
meningkatkan resiko terjadinya depresi napa. Diazepam pada dosis
0,5-1 mg / kg IV yang diberikan sebagai induksi anestesi tidak
menyebabkan masalah pada tekanan darah, cardiac output dan
resistensi perifer. Begitu juga dengan pemberian anestesi volatile

12
Ns setelah induksi dengan diazepam tidak menyebabkan perubahan
pada kerja jantung. Namun pemberian diazepam 0,125-0,5 mg / kg
IV yang diikuti dengan injeksi fentanyl 50 μg / kg IV akan
menyebabkan penurunan resistensi vaskuler dan penurunan
tekanan darah sistemik. Pada otot skeletal, diazepam menurunkan
tonus otot. Efek ini didapat dengan menurunkan impuls dari saraf
gamma di spinal. Keracunan diazepam didapatkan bila konsentrasi
plasmanya > 1000ng/ml.

 Penggunaan Klinis
Penggunaan diazepam sebagai sedasi pada anestesi telah
digantikan oleh midazolam. Sehingga diazepam lebih banyak
digunakan untuk mengatasi kejang. Efek anti kejang didapatkan
dengan menghambat neuritransmitter GABA. Dibanding barbiturat
yang mencegah kejang dengan depresi non selektif CNS, diazepam
secara selektif menghambat aktivitas di system limbik, terutama di
hippo kampus.
 Interaksi obat
Interaksi diazepam dengan obat lain terjadi akibat
manipulasi pada sitokrom P450 dengan menginhibisi maupun
menginduksi metabolisme. Efek samping yang pernah dilaporkan
antara lain: Sistem saraf: penurunan kemampuan kognitif dan
psikomotor, tremor, nyeri kepala, vertigo, amnesia anterograde.
 Efek samping
mengantuk, kelemahan otot, ataksia, reaksi paradoksikal
dalam agresi, gangguan mental, amnesia, ketergantungan, depresi
pernapasan, kepala terasa ringan hari berikutnya, bingung. Kadang-
kadang terjadi: nyeri kepala, vertigo, hipotensi, perubahan salivasi,
gangguan saluran cerna, ruam, gangguan penglihatan, perubahan
libido, retensi urin, dilaporkan juga kelainan darah dan sakit
kuning, pada injeksi intravena terjadi: nyeri, tromboflebitis dan
jarang apneu atau hipotensi.

13
 Indikasi dan kontraindikasi
a. Indikasi: 
Pemakaian jangka pendek pada ansietas atau insomnia,
tambahan pada putus alkohol akut, status epileptikus, kejang
demam, spasme otot.
b. Kontraindikasi: 
depresi pernapasan, gangguan hati berat, miastenia gravis,
insufisiensi pulmoner akut, kondisi fobia dan obsesi, psikosis
kronik, glaukoma sudut sempit akut, serangan asma akut,
trimester pertama kehamilan, bayi prematur; tidak boleh
digunakan sendirian pada depresi atau ansietas dengan
depresi.
2. arbiturat
Barbiturat selama beberapa saat telah digunakan secara ekstensif
sebagai hipnotik dan sedatif. Namun sekarang kecuali untuk beberapa
penggunaan yang spesifik, barbiturat telah banyak digantikan dengan
benzodiazepine yang lebih aman, pengecualian fenobarbital, yang
memiliki antikonvulsi yang masih banyak digunakan. Secara kimia,
barbiturat merupakan derivat asam barbiturat. Asam barbiturat (2,4,4-
trioksoheksahidropirimidin) merupakan hasil reaksi kondensasi antara
ureum dengan asam malonat. Susunan Saraf Pusat efek utama barbiturat
ialah depresi SSP. Semua tingkat depresi dapat dicapai, mulai dari sedasi,
hipnosis, koma sampai dengan kematian. Efek antianseitas barbiturat
berhubungan dengan tingkat sedasi yang dihasilkan. Efek hipnotik
barbiturate dapat dicapai dalam waktu 20-60 menit dengan dosis hipnotik.
Tidurnya menyerupai tidur fisiologis, tidak disertai mimpi yang
mengganggu. Efek anastesi umumnya diperlihatkan oleh golongan
tiobarbital dan beberapa oksibarbital untuk anastesi umum. Untuk efek
antikonvulsi umumnya diberikan oleh berbiturat yang mengandung
substitusi 5-fenil misalnya fenobarbital.

14
 Farmakokinetik
Barbiturat secara oral diabsorpsi cepat dan sempurna dari lambung
dan usus halus kedalam darah. Secara IV barbiturat digunakan untuk
mengatasi status epilepsi dan menginduksi serta mempertahankan anastesi
umum. Barbiturat didistribusi secara luas dan dapat melewati plasenta,
ikatan dengan protein plasma sesuai dengan kelarutan dalam lemak;
tiopental yang terbesar. Barbiturat yang mudah larut dalam lemak,
misalnya tiopental dan metoheksital, setelah pemberian secara IV, akan
ditimbun di jaringan lemak dan otot. Hal ini akan menyebabkan kadarnya
dalam plasma dan otak turun dengan cepat. Barbiturat yang kurang
lipofilik, misalnya aprobarbital dan fenobarbital, di metabolisme hampir
sempurna didalam hati sebelum diekskresi di ginjal. Pada kebanyakan
kasus, perubahan pada fungsi ginjal tidak mempengaruhi eliminasi obat.
Fenobarbital diekskresi ke dalam urine dalam bentuk tidak berubah sampai
jumlah tertentu (20-30 %) pada manusia. Faktor yang mempengaruhi
biodisposisi hipnotik dan sedatif dapat dipengaruhi oleh berbagai hal
terutama perubahan pada fungsi hati sebagai akibat dari penyakit, usia tua
yang mengakibatkan penurunan kecepatan pembersihan obat yang
dimetabolisme yang terjadi hampir pada semua obat golongan barbiturat.

 Indikasi
Penggunaan barbiturat sebagai hipnotik sedatif telah menurun
secara nyata karena efek terhadap SSP kurang spesifik yang telah banyak
digantikan oleh golongan benzodiazepine. Penggunaan pada anastesi
masih banyak obat golongan barbiturat yang digunakan, umumnya
tiopental dan fenobarbital.

a. Tiopental
• Di gunakan untuk induksi pada anestesi umum.
• Operasi yang singkat (reposisi fraktur, insisi, jahit luka).
• Sedasi pada analgesik regional
• Mengatasi kejang-kejang pada eklamsia, epilepsi, dan tetanus

15
b. Fenobarbital
• Untuk menghilangkan ansietas
• Sebagai antikonvulsi (pada epilepsi)
• Untuk sedatif dan hipnotik

 Kontra Indikasi
Barbiturat tidak boleh diberikan pada penderita alergi barbiturat,
penyakit hati atau ginjal, hipoksia, penyakit parkinson. Barbiturat juga
tidak boleh diberikan pada penderita psikoneurotik tertentu, karena dapat
menambah kebingungan di malam hari yang terjadi pada penderita usia
lanjut.

 Efek Samping
 Hangover
Gejala ini merupakan residu depresi SSP setelah efek
hipnotik berakhir. Dapat terjadi beberapa hari setelah pemberian
obat dihentikan. Efekresi mungkin berupa vertigo, mual, atau diare.
Kadang kadang timbul kelainan emosional dan fobia dapat
bertambah berat.
 Eksitasi paradoksal
Pada beberapa individu, pemakaian ulang barbiturat
(terutama fenoberbital dan N-desmetil barbiturat) lebih
menimbulkan eksitasi dari pada depresi. Idiosinkrasi ini relatif
umum terjadi diantara penderita usia lanjut dan lemah.
 Rasa nyeri
Barbiturat sesekali menimbulkan mialgia, neuralgia,
artalgia, terutama pada penderita psikoneurotik yang menderita
insomnia. Bila diberikan dalam keadaan nyeri, dapat menyebabkan
gelisah, eksitasi, dan bahkan delirium.
 Alergi

16
Reaksi alergi terutama terjadi pada individu alergik. Segala
bentuk hipersensitivitas dapat timbul, terutama dermatosis. Jarang
terjadi dermato siseksfoliativa yang berakhir fatal pada
penggunaan fenobarbital, kadang-kadang disertai demam, delirium
dan kerusakan degeneratif hati.
 Interaksi Obat
Reaksi obat, kombinasi barbiturat dengan depresan SSP lain misal
etanol akan meningkatkan efek depresinya antihistamin, isoniasid,
metilfenidat, dan penghambat MAO juga dapat menaikkan efek depresi
barbiturat. Interaksi obat yang paling sering melibatkan hipnotik-sedatif
adalah interaksi dengan obat depresan susunan saraf pusat lain, yang
menyebabkan efek aditif. Efek aditif yang jelas dapat diramalkan dengan
penggunaan minuman beralkohol, analgesik narkotik, antikonvulsi,
fenotiazin dan obat-obat antidepresan golongan trisiklik.
3. Non barbiturat – Non benzodiazepin
 Propofol
Propofol adalah zat subsitusi isopropylphenol (2,6
diisopropylphenol) yang digunakan secara intravena sebagai 1% larutan
pada zat aktif yang terlarut,serta mengandung 10% minyak kedele,
2,25% gliserol, dan 1,2% purified egg phosphatide.

 Mekanisme Kerja
Propofol relatif bersifat selektif dalam mengatur reseptor
Gamma Amino Butyric Acid (GABA) dan tampaknya tidak
mengatur ligandgate ion channel lainnya. Propofol dianggap
memiliki efek sedatif hipnotik melalui interaksinya dengan
reseptor GABA. GABA adalah salah satu neurotransmiter
penghambat di SSP. Ketika reseptor GABA diaktivasi, penghantar
klorida trans membran meningkat dan menimbulkan
hiperpolarisasi di membran sel post sinaps dan menghambat fungsi
neuron post sinaps. Interaksi propofol (termasuk barbiturat dan
etomidate) dengan reseptor komponen spesifik reseptor GABA

17
menurunkan neurotransmitter penghambat. Ikatan GABA
meningkatkan durasi pembukaan GABA yang teraktifasi melaui
chloride channel sehingga terjadi hiperpolarisasi dari membran sel.
 Farmakokinetik
Propofol didegradasi di hati melalui metabolisme oksidatif
hepatik oleh cytochrome P-450. Namun, metabolisme tidak hanya
dipengaruhi hepatic tetapi juga ekstra hepatik. Metabolisme
hepatik lebih cepat dan lebih banyak menimbulkan inaktivasi obat
dan terlarut air sementara metabolisme asam glukoronat
diekskresikan melalui ginjal. Propofol membentuk 4-
hydroxypropofol oleh sitokrom P-450. Propofol yang berkonjugasi
dengan sulfat dan glukoronide menjadi tidak aktif dan bentuk 4-
hydroxypropofol yang memiliki 1/3 efek hipnotik. Kurang dari
0,3% dosis obat diekskresikan melalui urin. Waktu paruh propofol
adalah 0,5–1,5 jam tapi yang lebih penting sensitif half time dari
propofol yang digunakan melalui infus selama 8 jam adalah kurang
dari 40 menit. Maksud dari sensitif half time adalah pengaruh
minimal dari durasi infus karena metabolisme propofol yang cepat
ketika infus dihentikan sehingga obat kembali dari tempat
simpanan jaringan ke sirkulasi.
 farmakodinamik
Propofol menurunkan Cerebral Metabolism Rate terhadap
oksigen (CRMO2), aliran darah, serta tekanan intrakranial (TIK).
Pada pasien dengan TIK normal terjadi penurunan TIK (30 %)
yang berhubungan dengan penurunan sedikit tekanan perfusi
serebral (10 %). Pemberian fentanyl dosis rendah bersama dengan
propofol mencegah kenaikan TIK pada intubasi
endotrakeal(Stoelting, 2006).
 Penggunaan Klinis
Propofol menjadi pilihan obat induksi terutama karena
cepat dan efek mengembalikan kesadaran yang komplit. Infus
intravena propofol dengan atau tanpa obat anestesia lain menjadi

18
metode yang sering digunakan sebagai sedasi atau sebagai bagian
penyeimbang atau anestesi total iv. Penggunaan propofol melalui
infus secara terus menerus sering digunakan di ruang ICU.

19
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Hipnotik sedatif adalah istilah untuk obat-obatan yang mampu
mendepresi sistem saraf pusat. Obat-obatan hipnotik sedatif terbagi
menjadi tiga jenis yakni golongan Benzodiazepin, Barbiturat, dan Non
barbiturat – Non benzodiazepin.
Obat golongan benzodiazepine berkerja pada reseptor Gamma
Amino Butyric Acid. Efek farmakologi benzodiazepin merupakan akibat
aksi Gamma Amino Butyric Acid sebagai neurotransmitter penghambat di
otak. Contoh preparat benzodiazepin antara lain midazolam, alpazolam,
diazepam, lorazepam, oxazepam. Obat-obatan barbiturat bekerja pada
neurotansmiter penghambat (Gamma Amino Butyric Acid) pada sistem
saraf pusat. Aktifasi reseptor ini meningkatkan konduktase klorida trans
membran, sehingga terjadi hiperpolarisasi membran sel post sinaps.
Contoh obat-obatan golongan barbiturat antara lain tiopental dan
phenobarbital. Beberapa obat lain yang bukan jenis barbiturat dan
banzodiazepin yang sering digunakan sebagai obat sedasi dan hipnotik
antara lain : propofol, ketamin, dextromethorphan.
B. Saran
Dengan adanya makalah ini diharapkan dapat berguna dan
bermanfaat bagi pembaca untuk mendalami dan memahami tentang
penejelasan mengenai Hipnotik dan Sedatif. Akan tetapi banyak sekali
kesalahan yang mungkin terdapat dalam makalah ini, karena
kesempurnaan hanya milik Allah SWT Semata. Oleh karena itu, kritik dan
saran kami terima untuk membenahi dan memperbaiki isi makalah ini.
Terima kasih.

20
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2018.Penuntun Praktikum Farmakologi dan Toksikologi II.Makassar :


Universitas Muslim Indonesia.
Dirjen POM,. 1979. Farmakope Indonesia Edisi ketiga. Jakarta:DEPKES RI.

Gunawan, Sulistia Gan. 2007. Farmakologi dan Terapi Edisi V. Jakarta: FK-UI.

Harvey, Richard A. & Pamela C. Champe.(2013). Farmakologi ulasan


bergambar.Jakarta : EGC.

Katzung, Bertram G. 2010. Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakarta: EGC

Syaifuddin. 2011. Anatomi Fisiologi. Jakarta: EGC.

Tjay, Tan Hoan dan Rahardja, Kirana. 2007. Obat-Obat Penting. Jakarta:
Gramedia.
 

21

Anda mungkin juga menyukai