DI SUSUN
OLEH
KELOMPOK 5
Kelompok 5
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………………………………………………………………………
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………………………...
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………………………………...
1.1.Latar Belakang ……………………………………………………………………
1.2.Rumusan Masalah…………………………………………………………………
1.3.Tujuan Penulisan………………………………………………………………….
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………………………
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.LATAR BELAKANG
Sistem saraf merupakan salah satu bagian yang menyusun sistem koordinasi yang bertugas
menerima rangsangan, menghantarkan rangsangan ke seluruh bagian tubuh, serta memberikan respons
terhadap rangsangan tersebut. Pengaturan penerima rangsangan dilakukan oleh alat indera, pengolah
rangsangan dilakukan oleh saraf pusat yang kemudian meneruskan untuk menanggapi rangsangan yang
datang dilakukan oleh sistem saraf dan alat indera.
Obat-obat otonom adalah obat yang dapat memengaruhi penerusan impuls dalam SSO dengan jalan
mengganggu sintesa, penimbunan, pembebasan,atau penguraian neurotransmitter atau memengaruhi
kerjanya atas resptor khusus. Akibatnya adalah dipengaruhinya fungsi otot polos dan organ, jantung dan
kelenjar. Ada 2 macam golongan obat otonomik yakni, Golongan simpatomimetik (merangsang) yang
kerjanya mirip dengan saraf simpatis, dan Golongan simpatolitik (menghambat) untuk simpatis dan
parasimpatolitik. Menurut khasiatnya, obat otonom dapat digolongkan sebagai berikut:
1. Zat-zat yang bekerja terhadap SP, yakni:
a. Parasimpatikomimetika (kolinergika) yang merangsang organ-organ yang dilayani saraf parasimpatis
dan meniru efek perangsangan oleh asetilkolin, misalnya pilokarpin dan fisostigmin.
b. Parasimpatikolitika (antikolinergika) justru melawan efek-efek kilonergika, misalnya alkaloida,
belladona dan propantelin.
2. Zat-zat perintang ganglion
Yang merintangi penerusan impuls dalam sel-sel ganglion simpatis dan parasimpatis. Efek
perintangan ini dampaknya luas, antara lain vasodilatasi karena blokade susunan simpatis, sehingga
dipergunakan pada hipertensi tertentu. Sebagai obat hipertensi zat-zat ini umumnya tidak digunakan lagi
berhubungan efek sampingnya yang menyebabkan blokade pula dari SP (gangguan penglihatan, obstipasi
dan berkurangnya sekresi berbagai kelenjar).
1.2.TUJUAN PENULISAN
Tujuan dibuatnya makalah ini adalah untuk mengetahui obat – obat yang berhubungan dengan
saraf otonom.yaitu obat yang dapat mempengaruhi penerusan impuls dalam SSO dengan jalan
mengganggu sintesa, penimbunan, pembebasan,atau penguraian neurotransmitter atau memengaruhi
kerjanya atas resptor khusus.
1.3.RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan satu masalah sebagai berikut :
1. Pengertian obat otonom?
2. Penggolongan dan mekanisme kerja obat otonom?
3. Kerja obat otonom?
4. Efek samping obat otonom?
5. Uraian masing-masing obat otonom?
BAB II
OBAT OTONOM
Saraf Parasimpatis
Parasimpatomimetik atau Kolinergik
Efek obat golongan ini menyerupai efek yang ditimbulkan oleh aktivitas susunan
sarafparasimpatis.
Parasimpatolitik atau Antagonis Kolinergik
Menghambat timbulnya efek akibat aktivitas susunan saraf parasimpatis.
Saraf Simpatis
Simpatomimetik atau Adrenegik
Efek obat golongan ini menyerupai efek yang ditimbulkan oleh aktivitas susunan saraf simpatis.
Simpatolitik atau Antagonis Adrenegik
Menghambat timbulnya efek akibat aktivitas susunan saraf simpatis.
Obat Ganglion
Merangsang atau menghambat penerusan impuls di ganglion, baik pada saraf parasimpatis maupun pada
saraf simpatis.
2. Adrenergik
Metiltirosin memblok sintesis NE. Sebaliknya metildopa, penghambat dopa dekarboksilase, seperti
dopa sendiri didekarboksilasi dan dihidroksilasi menjadi a-metil NE. Guanetidin dan bretilium juga
mengganggu pelepasan dan penyimpanan NE.
Menyebabkan pelepasan transmitor
1. Kolinergik
Racun laba-laba Black window menyebabkan pelepasan Ach(eksositosis) yang berlebihan, disusul
dengan blokade pelepasan ini.
2. Adrenergik
Banyak obat dapat meningkakan pelepasan NE. Tergantung dari kecepatan dan lamanya
pelepasan, efek yang terlihat dapat berlawanan. Tiramin, efedrin , amfetamin, dan obat sejenisnya
menyebabkan pelepasan NE yang relatif cepat dan singkat sehingga
mengahasilkan efek simpatomimetik. Sebaliknya reser pin, dengan memblok transport aktif NE ke dalam
vesikel menyebabkan pelepasan NE secara lambat dari dalam vesikel ke aksoplasma sehingga NE dipecah
oleh MAO. Akibatnya terjadi blokadd adreergik akibat pengosongan depot NE di ujung saraf.
Ikatan dengan reseptor
Obat yang enduduki reseptor dan dapat menimbulkan efek yang mirip dengan efek transmitor
disebut agonis. Obat yang hanya menduduki reseptor tanpa enimbulkan efek langsung, tetapui efek akibat
hilangnya efek transmitor(karena tergeser transmitor dari reseptor) disebut antagonis atau bloker.
Contoh obat kolinergik : hemikolinium, toksin botolinus, atropine, pirenzepin, trimetafan, dll.
Contoh obat adrenergic : guanetidin, tiramin, amfetamin, imipiramin, klonidin, salbutamol, doxazosin, dll.
Hambatan destruktif transmitor
1. Kolinergik
Antikolinesterase merupakan kelompok besar yang menghanbat destruksi Ach karena
menghambat AChE, dengn akibat perangsangan berlebihan di reseptor muskarinik oleh Ach dan terjadinya
perangsangan disusul blockade di reseptor nikotinik.
2. Adrenergik
Ambilan kembali NE setelah pelepasannya di ujung saraf merupakan mekanisme utama
penghentian transmisi adrenergic. Hambatan proses ini oleh kokain dan impiramin mendasari peningkatan
Tegangnya otot pada saluran pencernaan akibat radang usus besar (kolitis), irritable bowel
syndrome (IBS), atau diverkulitis.
Produksi lendir tubuh yang berlebih, seperti lendir pada saluran pernapasan atau air liur yang
menyebabkan sialorrhea, yaitu kondisi di mana air liur terus mengalir dan menetes (ngences).
Meredakan nyeri akibat peradangan mata bagian tengah, serta melemaskan otot mata sebelum
pemeriksaan mata.
Tentang Atropin
Golongan Antikolinergik
Kategori Obat resep
Manfaat Menangani gejala keracunan
insektisida, mempercepat denyut
jantung, meredakan ketegangan otot
saluran pencernaan, mengurangi
produksi lendir tubuh yang berlebih,
dan meredakan nyeri akibat
peradangan mata bagian tengah dan
melemaskan otot mata
Dikonsumsi
Dewasa dan anak-anak (≥ 3 bulan)
oleh
Kategori C: Studi pada binatang
percobaan memperlihatkan adanya
efek samping terhadap janin, namun
belum ada studi terkontrol pada wanita
Kategori hamil. Obat hanya boleh digunakan
kehamilan dan jika besarnya manfaat yang diharapkan
menyusui melebihi besarnya risiko terhadap
janin.Atropin belum diketahui diserap
ke ASI atau tidak. Bila Anda sedang
menyusui, jangan menggunakan obat
ini tanpa memberi tahu dokter.
Bentuk obat Tablet, suntik, obat tetes mata
Peringatan:
Hati-hati menggunakan obat atropin apabila sedang menderita glaukoma, penyumbatan saluran
kemih, gangguan kelenjar prostat, penyakit ginjal, stenosis pilorus, dan myasthenia gravis.
Beri tahu dokter jika memiliki riwayat atau sedang menderita gangguan fungsi hati, penyakit
tiroid, hipertensi, gangguan jantung, asma, kolitis ulseratif, penyakit refluks asam lambung, asma,
dan sindrom Down.
Atropin sebaiknya digunakan secara hati-hati pada lansia dan bayi berusia di bawah 3 bulan,
karena dapat meningkatkan risiko efek samping.
Beri tahu dokter jika sedang menggunakan obat-obatan lain, termasuk suplemen dan produk
herba.
Jika terjadi reaksi alergi atau overdosis, segera temui dokter.
Dosis Atropin
Penentuan dosis atropin tergantung kepada kondisi yang diderita pasien. Berikut ini adalah takaran umum
penggunaan atropin.
Tablet
Dewasa: 0,6-1,2 mg, sekali sehari, dikonsumsi malam hari sebelum tidur.
Kondisi: Peradangan mata bagian tengah (uveitis anterior)
Kondisi: Bradikardia
Suntik
Dewasa: 500 mcg, setiap 3-5 menit. Dosis total: 3 mg.
2.Benztropine
Benztropine adalah jenis obat antiparkinson. Obat ini bekerja dengan cara mengurangi efek reaksi kimia
tertentu dalam tubuh yang tidak seimbang yang diakibatkan oleh penyakit Parkinson, terapi obat, atau
penyebab lainnya; dengan mengurangi kekakuan dan meningkatkan kekuatan otot. Sehingga pasien dapat
mengatur pergerakan tubuhnya secara normal.
Manfaat Benztropine
Secara umum manfaat obat ini adalah untuk mengatasi gejala Parkinson. Penyakit Parkinson adalah
kelainan sistem saraf progresif yang memengaruhi gerakan. Kondisi ini dapat menimbulkan gejala
seperti:
Kejang otot
Kekakuan
Tremor
Dosis Benztropine
Benztropine hadir dalam berbagai bentuk sediaan mulai dari tablet, kapsul, dan injeksi. Dosis untuk setiap
sediaan dapat berbeda-beda. Berikut adalah dosis sediaan oral yang umum diberikan:
Sembelit
Mual
Muntah
Penglihatan kabur
Mulut kering
Pusing
Otot lemah
Heat stroke
Efek samping yang terjadi pada setiap orang mungkin berbeda-beda. Efek samping dapat terjadi akibat
penggunaan obat berlebihan, interaksi obat, penggunaan jangka panjang, atau karena kondisi tertentu dari
pasien.
Jika Anda merasakan gejala efek samping serius atau reaksi alergi, segera hentikan penggunaan obat ini
dan konsultasikan dengan dokter untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut dan hentikan penggunaan
obat.
Referensi
Anonim. 2020. Benztropine (Oral Route). https://www.mayoclinic.org/drugs-
supplements/benztropine-oral-route/description/drg-20072652. (Diakses 19 Desember 2020).
3. Chlordiazepoxide-Clidinium
Chlordiazepoxide adalah obat penenang yang berguna untuk mengurangi kecemasan. Sementara itu,
Clidinium merupakan obat yang dapat melemaskan otot saluran pencernaan berfungsi mengurangi asam
lambung dan kram usus.
Tentang Chlordiazepoxide-Clidinium
Golongan Obat saluran pencernaan
Kategori Obat resep
Mengatasi keluhan sakit maag dan
Manfaat
kram perut
Dikonsumsi oleh Dewasa
Kategori Kategori D: Ada bukti positif
mengenai risiko terhadap janin
manusia, tetapi besarnya manfaat
yang diperoleh mungkin lebih besar
dari risikonya, misalnya untuk
mengatasi situasi yang mengancam
kehamilan dan jiwa.
menyusui Chlordiazepoxide-Clidinium dapat
terserap ke dalam ASI, sekaligus
menurunkan jumlah ASI. Oleh
karena itu, berkonsultasilah dengan
dokter sebelum mengonsumsi obat
ini bila Anda sedang menyusui.
Bentuk obat Tablet
Peringatan:
Dosis Chlordiazepoxide-Clidinium
Tiap tablet mengandung 5 mg chlordiazepoxide dan 2,5 mg clidinium. Berikut adalah dosis
chlordiazepoxide-clidinium untuk mengatasi keluhan tukak lambung, irritable bowel syndrome,
dan enterocolitis:
Bila efek samping tersebut bertambah parah atau tidak kunjung hilang, konsultasikanlah kepada dokter.
Segera pergi ke IGD (instalasi gawat darurat) bila terjadi gejala overdosis, seperti:
Penglihatan buram
Penurunan kesadaran
Berjalan terhuyung-huyung
Sulit berbicara
Tubuh gemetar
Tangan dan kaki membengkak
Warna mata dan kulit menjadi lebih kuning
Kontraindikasi
hipokalemia, hiponatremia, gangguan fungsi hati hati berat; gangguan fungsi ginjal hipersensitifitas
terhadap sulfonamid.
Efek samping
mual, muntah, diare, gangguan indra pengecap; kehilangan nafsu makan, paraestesia,, sakit kepala,
pusing, kelelahan, perasaan menjadi sensitif, depresi; haus, poliuria; penurunan libido; asidosis metabolik
dan gangguan keseimbangan elektrolit pada pengobatan jangka panjang; kadang-kadang mengantuk,
kebingungan, gangguan pendengaran, urtikaria, melena, glikosuria, hematuria, gangguan fungsi hati,
gangguan pada darah diantaranya agranulositosis dan trombositopenia, ruam diantaranya sindrom Steven
Johnson dan nekrolisis epidermal toksik; jarang fotosensitifitas, kerusakan hati, kejang; dilaporkan juga
miopati yang tidak menetap.
oral atau injeksi intravena 0,25-1 g/ hari dalam dosis terbagi.
Cara injeksi intramuskular seperti pada injeksi intravena tetapi lebih baik dihindari karena pH alkalis.
2.Brinzolamid
Indikasi
terapi tambahan pada peningkatan tekanan intra okular pada pasien hipertensi okular atau glaukoma sudut
lebar.
Peringatan
Kontraindikasi
gangguan fungsi ginjal (Creatinine clearance kurang dari 30mL/menit), asidosis hiperkloremik;
menyusui; hipersensitif terhadap komponen obat
Muiritasi lokal, gangguan rasa, mual, dispepsia, mulut kering, nyeri dada, mimisan, rinitis, faringitis,
bronkitis, paraestesia, depresi, pusing, sakit kepala, dermatitis, alopesia, erosi kornea.
Dosis
tiga kali sehari masing-masing satu tetes. Brinzolamid dapat digunakan bersamaan dengan sediaan mata
lain untuk menurunkan tekanan intra okular, jika digunakan bersamaan dengan sediaan mata lain harus
diberikan dengan rentang waktu minimal 10 menit.
3.Brinzolamid +Timolol
Indikasi
menurunkan tekanan intraokular pada pasien hipertensi okular atau glaukoma sudut terbuka dimana
monoterapi dengan komponen lain kurang memberikan respon pada penurunan tekanan intraokular
Peringatan
gangguan fungsi ginjal, efek sistemik, reaksi anafilaktik, kehamilan, tidak direkomendasikan untuk anak
di bawah umur 18 tahun, hati-hati pada penderita diabetes
Interaksi
riwayat asma bronkial atau penyakit paru obstruktif kronik berat, bradikardi sinus, hambatan
atrioventrikuler derajat dua atau tiga, gagal jantung, syok kardiogenik, rinitis alergi berat dan
hiperreaktifitas bronkial, hipersensitif terhadap beta bloker lain, asidosis hiperkloremik, gangguan fungsi
ginjal berat, hipersensitif terhadap sulfonamid
Efek samping
Umum,penglihatan buram, iritasi mata, nyeri mata, sensasi abnormal di mata, rasa tidak enak pada lidah
Tidak umum: inflamasi permukaan mata dengan kerusakan pada lapisan permukaan, inflamasi bagian
dalam mata, mata merah, mata gatal, kelopak mata gatal, memerah, bengkak atau keropeng, mata tidak
berfungsi, mata alergi, mata kering, mata lelah, penyakit paru kronis, penurunan tekanan darah, iritasi
saluran nafas, batuk, gangguan tidur, inflamasi kulit, kemerahan atau gatal, hidung berair, gangguan
rambut; kerusakan pada saraf optik, peningkatan tekanan dalam mata, endapan di permukaan mata,
gangguan kornea, penurunan sensitivitas mata, inflamasi atau infeksi pada konjungtiva, penglihatan
abnormal, berbayang, atau mengalami penuruanan, peningkatan pigmentasi pada mata, pertumbuhan
dipermukaan mata, peningkatan produksi air mata, mata bengkak, sensitivitas pada cahaya, penurunan
pertumbuhan atau jumlah bulu mata, kelopak mata terkulai, inflamasi pada kelenjar mata, perubahan pada
denyut jantung dan irama jantung, nyeri dada, penurunan fungsi jantung, jantung berhenti berdetak,
peningkatan tekanan darah, penurunan aliran darah ke otak, stroke, pembengkakan pada kondisi ekstrim,
nafas pendek atau kesulitan bernafas, gejala kedinginan, sesak nafas, infeksi hidung, bersin, hidung
mampet, hidung kering, hidung berdarah, asma, depresi, kesulitan mengingat/gangguan pada memori,
sakit kepala, gelisah, iritabilitas/mudah tersinggung, kelelahan, gemetar, perasaan abnormal, pingsan,
pusing , mual, muntah, diare, gas lambung, nyeri saluran cerna, inflamasi saluran napas, sensasi abnormal
atau rasa kering di mulut, penurunan sensitivitas rasa, tidak mampu mencerna, nilai fungsi hati abnormal,
peningkatan kadar klorin darah, penurunan jumlah sel darah merah, peningkatan gejala alergi, kuping
berdenging, sensasi berputar, pingsan, gatal, memerah, penurunan atau abnormalitas sensasi kulit, rambut
rontok, nyeri punggung, nyeri sendi, nyeri otot, ketegangan otot, nyeri luar biasa, kelemahan otot, nyeri
ginjal, sering berkemih, penurunan gairah seks, kesulitasn seks pada pria, kadar gula rendah.
Penggunaan
satu tetes pada mata yang sakit, dua kali sehari, pagi dan malam atau sesuai arahan dokter. Jika
menggunakan lebih dari satu obat tetes mata, beri jarak waktu pemberian masing-masing obat 5 menit.
Jika mengganti obat antiglaukoma optalmik lainnya dengan kombinasi ini, obat lain harus dihentikan dan
kombinasi ini mulai diberikan pada hari berikutnya.
C.Obat Ganglion
Nikotin
•Mekanisme : Nikotin bekerja dengan memancing eksitasi reseptor Asetilkolin nikotin (nicAChr) yang m
engakibatkan pelepasan neurotransmitter dan penghilang kepekaan nicAChr.Pada dosis rendah, nikotin m
enyebabkanstimulasi ganglion. Pada dosis tinggi, nikotin menyebabkan penghambatan ganglionik
•Indikasi : Nikotin mempunyai sifat merangsang dan sekaligus relaksasi. Secara fisiologis, nikotin menin
gkatkankewaspadaan, mengurangi iritasi, dan membuat rileks tonal otot rangka.
•Efek samping :Toleransi, Ketergantungan,. Ketagihan baik secara fisik maupun fisiologis, Mual, muntah
(keracunan nikotinsecara akut)
•Dosis : Nikotin untuk orang dewasa dari 40 sampai 60 mg
Heksametonium
•Mekanisme Kerja :Berbeda dengan penghambatan oleh nikotin dan metakolin, efek pengham
batan obat heksametonium tidak didahului oleh perangsangan. Hambatan ini terjadi secara kompetiti
f dengan menduduki reseptornasetilkolin.Penglepasan asetilkolin dari ujung serat persinaps tidak di gangg
u.
•Indikasi :Memblok reseptor nikotinik di ganglion.
•Efek Samping :Midriasis, mulut kering, impotensi, konstipasi
•Kontraindikasi :Gunakan dengan hati-hati pada pasien alergiJangan di gunakan pada penderita insufisien
si koroner dan ginjal.
BAB III
PENUTUP
3.1.KESIMPULAN
Obat otonom yaitu obat yang bekerja pada berbagai bagian susunan saraf otonom, mulai
dari sel saraf sampai ke efektor.Analgesik adalah obat yang mengurangi atau menghilangkan rasa
nyeri tanpa menghilangkan kesadaran. Antipiretik adalah obat yang menurunkan suhu tubuh yang
tinggi. Jadi analgetik-antipiretik adalah obat yang mengurangi rasa nyeri dan serentak
menurunkan suhu tubuh yang tinggi. Berdasarkan aksinya, Analgesik di bagi menjadi 2 yaitu:
Analgesik narkotika dan Obat Analgetik Non-narkotik. Pada obat Antipiretik penggolongan
obatnya, yaitu Benorylate, Fentanyl, dan Piralozon. Umumnya cara kerja analgetik-antipiretik
adalah dengan menghambat sintesa neurotransmitter tertentu yang dapat menimbulkan rasa nyeri
& demam. Dengan blokade sintesa neurotransmitter tersebut, maka otak tidak lagi mendapatkan
"sinyal" nyeri,sehingga rasa nyerinya berangsur-angsur menghilang.
DAFTAR PUSTAKA
1. https://www.sehatq.com/artikel/menyimak-fungsi-obat-antikolinergik-dan-efek-
sampingnya
2. https://id.scribd.com/presentation/405538634/Obat-Ganglion
3. https://id.scribd.com/document/426872752/BAB-I-Obat-Otonom
4. https://www.alodokter.com/penghambat-adrenergik
5. https://studylibid.com/doc/257531/obat-antiadrenergik
6. https://www.sehatq.com/artikel/menyimak-fungsi-obat-antikolinergik-dan-efek-sampingnya
7. https://adalah.co.id/antikolinergik/