Anda di halaman 1dari 14

FARMAKOLOGI MOLEKULER

MEKANISME AKSI OBAT YANG BEKERJA PADA DEPRESAN


SISTEM SARAF PUSAT

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 4

KELAS 6-F

ANGELINA FEBRIANTY NIM : 1801011175


FENY OKTAVIA NIM : 1801011184
NAZAR NIM : 1801011158
QORI SHOLIHAH NIM : 1801011163
SELLY APRILLA NIM : 1801011199
SETIA SONDANG NIM : 1801011306
ULIMA SIMANULLANG NIM : 1801011204
YULI PURNAMA INDAH NIM : 1801011314

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI


FAKULTAS FARMASI DAN KESEHATAN
INSTITUT KESEHATAN HELVETIA
MEDAN
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas segala limpahan rahmat serta karunianya
yang tak ternilai dan tak dapat dihitung sehingga penulis bisa menyusun dan
menyelesaikan makalah ini. Makalah yang berjudul “Mekanisme Aksi Obat Yang
Bekerja Pada Depresan Sistem Saraf Pusat” ini disusun untuk memenuhi tugas mata
kuliah Farmakologi Molekuler pada semester 6.
Adapun penyusun makalah ini kiranya masih jauh dari kata sempurna. Untuk itu,
penulis menghanturkan permohonan maaf apabila terdapat kesalahan dalam makalah
ini. Penulis pun berharap pembaca makalah ini dapat memberikan kritik dan sarannya
kepada penulis agar kemudian hari kami bisa membuat makalah yang lebih baik lagi.
Akhir kata, penulis ucapkan terima kasih kepada segala pihak atas bantuannya
dalam penyusunan makalah ini.

Medan, Mei 2021

Tim penyusun
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Sistem saraf pusat merupakan pusat pengaturan informasi, dimana seluruh
aktivitas tubuh dikendalikan oleh sistem saraf pusat. Sistem saraf pusat terdiri atas
otak dan sumsum tulang belakang. Otak dilingdungi oleh tengkorak dan sumsum
tulang belakang dilindungi oleh ruas-ruas tulang belakang. Otak dan sumsum tulang
belakang dibungkus oleh selaput meningia yang melindungi sistem saraf halus,
membawa pembuluh darah, dan dengan mensekresi sejenis cairan yang disebut
serebrospinal, selaput meningia dapat memperkecil benturan dan guncangan.
Meningia terdiri ata tiga lapisan, yaitu piamater, arachnoid, dan duramater. Susunan
saraf pusat berkaitan dengan sistem saraf manusia yang merupakan suatu jaringan
saraf yang kompleks, sangat khusus dan saling berhubungan satu dengan yang lain.
Fungsi sistem saraf yaitu mengkoordinasi, menafsirkan dan mengontrol interaksi
antara individu dengan lingkungan sekitarnya.
Stimulan sistem saraf pusat (SSP) adalah obat yang dapat merangsang serebrum
medula dan sumsum tulang belakang. Stimulasi daerah korteks otak-depan oleh se-
nyawa stimulan SSP akan meningkatkan kewaspadaan, pengurangan kelelahan
pikiran dan semangat bertambah. Contoh senyawa stimulan SSP yaitu kafein dan
amfetamin. Sistem saraf dapat dibagi menjadi sistem saraf pusat atau sentral dan
sistem saraf tepi (SST).
Pada sistem syaraf pusat, rangsang seperti sakit, panas, rasa, cahaya, dan suara
mulamula diterima oleh reseptor, kemudian dilanjutkan ke otak dan sumsum tulang
belakang. Rasa sakit disebabkan oleh perangsangan rasa sakit diotak besar.
Sedangkan analgetik narkotik menekan reaksi emosional yang ditimbulkan rasa sakit
tersebut. Sistem syaraf pusat dapat ditekan seluruhnya oleh penekan saraf pusat yang
tidak spesifik, misalnya sedatif hipnotik.
Obat – obat yang bekerja terhadap susunan saraf pusat berdasarkan efek
farmakodinamiknya dibagi atas dua golongan besar yaitu :
a. Merangsang atau menstimulasi yang secara langsung maupun tidak langsung
merangsang aktivitas otak, sumsum tulang belakang beserta syarafnya.
b. Menghambat atau mendepresi, yang secara langsung maupun tidak lansung
memblokir proses proses tertentu pada aktivitas otak, sumsum tulang
belakang dan saraf- sarafnya.
Obat yang bekerja pada susunan saraf pusat memperlihatkan efek yang sangat
luas (merangsang atau menghambat secara spesifik atau secara umum).

1.2 Rumusan Masalah


a. Bagaimanakah farmakologi sistem saraf pusat ?
b. Bagaimanakah mekanisme aksi obat yang dapat menekan sistem saraf
pusat ?

1.3 Tujuan Penulisan


a. Untuk mengetahui Bagaimana farmakologi dari sistem saraf pusat
b. Untuk mengetahui bagaimana mekanisme aksi obat yang dapat menekan
sistem saraf pusat
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian
2.1.1 Pengertian sistem saraf pusat
Sistem saraf pusat merupakan pusat pengaturan informasi, dimana seluruh
aktivitas tubuh dikendalikan oleh sistem saraf pusat. Sistem saraf pusat terdiri atas
otak dan sumsum tulang belakang. Otak dilingdungi oleh tengkorak dan sumsum
tulang belakang dilindungi oleh ruas-ruas tulang belakang. Otak dan sumsum tulang
belakang dibungkus oleh selaput meningia yang melindungi sistem saraf halus,
membawa pembuluh darah, dan dengan mensekresi sejenis cairan yang disebut
serebrospinal, selaput meningia dapat memperkecil benturan dan guncangan.
Meningia terdiri ata tiga lapisan, yaitu piamater, arachnoid, dan duramater
2.1.2 Pengertian obat sistem saraf pusat
Obat Susunan Saraf Pusat (SSP) adalah semua obat yang berpengaruh
terhadap sistem saraf pusat. Obat tersebut bereaksi terhadap otak dan dapat
mempengaruhi pikiran seseorang yaitu perasaan atau tingkah laku. Obat yang dapat
merangsang SSP disebut analeptika

2.2 Klasifikasi obat SSP


Obat yang bekerja terhadap SSP dapat dibagi dalam beberapa golongan besar,
yaitu:
a. Psikofarmaka (psikotropika), yang meliputi Psikoleptika (menekan atau
menghambat fungsi-fungsi tertentu dari SSP seperti hipnotika, sedativa dan
tranquillizers, dan antipsikotika); Psiko-analeptika (menstimulasi seluruh
SSP, yakni antidepresiva dan psikostimulansia (wekamin)).
b. Untuk gangguan neurologis, seperti antiepileptika, MS (multiple sclerosis),
dan penyakit Parkinson.
c. Jenis yang memblokir perasaan sakit: analgetika, anestetika umum, dan
lokal.
d. Jenis obat vertigo dan obat migrain (Tjay, 2002).
Umumnya semua obat yang bekerja pada SSP menimbulkan efeknya dengan
mengubah sejumlah tahapan dalam hantaran kimia sinap (tergantung kerja
transmitter)
2.3 Mekanisme Obat Antidepresan Yang Dapat Menekan SSP
Ada beberapa jenis obat antidepresan yang dapat menekan ssp. Adapun jenisnya
terbagi berdasarkan cara kerja dan efek samping yang ditimbulkan, di antaranya:
2.3.1 Selective serotonin reuptake inhibitors (SSRI)
SSRI digunakan untuk mengobati depresi sedang sampai berat. SSRI bekerja
memblokir serotonin agar tidak diserap kembali oleh sel saraf (saraf biasanya
mendaur ulang neurotransmitter ini). Hal ini menyebabkan peningkatan konsentrasi
serotonin, yang dapat meningkatkan mood dan kembali menumbuhkan minat terhadap
aktivitas yang dulunya Anda sukai.
Antidepresan jenis ini umumnya menjadi pilihan utama untuk mengobati
depresi karena risiko efek samping yang rendah. SSRI bekerja dengan cara menekan
penyerapan kembali serotonin di dalam otak. Contoh obat golongan SSRI adalah:
 Escitalopram
 Fluoxetine
 Fluvoxamine
 Sertraline
2.3.2 Antidepresan trisiklik (TCA)
Mekanisme Trisiklik bekerja langsung menghambat sejumlah neurotransmiter,
termasuk serotonin, epinefrin, dan norepinephrine, agar tidak kembali terserap
sekaligus juga mengikat reseptor sel saraf. Biasanya, obat ini diresepkan untuk orang-
orang yang sebelumnya pernah diberikan SSRI namun tidak ada perubahan gejala.
Golongan ini merupakan jenis antidepresan yang pertama kali dikembangkan.
Meski sudah lama digunakan, namun obat ini sering kali banyak menimbulkan efek
samping bila dibandingkan dengan antidepresan lainnya. TCA bekerja dengan cara
memengaruhi senyawa pengirim pesan di otak sehingga mood bisa terkendali dan
akan meredakan depresi.
Contoh obat golongan TCA adalah:
 Amitriptyline
 Doxepin
 Clomipramine
2.3.3 Serotonin-norepinephrine reuptake inhibitors (SNRI)
Mekanisme kerja SNRI menghambat serotonin dan norepinephrine agar tidak
diserap kembali oleh sel saraf. Norepinephrine terlibat dalam sistem saraf otak yang
memicu respon rasa ketertarikan terhadap rangsangan dari luar dan memotivasi
mereka untuk melakukan sesuatu. Oleh karena itu, SNRI diyakini lebih efektif
daripada obat jenis SSRI yang hanya berfokus pada serotonin.
Obat SNRI ini bekerja lebih spesifik dibandingkan dengan TCA, sehingga
kemungkinan efek samping yang terjadi lebih kecil. Contoh obat golongan SNRI
adalah:
 Duloxetine
 Venlafaxine
 Reboxetine
2.3.4 Monoamine oxidase inhibitors (MAOI)
Mekanisme Monoamine oxidase inhibitor (MAOIs) bekerja menghambat enzim
monoamine oxidase yang dapat menghancurkan serotonin, epinefrin, dan dopamin.
Ketiga neurotransmitter ini bertanggung jawab untuk menimbulkan perasaan bahagia.
Antidepresan jenis ini diberikan jika obat antidepresan lain tidak mampu
mengatasi keluhan. Monoamine oxidase inhibitor (MAOI) bekerja menghambat
kinerja senyawa noradrenalin dan serotonin untuk mencegah timbulnya gejala-gejala
depresi. Meskipun aman digunakan, MAOI dapat menimbulkan berbagai efek
samping, terutama jika dikonsumsi bersamaan dengan makanan tertentu. Contoh obat
golongan MAOI adalah:
 Isocarboxazid
 Phenelzine
 Tranylcypromine
 Seleginile
2.3.5 Antidepresan atipikal
Antidepresan jenis ini berbeda dengan antidepresan lainnya. Obat ini bekerja
dengan cara memengaruhi senyawa pengirim pesan di otak (neurotransmiter) yang
digunakan untuk berkomunikasi antar sel otak sehingga bisa mengubah suasana hati
dan meredakan depresi. Contoh obat golongan antidepresan atipikal adalah:
 Bupropin
 Mirtazapine
2.3.6 Noradrenaline and specific serotonergic antidepressants (NASSAs)
NASSAs adalah antidepresan yang bekerja dengan meningkatkan kadar
noradrenalin dan serotonin. Serotonin dan noradrenalin merupakan neurotransmiter
yang mengatur mood dan emosi. Serotonin juga ikut mengatur siklus tidur dan nafsu
makan. Obat yang termasuk dalam jenis ini adalah :
 Mirtazapine (Avanza).

2.4 Efek Samping Obat Antidepresan Yang Mungkin Ditimbulkan :


a. Efek samping obat SSRI yang mungkin muncul, meliputi:
 Gangguan saluran cerna (dipengaruhi jumlah dosis) seperti mual, muntah,
dispepsia, sakit perut, diare, konstipasi.
 Anoreksia dengan penurunan berat badan, namun ada juga dalam beberapa kasus
mengalami peningkatan nafsu makan sehingga terjadi kenaikan berat badan
 Reaksi hipersensitivitas termasuk gatal, biduran, anafilaksis, myalgia
 Mulut kering
 Gugup
 Halusinasi
 Mengantuk
 Kejang
 Gangguan fungsi seksual
 Gangguan pada kandung kemih untuk mengeluarkan urin atau mengosongkannya
 Gangguan pengelihatan
 Gangguan perdarahan
 Hiponatremia
 Perlu diingat juga bahwa SSRI tidak boleh digunakan jika pasien memasuki fase
manik.
3 Efek samping obat Trisklik yang dapat ditimbulkan adalah:
 Aritmia
 Blokade jantung (khususnya pada penggunaan amitriptyline)
 Mulut kering
 Pandangan kabur
 Konstipasi
 Berkeringat
 Mengantuk
 Retensi urin
 Detak jantung cepat atau tidak teratur
4 Efek samping obat SNRI yang dapat ditimbulkan adalah:
 Mual dan muntah
 Pening; kepala kliyengan
 Sulit tidur (insomnia)
 Mimpi yang tidak biasa; mimpi buruk
 Keringat berlebihan
 Sembelit
 Gemetar
 Masalah seksual
5 Efek samping obat MAOI yang dapat ditimbulkan adalah:
 Pening (kepala kliyengan, sensasi ruangan berputar)
 Perubahan tekanan darah
 Merasa ngantuk
 Sulit tidur
 Pusing
 Timbunan cairan dalam tubuh (misalnya pembengkakan pada kaki dan
pergelangan kaki)
 Penglihatan kabur
 Kenaikan
6 Efek samping obat Antidepresan Atipikal yang dapat ditimbulkan adalah:
 Bertambahnya berat badan
 pusing
 hipotensi postural (terutama selama titrasi dosis awal) yang dapat
menyebabkan syncope atau refleks takikardi pada beberapa pasien
7 Efek samping obat NASSAs yang dapat ditimbulkan adalah:
 Rasa mengantuk
 Nafsu makan meningkat
 Berat badan naik
 Mulut kering
 Sembelit
 Gejala flu dan Pusing.
2.5. Farmakologi sistem saraf pusat
Terdapat banyak tempat atau bagian obat-obat otonom dapat bekerja. Tempat-
tempat yang berfungsi seperti sistem saraf pusat yang merupakan pusat vasomotor,
ganglia, terminal saraf pra dan pascaganglion (misal : sintesis, penyimpanan, dan
pelepasan, transmiter) pada sel efektor dan mekanisme yangb melibatkan terminasi
kerja transmiter ( metabolisme atau ambiulan kembali.
2.5.1. Obat–obat otonom bekerja dengan cara :
a. Menghambat sistesis dan pembebasan NT
b. Mempermudah pembebasan NT
c. Berikatan dengan merangsang atau memblok reseptor
d. Menghambat destruksi NT
2.5.2. Penggolongan obat otonom
1. Adrenergik ( simpatomimetik ) yang mempunyai efek mirip dengan
perangsangan aktivitas saraf simpatik
2. Penghambat adrenergik ( simpatolitik ) yang mempunyai efek
pengahambatan aktivitas susunan saraf simpatik
3. Kolinergik ( parasimpatomimetik ) yang mempunyai efek mirip dengan
peningkatan aktivitas susunan saraf parasimpatik
4. Penghambat kolinergik ( parasimpatolitik ) yang mempunyai efek
penghambatan aktivitas susunan saraf parasimpatik
5. Obat ganglion dengan efek merangsang atau menghambat penerusan
impuls di ganglion
2.5.3. Cara kerja obat otonom beserta contoh obatnya
A. Adrenergik
o Hemikolinium cara kerjanya menghambat sintesis transmiter
o Toksin butolinum cara kerjanya menghambat pembebasan transmiter
o Karbakol cara kerjanya mempermudah pembebasan transmiter
o Muskarinik : - Ach, metakolin
- Alkaloid tanaman : muskarin, pilokarpin, arekolin
Cara kerjanya merangsang reseptor
B. Kolinergik
o Alfa-metil-paratirosin cara kerjanya menghambat sintesis
transmiter
o Bretilium guanetidin cara kerjanya menghambat pembebasan
transmiter
o Tiramin, efedrin cara kerjanya mempermudah pembebasan
tarnsmiter
o Umum : epinefrin
α1 : fenilefrin
α2 : kolonidim
β1, β2 : isoproterenol
β1 : dobutamin
β2 : terbutalin, salbutamol
Cara kerjanya merangsang reseptor
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai