SERI II
“MENENTUKAN ED50 (EFFECTIVE DOSE) DIAZEPAM PADA TIKUS”
DISUSUN OLEH:
KELAS FARMASI E
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji dan syukur bagi Allah SWT yang telah
memberikan kemampuan, kekuatan, serta keberkahan baik waktu, tenaga,
maupun pikiran kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan laporan
praktikum farmakologi “Menetukan ED50 (Effective Dose) Diazepam Pada
Tikus”
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berperan serta dalam penyusunan laporan praktikum ini dari awal sampai akhir.
Kami berharap semoga laporan praktikum ini dapat bermanfaat bagi siapa saja
yang membacanya
Penulis
1
DAFTAR ISI
2
MENENTUKAN ED50 (EFFECTIVE DOSE) DIAZEPAM PADA TIKUS
A. TUJUAN PRAKTIKUM
1. Pengamati perubahan aktivitas perilaku setelah pemberian diazepam secara
intraperitoneal
2. Menentukan ED50 (dosis yang memberikan efek ) tidur diazepam
B. DASAR TEORI
Hipnotika atau obat tidur adalah zat-zat yang dalam dosis terapi
diperuntukkan meningkatkan keinginan faali untuk tidur dan mempermudah
atau menyebabkan tidur. Umumnya, obat ini diberikan pada malam hari. Bila
zat-zat ini diberikan pada siang hari dalam dosis yang lebih rendah untuk
tujuan menenangkan, maka dinamakan sedatif (Tjay, 2002).
Hipnotik sedatif merupakan golongan obat depresan susunan saraf pusat
(SSP), mulai yang ringan yaitu menyebabkan tenang atau kantuk,
menidurkan, hingga yang berat (kecuali benzodiazepine) yaitu hilangnya
kesadaran, koma dan mati bergantung kepada dosis. Pada dosis terapi obat
sedasi menekan aktifitas, menurunkan respons terhadap rangsangan dan
menenangkan. Obat hipnotik menyebabkan kantuk dan mempermudah tidur
serta mempertahankan tidur yang menyerupai tidur fisiologis (H. Sarjono,
Santoso dan Hadi R D., 1995).
Pada penilaian kualitatif dari obat tidur, perlu diperhatikan faktor-faktor
kinetik berikut:
Lama kerjanya obat dan berapa lama tinggal di dalam tubuh
Pengaruhnya pada kegiatan esok hari
Kecepatan mulai bekerjanya
Bahaya timbulnya ketergantungan
Efek "rebound” insomnia
Pengaruhnya terhadap kualitas tidur
Interaksi dengan otot-otot lain
3
Toksisitas, terutama pada dosis berlebihan
(Tjay, 2002)
Sedatif menekan reaksi terhadap perangsangan, terutama rangsangan
emosi tanpa menimbulkan kantuk yang berat. Hipnotik menyebabkan tidur
yang sulit dibangunkan disertai penurunan refleks hingga kadang-kadang
kehilangan tonus otot (Djamhuri, 1995).
a. Benzodiazepin
Benzodiazepine termasuk ke dalam kelompok trankuilansia.
Trankuilansia (Tranquilizer, Ataraktika) adalah senyawa-senyawa yang tanpa
memiliki khasiat antipsikotik:
Bekerja menenangkan,
Menghilangkan ketakutan dan ketegangan,
Menimbulkan keadaan keseimbangan,
Tetapi sedikit mungkin mempengaruhi kemampuan berpikir dan
aktivitas.
Kebanyakan trankuilansia juga mempunyai kerja:
Sedasi
Antikonvulsi
Musklelrelaksan
Profik kerja kualitatif trankuilansia pada umumnya, terutama kelompok
benzodiazepin. Masing-masing zat berkhasiat pada pokoknya hanya
berbeda pada besarnya tiap-tiap komponen kerja. Hanya dipengaruhi pada
pemilihan dosis, efek mana yang akan menonjol.
Trankuilansia terutama bekerja pada sistem limbik dan sistem saraf
pusat (SSP). Senyawa ini mereduksi jumlah impuls di daerah sistem limbik
dan sistem saraf pusat (SSP), serta memperkecil rangsangan neuron
vegetatif akibat psikis. Dosis yang lebih tinggi, akan mencegah terjadinya
kejang dan akan menekan secara umum penyebaran rangsang.
Mekanisme kerja benzodiazepin adalah dengan cara memperkuat fungsi
hambatan neuron GABA (Gamma Amminobutirat). Karena senyawa-
senyawa tersebut terutama bekerja pada sistem GABA. Ikatan spesifik
untuk senyawa benzodiazepin (reseptor benzodiazepin) dalam seluruh
4
sistem saraf pusat, terdapat dalam kerapatan yang tinggi terutama dalam
korteks otak frontal dan oksipital, dalam otak kecil.
Pada reseptor-reseptor ini benzodiazepin akan bekerja sebagai agonis.
Terdapat korelasi yang tinggi antara aktivitas farmakologi berbagai
benzodiazepin dengan afinitasnya pada tempat ikatan. Reseptor
benzodiazepin secara fungsional berikatan dengan reseptor GABA. Dengan
adanya interaksi benzodiazepin dengan reseptor, afinitas GABA terhadap
reseptornya akan meningkat, dan dengan ini kerja GABA akan bertambah.
Dengan diaktifkannya reseptor GABA, saluran ion klorida akan lebih
banyak yang mengalir masuk ke dalam sel. Ini akan menyebabkan
hiperpolarisasi sel bersangkutan dan sebgai akibatnya kemampuan sel
untuk dirangsnag akan berkurang.
Ligand endogen untuk reseptor Benzodiazepine sampai saat ini belum
ditentukan, akan tetapi sudah ada antagonis Benzodiazepine. Dengan obat
ini kerja Benzodiazepine dapat dihambat. Obat antagonis tersebut adalah
Flumazenil.
Kerugian dari penggunaan benzodiazepin secara terus menerus dapat
menyebabkan kekuatan kerjanya berkurang. Pada bayi dan anak balita
dapat menyebabkan banyaknya sekresi ludah atau hipersekresi dalam
sistem bronkus. Karena itu, pemberian obat golongan benzodiazepin pada
anak harus dikontrol pemberiannya. (Ernst Muschler. 1991)
5
b. Diazepam
Diazepam merupakan obat dari golongan benzodiazepine. Golongan
obat ini bekerja pada system saraf pusat dengan efek utama: sedasi,
hypnosis, pengurangan terhadap rangsangan emosi/anxietas, relaksasi otot
dan antikonvulsi. Diazepam menyebabkan tidur dan penurunan kesadaran
yang disertai nistagmus dan bicara lambat, tetapi tidak berefek analgesik.
Diazepam tidak menimbulkan potensiasi terhadap efek penghambat
neuromuscular dan efek analgesik obat narkotik. Diazepam digunakan
untuk menimbulkan sedasi basal pada anastesi regional, endoskopi, dan
prosedur dental, juga untuk induksi anesthesia terutama pada penderita
dengan penyakit kardiovaskuler.
Diazepam merupakan ansiolitik yang paling banyak digunakan untuk
mengatasi ansietas. Karena, dianggap lebih efektif dan aman. Ansietas
adalah ketegangan yang tidak menyenangkan, rasa takut, gelisah yang
mungkin timbul dari penyebab yang tidak diketahui. Keadaan ansietas
berat serupa dengan takut (seperti takikardia, berkeringat, gemetar, dan
palpitasi).
Diazepam bukan antipsikotik atau analgesik dan tidak mempengaruhi
SSA. Diazepam memperlihatkan efek berikut:
1. Menurunkan ansietas. Pada dosis rendah, diazepam bersifat ansiolitik.
Diperkirakan dengan menghambat secara selektif saluran neuron pada
sistem limbik otak.
2. Bersifat sedatif dan hipnotik. Pada dosis yang lebi tinggi, diazepam
dapat menimbulkan hipnosis (tidur yang terjadinya secara artifisial
atau buatan).
3. Antikonvulsan. Diazepam bersifat sebagai antikonvulsan atau
mengurangi kejang-kejang, digunakan untuk pengobatan epilepsi, dan
gangguan kejang-kejang lainnya.
4. Pelemas otot. Diazepam melemaskan otot skelet yang spesifik, dengan
cara inhibisi persinaptik dalam sum-sum tulang belakang.
6
Efek samping adalah lazim bagi kelompok diazepam yakni mengantuk,
termenung, pusing dan kelemahan otot. Efek samping lainnya adalah
pusing-pusing dan nyeri kepala, mulut kering, rasa pahit di mulut,
gangguan lambung usus, dan penglihatan berganda karena otot mata
mengendur. Pusing dan kelemahan otot dapat menyebabkan jalan kurang
stabil, dapat terjatuh bahkan patah tuang, khususnya pada lansia.
Adakalanya berat badan bertambah karena meningkatnya selera makan,
juga hilangnya libido.
Penggunaan diazepam umumnya menimbulkan hasrat tidur, bila
diberikan dalam dosis tinggi pada malam hari. Sedangkan, bila diberikan
pada siang hari dalam dosis rendah memberikan efek menenangkan
(sedasi) dan mengurangi kecemasan.
Di dalam hati diazepam dibiotransformasi menjadi N-desmetildiazepam
yang juga aktif dengan plasma-t ½ panjang, antara 42-120 jam sehingga
efeknya sangat diperpanjang. Plasma-t ½ diazepam sendiri berkisar antara
20-54 jam. Toleransi dapat terjadi terhadap efek antikonsvulsinya sama
seperti terhadap efek hipnotiknya. Berkat sifat lipofiliknya melalui
pemakain per-oral, resorbsi di usus berlangsung baik (80% - 90%,
beberapa di antaranya mengalami entero hepatik) dan cepat, sedangkan
kadar maksimal dalam plasma tercapai dalam waktu ½ - 2 jam.
Distribusinya dalam tubuh juga baik, terutama di otak, hati, otot jantug,
dan lemak.
Oleh karenanya zat ini lebih layak digunakan sebagai anksiolitis
daripada obat tidur. Pada permulaan terapi dapat terjadi efek samping,
tetapi biasanya hilang dengan sendirinya setelah beberapa waktu. Yang
sering terjadi adalah rasa kantuk, ataxia, letih lesu, dan reaksi psikis
(pikiran kacau dan daya reaksi diperlambat). (Mycek, J Mary, dkk. 2001)
c. ED 50 (Effective Dose)
ED50 (Effective Dose 50) adalah dosis suatu zat berkhasiat, dalam
suatu kelompok hewan percobaan 50% menunjukkan efek yang
diinginkan. Aktivitas pada kelompok percobaan-percobaan untuk
7
menunjukkan hubungan dosis – aktivitas dilakukan pada pengembangan
obat, baik dalam fase klinik maupun dalam fase preklinik. Dari hasil
percobaan dapat dibuat dalam suatu kurva yang disebut kurva Distribusi
Frekuensi.
70 Lebar Terapeutik
% Individu yang
60
50
40
30
20
10
0
Log Dosis
0 0.1 ED50 0.2 0.3 0.4 LD500.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1
Keterangan:
= Effective Dose 50
= Lethal Dose 50
Lebar terapeutik menunjukkan batas keamanan terapeutik suatu
obat. Makin besar lebar terapeutik, makin aman penggunaan suatu obat
dalam terapi. Namun perhatikan lebar terapeutik yang dapat dijadikan
sebagai acuan berdasarkan koefisien LD50/ED50 jika keduanya sejajar.
(Mycek, J Mary, dkk. 2001)
8
D. PROSEDUR KERJA
Hitung dosis
Mengambil sediaan
Pegang tikus
Suntikkan (intraperitoneal)
9
d. Pegang tikus dan berikan sediaan dengan cara intraperitoneal pada tikus I menyusul
Tikus II dan terakhir tikus III
e. Amati tikus pada 5 menit pertama catat hasilnya dalam table pengamatan
f. Letakkan tikus lalu amati lagi pada menit ke-10, 15, 30 dan 60 catat hasil dalam
table pengamatan.
E. HASIL PENGAMATAN
1. PERHITUNGAN DOSIS
Tikus 1 BB = 127 g ~ 0, 127 kg 1 ml/5 mg
1 𝑚𝑔 𝑥 1 𝑚𝑙 𝑥
= =
1 𝑘𝑔 0,127 𝑘𝑔 5 𝑚𝑔 0,127 𝑚𝑔
x = 0,127 mg x = 0,0254 ml ~ 0, 03 ml
x = 1,41 mg x = 0,282 ml
2. TABEL PENGAMATAN
Menit Nomor Postur Aktivitas Ataxia Righting Test Analg Ptosis Mati
Eksperim Tubuh Motor reflex kasa esia
en
5 1 + + + + + + +
2 + + ++ + + + +
3 + + ++ + + + +
10 1 + + + + + + +
2 + + ++ + ++ + +
3 + + + + + + +
10
15 1 + + + + + + +
2 + + ++ ++ ++ + +
3 + + + + + + +
30 1 + + + + + + +
2 +++ +++ ++ ++ ++ ++ +
3 +++ + + + + + +
60 1 + + + + + + +
2 +++ +++ +++ +++ ++ ++ ++
3 +++ +++ ++ ++ + + +
Keterangan :
1. Postur tubuh
+ : jaga = kepala dan puggung tegak
++ : ngantuk = kepala tegak punggung mulai datar
+++ : tidur = kepala dan punggung datar
2. Aktivitas motor
+ : gerak spontan
++ : gerak spontan bila dipegang
+++ : gerak menurun saat dipegang
++++ : tidak ada gerak spontan pada saat dipegang
3. Ataksia = gerakan berjalan inkoordinasi
+ : inkoordinasi terlihat kadang kadang
++ : inkoordinasi jelas terlihat
+++ : tidak dapat berjalan lurus
4. Righting reflex
+ : diam pada satu posisi miring
++ : diam pada dua posisi miring
+++ : diam pada waktu terlentang
5. Test kasa
+ : tidak jatuh apabila kasa dibalik dan digoyang
11
++ : jatuh apabila kasa dibalik
+++ : jatuh apabila posisi kasa 90º
++++ : jatuh apabila posisi kasa 45º
6. Analgesia
+ : respon berkurang pada saat telapak kaki dijepit
++ : tidak ada respon pada saat telapak kaki dijepit
7. Ptosis
+ : ptosis kurang dari ½
++ :½
+++ : seluruh palpebra tertutup
3. HASIL PENGAMATAN
1. Tentukan onset of action ( mula kerja ) dari perubahan perilaku seperti biasa
2. Penetuan ED50 (dosis efektif) tidur dari seluruh kelas (5 kelompok)
Respon tidur (+/-) pada tikus no % indikasi yang
Dosis
1 2 3 4 5 berespon
1 mg/kgBB - - - - - 0%
2,5 mg/kgBB + + + + - 80 %
7,5 mg/kgBB + + - + + 80 %
12
# jadi dosis yang menyebabkan efek tidur dari diazepam pada 50% populasi
adalah 3,30 mg
F. PEMBAHASAN
Diazepam merupakan obat dari golongan benzodiazepine. Golongan obat
ini bekerja pada system saraf pusat dengan efek utama: sedasi, hypnosis,
pengurangan terhadap rangsangan emosi/anxietas, relaksasi otot dan
antikonvulsi. Diazepam menyebabkan tidur dan penurunan kesadaran yang
disertai nistagmus dan bicara lambat, tetapi tidak berefek analgesik.
Pada praktikum ini dilakukan beberapa test untuk mengetahui ED50 diazepam:
1. Postur tubuh
Pada tes ini melihat postur tubuh untuk mengetahui tingkat kesadaran tikus. Pada
percobaan kelompok kami saat menit ke 5,10,15,30, dan 60 postur tubuh tikus 1 kepala
dan punggung masih tegak menandakan tikus masih terjaga. Sedangkan pada tikus ke
2 dan 3 dimenit ke 30 dan 60 tikus tersebut sudah tidur kepala dan punggungnya datar,
karena pada tikus 1 dosis yang diberikan lebih kecil dari pada tikus 2 dan 3, maka tikus
1 masih terjaga.
2. Aktivitas motor
Test aktivitas motor ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan hewan dalam
merespon suatu rangsangan. Pada tikus pertama dari menit ke 5 sampe ke 60 tidak
menunjukkan adanya perubahan pada tikus tersebut karena ketika diberi rangsang
masih gerak spontan. Pada tikus ke2 terjadi perubahan pada menit ke 30 saat diberi
rangsangan gerak spontan pada tikus tersebut menurun. Pada tikus ke 3 terjadi
perubahna saat menit ke 60 gerak spontan menurun saat diberi rangsangan.
3. Ataxia
Tes ini bertujuan untuk melihat gerakan yang inkoordinasi. Pada tikus 1 tidak terlihat
inkoordinasi tikus dari awal pemberian hingga menit ke 60. Pada tikus ke 2 awal menit
ke 5 sampai menit ke 30 inkoordinasi jelas terlihat hingga pada menit ke 60 tikus
tersebut tidak dapat berjalan lirus. Pada tikus ke 3 menit ke 5 inkoordinasinya jelas
terlihat, menit ke 10 sampai 30 terjadi perubahan inkoordinasi kadang kadang dan pada
menit ke 60 inkoordinasi terlihat kembali
4. Righting reflex
13
Tes ini bertujuan untuk melihat gerak reflex tubuh pada tikus apabila dimiringkan baik
secara terlentang maupun miring. Tikus 1 tidak mengalami perubahan saat menit ke 5
sampai menit ke 60. Sedangkan tikus 2 mengalami perubahan saat menit ke 15 sampai
60 yaitu diam pada 2 posisi miring dan tikus mengalami perubahan pada menit ke 30
yaitu diam pada 2 posisi miring dan pada menit ke 60. Tikus 3 diam pada posisi
terlentang.
5. Test kasa
Untuk melihat efek kantuk dari tikus akibat pemberian obat yang menyebabkan tubuh
tikus tersebut tidak seimbang bila kasa dibalik. Pada tikus 1 dari awal pemberian obat
hingga menit ke 60 tikus tidak jatuh apabila kasa dibalik dan digoyang. Tikus 2 pada
menit ke 10 sampai menit ke 60 tikus tersebut jatuh apabila kasa dibalik dan paa tikus 3
sama dengan tikus 1
6. Analgesia
Untuk melihat analgesic yang ditimbulkan dari pemberian diazepam pada tikus 1 dan 3
dari awal pemberian sampai menit ke 60 masih memperlihatkan respon yang aktif.
Sedangkan pada tikus 2 pada menit ke 30 sampai ke 60 tidak ada respon saat di jepit
hal ini membuktikan bahwa obat yang diberikan pada tikus sudah mulai bereaksi.
7. Ptosis
Untuk melihat pal pebra pada tikus yang mulai bereaksi. Pada tikus 1 dan tikus 3
palpebra masih dalam keadaan normal dari awal pemberian sampai menit ke 60.
Sedangkan pada tikus 2 pada menit akhir palpebral mulai terlihat ½ yaitu menit ke 60
Jadi semakin tinggi dosis obat yang diberikan, maka semakin cepat mula
kerja obat (onset of action) tercapai dan efek terapi yang diberikan juga
semakin meningkat. Sementara untuk puncak kerja obat (peak effect)
kelompok kami tidak dapat menentukan karena pengamatan hanya bersifat
kualitatif. Begitupun dengan lama kerja obat (duration of action) tidak kami
hitung, karena pengamatan tidak dilakukan hingga obat tersebut
menunjukkan adanya tanda-tanda penurunan efek. Hingga menit ke 60 respon
tikus terus bertambah terhadap masing-masing indikator. Berdasarkan
literatur Diazepam memiliki waktu paruh 20-54 jam. Waktu paruh adalah
14
lamanya obat memberikan efek.sehingga dilihat dari hasil pengamatan dosis
diazepam yang memberikan efek tidur pada tikus adalah 3,30 mg.
G. KESIMPULAN
Pada paktikum kali ini kita dapat menyimpulkan sebagai berikut diantaranya
yaitu:
Diazepam dapat mempengaruhi sistem saraf yaitu memberikan efek
sedative hipnotikum
Pemberian diazepam pada hewan coba dapat memberikan efek sedative hipnotik yaitu
ditandai dengan adanya perubahan perilaku pada tikus.
Pemberian diazepam dapat menurunkan reflex aktivitas motor, hypnosis.
Dosis yang paling efektif untuk membuat tikus tertidur adalah 3,30 mg
H. DAFTAR PUSTAKA
1. Tjay, T. H. dan Rahardja. K. (2002). Obat-Obat Penting. Edisi Kelima Cetakan
Kedua. Jakarta
2. Djamhuri, Agus., 1995, Sinopsis Farmakologi dengan Terapan Khusus di
Klinik dan Perawatan, Edisi 1, Cetakan Ketiga, Hipokrates, Jakarta.
3. Ernst Muschler. 1991. Dinamika Obat, Edisi ke-lima.
4. Mycek, J Mary, dkk. 2001. Farmakologi Ulasan Gambar, Edisi dua
I. BAHAN DISKUSI
Jelaskan mekanisme perubahan perilaku seperti diatas
15
Sehingga dapat disimpulkan bahwa diazepam memberikan efek berupa perubahan
pada postur tubuh, aktivitas motor, ataxia, righting reflex, test kasa, analgesia dan ptosis. Hal
ini sesuai dengan teori yang ada. Perubahan perilaku pada hewan coba seperti di atas dapat
terjadi karena diazepam merupakan golongan benzodiazepam yang bekerja mempengaruhi
sistem syaraf pusat. Efek yang terjadi berupa ptosis, menurunkaannya aktivitas motorik.
menurunnya kewaspadaan, perubahan postur tubuh, dan berkurangnya respon saat
dirangsang nyeri.
Dari ketiga hewan coba, yang memperlihatkan efek tidur hanya tikus ketiga sedangkan
tikus pertama dan kedua menunjukkan efek sedasi dan hanya mengalami penurunan
aktivitas motor karena diazepam. Selain itu juga menunkjukkan efek hipnotis yang ditandai
dengan penurunan reflex reflex dan ptosis yaitu menutupnya palpebral.
16