PENDAHULUAN
kesehatan. Dalam hal ini dipelajari tentang pengaruh senyawa terhadap sel
hidup, lewat proses kimia khususnya lewat reseptor serta efek samping yang
Sistem saraf otonom adalah sistem saraf yang tidak dapat dikendalikan
beberapa organ tubuh seperti jantung, pembuluh darah, ginjal, pupil mata,
lambung dan usus. Sistem saraf ini dipacu (induksi) atau dihambat (inhibisi)
oleh senyawa obat. Berdasarkan hal ini kerja sistem saraf otonom dapat
dimana kedua saraf ini bekerja pada efektor atau organ yang sama tetapi
Sistem saraf simpatis yaitu sistem saraf yang memiliki ganglion yang
1
Sistem saraf parasimpatis berbeda dengan sistem saraf simpatis,
oblongata. Dalam hal ini sistem saraf parasimpatis memberikan efek pada
tubuh berupa yang berbalikan dengan sistem saraf simpatis yaitu pupil mata
pembuluh darah.
Untuk mengetahui:
2
1.4 Manfaat Penulisan
3
BAB II
PEMBAHASAN
Sistem saraf otonom atau saraf tak sadar merupakan bagian dari
sistem saraf tepi (SST) yang terletak khusus pada sumsum tulang belakang
keringat. Disebut sistem saraf otonom karena sifat kerja sistem saraf ini
tekanan darah dan segi perilaku emosional lainnya. Bagian sistem saraf
inilah yang mengatur fungsi viseral tubuh disebut sebagai sistem saraf
4
Salah satu sifat yang menonjol dari sistem saraf otonomik adalah
kecepatan atau intensitas yang ada di dalam sistem saraf ini dapat mengubah
fungsi viseral (refleks otonom). Dalam waktu beberapa detik secara tidak
Jadi, sistem saraf yang bekerja melalui serat-serat saraf otonomik dapat
dengan cepat dan secara efektif mengatur sebagian besar atau seluruh fungsi
Jadi, sinyal pusat di dalam ganglion otonomik, medula, batang otak atau
tersebut. Sistem saraf otonom bergantung pada sistem saraf pusat dan antara
keduanya dihubungkan oleh urat-urat saraf eferen dan saraf eferen ini
Sistem Saraf simpatik adalah bagian dari sistem saraf otonom yang
glukosa dalam hati. Sistem saraf simpatik diaktifkan terutama dalam kondisi
stres.
5
Saraf parasimpatik merupakan saraf yang berpangkal pada sumsum
lanjutan (medula oblongata) dan dari sakum yang merupakan saraf pre-
ganglion dan post-ganglion. sistem saraf ini di sebut juga dengan sistem
saraf kraniosakral, karena saraf preganglion keluar dari daerah otak dan
Urat sarafnya menuju ke organ tubuh yang dikuasai oleh susunan saraf
simpatik.
susunan saraf otonom, mulaidari sel saraf sampai dengan sel efektor.Secara
Efek obat golongan ini menyerupai efek yang ditimbulkan oleh aktivitas
6
Efeknya menyerupai efek yang ditimbulkan oleh aktivitas susunan saraf
simpastis.
5. Obat ganglion
A. Kolinergik
parasimpatis. Tetapi karena ada saraf, yang secara anatomis termasuk saraf
tiga golongan:
1. ESTER KOLIN
sinaps dan akhiran saraf pada saraf simpatis, parasimpatis dan somatik.
7
terlalu luas dan terlalu singkat. Selain itu ACh tidak dapat diberikan per
1.1 FARMAKODINAMIK
dengan ACh endogen, yang eksogen kerjanya tentu lebih menyebar (difus)
dan memerlukan kadar yang lebih besar untuk menimbulkan efek yang
dapat dimengerti bila diketahui efek ACh pada berbagai organ. Secara
terhadap:
efek nikotinik.
Dosis berlebihan dari ester kolin sangat berbahaya karena itu jangan
diberikan secara IV, kecuali asetilkolin yang lama kerjanya sangat singkat.
dengan prostigmin atau obat kolinergik lain juga tidak boleh digunakan,
karena terjadinya potensiasi yang dapat membawa akibat buruk. Ester kolin
8
2. OBAT ANTIKOLINESTERASE
2.1 FARMAKODINAMIK
pupil, usus dan sambungan saraf-otot. Efek-efek lain hanya mempunyai arti
toksikologik.
bulbi, maka terlihat suatu perubahan yang nyata pada pupil berupa miosis,
sekali, dalam beberapa menit, dan menjadi maksimal setelah setengah jam.
terus menerus. Hal ini menimbulkan tremor, fibrilasi otot, dan dalam
9
TEMPAT-TEMPAT LAIN: Pada umumnya antikolinesterase, melalui efek
kelenjar pada bronkus, kelenjar air mata, kelenjar keringat, kelenjar liur, dan
2.2 FARMAKOKINETIK
maupun elaput lendir lain. Seperti atropin, fisostigmin dalam obat tetes mata
dapat menyebabkam efrek sistemik. Hal ini dapat dicegah dengan menekan
ora diperlukan dosis 30 kali lebih besar, lagi pula penyerapan tidak teratur.
3. ALKALOID TUMBUHAN
3.1 FARMAKOLOGI
kelenjar ludah. Produksi keringat dapat mencapai tiga liter. Efek terhadap
10
kelenjar keringat ini terjadi karena perangsangan langsung (efek
4.1 METOKLOPRAMID
lokal yang sanagt lemah dan hampir tidak berpengaruh terhadap miokard.
Efek farmakologi metoklopramid sangat nyata pada saluran cerna; obat ini
secara pasti. Tapi jelas bahwa efeknya dapat dihambat oleh antikolinergik
11
aferen dari saluran yang menghantarkan impuls aferen dari slauran cerna
ke pusat muntah.
4.2 SISAPRID
saluran cerna. Kerja pada reseptor lain termasuk reseptor dopamin belum
menyebabkan takikardia.
B. Antimuskarinik
1. ALKALOID BELLADONA
1.1 FARMAKODINAMIK
contoh dan antimuskarinik lain akan disebut bila ada perbedaan. Hambatan
12
asetilkolin dalam jumlah berlebihan atau pemberian antikolinesterase.
depresi sentral yang lebih besar daripada atropin, sedangkan efek perifer
terhadap jantung, usus, dan otot bronkus lebih kuat dipengaruhi oleh
atropin. Atropin merangsang medula oblongata dan pusat lain di otak. dalam
1.2 FARMAKOKONETIK
kulit. pemberian atropin sebagai obat tetes mata, terutama pada anak dapat
menyebabkan absorbsi dalam jumlah yanh cukup besar lewat mukosa nasal,
bentuk asal.
dalam dosis yang besar (2,5 mg), tetapi efek sentralnya tidak sekuat antropin
karena tidak melewati sawar darah otak. Absorbsi pirenzepin tidak lengkap
13
1.3 EFEK SAMPING
Efek samping obat ini pada orang muda yaitu, mulut kering,
Sedangkan, pada orang tua dapat terjadi sindrom demensia. Selain dari itu,
pada pasien glaukoma, menyebabkan obat ini kurang diterima. Muka merah
ditemukan.
C. Adrenergik
adrenergic. Obat-obat ini bekerja pada satu tempat atau lebih dari reseptor
adrenergik yang terdapat pada sel-sel otot polos. Ada empat reseptor
otot polos. Jika reseptor alfa dirangsang, arteriola dan venula mengalami
menuju ke organ vital akan berkurang. Reseptor alfa 2 terdapat pada ujung
14
Reseptor adrenergik beta1 terutama terdapat pada jantung.
denyut jantung. Reseptor beta2 terutama terdapat pada otot polos paru-paru,
pada arteri ginjal, mesenterium, koroner dan serebral. Jika reseptor ini
alfa1, beta1 dan beta2. Respons dari tempat reseptor ini adalah meningkatkan
15
bronkodilatasi. Karena epinefrin mempengaruhi tiga reseptor adrenergik
1.1 FARMAKODINAMIK
reseptor beta1 dan beta2. Obat ini lebih spesifik daripada epinephrine,
16
Jika isoproterenol dipakai dengan berlebihan, maka dapat terjadi takikardia
asma dapat memberikan respon lebih baik jika memakai albuterol dari pada
tidak diinginkan (efek samping). Tetapi, dosis tinggi dari albuterol dapat
1.2 FARMAKOKINETIK
Persentase obat yang berikatan dengan protein dan waktu paruhnya tidak
urin.
2. ADRENERGIK LAIN
2.1 FARMAKODINAMIK
NOREPINEFRIN
Beta1 pada jantung yabg sebandung dengan Epi, tetapi efek Beta2 nya jauh
17
peningkatan tekanan diastolik, tekanan sistolik, dan biasanya juga tekanan
nadi
ISOPROTERENOL.
terutama pada otot rangka, tetapi juga pada ginjal dan mesenterium,
inotropik dan kronotropik positif yang langsung dari obat. Pada dosis
Tekanan darah paru tidak berubah. Dosis isoproterenol yang lebih besar
DOPAMIN
jantung. Pada dosis rendah hingga sedang, resistensi perifer total tidak
18
mengubah tekanan diastolic akibatnya berguna untuk curah jantung rendah
dengan gangguan fungsi ginjal seperti syok kardiogenik dan gagal jantung
berat. Pada kadar yang tinggi dapat menyebabkan vasokontriksi maka dari
itu untuk penatalaksanaan syok tekanan darah dan fungsi ginjal harus
dimonitor.
DOBUTAMIN
tidak menyebabkan perubahan sama sekali pada tekanan darah arterial. Pada
aktivitas beta 2.
19
Efek hemodinamik dobutamin bergantung terhadap dosis.
detak jantung, serta penurunan filling pressure pada ventrikular kiri dan
resistensi sistemik vaskular. Pada dosis yang besar, dobutamin juga dapat
Hal tersebut akibat penurunan waktu pemulihan dari sinus node dan waktu
output pada kedua kelompok tersebut, namun peningkatan laju jantung dan
dewasa.
METAMFETAMIN
cara kerja shabu dan efek shabu terhadap berbagai fungsi organ. Shabu
cincin benzen, dua gugus etil dan satu gugus amino, contohnya
20
Mekanisme kerja shabu yaitu pertama, shabu penetrasi masuk ke
ujung saraf presinaps dengan cara difusi pasif melewati membran lipid atau
dopamin menjadi lebih cepat (Gambar 5.iv). Pada keadaan normal, setelah
dengan cara menghalangi proses re-uptake oleh saraf presinaps dan dengan
21
serotonin, dopamin, dan norepinefrin meningkat di tempat masing-masing
motivasi dan efek euforia. Tetapi dalam jangka panjang akan menyebabkan
di sistem saraf otonom dan sistem saraf pusat seperti talamus, sistem limbik,
nyaman, agresi persepsi nyeri, dan koordinasi. Tetapi dalam jangka panjang
EFEDRIN
adalah bahwa efedrin efektif pada pemberian oral, masa kerjanya jauh lebih
panjang, efek sentralnya lebih kuat, tetapi diperlukan dosis yang jauh lebih
besar dari pada epi. Obat ini merupakan agonis reseptor dan 1 dan 2, dan
22
dapat merangsang pelepasan norepinefrin dari neuron simpatis. Efek perifer
tetapi berlangsung kira kira 10 kali lebih lama. Tekanan sistolik meningkat,
Aliran darah ginjal dan visceral berkurang ,s edangkan aliran darah koroner,
otak, dan otot rangka meningkat. Berbeda dengan Epi, penurunan tekanan
darah pada dosis rendah tidak nyata pada efedrin. Bronkorelaksasi oleh
efedrin lebih lemah tetapi berlangsung lebih lama dari pada Epi. Penetesan
biasanya dikurangi oleh efedrin, efek ini dapat dimanfaatkan ada dismenore.
menimbulkan bronko dilatasi. Obat ini juga dipakai sebagai stimulan ssp.
23
Efedrin dieksresi di urin dalam bentuk yang sama, t1/2 = 3 - 6 jam. Obat ini
tidak dipakai pada pasien asma, karena digunakan agonis beta 2 selektif.
2.2 FARMAKOKINETIK
pada pemberian oral atau sublingual sehingga tidak dianjurkan. Obat ini
merupakan substrat yang baik untuk COMT tetapi bukan substrat baik untuk
MAO, sehingga kerjanya sedikir lebih panjang daripada Epi. Disamping itu,
24
DOPAMIN: Nausea, muntah, takikardi, artmia, nyeri dada, nyeri
euforia.
D. Penghambat Adrenergik
25
Penghambat saraf adrenergik ialah obat yang mengurangi respons
alkaloid ergot.
hipotensi postural, yang sering disertai dengan refleks takikardia dan aritmia
26
melepaskan sejumlah besar NE dan Epi ke dalam sirkulasi dan
DERIVAT IMIDAZOLIN
fenoksibenzamin.
pada penderita dengan penyakit jnatung koroner atau dengan riwayat ulkus
peptikum.
ALKALOID ERGOT
Alkaloid ergot secara klinis tidak berguna sebagai α-bloker karena efek ini
baru timbul pada dosis besar yang tidak dapat ditoleransi oleh manusia.
vasokontriksi perifer, yang lebih kuat pada pembuluh pascakapiler dari pada
pembuluh prekapiler.
27
Dalam golongan ini termasuk derivat kuinazolin dan beberapa obat
DERIVAT KUINAZOLIN
reseptor α1 pada otot polos arteriol dan vena, yang menimbulkan zaso dan
baik pada pemberian oral, terikat kuat pada protein plasma, mengalami
metabolisme yang ekstensif di hati, dan hal sedikit yang dieksresi utuh
melalui ginjal.
postural yang hebat dan sinkop yang terjadi 30-90 menit setelah pemberian
dosis pertama. Hal ini disebabkan oleh penurunan tekanan darah yang cepat
yang terlalu besar. Efek samping yang paling sering berupa pusing
nausea.
28
Sebagai α1-bloker yang selektif hanya dikenal yohimbin, yang
ditemukan dalam kulit batang pohon Pausinystalia yohimbe dan dalam akar
rauwoifia.
FARMAKODINAMIK
FARMAKOKINETIK
(2) β-bloker yang mudah larut dalam air, yakni sotalol, nadolol dan atenolol.
Sotalol diabsorpsi dengan baik dari saluran cerna, dan tidak mengalami
yang tinggi. Nadolol dan atenolol kurang baik absorpsinya dari saluran
29
(3) β-bloker yang kelarutannya terletak diantara golongan (1) dan (2), yakni
berbeda derajatnya.
GUANETIDIN
dan guanadrel memiliki gugus guanidin yang bersifat basa relatif kuat.
FARMAKODINAMIK
penglepasannya.
30
Guanetidin meningkatkan motilitas saluran cerna dan dapat
FARMAKOKINETIK
Obat ini dengan cepat diangkut ke tempat kerjanya dalam saraf, dari sini
EFEK SAMPING
bangun tidur, dan dapat diperberat oleh alkohol, hawa panas atau latihan
GUANADREL
kecuali insidens diare lebih rendah dengan guanadrel. Interaksi obat pada
31
3.2 RESEPRIN
FARMAKODINAMIK
hasil kerja sentral maupun perifernya. Hipotensi postural dapat terjadi tetapi
FARMAKOKINETIK
paling sering adalah sedasi dan tidak mampu berkonsentrasi atau melakukan
3.3 METIROSIN
32
dosisnya 1-4 g sehari, obat ini mengurangi biosintesis NE dan Epi sebanyak
berhari-hari; efek ini dapat dilihat dengan mengukur kadar katekolamin dam
E. Pelumpuh Otot
1.2 FARMAKODINAMIK
(endplate potensial, EPP ) yang bisa melewati ambang rangsang (ET) akan
33
yang menurun sampai kurang dari 70% tidak menyapai et sehinga tidak
menghasilkan map dan kontraksi otot tidak terjadi tetapi simulasi listrik
tidak terganggu.
kerja yang sama, yaitu sama memnduduki reseptor nikotinik otot (NM)
dan EPP yang menurun sampai kurang dari 70% tidak mencapai Et sehingga
tidak menghasilkan MAP dan kontraksi otot tidak terjadi. Tetapi stimulasi
akhir saraf (EPP persisten pada lempeng diatas Et) karena obat-obat ini
bekerja sebagai agonis ACh tetapi tidak segera dipecah seperti halnya
dengan ACh. Jadi, hambatan ini menyerupai efek ACh dalam dosis besar
34
sellintas. Kemudian memban otot mengalami akomodasi terhadap
rangsangan yang persisten dari EPP sehingga tidak lagi membentuk MAP,
kejadian ini desibut blok fase I. kejadian ini disusul dengan repolarisasi EPP
reseptor terhadap obata ini disebut blok fase II. Sifat relaksasi otot rangka,
rangka yang kecil dan bergerak cepat seperti otot ekstrinsik mata, jara kaki
dan tangan, kemudian disusul oleh otot yang lebih besar seperti otot-otot
(masa kerja d-Tc kira-kira 1/2 jam) penyembuhan terjadi dengan urutan
terbalik, dengan demikian diafragma yang pertama sekali sembuh dan otot-
otot yang lain dalam keccepatan dan lama kerjanya . dengan sifatnya ini,
derajat relaksasi otot rangka dapat diubah dalam 1/2 – 1 menit setelah
1.3 FARMAKOKINETIK
35
menyebabkan keracunan jika daging hewan yang mati terpanah itu dimakan
penyuntikan IM. Pada manusia, 2/3 dari dosis d-tubokarin diekskresi utuh
menit setelah suntikan IV, beberapa gejala masih terlihat sampai 2-4 jam
atau lebih. Distribusi, eliminasi dan masa kerja metokurin sama dengan
plasma dan secara spontan menjadi metabolit yang kurang aktif, hal ini
yang banyak terdapat dalam hepar dan plasma, sehingga masa kerjanya
atipik atau defisiensi enxim tersebut akibat kelainan genetic, penyakut hati
atau gangguan gizi tetapu pada beberapa orang, aktivitas esterase plasma
normal.
36
Efek toksik yang ditimbulkan oleh obat golongan ini disebabkan
dosis berlebih atau sinergisme dengan berbagai macam obat. Yang paling
sering dialami ialah apne yang terlalu lama, kolaps kardiovaskuler dan
2.1 DANTROLEN
2.1.1 FARMAKODINAMIK
kontraksi otot menurun paling banyak 75-80%. Dalam dosis terapi, obat ini
tidak mempengaruhi saraf, otot jantung, maupun otot polos, dan juga tidak
2.1.2 FARMAKOKINETIK
Absorbsi oral lebih dari 70%, kadar puncak dicapai setelah satu
lebih lemah dibanding dantrolen sendiri. Waktu paruh dantrolen 6-9 jam,
dengan peningkatan dosis sampai 200mg sehari, tetapi tidak dengan dosis
Dosis oral melebihi 100mg sehari seringkali tidak meningkatkan efek obat.
37
mengandung 0,32mg dantrolen atau ml dan diare. Reaksi hipersensitifitas
pusing, malaise dan diare. Resiko terjadinya reaksi ini paling tinggi pada
F. Obat Ganglion
cepat, terutama disebabkan oleh arus Na+ ke dalam sel akibat transmisi
ganglion.
38
Jalur transmisi sekunder tidak sensitif terhadap penghambatan dengan
heksametonium. Polensial aksi yang lerjadi terdiri dari (1) EPSP lambat
(slow EPSP) (2) EPSP akhir yang juga lambat, dan (3) suatu IPSP
muskarinik dan diblok oleh akropin. EPSP lambat ini memperlihatkan masa
laten panjang dan berlangsung 30-60 sekon, berbeda dengan EPSP akhir
yang berlangsung beberapa menit. Yang terakhir ini diinisiasi oleh peptida
IPSP, juga tidak sensitif terhadap heksametonium tetapi sering kali dapat
suatu neuron perantara yang melepaskan katekolamin. IPSP ini dapat diblok
sekunder ini hanya memodulasi jalur transmusi yang pertama yaitu dengan
39
Zat yang menstimulasi koinoseptor di ganglion otonom dapat dibagi 2
golongan kedua. Obat perangsang ganglion tidak dibahas dalam buku ini
karena tidak ada kepentingan klinisnya. Pada bab ini akan dibahas nikotin
golongan kedua.
psikis. Nikotin pertama kali diisolasi dari Nicotiana tabacum oleh Posselt
KIMIA.
40
Nikotin merupakan alkaloid alam berbentuk cairan. Tidak berwarna,
suatu basa yang mudah menguap (volatile base) dengan pKa =8,5. Zat ini
FARMAKODINAMIK
sangat rumit dan sering tidak dapat diramalkan. Hal ini disebabkan kerja
ditambah lagi dengan keadaan tonus jaringan sewaktu obat diberikan dan
karena elek depolarisasi persisten. Efek bifasik lni juga terlihat pada medula
disamakan dengan apa yang terjadi pada ganglion karena terdapat juga 2
41
fase. Tetapi efek nikotin terhadap ganglion jauh lebih jelas dan spesifik.
Selain itu fase perangsangan kurang jelas karena ditutupi oleh efek paralisis
yang kuat yang akan menimbulkan tremor serta konvulsi pada dosis besar.
hipokampus. Efek sentral ini dapat dihambat dengan berbagai jenis obat
pada dosis toksik disusul dengan depresi. Hal ini, ditambah dengan
nikotin.
terjadi hipotensi; hal ini terlihat pada mereka yang mengalami hipotensi bila
merokok.
42
Tonus usus dan peristalsis meninggi, kadang-kadang menyebabkan muntah.
penghambatannya.
FARMAKOKINETIK
karena sifat nikotin sebagai basa kuat. Absorpsi intestinal cukup untuk
dihati, juga diparu dan ginjal. Nikotin yang diinhalasi, dimetabolisme dalam
melalui air susu. Kadarnya dalam air susu pada perokok berat dapat
mencapai 0,5mg/l.
INTOKSIKASI
60mg. Satu batang rokok putih mengandung 15-20mg nikotin. Tiga hingga
43
4 batang rokok dalam air sudah merupakan dosis fatal bila diminum
sekaligus. Absorpsi nikotin dalam tembakau per oral terjadi lambat, karena
terjadi dalam beberapa menit. Karena itu nikotin merupakan racun yang
tama timbul mual dan salivasi disertai dengan kolik usus, muntah dan diare.
meninggi dan tekanan darah naik; nadi pada permulaan lambat dan akhirnya
tekanan darah turun dan pernapasan menjadi dangkal akibat depresi sentral
Tidak ada obat spesifik untuk keracunan nikotin, karena itu tindakan
dilambung, bilas lambung penting sekali dilakukan. Untuk ini dapat dipakai
44
melalui ginjal dapat mengakhiri keracunan. Tidak dibenarkan menggunakan
INTOKSIKASI KRONIK
Keadaan ini biasanya terjadi pada perokok berat. Dalam asap rokok,
mencapai aliran darah. Selain nikotin, masih terdapat kira-kira 500 jenis zat
tentu menambah sifat toksik dari asap rokok. Perangsangan terhadap saluran
syndrome).
merangsang kelenjar air liur dan mengurangi rasa lapar. Terhadap jantung.
45
dan insomnia. Hal yang terakhir ini mungkin terlihat pada mereka yang
diganggu.
FARMAKODINAMIK
Kerja C6 dan obat-obat lain dalam golongan ini pada alat tubuh
banyak dipengaruhi.
46
Perubahan denyut jantung setelah pemberian penghambat ganglion
serta air liur. Tonus dan peristalsis lambung, usus kecil serta kolon dihambat
sehingga keinginan untuk defekasi tidak ada. Ini merupakan efek samping
berkemih.
EFEK LAIN
yang lebih dominan dalam pengaturan lebar pupil. Pada pengobatan dengan
keringat dihambat, dan pada dosis yang lebih besar, terlihat juga efek
pasien alergi.
FARMAKOKINETIK
47
Absorpsi oral dari obat golongan ini sangat tidak teratur karena
besar akibat beberapa dosis obat sekaligus masuk usus halus dari lambung.
Oleh karena itu dosis sukar sekali ditetapkan. Pengecualian untuk ini ialah
sebagian obat ini diekskresi dalam lumen usus melalui empedu dan diserap
dapat melewati sawar darah otak dan sawar uri. Walaupun absorpsi
mekamilamin lebih baik, tetap ada bahaya penurunan aktivitas usus dengan
ginjal dan masa kerjanya relatif lama. Sebagian besar obat gangliolitik
diekskresi oleh ginjal dalam bentuk asal sehingga akumulasi dapat timbul
EFEK SAMPING
pada pengobatan hipertensi berat pada mencetuskan gagal jantung kiri yang
fatal. Efek inu juga berbahaya pada penderita insufisiensi koroner dan
48
memungkinkan pemberian penghambat ganglion pada penderita yang
berobat jalan.
49
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Sistem saraf otonom atau saraf tak sadar merupakan bagian dari
sistem saraf tepi (SST) yang terletak khusus pada sumsum tulang belakang
obat otonom dapat dibagi menjadi 5 golongan obat saraf otonom, yaitu:
5. Obat ganglion
3.2 Saran
saraf otonom sehingga kita bisa cermat dalam memilih obat yang akan kita
50
DAFTAR PUSTAKA
51