Anda di halaman 1dari 29

LABORATORIUM FARMAKOLOGI TOKSIKOLOGI

PROGRAM STUDI S1 FARMASI

UNIVERSITAS MEGAREZKY MAKASSAR

PERCOBAAN II

SISTEM SARAF OTONOM

OLEH :
KELOMPOK 1
KELAS I/2019
NURAENI B1A119330
KASMAWATI B1A119331
DINDA JUHDINIYAH B1A119346

ASISTEN : ICHAL PALEN TUHUTERU

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MEGAREZKY
MAKASSAR
2021
BAB I

PENDAHULUAN

I. 1 Latar Belakang

Manusia memiliki sistem saraf yang bekerja pada tubuh. Sistem saraf

dibagi menjadi dua yaitu sistem saraf pusat dan sistem saraf perifer. Sistem

saraf otonom adalah sistem saraf yang tidak dapat dikendalikan oleh

kemauan kita melalui otak. Fungsi saraf otonom mengatur motilitas dan

sekresi pada kulit, pembuluh darah dan organ visceral dengan cara

merangsang pergerakan otot polos dan kelenjar eksorin. Regulasi otonom

dibawah oleh serabut saraf simpatis dan parasimpatis.

Karena sistem saraf otonom itu terutama berkenaan dengan

pengendalian organ-organ dalam secara tidak sadar, kadang-kadang disebut

juga susunan saraf tak sadar. Menurut fungsinya sistem saraf otonom dibagi

dalam dua bagian, yaitu sistem simpatis yang terletak di depan kolumna

vertebra dan berhubungan serta bersambung dengan sumsum tulang

belakang melalui serabut-serabut saraf. Sistem saraf parasimpatis yang

terbagi dalam dua bagian yang terdiri atas saraf otonom cranial dan saraf

otonom sacral.

Obat-obat yang menghasilkan efek terapeutik umumnya dengan cara

menyerupai atau mengubah fungsi sistem saraf otonom disebut obat-obat

otonom. Obat-obat ini bekerja dengan cara merangsang bagian sistem saraf

otonom atau menghambat kerja sistem saraf ini.


Dalam dunia farmasi, sangat penting mempelajari sistem saraf otonom

karena dengan mempelajari sistem saraf otonom maka kita dapat

mengetahui mekanisme kerja obat yang akan mempengaruhi sistem saraf

otonom tersebut. Oleh karena itu,

sebagai seorang farmasis kita sangat perlu mengetahui efek fisiologi

dan sistem saraf otonom yang akan diberikan. Sistem saraf sangat berperan

penting dalam kehidupan manusia, sistem ini sangat berperan penting dalam

hal fisiologi manusia. sistem saraf yang normal dengan baik dapat mengatur

atau menjalankan perintah (impuls), sehingga manusia bisa dengan baik

menjalankan aktivitasnya. Maka dari itu sistem saraf ini sangatlah vital

dalam kehidupan manusia.

I. 2 Maksud Percobaan

1. Agar dapat mengetahui dan memahami efek farmakologi obat-obat

yang bekerja pada sistem saraf otonom dengan melihat respons yang

timbul pada mencit (Mus musculus).

I. 3 Tujuan Percobaan

1. Untuk mengetahui dan memahami efek farmakologi obat-obat yang

bekerja pada sistem saraf otonom dengan melihat respons yang timbul

pada mencit (Mus musculus).

I. 4 Manfaat Percobaan

Adapun manfaat dari percobaan ini mahasiswa dapat mengetahui dan

memahami efek farmakologi obat-obat yang bekerja pada sistem saraf

otonom dengan melihat respons yang timbul pada mencit (Mus musculus).
I. 5 Prinsip Percobaan

Adapun prinsip percobaan pada praktikum ini adalah disiapkan hewan

uji dengan dilakukan penimbangan mencit dan dikelompokkan. Selanjutnya

dibuat dosis pilokarpin, dengan mengambil pilokarpin 10 mg sebanyak 2 ml

dan diencerkan dalam labu ukur. Kemudian perlakuan hewan uji dengan

mengelompokkan hewan coba menjadi VII kelompok sebagai kelompok

kontrol, kelompok uji dan kelompok pembanding dilakukan perlakuan serta

amati efek fisiologi obat pada mencit.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II..1 Teori Umum

Semua hewan memiliki kemampuan untuk bergerak, makan dan

berkembang biak. Begitu pula manusia memiliki kemampuan yang sama,

tetapi ditambahkan dengan kemampuan “Akal Kesadaran dan Kecerdasan”.

Organ-organ yang menjalankan semua kemampuan itu disebut “Sistem

Saraf”. Sistem saraf terdiri dari otak, sumsum tulang belakang dan saraf-

saraf (Sema, 2007).

Sistem saraf merupakan alat komunikasi yang paling maju dan

penting di dalam tubuh manusia. Dengan adanya sistem ini, informasi yang

diambil dari luar akan diarahkan ke organ-organ, jaringan dan sel-sel yang

membutuhkannya. Sistem saraf bisa diibaratkan seperti sebuah jaringan

kabel listrik. Putusnya aliran yang terjadi disalah satu kabel dapat merusak

proses yang terjadi di saraf-saraf, itu berarti sistem saraf tidak akan bisa

mengambil peringatan dan perintah (Sema, 2007).

Bagian sistem saraf yang mengatur fungsi visceral tubuh disebut

sistem saraf otonom. Sistem ini mengatur tekanan arteri, motilitas dan

sekresi gastro-internal pengosongan kandung kemih, berkeringat suhu tubuh

dan banyak aktivitas lainnya. Ada sebagian yang diatur saraf otonom

sedangkan yang lainnya sebagian saja (Aria, dkk, 2009).

Sistem saraf otonom adalah bagian sistem saraf tepi yang mengatur

fungsi visceral tubuh. Sistem saraf otonom terutama diaktifkan oleh pusat-
pusat yang terletak di medula spinalis, batang otak dan hipotalamus. Juga

bagian korteks serebri khususnya korteks limbik, dapat mengantarkan

impuls ke pusat-pusat yang lebih rendah sehingga demikian mempengaruhi

pengaturan otonomik. Memahami anatomi dan fisiologi sistem saraf otonom

berguna memperkirakan efek farmakologi obat-obatan baik pada sistem

saraf simpatis maupun parasimpatis. Sistem saraf otonom terdiri dari dua

subsistem yaitu saraf simpatis dan sistem saraf parasimpatis yang kerjanya

saling berlawanan. Sistem saraf simpatis dimulai dari medula spinalis

segmen torakolumbal. Saraf dari sistem saraf parasimpatis meninggalkan

sistem saraf pusat melalui saraf-saraf cranial III, VII, XI dan X serta saraf

sacral spinal kedua dan ketiga. Sistem saraf simpatis dan parasimpatis selalu

aktif aktivitas basalnya diatur oleh tonus simpatis atau tonus parasimpatis.

Nilai tonus ini yang menyebabakan perubahan-perubahan baik peningkatan

maupun penurunan aktivitas (Aria, dkk, 2009).

Reflek otonom adalah reflek yang mengatur organ visceral meliputi

refleks otonom kardiovaskuler, refleks otonom gastrointestinal, refleks

sensual, refleks otonom lainnya meliputi refleks yang membantu pengaturan

sekresi kelenjar pankreas, pengosongan kandung empedu, sekresi urin pada

ginjal, berkeringat, konsentrasi glukosa darah dan sebagian besar fungsi

visceral lainnya. Sistem saraf parasimpatis biasanya menyebabkan respons

setempat yang spesifik, berbeda dengan respons yang umum dari sistem

simpatis terhadap pelepasan impuls secara masal, maka fungsi pengaturan

sistem saraf parasimpatik sepertinya jauh lebih spesifik (Aria, dkk, 2009).
Sistem saraf simpatik disebut juga sistem saraf torekolumbar, karena

saraf perganglion keluar dari tulang belakang toraks ke-1 sampai dengan ke-

12. sistem saraf ini berupa 25 pasang ganglion atau simpul saraf yang

terdapat di sumsum tulang belakang (Kukuh, 2011).

Fungsi saraf simpatis:

a) Memperbesar pupil

b) Mempercepat denyut jantung

c) Menaikkan tekanan darah: kontraksi kepembuluh darah

d) Memperkecil bronkus/menaikkan kecepatan pernafasan

e) Menghambat pengeluaran air ludah

f) Menghambat sekresi kelenjar pencernaan (Siti, 2019).

Saraf parasimpatik disebut juga dengan sistem saraf kroniosakrain,

karena saraf preganglian keluar dari daerah otak dan daerah sacral. Susunan

saraf parasimpatik berupa jaringan-jaringan yang berhubungan-hubungan

dengan ganglion yang tersebar diseluruh tubuh. Urat sarafnya menuju ke

organ tubuh yang dikuasai oleh susunan saraf simpatik. Sistem saraf

parasimpatik memiliki fungsi kebalikan dengan fungsi sistem saraf simpatik

(Kukuh, 2011).

Fungsi saraf parasimpatik:

a) Mengecilkan pupil

b) Memperlambat denyut jantung

c) Menurunkan tekanan darah: dilatasi pembuluh darah

d) Memperbesar bronkus
e) Menstimulasi air ludah

f) Menstimulasi kelenjar pencernaan (Siti, 2019).

Saraf otonom juga berhubungan dengan saraf somatik; sebaliknya

kejadian dapat mempengaruhi fungsi organ otonom. Pada susunan saraf

pusat terdapat beberapa pusat otonom, yaitu medula oblongata terhadap

pengatur pernapasan dan tekanan darah; hipotalamus dan hipofisis yang

mengatur suhu tubuh, keseimbangan air, metabolisme karbohidrat dan

lemak, pusar tidur dan sebagainya. Hipotalamus dianggap sebagai pusat

sistem saraf otonom. Walaupun demikian masih ada pusat yang lebih tinggi

lagi yang dapat mempengaruhinya yaitu korpus striatum dan korteks

serebrum yang dianggap sebagai koordinator antara sistem otonom dan

somatik. Faal susunan saraf otonom secara umum dapat dikatakan bahwa

sistem simpatis dan parasimpatis memperlihatkan fungsi yang antagonistik.

Bila yang satu menghambat suatu fungsi organ maka yang lain memacu

fungsi organ tersebut. Contoh yang jelas ialah midriasis terjadi dibawah

pengaruh saraf simpatis dan miosis di bawah pengaruh parasimpatis

(Sulistia, 2016).

Ujung saraf simpatis dan parasimatis mensekresikan satu dari

neurotransmitter, jika neuron mensekresikan asetilkolin, dia adalah neuron

kolinergik, jika neuron mengekskresikan epinefrin, dia adalah neuron

adrenergik. Neuron adrenergik dinamakan demikian karena suatu waktu

mengekskresikan adrenalin atau epinefrin. Dalam beberapa tahun terakhir,

zat selain neurontransmitter biasa telah diekstraksi dari neuron SSO. Zat-zat
ini meliputi oksida nitrat; asam lemak, seperti elkosanoid; peptida, seperti

gastrin, somatostatin, kolesistokinin, peptida usus vasoaktif, enkephalin, dan

substansi P; dan monoamin, seperti dopamin, serotonin dan histamin. Peran

spesifik yang banyak dari senyawa ini dalam mengatur SSO tidak jelas,

tetapi mereka berfungsi baik sebagai zat neurotransmitter ataupun juga

neuromodulator (Raimundus, 2016).

Reseptor kolinergik adalah reseptor dimana asetilkolin terikat dan

dikelompokkan sebagai reseptor nikotinik atau muskarinik. Pengelompokan

reseptor ini berdasarkan penemuan laboratorium dimana nikotin (suatu

alkaloid dalam tembakau) dapat terikat ke beberapa reseptor kolinergik,

sedangkan muskarin (suatu alkaloid yang diekstraksi dari jamur) beracun

dapat terikat ke beberapa reseptor kolinergik lainnya. Walaupun nikotin dan

muskarin tidak secara alami ada dalam tubuh manusia, senyawa-senyawa ini

menunjukkan perbedaan antara dua kelompok reseptor kolinergik dan oleh

karena digunakan untuk membedakan keduannya (Raimundus, 2016).

Reseptor adrenergik adalah reseptor dimana norepinefrin atau efedrin

terikat. Reseptor adrenergik dapat dirangsang dalam dua cara: oleh sistem

saraf atau oleh epinefrin dan norepinefrin, yang menstimulasi

reseptoradrenergik dalam sinaps. Contoh, pembuluh darah secara terus

menerus dirangsang untuk berkontraksi melalui pelepasan norepinefrin.

Peningkatan rangsangan menyebabkan kontraksi dan mengurangi aliran

darah, sedangkan penurunan rangsangan menghasilkan dilatasi dan

meningkatkan aliran darah (Raimundus, 2016).


Obat-obat yang dapat mempengaruhi fungsi SSO dapat digolongkan

menurut jenis efek utamanya, yaitu:

1. Adrenergik (simpatomimetik) yang mempunyai efek mirip dengan

perangsangan aktivitas saraf simpatik.

2. Penghambat adrenergik (simpatolitik) yang mempunyai efek

penghambat aktivitas susunan saraf simpatik.

3. Kolinergik (parasimpatomimetik) yang mempunyai efek mirip dengan

peningkatan aktivitas susunan saraf parasimpatik.

4. Penghambat kolinergik (parasimpatolitik) yang mempunyai efek

penghambat aktivitas susunan saraf parasimpatik.

5. Obat ganglion dengan efek merangsang atau menghambat penerusan

impuls di ganglion (Siska, dkk, 2020).

Pilokarpin adalah suatu obat kolinergik yang bekerja langsung yang

menkontraksi pupil mata, sehingga membuka katalis schlemm untuk

menambah aliran humor akueous (cairan). Obat ini dipakai untuk mengobati

glaukoma dengan menurunkan tekanan cairan dalam bola mata. Pilokarpin

juga bekerja pada reseptor nikotinik (Evelyn dan Joyce, 1996).

II..2 Klasifikasi Hewan Coba

Klasifikasi mencit (Mus musculus) (Rizka, dkk, 2018)

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Kelas : Mamalia

Ordo : Rodentia
Famili : Muridae

Genus : Mus

Spesies : Mus musculus


II..3 Karakteristik Hewan Coba

Mencit (Mus musculus) adalah hewan coba yang mudah ditangani, ia

bersifat penakut, fotofobia, cenderung berkumpul sesamanya, serta lebih

aktif dimalam hari dari pada siang hari. Aktivitas mencit dapat terganggu

dengan keberadaan manusia. Suhu tubuh normal 37,4ºC dan laju respirasi

normal 163 kali permenit (Sister, dkk, 2018).

II..4 Patofisiologi

Contoh penyakit yang biasa menyerang mencit:

a. Cacar Mencit (Ectromelia)


Penyebab : Virus Ortopoks

Gejala : Akut, dan mencit akan mati segera setelah

memperlihatkan gejala sakit kronis, tidak sehat,

kaki dan ekor bengkak dengan kulit berlebih

dan lesi ulsuratif.

Pengendalian Hewan terinfeksi dibinasakan.


:
b. Tyzzer
Penyebab : Bacillus piliformis

Gejala : Mencret, anoreksia, BB menurun, serta dapat

menyebabkan kematian.

Diagnosis : Ditemukan bakteri dalam sel-sel epitel usus,

nodul-nodul pada hati.

Pencegahan : Koloni mencit terinfeksi dibinasakan.


c. Pseudotuberkulosis
Penyebab : Corynebacterian pseudotubercullosis

Gejala : Lemah dan frekuensi nafas tinggi.

Diagnosis : Abses pada ginjal, jantung dan hati namun abses

tidak selalu tersifat.

Pencegahan : Kelompok hewan yang terinfeksi dibinasakan.


d. Salmonellosis
Penyebab : Salmonella typhimurium

Gejala : Mencret, bulu kasar, BB turun, lemah.

Diagnosis : Isolasi organisme dari tinja, darah, hati atau

limpha.

Pengendalian : Kelompok hewan terinfeksi dibinasakan,

makanan dan alat tidur disterilkan (Rudy, 2018).


II..5 Morfologi Hewan Coba

Tubuh mencit terdiri dari kepala, badan, leher dan ekor. Rambutnya

berwarna putih atau keabu-abuan dengan warna perut sedikit lebih pucat.

Binatang ini sangat aktif pada malam hari sehingga termasuk golongan

hewan nokturnal (Rizka, dkk, 2018).

II..6 Uraian Bahan

1. Air suling (Ditjen POM Edisi III 1979, Hal: 96)


Nama Resmi : AQUA DESTILLATA

Nama Lain : Air suling

Berat Molekul : 18,02

Rumus Molekul : H2O

Rumus Struktur :
Pemerian :

Penyimpanan : Cairan jernih; tidak berwarna; tidak berbau;

Kegunaan di Lab : tidak mempunyai rasa.

Dalam wadah tertutup baik.

Sebagai pelarut, zat tambahan.


2. Pilokarpin (Ditjen POM Edisi III 1979, Hal:498)
Nama Resmi : PILOCARPINI HYDROCHLORIDUM

Nama Lain : Pilokarpina Hidroksida

Berat Molekul : 244,72

Rumus Molekul : C11H16N2O2∙HCl

Rumus Struktur :

Pemerian : Hablur tidak berwarna atau serbuk hablur putih;

tidak berbau; rasa agak pahit. Higroskopik.

Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air; mudah larut

dalam etanol (95%) P; sukar larut dalam

kloroform P; praktis tidak larut dalam eter P.

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari

cahaya.

Kegunaan : Parasimpatomimetikum; Miotikum.


II..7 Uraian Sampel

1. Pilokarpin (Brosur Obat)


Zat Aktif : Tetes mata mengandung pilokarpin HCL 2%.

Farmakologi : Pilokarpin HCL merupakan bahan obat yang

khas digunakan pada mata (Opthalmologika)

dengan kerja penyempitan pupil (Miotika) untuk

pengobatan glaucoma.

Farmakodinamik Bekerja pada efektor muskarinik dan sedikit


:
memperlihatkan efek nikotinik sehingga dapat

merangsang kerja kelenjar air mata dan dapat

menimbulkan miosis dengan larutan 0,5-3%.

Obat tetes mata dengan zat aktif pilokarpin

berkhasiat menyembuhkan glaukoma dan mata

kering.

Farmakokinetik Mula kerjanya cepat , efek puncak terjadi antara


:
30-60 menit dan berlangsung selama 4-8 jam.

Indikasi Mengontrol tekanan pada glaucoma (IOP),


:
miosis, menetralkan efek sikloplegik.

Kontraindikasi Radang iris akut, peradangan mata akut.


:
Efek Samping Miosis, miopi, nyeri pada mata, sakit kepala,
:
jarang dijumpai efek samping sistemik seperti

hipertensi, nadi cepat, keringat berlebih, mual,

muntah, diare, lakrimasi, salvias, sesak napas,

takikardia diapherosis.

Aturan Pakai Teteskan 1-2 tetes 4 kali sehari.


:
BAB III

METODE KERJA

III..1 Alat

Adapun alat-alat yang digunakan pada praktikum ini, yaitu:

1. Kapas

2. Labu ukur
3. Spoit injeksi

4. Spoit oral (kanula)

5. Stopwatch

III..2 Bahan

Adapun alat-alat yang digunakan pada praktikum ini, yaitu:

1. Aquadest

2. Pilokarpin

III..3 Cara Kerja

1. Penyiapan Hewan Uji

Pilih hewan coba berupa mencit (Mus musculus) yang sehat. timbang

mencit dan kelompokkan menjadi beberapa kelompok berdasarkan

kelompok berat badan.

2. Penyiapan Bahan

Pembuatan Pilokarpin, disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan

diambil pilokarpin 10 mg sebanyak 2 ml. Dimasukkan ke dalam labu

ukur dan diencerkan lagi hingga 100 ml. Dari pengenceran tersebut

diambil sesuai dengan volume pemberian yang dilihat berdasarkan

berat badan mencit atau hewan uji.

3. Perlakuan Hewan Uji

Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan, kelompokkan hewan

coba menjadi VII kelompok. Kelompok I sebagai control, kelompok

II, III, IV sebagai kelompok uji dan kelompok V, VI, VII sebagai
kelompok pembanding. Setelah perlakuan amati efek fisiologi obat

pada hewan uji.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV..1 Hasil

a. Pemberian pilokarpin dan air suling terhadap efek sistem parasimpatis


pada mencit.

KELOMPOK
Parameter Perbandingan Kontrol
yang N (Pilokarpin) (Air suling)
diamati Waktu (Menit)
30 60 90 120 30 60 90 120
1 - - - - - + - +
Miosis 2 - - + + + - - +
3 - - + - - - - -
1 - - + - - - - -
Vasodilatasi 2 - + - - - - + +
3 - - - + + - - -
1 + - - - - - + -
Salivasi 2 + - - - - + - -
3 + - - - - - - -
1 - - - - - - - -
Diare 2 - - - - + - - -
3 - - - - - - - -
Hilangnya 1 - - - - - - - +
refleks 2 - - - + + - + +
kornea 3 - - - + - - - +
Pelupuk 1 - - + + - - + -
Mata 2 - - - + - - + +
menutup 3 - - - + - - + +

Keterangan:

(+) = Ada efek

(-) = Tidak ada efek

b. Pemberian pilokarpin dan air suling terhadap efek sistem parasimpatis


pada mencit

KELOMPOK
Parameter Perbandingan Kontrol
yang N (Pilokarpin) (Air suling)
diamati Waktu (Menit)
30 60 90 120 30 60 90 120
1 + + + - + - + -
Miosis 2 + + - - + - - +
3 + - - - - + - -
1 + - + - + - + +
Vasodilatasi 2 + + - - + - - -
3 + - - + + + - -
1 + + - - - - + +
Eksoftalamus 2 + - + - - + - +
3 + - - - - - - +
1 - - + - - - + +
Kejang 2 - + + + - + - +
3 - - + - - - - +
Hilangnya 1 - - + - - - - +
refleks 2 - - + + - - + +
kornea 3 - - + + - - - +
Pelupuk 1 - - + - - - + -
mata 2 - - + - - - + +
menutup 3 - - + + - - + +

Keterangan:

(+) = Ada efek

(-) = Tidak ada efek

IV..2 Pembahasan

Organ tubuh umumnya dipersyarafi oleh saraf simpatis dan

parasimpatis, yang memperlihatkan fungsi yang diagnostik, bila yang satu

menghambat fungsinya maka yang lain memacu fungsi tersebut. Contoh

lain adalah perangsangan sistem saraf pusat yang akan nampak pada
mencit berupa straub, grooming yang berlebih, midriasis atau pelebaran

pupil mata yang terjadi dibawah pengaruh saraf simpatis. Sedangkan

miosis terjadi di bawah pengaruh parasimpatis.

Pada percobaan ini bertujuan untuk mengamati efek farmakologi dan

infeksi obat-obat sistem saraf otonom pada mencit (Mus musculus). Obat

yang digunakan adalah pilokarpin. Pilokarpin bekerja sebagai agonis

kolinergik. Obat ini akan meningkatkan aktifitas saluran cerna dan

kandung kemih sehingga akan meningkatkan diare dan diurasis.

Mencit dikelomokkan menjadi II kelompok, kelompok I sebagai

kontrol dan kelompok II sebagai kelompok pembanding. Masing-masing

kelompok terdiri atas 3 perlakuan sehingga jumlah mencit yang digunakan

sebanyak 18 ekor mencit untuk pemberian pilokarpin dan air suling

terhadap efek sistem parasimpatis pada mencit dan 18 ekor mencit untuk

pemberian pilokarpin dan air suling terhadap efek sistem simpatis pada

mencit, 1 jam sebelum perlakuakan dimulai, mencit dilepaskan sesuai

dengan alokasi perlakuan, kelompok 1 diberikan air suling secara oral dan

kelompok II diberi pilokarpin dengan dosis 7,5 mg/70 kg BB sebanyak 1

ml/20 gr BB. Kemudian mencit ditempatkan dalam bejana individual

berdasarkan kertas saring untuk pengamatan. Respons yang terjadi pada

setiap mencit diamati selama 30 menit sampai 4 jam. pengamatan meliputi

waktu, konsistensi feses dan efek farmakodinamik dari hewan uji tersebut

dengan internal waktu 30, 60, 90 dan 120 menit.


Berdasarkan hasil pengamatan untuk pengaruh pemberian air suling

terhadap efek sistem saraf otonom pada mencit menunjukkan adanya efek

farmakologi yaitu miosis, vasodilatasi, salivasi, diare hilangnya refleks

kornea serta pelupuk mata menutup dibawah pengaruh sistem parasimpatis

mendapatkan hasil yang signifikan. Begitupun dengan pengaruh sistem

simpatis yang menunjukkan adanya efek farmakologi yaitu midriasis,

vasokontriksi, eksoftalamus, kejang hilangnya reflek kornea serta pelupuk

mata menutup.

Sedangkan, pengaruh pemberian pilokarpin terhadap efek sistem

saraf otonom pada mencit menunjukkan adanya efek farmakologi dan

interaksi obat terhadap saraf parasimpatik menunjukkan bahwa obat ini

bekerja baik sebagai antagonis kolinergik dengan melihat adanya efek

yang terjadi pada mencit.

BAB V

KESIMPULAN

V. 1 Kesimpulan
Berdasarkan percobaan sistem saraf otonom dapat disimpulkan

bahwa sistem saraf otonom adalah bagian sistem saraf tepi yang mengatur

fungsi visceral fungsi tubuh. Sistem saraf otonom terutama diaktifkan oleh

pusat-pusat yang terletak dimedula spinalis, batang otak dan hipotalamus

juga bagian korteks serebri. sistem saraf otonom terdiri atas saraf motorik

visceral (eferen) yang menginervasi otot polos organ visera, otot jantung,

pembuluh darah dan kelenjar endokrin. sistem saraf otonom terbagi

menjadi dua yaitu saraf simpatis yang mekanisme kerjanya menggunakan

senyawa adrenergik dan saraf peresimpatik yang mekanismenya

menggunakan senyawan kolinergik.

V. 2 Saran dan Kritik

Kami harap dengan adanya praktikum online ini, asisten penanggung

jawab memberikan wawasan tentang percobaan. Selanjutnya dengan

memberikan kami materi yang lebih bisa terarah bagaimana perlakuan

percobaan tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Chalik, Raimundus. 2016. “Anatomi Fisiologi Manusia”. Kementrian Kesehatan


Republik Indonesia: Jakarta.
Ditjen POM. 1979. “Farmakope Indonesia Edisi III”. Departemen Kesehatan
Republik Indonesia: Jakarta.

Gunawan, Sulistia Gan. 2016. “Farmakolohi dan Terapi”. Departemen


Farmakologi dan Terupetik FK-UI: Jakarta.

Hayes, Evelyn R. dan Joyce L. Kee. “Farmakologi Pendekatan Proses


Keperawatan”. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta.

Nugroho, Rudy Agung. 2018. “Mengenal Mencit Sebagai Hewan Laboratorium”.


Mulawarman University Press: Samarinda.

Prasetya, Rizka Eka, dkk. 2018. “Ovariektomi Pada Tikus dan Mencit”. Airlangga
University Press: Surabaya.

Praworo, Kukuh. 2011. “Terapi Medipic”. Penebar Swadaya Grup: Jakarta.

Primatika, Aria Dian, dkk. 2009. “Neurotransmitter Dalam Fisiologi Saraf


Otonom”. Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol. 1 No. 1.

Sema. 2007. “Otak dan Sistem Saraf”. Yudhistira: Jakarta.

Sianturi, Sister, dkk. 2018. “Farmakologi”. Institusi Sains dan Teknologi Nasional
Jakarta: Jakarta.

Siska, dkk. 2020. “Farmakologi Obat Sistem Saraf ”. Uhamka Press: Jakarta.

Wardhani, Siti Pramitha Retno. 2019. “Intisari Biologi Dasar”. Diandra Kreatif:
Yogyakarta.

LAMPIRAN

1.1 Skema Kerja

1. Penyiapan hewan uji


Disiapkan alat dan bahan

Ditimbang hewan uji atau mencit

Disiapkan alat dan bahan

2. Penyiapan bahan

a. Disiapkan alat
dan bahan

b. Diambil pilokarpin 10 mg
sebanyak 2 ml

c. Dimasukkan kedalam
labu ukur

d. Diencerkan hingga 100 ml dengan


aquadeat

e. Diambil volume pemberian berdasarkan berat badan


mencit
3. Perlakuan hewan uji

f. Disiapkan alat
dan bahan

Dikelompokkan mencit menjadi 7 kelompok

Dikelompok I sebagai kontrol


Dikelompok II, III, IV sebagai kelompok uji

Dikelompok V, VI, VII sebagai pembanding

Dilakukan perlakuan dan diamati efek fisiologinya

1.2 Perhitungan

Perhitungan Pilokarpin

Diketahui:

Dosis Pilokarpin = 10 mg
Bobot etiket = 0,002 % (Dalam 10 mg)

0,002
= x 10 mg = 0,0002 mg
100

F.K mencit = 0,0026

Berat timbangan mencit = 22 gr

Berat rata-rata = 5 mg

Ditanyakan dosis…?

Mencit 20 gr = Dosis Pilokarpin x F.K mencit

= 10 mg x 0,0026

= 0,026 mg

Berat mencit m ax
Mencit 30 gr = x Dosis mencit min
Berat mencit min

30 gr
= x 0,026 mg
20 gr

= 0,039 mg

Larutan stok yang


Larutan Stok = akan digunakan x Dosis mencit max
Vol. pemberian msx

100 ml
= x 0,039 mg
1ml

= 3,9 mg

Laturan stok
B. yang ditimbang = x Berat rata-rata
Bobot etiket

3,9 mg
= x 5 mg
0,0002mg

= 97,5 mg

Berat mencit yang ditimbang


Vp. untuk 22 gr = x Vp. max
Berat max mencit
22 gr
= x 1 ml
30 gr

= 0,73 ml

1.3 Gambar (Dokumentasi)


LABORATORIUM MIKROBIOLOGI TERAPAN LABORATORIUM MIKROBIOLOGI TERAPAN

PROGRAM STUDI S1 FARMASI PROGRAM STUDI S1 FARMASI

UNIVERSITAS MEGAREZKY MAKASSAR UNIVERSITAS MEGAREZKY MAKASSAR

Ket: Alat-alat yang digunakan Ket: Bahan-bahan yang digunakan

LABORATORIUM MIKROBIOLOGI TERAPAN LABORATORIUM MIKROBIOLOGI TERAPAN

PROGRAM STUDI S1 FARMASI PROGRAM STUDI S1 FARMASI

UNIVERSITAS MEGAREZKY MAKASSAR UNIVERSITAS MEGAREZKY MAKASSAR

Ket: Hewan coba yang digunakan Ket: Pengelompokkan mencit yang


yaitu mencit (Mus musculus) akan diuji efek farmakologisnya
LABORATORIUM MIKROBIOLOGI TERAPAN LABORATORIUM MIKROBIOLOGI TERAPAN

PROGRAM STUDI S1 FARMASI PROGRAM STUDI S1 FARMASI

UNIVERSITAS MEGAREZKY MAKASSAR UNIVERSITAS MEGAREZKY MAKASSAR

Ket: Pemberian obat (Pilocarpin) Ket: Pengamatan reaksi mencit


secara oral pada mencit setelah pemberian obat

Anda mungkin juga menyukai