Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH OBAT OTONOM

DI SUSUN
OLEH
KELOMPOK 5

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES JAYAPURA


PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN MERAUKE
2020/2021
DAFTAR ANGGOTA KELOMPOK 5

N0 NAMA MAHASISWA/I NIM


1 Aysa Tsamara P07120320008
2 Bagas Prayogi P07120320009
3 Eni Paskalina Raru P07120320020
4 Febriyani Nona Naja P07120320023
5 Irwan Zulkifri Baso P07120320033
6 Maryani Fince Rosalina Mansay P07120320044
7 Siti Fatima P07120320063
KATA PENGANTAR
Puja dan puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan rahmatNya
kelompok 5 dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Makalah Obat Otonom” tepat pada waktunya.
Makalah ini kelompok 5 susun untuk melengkapi tugas Konsep Dasar Keperawatan, selain itu
untuk mengetahui dan memahami tentang obat otonom.
Kelompok 5 mengucapkan banyak terima kasih pada pihak-pihak yang telah membantu
menyelesaikan makalah ini.
Kelompok menyadari bahwa makala ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu setiap pihak
diharapkan dapat memberikan masukan berupa kritik dan saran yang besifat membangun.

Merauke, 21 Maret 2021

Kelompok 5
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………………………………
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………………………...
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………………………………...
1.1.Latar Belakang ……………………………………………………………………
1.2.Rumusan Masalah…………………………………………………………………
1.3.Tujuan Penulisan………………………………………………………………….

BAB II OBAT OTONOM……………………………………………………………………………...


2.1.Pengertian obat otonom…………………………………………………………...
2.2.Penggolongan dan mekanisme kerja obat otonom…………….………………….
2.3.Kerja obat otonom………………………………………………………………….
2.4.Efek samping obat otonom………………………………………………………..
2.5.Uraian masing-masing obat otonom………………………………………………

BAB III PENUTUP……………………………………………………………………………………


3.1.Simpulan………………………………………………………………………….

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………………………
BAB I
PENDAHULUAN

1.1.LATAR BELAKANG
                      Sistem saraf merupakan salah satu bagian yang menyusun sistem koordinasi yang bertugas
menerima rangsangan, menghantarkan rangsangan ke seluruh bagian tubuh, serta memberikan respons
terhadap rangsangan tersebut. Pengaturan penerima rangsangan dilakukan oleh alat indera, pengolah
rangsangan dilakukan oleh saraf pusat yang kemudian meneruskan untuk menanggapi rangsangan yang
datang dilakukan oleh sistem saraf dan alat indera.
Obat-obat otonom adalah obat yang dapat memengaruhi penerusan impuls dalam SSO dengan jalan
mengganggu sintesa, penimbunan, pembebasan,atau penguraian neurotransmitter atau memengaruhi
kerjanya atas resptor khusus. Akibatnya adalah dipengaruhinya fungsi otot polos dan organ, jantung dan
kelenjar. Ada 2 macam golongan obat otonomik yakni, Golongan simpatomimetik (merangsang) yang
kerjanya mirip dengan saraf simpatis, dan Golongan simpatolitik (menghambat) untuk simpatis dan
parasimpatolitik. Menurut khasiatnya, obat otonom dapat digolongkan sebagai berikut:
1. Zat-zat yang bekerja terhadap SP, yakni:
a. Parasimpatikomimetika (kolinergika) yang merangsang organ-organ yang dilayani saraf parasimpatis
dan meniru efek perangsangan oleh asetilkolin, misalnya pilokarpin dan fisostigmin.
b. Parasimpatikolitika (antikolinergika) justru melawan efek-efek  kilonergika, misalnya alkaloida,
belladona dan propantelin.
2. Zat-zat perintang ganglion
Yang merintangi penerusan impuls dalam sel-sel ganglion simpatis dan parasimpatis. Efek
perintangan ini dampaknya luas, antara lain vasodilatasi karena blokade susunan simpatis, sehingga
dipergunakan pada hipertensi tertentu. Sebagai obat hipertensi zat-zat ini umumnya tidak digunakan lagi
berhubungan efek sampingnya yang menyebabkan blokade pula dari SP (gangguan penglihatan, obstipasi
dan berkurangnya sekresi berbagai kelenjar).

1.2.TUJUAN PENULISAN
Tujuan dibuatnya makalah ini adalah untuk mengetahui obat – obat yang berhubungan dengan
saraf otonom.yaitu obat yang dapat mempengaruhi penerusan impuls dalam SSO dengan jalan
mengganggu sintesa, penimbunan, pembebasan,atau penguraian neurotransmitter atau memengaruhi
kerjanya atas resptor khusus.
1.3.RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan satu masalah sebagai berikut :
1. Pengertian obat otonom?
2. Penggolongan dan mekanisme kerja obat otonom?
3. Kerja obat otonom?
4. Efek samping obat otonom?
5. Uraian masing-masing obat otonom?
BAB II
OBAT OTONOM

2.1.PENGERTIAN OBAT OTONOM


Obat-obat otonom yaitu obat yang bekerja pada berbagai bagian susunan saraf otonom, mulai dari sel saraf
sampai ke efektor. Banayak obat dapat mempengaruhi organ otonom, tetapi obat otonom mempengaruhinya secara
spesifik dan bekerja pada dosis kecil.

2.2.PENGGOLONGAN DAN MEKANISME KERJA OBAT OTONOM


 PENGGOLONGAN OBAT OTONOM
Obat otonom dapat dibagi ke dalam 5 golongan, yaitu :
1. Parasimpatomimetik atau Kolinergik
2. Simpatomimetik atau Adrenergik
3. Parasimpatolitik atau Penghambat kolinergik
4. Simpatolitik atau Pengahanbat adrenergic
5. Obat Ganglion
Pengertian Obat Otonomik Dan Penggolongannya Berdasarkan Macam Saraf Otonom
Obat otonom:
Adalah obat yang bekerja pada berbagai bagaian susunan saraf otonom, mulai dari sel saraf
sampai dengan sel efektor. Secara anatomi susunan saraf otonom terdiri atas praganglion, ganglion dan
pascaganglion yang mempersarafi sel efektor. Serat eferen persarafan otonom terbagi atas sistem
persarafan simpatis dan parasimpatis. Berdasarkan macam saraf otonom tersebut, maka obat otonomik
digolongkan menjadi :

 Saraf Parasimpatis
 Parasimpatomimetik atau Kolinergik
Efek obat golongan ini menyerupai efek yang ditimbulkan oleh aktivitas susunan
sarafparasimpatis.
 Parasimpatolitik atau Antagonis Kolinergik
Menghambat timbulnya efek akibat aktivitas susunan saraf parasimpatis.
 Saraf Simpatis
 Simpatomimetik atau Adrenegik
Efek obat golongan ini menyerupai efek yang ditimbulkan oleh aktivitas susunan saraf simpatis.
 Simpatolitik atau Antagonis Adrenegik
Menghambat timbulnya efek akibat aktivitas susunan saraf simpatis.
Obat Ganglion
Merangsang atau menghambat penerusan impuls di ganglion, baik pada saraf parasimpatis maupun pada
saraf simpatis.

 MEKANISME KERJA OBAT OTONOM


 Obat otonom mempengaruhi transmisi neurohumoral/transmitor dengan cara menghambat atau
mengintensifkannya.
 Mekanisme kerja obat otonomik timbul akibat interaksi obat dengan reseptor pada sel organisme.
 Terjadi perubahan biokimiawi dan fisiologi yang merupakan respon khas oleh obat tersebut.

 Pengaruh obat pada transmisi sistem kolinergik maupun adrenergik yaitu:


1. Hambatan pada sintesis atau pelepasan transmitor
a. Kolinergik
-       Hemikolonium menghambat ambilan kolin ke  dalam ujung saraf dengan demikian mengurangi
sintesis ACh.
-       Toksin botulinus menghambat penglepasan ACh di semua saraf kolinergik sehingga dapat
menyebabkan kematian akibat paralisis pernafasan perifer. Toksin ini memblok secara irreversible
penglepasan ACh dari gelembung saraf di ujung akson dan merupakan salah satu toksin paling proten.
Diproduksi oleh bakteri Clostridium botulinum.
-       Toksin tetanus mempunyai mekanisme kerja yang serupa.
b. Adrenergik
-       Metiltirosin memblok síntesis NE dengan menghambat tirosin hidroksilase yaitu enzim yang
mengkatalisis tahap penentu pada síntesis NE.
-       Metildopa menghambat dopa dekarboksilase
-       Guanetidin dan bretilium menggangu penglepasan dan penyimpanan NE.
2. Menyebabkan pepasan transmitor
a. Kolinergik
-       Racun laba-laba black widow menyebabkan penglepasan ACh (eksositosis) yang berlebihan,
disusul dengan blokade penglepasan ini.
b. Adrenergik
-       Tiramin, efedrin, amfetamin dan obat sejenis menyebabkan penglepasan NE yang relatif cepat dan
singkat sehingga menghasilkan efek simpatomimetik.
-       Reseprin memblok transpor aktif NE ke dalam vesikel, menyebabkan penglepasan NE secara
lambat dari dalam vesikel ke aksoplasma sehingga NE dipecah oleh MAO. Akibatnya terjadi blokade
adrenergik akibat pengosongan depot NE di ujung saraf.
3. Ikatan dengan receptor
-       Agonis adalah obat yang menduduki reseptor dan dapat menimbulkan efek yang mirip dengan efek
transmitor.
-       Antagonis atau blocker  adalah obat yang hanya menduduki reseptor tanpa menimbulkan efek
langsung, tetapi efek akibat hilangnya efek transmitor karena tergesernya transmitor dari reseptor.
4. Hambatan destruksi transmitor
1. Kolinergik
-       Antikolinesterase kelompok besar zat yang menghambat destruksi ACh karena menghambat AChE,
dengan akibat perangsangan berlebihan di reseptor muskarinik oleh ACh dan terjadinya perangsangan
yang disusul blokade di reseptor nikotinik.
2. Adrenergik
-       Kokain dan imipramin mendasari peningkatan respon terhadap perangsangan simpatis akibat
hambatan proses ambilan kembali NE setelah penglepasanya di ujung saraf.  Ambilan kembali NE setelah
penglepasanya di ujung saraf merupakan mekanisme utama penghentian transmisi adrenergik.
-       Pirogalol (penghambat COMT) sedikit meningkatkan respons katekolamin.
-       TranilPengertian Obat Otonomik Dan Penggolongannya Berdasarkan Macam

2.3.KERJA OBAT OTONOM


Terdapat beberapa kemungkinan pengaruh obat pada transmisi system kolinergik maupun adrenergik, yaitu
:
 Hambatan pada sintesis atau pelepasan transmitor
1. Kolinergik
Hemikolinium menghaambat ambilan kolin ke dalam ujung saraf dan dengan demikian
mengurangi sintesis Ach. Toksin botulinus n menghabat pelepasan Ach di semua saraf kolinergik sehingga
dapat menyebabkan kematian akibat paralysis pernapasan perifer. Toksin tersebut memblok secara
ireversibel pelepasan Ach dari gelembung saraf di ujung akson dan merupakan salah satu toksin paling
potenn yang dikenal orang. Toksin tetanus mempunyai mekanisme keraja yang serupa.

2. Adrenergik
Metiltirosin memblok sintesis NE. Sebaliknya metildopa, penghambat dopa dekarboksilase, seperti
dopa sendiri didekarboksilasi dan dihidroksilasi menjadi a-metil NE. Guanetidin dan bretilium juga
mengganggu pelepasan dan penyimpanan NE.
 Menyebabkan pelepasan transmitor
1. Kolinergik
Racun laba-laba Black window menyebabkan pelepasan Ach(eksositosis) yang berlebihan, disusul
dengan blokade pelepasan ini.
2. Adrenergik
Banyak obat dapat meningkakan pelepasan NE. Tergantung dari kecepatan dan lamanya
pelepasan, efek yang terlihat dapat berlawanan. Tiramin, efedrin , amfetamin, dan obat sejenisnya
menyebabkan pelepasan NE yang relatif cepat dan singkat sehingga
mengahasilkan efek simpatomimetik. Sebaliknya reser pin, dengan memblok transport aktif NE ke dalam
vesikel menyebabkan pelepasan NE secara lambat dari dalam vesikel ke aksoplasma sehingga NE dipecah
oleh MAO. Akibatnya terjadi blokadd adreergik akibat pengosongan depot NE di ujung saraf.
 Ikatan dengan reseptor
Obat yang enduduki reseptor dan dapat menimbulkan efek yang mirip dengan efek transmitor
disebut agonis. Obat yang hanya menduduki reseptor tanpa enimbulkan efek langsung, tetapui efek akibat
hilangnya efek transmitor(karena tergeser transmitor dari reseptor) disebut antagonis atau bloker.
Contoh obat kolinergik : hemikolinium, toksin botolinus, atropine, pirenzepin, trimetafan, dll.
Contoh obat adrenergic : guanetidin, tiramin, amfetamin, imipiramin, klonidin, salbutamol, doxazosin, dll.
 Hambatan destruktif transmitor
1. Kolinergik
Antikolinesterase merupakan kelompok besar yang menghanbat destruksi Ach karena
menghambat AChE, dengn akibat perangsangan berlebihan di reseptor muskarinik oleh Ach dan terjadinya
perangsangan disusul blockade di reseptor nikotinik.
2. Adrenergik
Ambilan kembali NE setelah pelepasannya di ujung saraf merupakan mekanisme utama
penghentian transmisi adrenergic. Hambatan proses ini oleh kokain dan impiramin mendasari peningkatan

respon terhadap perangsangan simpatis oleh obat tersebut.

2.4.EFEK SAMPING OBAT OTONOM


Obat otonom dibagi menjadi 5 golongan dengan efek samping masing-masing, yaitu:
1. Parasimpatomimetik atau Kolinergik
Efek sampingnya yaitu, Sensasi tidak seimbang, Mulut kering, mata kering, sakit tenggorokan,Kulit kering, Kulit
Kemerahan, Peningkatan suhu tubuh, Merasa silau, Penglihatan kabur, Detak jantung berdebar, Kesulitan buang
air kecil, Kesulitan buang air besar, Gangguan otak (jarang) seperti kejang-kejang, koma, halusinasi.
2. Simpatomimetik atau Adrenergik
Efek samping yang umumnya timbul dari penggunaan penghambat alfa adalah sakit kepala, pusing, mengantuk,
hipotensi, lemas, jantung berdebar, atau berat badan bertambah.
3. Parasimpatolitik atau Penghambat kolinergik
Efek samping obat antikolinergik antara lain efek muskarin yaitu mulut kering, obstipasi, retensi urin,
tachycardia, palpitasi dan aritmia, gangguan akomodasi dan midriasis. Efek samping sentral seperti gelisah,
bingung, eksitasi, halusinasi, dan delirium. Efek nikotin, blokade ganglion seperti hipotensi ortostatis dan
impotensi.
4. Simpatolitik atau Pengahanbat adrenergik
Efek samping yang sering dialami setelah menggunakan penghambat beta adalah pusing, mual dan diare,
penglihatan kabur, kelelahan, dan denyut jantung melambat. Efek samping lainnya, namun jarang terjadi, adalah
sulit tidur (insomnia), depresi, menurunnya gairah seksual, dan impotensi.
5. Obat Ganglion
Efek samping perangsang ganglion yaitu, toleransi, ketergantungan, ketagihan baik secara fisik maupun
fisiologis, mual, muntah. Sedangkan efek penghambat ganglion yaitu, midriasis, mulut kering, impotensi, dan
konstipasi.

2.5.URAIN MASING-MASING OBAT OTONOM


A.Obat Kolinergik
1.atropine
Atropin adalah obat yang digunakan untuk menangani melambatnya denyut jantung dan gejala keracunan
insektisida. Selain itu, atropin juga digunakan untuk menangani kondisi lain, seperti:

 Tegangnya otot pada saluran pencernaan akibat radang usus besar (kolitis), irritable bowel
syndrome (IBS), atau diverkulitis.
 Produksi lendir tubuh yang berlebih, seperti lendir pada saluran pernapasan atau air liur yang
menyebabkan sialorrhea, yaitu kondisi di mana air liur terus mengalir dan menetes (ngences).
 Meredakan nyeri akibat peradangan mata bagian tengah, serta melemaskan otot mata sebelum
pemeriksaan mata.

Merek dagang: atropine, atropine sulfate, cendo tropine

Tentang Atropin
Golongan Antikolinergik
Kategori Obat resep
Manfaat Menangani gejala keracunan
insektisida, mempercepat denyut
jantung, meredakan ketegangan otot
saluran pencernaan, mengurangi
produksi lendir tubuh yang berlebih,
dan meredakan nyeri akibat
peradangan mata bagian tengah dan
melemaskan otot mata
Dikonsumsi
Dewasa dan anak-anak (≥ 3 bulan)
oleh
Kategori C: Studi pada binatang
percobaan memperlihatkan adanya
efek samping terhadap janin, namun
belum ada studi terkontrol pada wanita
Kategori hamil. Obat hanya boleh digunakan
kehamilan dan jika besarnya manfaat yang diharapkan
menyusui melebihi besarnya risiko terhadap
janin.Atropin belum diketahui diserap
ke ASI atau tidak. Bila Anda sedang
menyusui, jangan menggunakan obat
ini tanpa memberi tahu dokter.
Bentuk obat Tablet, suntik, obat tetes mata

Peringatan:

 Hati-hati menggunakan obat atropin apabila sedang menderita glaukoma, penyumbatan saluran
kemih, gangguan kelenjar prostat, penyakit ginjal, stenosis pilorus, dan myasthenia gravis.
 Beri tahu dokter jika memiliki riwayat atau sedang menderita gangguan fungsi hati, penyakit
tiroid, hipertensi, gangguan jantung, asma, kolitis ulseratif, penyakit refluks asam lambung, asma,
dan sindrom Down.
 Atropin sebaiknya digunakan secara hati-hati pada lansia dan bayi berusia di bawah 3 bulan,
karena dapat meningkatkan risiko efek samping.
 Beri tahu dokter jika sedang menggunakan obat-obatan lain, termasuk suplemen dan produk
herba.
 Jika terjadi reaksi alergi atau overdosis, segera temui dokter.

Dosis Atropin

Penentuan dosis atropin tergantung kepada kondisi yang diderita pasien. Berikut ini adalah takaran umum
penggunaan atropin.

Kondisi: Divertikulitis dan irritable bowel syndrome (IBS)

 Tablet
Dewasa: 0,6-1,2 mg, sekali sehari, dikonsumsi malam hari sebelum tidur.
Kondisi: Peradangan mata bagian tengah (uveitis anterior)

 Obat tetes mata


Dewasa: 1-2 tetes larutan atropin 0,5-1%, 4 kali sehari.
Anak (≥ 3 bulan): 1-2 tetes larutan atropin 0,5%, atau 1 tetes larutan atropin 1%, 2 kali sehari.

Kondisi: Sebelum pemeriksaan mata

 Obat tetes mata:


Dewasa: 1 tetes larutan atropin 1%, 2 kali sehari, selama 1-2 hari sebelum prosedur pemeriksaan,
atau diberikan 1 jam sebelum prosedur pemeriksaan dilakukan.
Anak (≥ 3 bulan): 1-2 tetes larutan atropin 0,5% atau 1 tetes larutan atropin 1%, 2 kali sehari,
selama 1-3 hari sebelum prosedur pemeriksaan. Dosis lanjutan diberikan 1 jam sebelum prosedur.

Kondisi: Bradikardia

 Suntik
Dewasa: 500 mcg, setiap 3-5 menit. Dosis total: 3 mg.

Kondisi: Keracunan insektisida (jenis organofosfat)

 Suntik ke pembuluh darah atau otot


Dewasa: 2 mg, setiap 10-30 menit hingga efek racun menghilang.
Untuk kondisi keracunan parah, akan diberikan setiap 5 menit hingga gejala keracunan
menghilang.
Anak-anak: 20 mcg/kgBB, diberikan setiap 5-10 menit.

2.Benztropine
Benztropine adalah jenis obat antiparkinson. Obat ini bekerja dengan cara mengurangi efek reaksi kimia
tertentu dalam tubuh yang tidak seimbang yang diakibatkan oleh penyakit Parkinson, terapi obat, atau
penyebab lainnya; dengan mengurangi kekakuan dan meningkatkan kekuatan otot. Sehingga pasien dapat
mengatur pergerakan tubuhnya secara normal.

Manfaat Benztropine
Secara umum manfaat obat ini adalah untuk mengatasi gejala Parkinson. Penyakit Parkinson adalah
kelainan sistem saraf progresif yang memengaruhi gerakan. Kondisi ini dapat menimbulkan gejala
seperti:

 Kejang otot

 Kekakuan

 Tremor

 Kontrol otot yang buruk


Selain mengatasi gejala di atas yang diakibatkan Parkinson, obat ini juga digunakan mengatasi dan
mencegah gejala serupa yang diakibatkan oleh penggunaan obat-obatan tertentu seperti Chlorpromazine,
Fluphenazine, Perphenazine, dan obat lainnya.

Dosis Benztropine
Benztropine hadir dalam berbagai bentuk sediaan mulai dari tablet, kapsul, dan injeksi. Dosis untuk setiap
sediaan dapat berbeda-beda. Berikut adalah dosis sediaan oral yang umum diberikan:

1. Dosis untuk Parkinson Idiopatik


 Dewasa: Dosis awal 0,5-1 mg sebelum tidur. Dosis maksimumnya 6 mg/hari.

 Anak usia di atas 3 tahun: Dosis sesuai petunjuk dokter.

 Anak usia di bawah 3 tahun: tidak direkomendasikan


2. Dosis untuk Parkinson yang Disebabkan oleh Obat Lain:
 Dewasa: Dosis awal 1-4 mg diberikan 1-2 kali sehari, dan dapat ditingkatkan sesuai dengan
petunjuk dokter.

 Anak usia di atas 3 tahun: Dosis sesuai petunjuk dokter.

 Anak usia di bawah 3 tahun: tidak direkomendasikan.


3. Parkinson Postencephalitic
 Dewasa: Dosis awal 0,5-2 mg sebelum tidur. Dosis maksimumnya adalah 6 mg/hari.
 Anak usia di atas 3 tahun: Dosis sesuai petunjuk dokter.
 Anak usia di bawah 3 tahun: tidak direkomendasikan.
Dosis di atas adalah dosis yang lazim diberikan. Dosis dapat berubah sesuai dengan kebutuhan dan
kondisi pasien. Jangan pernah mengganti dosis tanpa berkonsultasi dengan dokter atau apoteker.

Efek Samping Benztropine


Setiap obat berpotensi menimbulkan efek samping, begitu juga dengan Benztropine. Berikut adalah
berbagai efek samping yang mungkin timbul dari penggunaan obat ini:

 Detak jantung cepat

 Sembelit

 Mual

 Muntah

 Penglihatan kabur

 Mulut kering

 Kesulitan buang air kecil


 Kebingungan

 Pusing

 Otot lemah

 Mati rasa atau kesemutan di tangan

 Perubahan cara berpikir atau kesehatan mental

 Heat stroke
Efek samping yang terjadi pada setiap orang mungkin berbeda-beda. Efek samping dapat terjadi akibat
penggunaan obat berlebihan, interaksi obat, penggunaan jangka panjang, atau karena kondisi tertentu dari
pasien.

Jika Anda merasakan gejala efek samping serius atau reaksi alergi, segera hentikan penggunaan obat ini
dan konsultasikan dengan dokter untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut dan hentikan penggunaan
obat.

Referensi
 Anonim. 2020. Benztropine (Oral Route). https://www.mayoclinic.org/drugs-
supplements/benztropine-oral-route/description/drg-20072652. (Diakses 19 Desember 2020).

 Multum, Cerner. 2019. Benztropine. https://www.drugs.com/mtm/benztropine.html. (Diakses 19


Desember 2020).

 University of Illinois-Chicago, Drug Information Group. 2018. Benztropine, Injectable


Solution. https://www.healthline.com/health/benztropine-injectable-solution. (Diakses 19
Desember 2020).

3. Chlordiazepoxide-Clidinium
Chlordiazepoxide adalah obat penenang yang berguna untuk mengurangi kecemasan. Sementara itu,
Clidinium merupakan obat yang dapat melemaskan otot saluran pencernaan berfungsi mengurangi asam
lambung dan kram usus.

Tentang Chlordiazepoxide-Clidinium
Golongan Obat saluran pencernaan
Kategori Obat resep
Mengatasi keluhan sakit maag dan
Manfaat
kram perut
Dikonsumsi oleh Dewasa
Kategori Kategori D: Ada bukti positif
mengenai risiko terhadap janin
manusia, tetapi besarnya manfaat
yang diperoleh mungkin lebih besar
dari risikonya, misalnya untuk
mengatasi situasi yang mengancam
kehamilan dan jiwa.
menyusui Chlordiazepoxide-Clidinium dapat
terserap ke dalam ASI, sekaligus
menurunkan jumlah ASI. Oleh
karena itu, berkonsultasilah dengan
dokter sebelum mengonsumsi obat
ini bila Anda sedang menyusui.
Bentuk obat Tablet

Peringatan:

 Chlordiazepoxide-Clidinium tidak boleh digunakan di luar anjuran dokter.


 Sebelum mengonsumsi obat, informasikan ke dokter jika Anda memiliki alergi terhadap
chlordiazepoxide dan clidinium.
 Beritahukan ke dokter mengenai obat bebas, obat resep, suplemen, vitamin atau produk herbal
yang digunakan. Terutama ketika Anda sedang menggunakan obat pengencer darah,
seperti warfarin; obat antipsikotik, seperti chlorpromazine dan fluphenazine; atau obat
antibiotik linezolid.
 Beri tahu dokter jika Anda pernah atau sedang menderita depresi, gangguan penglihatan,
glaukoma, pembesaran prostat, gangguan buang air kecil, penyakit ginjal, atau penyakit liver.
 Jangan mengonsumsi alkohol atau NAPZA bersamaan dengan obat ini, karena dapat
menimbulkan interaksi obat yang berbahaya.
 Chlordiazepoxide-clidinium dapat membuat penggunanya mengantuk. Hindari mengendarai
mobil atau mengoperasikan alat berat ketika mengonsumsinya.

Dosis Chlordiazepoxide-Clidinium
Tiap tablet mengandung 5 mg chlordiazepoxide dan 2,5 mg clidinium. Berikut adalah dosis
chlordiazepoxide-clidinium untuk mengatasi keluhan tukak lambung, irritable bowel syndrome,
dan enterocolitis:

 Dewasa: 1-2 tablet, 3-4 kali.


 Lansia: 2 kapsul atau tablet per hari, atau sesuai dengan petunjuk dokter.

Efek Samping dan Bahaya Chlordiazepoxide-Clidinium


Beberapa efek samping yang dapat terjadi setelah menggunakan chlordiazepoxide-clidinium adalah:

 Tubuh terasa lemah dan lelah


 Mulut kering
 Sembelit
 Mual
 Sulit buang air kecil
 Gairah seksual menurun
 Perubahan siklus menstruasi
 Emosi tidak stabil

Bila efek samping tersebut bertambah parah atau tidak kunjung hilang, konsultasikanlah kepada dokter.
Segera pergi ke IGD (instalasi gawat darurat) bila terjadi gejala overdosis, seperti:

 Penglihatan buram
 Penurunan kesadaran
 Berjalan terhuyung-huyung
 Sulit berbicara
 Tubuh gemetar
 Tangan dan kaki membengkak
 Warna mata dan kulit menjadi lebih kuning

B.Simpatomimetik atau adrenergik


1.Asetazolamid
Indikasi
penurunan tekanan intraokuler dalam glaukoma sudut lebar, glaukoma sekunder, dan perioperatif pada
glaukoma sudut sempit; diuresis (lihat bagian 2.5.6).
Peringatan
obstruksi pulmoner (risiko asidosis); lansia; kehamilan (lihat Lampiran 4); tidak dianjurkan untuk
penggunaan jangka panjang tetapi bila diberikan juga diperlukan pemantauan hitung jenis darah dan
kadar elektrolit plasma; hindari ekstravasasi pada tempat injeksi (risiko nekrosis).

Kontraindikasi

hipokalemia, hiponatremia, gangguan fungsi hati hati berat; gangguan fungsi ginjal hipersensitifitas
terhadap sulfonamid.

Efek samping
mual, muntah, diare, gangguan indra pengecap; kehilangan nafsu makan, paraestesia,, sakit kepala,
pusing, kelelahan, perasaan menjadi sensitif, depresi; haus, poliuria; penurunan libido; asidosis metabolik
dan gangguan keseimbangan elektrolit pada pengobatan jangka panjang; kadang-kadang mengantuk,
kebingungan, gangguan pendengaran, urtikaria, melena, glikosuria, hematuria, gangguan fungsi hati,
gangguan pada darah diantaranya agranulositosis dan trombositopenia, ruam diantaranya sindrom Steven
Johnson dan nekrolisis epidermal toksik; jarang fotosensitifitas, kerusakan hati, kejang; dilaporkan juga
miopati yang tidak menetap.
oral atau injeksi intravena 0,25-1 g/ hari dalam dosis terbagi.
Cara injeksi intramuskular seperti pada injeksi intravena tetapi lebih baik dihindari karena pH alkalis.

2.Brinzolamid

Indikasi

terapi tambahan pada peningkatan tekanan intra okular pada pasien hipertensi okular atau glaukoma sudut
lebar.

Peringatan

 gangguan fungsi hati; kehamilan

Kontraindikasi

gangguan fungsi ginjal (Creatinine clearance kurang dari 30mL/menit), asidosis hiperkloremik;
menyusui; hipersensitif terhadap komponen obat

Muiritasi lokal, gangguan rasa, mual, dispepsia, mulut kering, nyeri dada, mimisan, rinitis, faringitis,
bronkitis, paraestesia, depresi, pusing, sakit kepala, dermatitis, alopesia, erosi kornea.

Dosis
tiga kali sehari masing-masing satu tetes. Brinzolamid dapat digunakan bersamaan dengan sediaan mata
lain untuk menurunkan tekanan intra okular, jika digunakan bersamaan dengan sediaan mata lain harus
diberikan dengan rentang waktu minimal 10 menit.

3.Brinzolamid +Timolol
Indikasi
menurunkan tekanan intraokular pada pasien hipertensi okular atau glaukoma sudut terbuka dimana
monoterapi dengan komponen lain kurang memberikan respon pada penurunan tekanan intraokular

Peringatan

gangguan fungsi ginjal, efek sistemik, reaksi anafilaktik,  kehamilan, tidak direkomendasikan untuk anak
di bawah umur 18 tahun, hati-hati pada penderita diabetes

Interaksi

hati-hati pemberian penghambat CYP3A4 (ketokonazol, itrakonazol, klotrimazol, ritonavir dan


troleandomisin) karena akan menghambat metabolisme brinzolamid. Pemberian bersama tetes mata
mengandung timolol dengan penghambat kanal kalsium oral, guanetidin, betabloker, antiaritmia,
glikosida digitalis atau parasimpatomi metik berpotensi memberikan efek adisi yang menimbulkan
hipotensi atau bradikardi
Kontraindikasi

riwayat asma bronkial atau penyakit paru obstruktif kronik berat, bradikardi sinus, hambatan
atrioventrikuler derajat dua atau tiga, gagal jantung, syok kardiogenik, rinitis alergi berat dan
hiperreaktifitas bronkial, hipersensitif terhadap beta bloker lain, asidosis hiperkloremik, gangguan fungsi
ginjal berat, hipersensitif terhadap sulfonamid

Efek samping

Umum,penglihatan buram, iritasi mata, nyeri mata, sensasi abnormal di mata, rasa tidak enak pada lidah
Tidak umum: inflamasi permukaan mata dengan kerusakan pada lapisan permukaan, inflamasi bagian
dalam mata, mata merah, mata gatal, kelopak mata gatal, memerah, bengkak atau keropeng, mata tidak
berfungsi, mata alergi, mata kering, mata lelah, penyakit paru kronis, penurunan tekanan darah, iritasi
saluran nafas, batuk, gangguan tidur, inflamasi kulit, kemerahan atau gatal, hidung berair, gangguan
rambut; kerusakan pada saraf optik, peningkatan tekanan dalam mata, endapan di permukaan mata,
gangguan kornea, penurunan sensitivitas mata, inflamasi atau infeksi pada konjungtiva, penglihatan
abnormal, berbayang, atau mengalami penuruanan, peningkatan pigmentasi pada mata, pertumbuhan
dipermukaan mata, peningkatan produksi air mata, mata bengkak, sensitivitas pada cahaya, penurunan
pertumbuhan atau jumlah bulu mata, kelopak mata terkulai, inflamasi pada kelenjar mata, perubahan pada
denyut jantung dan irama jantung, nyeri dada, penurunan fungsi jantung, jantung berhenti berdetak,
peningkatan tekanan darah, penurunan aliran darah ke otak, stroke, pembengkakan pada kondisi ekstrim,
nafas pendek atau kesulitan bernafas, gejala kedinginan, sesak nafas, infeksi hidung, bersin, hidung
mampet, hidung kering, hidung berdarah, asma, depresi, kesulitan mengingat/gangguan pada memori,
sakit kepala, gelisah, iritabilitas/mudah tersinggung, kelelahan, gemetar, perasaan abnormal, pingsan,
pusing , mual, muntah, diare, gas lambung, nyeri saluran cerna, inflamasi saluran napas, sensasi abnormal
atau rasa kering di mulut, penurunan sensitivitas rasa, tidak mampu mencerna, nilai fungsi hati abnormal,
peningkatan kadar klorin darah, penurunan jumlah sel darah merah, peningkatan gejala alergi, kuping
berdenging, sensasi berputar, pingsan, gatal, memerah, penurunan atau abnormalitas sensasi kulit, rambut
rontok, nyeri punggung, nyeri sendi, nyeri otot, ketegangan otot, nyeri luar biasa, kelemahan otot, nyeri
ginjal, sering berkemih, penurunan gairah seks, kesulitasn seks pada pria, kadar gula rendah.

Penggunaan

satu tetes pada mata yang sakit, dua kali sehari, pagi dan malam atau sesuai arahan dokter. Jika
menggunakan lebih dari satu obat tetes mata, beri jarak waktu pemberian masing-masing obat 5 menit.
Jika mengganti obat antiglaukoma optalmik lainnya dengan kombinasi ini, obat lain harus dihentikan dan
kombinasi ini mulai diberikan pada hari berikutnya.

C.Obat Ganglion
Nikotin
•Mekanisme : Nikotin bekerja dengan memancing eksitasi reseptor Asetilkolin nikotin (nicAChr) yang m
engakibatkan pelepasan neurotransmitter dan penghilang kepekaan nicAChr.Pada dosis rendah, nikotin m
enyebabkanstimulasi ganglion. Pada dosis tinggi, nikotin menyebabkan penghambatan ganglionik 
•Indikasi : Nikotin mempunyai sifat merangsang dan sekaligus relaksasi. Secara fisiologis, nikotin menin
gkatkankewaspadaan, mengurangi iritasi, dan membuat rileks tonal otot rangka.
•Efek samping :Toleransi, Ketergantungan,. Ketagihan baik secara fisik maupun fisiologis, Mual, muntah 
(keracunan nikotinsecara akut)
•Dosis : Nikotin untuk orang dewasa dari 40 sampai 60 mg

Heksametonium
•Mekanisme Kerja :Berbeda dengan penghambatan oleh nikotin dan metakolin, efek pengham
batan obat heksametonium tidak didahului oleh perangsangan. Hambatan ini terjadi secara kompetiti
f dengan menduduki reseptornasetilkolin.Penglepasan asetilkolin dari ujung serat persinaps tidak di gangg
u.
•Indikasi :Memblok reseptor nikotinik di ganglion.
•Efek Samping :Midriasis, mulut kering, impotensi, konstipasi
•Kontraindikasi :Gunakan dengan hati-hati pada pasien alergiJangan di gunakan pada penderita insufisien
si koroner dan ginjal.

BAB III
PENUTUP
3.1.KESIMPULAN

Obat otonom yaitu obat yang bekerja pada berbagai bagian susunan saraf otonom, mulai
dari sel saraf sampai ke efektor.Analgesik adalah obat yang mengurangi atau menghilangkan rasa
nyeri tanpa menghilangkan kesadaran. Antipiretik adalah obat yang menurunkan suhu tubuh yang
tinggi. Jadi analgetik-antipiretik adalah obat yang mengurangi rasa nyeri dan serentak
menurunkan suhu tubuh yang tinggi. Berdasarkan aksinya, Analgesik di bagi menjadi 2 yaitu:
Analgesik narkotika dan Obat Analgetik Non-narkotik. Pada obat Antipiretik penggolongan
obatnya, yaitu Benorylate, Fentanyl, dan Piralozon. Umumnya cara kerja analgetik-antipiretik
adalah dengan menghambat sintesa neurotransmitter tertentu yang dapat menimbulkan rasa nyeri
& demam. Dengan blokade sintesa neurotransmitter tersebut, maka otak tidak lagi mendapatkan
"sinyal" nyeri,sehingga rasa nyerinya berangsur-angsur menghilang.
DAFTAR PUSTAKA

1. https://www.sehatq.com/artikel/menyimak-fungsi-obat-antikolinergik-dan-efek-
sampingnya
2. https://id.scribd.com/presentation/405538634/Obat-Ganglion
3. https://id.scribd.com/document/426872752/BAB-I-Obat-Otonom
4. https://www.alodokter.com/penghambat-adrenergik
5. https://studylibid.com/doc/257531/obat-antiadrenergik
6. https://www.sehatq.com/artikel/menyimak-fungsi-obat-antikolinergik-dan-efek-sampingnya
7. https://adalah.co.id/antikolinergik/

Anda mungkin juga menyukai