Anda di halaman 1dari 45

“AGONIS DAN ANTIKOLINERGIK"

Disusun oleh :
Kelompok 2 (S1-4B)
Shafira Melsonia 16010
Yola Marina Dwiputri 1601061
M. Zuhdi Pratama 1601106
Adinda Putri Yani 1801042
Aidil Fitrah Syah 1801043

Dosen pengampu :
Adriani Susanti M. Farm., Apt
Sistem Saraf
Sistem saraf merupakan salah satu
bagian yang menyusun sistem koordinasi
yang bertugas menerima rangsangan,
menghantarkan rangsangan ke seluruh
bagian tubuh, serta memberikan respons
terhadap rangsangan tersebut.
Komponen sistem saraf:
 Reseptor adalah alat penerima rangsangan atau impuls.
Pada tubuh kita yang ber tindak sebagai reseptor adalah
organ indera.

 Penghantar impuls dilakukan oleh saraf itu sendiri. Saraf


tersusun dari berkas serabut penghubung (akson). Pada
serabut penghubung terdapat sel-sel khusus yang
memanjang dan meluas. Sel saraf disebut neuron.

 Efektor adalah bagian yang menanggapi rangsangan yang


telah diantarkan oleh penghantar impuls. Efektor yang
paling penting pada manusia adalah otot dan kelenjar.
Sistem syaraf

Sistem syaraf Sistem syaraf


pusat [ssp] tepi [sst]

medula sistem syaraf sistem syaraf


otak otonom
somatik
spinalis [sss] [sso]

para Simpatis simpatis


SISTEM SYARAF OTONOM
Sistem saraf otonom adalah sistem
saraf yang bergantung pada sistem saraf
pusat, dan antara keduanya dihubungkan
urat-urat saraf aferen dan eferen.
Juga memiliki sifat seolah olah sebagai
bagian sistem saraf pusat, yang telah
bermigrasi dari saraf pusat guna mencapai
kelenjar, pembuluh darah, jantung, paru-
paru, dan usus.
Fungsi SSO :
1. Mengatur dan mengendalikan organ-organ
otonom seperti : Cor, TGI, Mata, Paru,Vesica
urinaria, Bronkus, kelenjar & pembuluh darah
2. Sistem Homeostatis

SSO mempunyai dua neuron :


1. Afferen (sensorik)
2. Efferen (motorik)
 Aferen : Mengirimkan informasi ke
susunan saraf pusat untuk
diinterpretasikan.

 Eferen : Informasi dari otak diteruskan


melalui medulla spinalis ke sel organ
efektor seperti jantung, paru-paru,
saluran pencernaan.
Penggolongan Obat-obat
Otonom
Obat-obat otonom adalah zat yang meniru atau
melawan efek-efek dari perangsangan saraf-saraf
otonom atau mempengaruhi penerusan impuls dalam
susunan saraf otonom dengan jalan mengganggu
sintesa, penimbunan, pembebasan, atau penguraian
neurotransmitter/neurohormon atau mempengaruhi kerja
reseptor tertentu.
Syaraf simpatis & syaraf para simpatis bila
bekerja pada organ yang sama akan
menghasilkan efek yang menghambat untuk
tujuan keseimbangan, kecuali pada organ
tertentu

Syaraf simpatis bersifat katabolik  fight or flight


menghabiskan energi
Syaraf para simpatis bersifat anabolik  rest and
digest

enyimpan energi
Kerja obat pada kedua sistem syaraf ini
menyebabkan perangsangan/penghambatan
Istilah obat perangsang simpatis adalah :
Adrenergik/ Simpatomimetik/
Agonis adrenergik
Istilah obat penghambat simpatis adalah :
Simpatolitik/
Anti adrenergik
Istilah obat perangsang parasimpatis adalah :
Kolinergik/
Parasimpatomimetik/ Agonis
kolinergik
Istilah obat penghambat parasimpatik adalah
Parasimpatolitik/
Antikolinergik
Perangsangan simpatis Perangsangan
tekanan darah parasimpatis
nadi tekanan darah
relaksasi Bronkus Nadi
dilatasi Pupil kontraksi Bronkus
relaksasi vesica urinaria kontraksi Pupil
relaksasi peristaltik kontraksi vesica urinaria
gula darah kontraksi peristaltik
relaksasi uterus
salivasi
1.Agonis kolinergik
Agonis kolinergik berarti obat-obat tersebut dapat
berikatan dengan reseptor dan dapat menimbulkan efek.
Obat-obatan disini berarti aksinya menyerupai
neurotransmitter utama yaitu asetilkolin. Istilah agonis
kolinegik ini juga dapat disebut dengan kolinomimetik atau
parasimpatomimetik.

2.Antikolinergik
Aktifitas obat antagonis berarti melawan, yaitu melawan
dari aksi neurotransmitter : asetilkolin. Secara definitif
berarti obat yang menghambat atau mengurangi aktifitas
dari asetilkolin atau persyarafan kolinergik. Istilah lain dari
antagonis kolinergik ini yaitu kolinolitik atau
parasimpatolitik.
1.Agonis kolinergik

merupakan obat atau senyawa yg memperkuat atau


meningkatkan aktivitas syaraf kolinergik, dibagi menjadi 2 golongan
berdasarkan target aksinya:
1.) Agonis kolinergik langsung, dibagi menjadi 3:
1. Golongan ester
memiliki bentuk yg hampir mirip dengan struktur asetil kolin. namun
obat golongan ini lebih tahan terhadap enzim pendegradasi Asetilkolin
esterase. karenanya efek obatnya dapat bertahan lama. Contoh :
Carbachol, Methacholine, dan Betanechol (selektif untuk reseptor
muskarinik)
2. Golongan alkaloid
berasal dari tanaman. sehingga tidak dapat dimetabolisme oleh enzim
asetil-kolinesterase, contoh: arekolin, muskarin dan pilokarpin
3. Golongan nikotin
untuk terapi membantu pasien menghentikan kebiasaan merokok
Obat golongan ester

Karbakol
Indikasi : digunakan sebagai miotikum pada glaucoma dan pada atonia
organ dalam.

Dosis : Pada glaukoma 3 dd 2 gtt dari larutan 1,5-3% (klorida), pada


atonia usus/kandung kemih akut oral 1-3 dd 4 mg.

Mekanisme Kerja : Karbakol berefek sangat kuat terhadap sistem


kardiovaskular dan sistem pencernaan karena aktivitas pacu ganglion-
nya dan mungkin tahap awalnya memacu dan kemudian mendepresi
sistem tersebut. Obat ini mampu melepas epinefrin dari medula
adrenalis karena kerja nikotiniknya. Penetesan lokal pada mata, dapat
meniru efek asetilkolin yang menimbulkan miosis.
Betanekol
Indikasi Obat : Indikasi dari obat ini yaitu untuk
pengobatan urologi, obat ini digunakan untuk
mengobati pasien yang mengalami atoni (atonis
bladder) terutama retensi urin pasca persalinan dan
pasca bedah,.

Mekanisme Kerja Obat : Betanekol memacu langsung


reseptor muskarinik dengan mengikat dan mengaktifkan
reseptor tersebut, sehingga tonus dan motilitas usus
meningkat, dan memacu pula otot detrusor kandung
kemih,serta merelaksasi trigonum dan sfingter kemih
(melemas) , sehingga urin terpancar keluar.
Obat golongan alkaloid

Pilokarpin
Indikasi : Efek miotikum yang terdapat pada
larutan ini dapat menurunkan tekanan intraokuler
pada pasien dengan glaukoma sudut terbuka dan
tertutup. Namun, larutan pilocarpine tidak cukup
efektif pada pasien dengan tekanan intraokuler
yang sangat tinggi (glaukoma sudut tertutup
akut), larutan pilocarpine harus dikombinasi
degan acetazolamide dan mannitol intravena.
Mekanisme Kerja:
2. Kolinesterase inhibitor,
obat atau senyawa yg menghambat kerja enzim
asetilkolinesterase (yg mendegradasi asetilkolin). dibagi
menjadi 2 golongan, namun cara kerja keduanya sama
yaitu sebagai substrat palsu sehingga Asetilkolin
menggandeng obat tersebut, bukan asetil-kolinesterase

1. Inhibitor reversible
menghambat interaksi asetilkolin dengan enzim asetil-kolinesterase.
namun setelah waktu tertentu kompleks tersebut bisa lepas
Sehingga kadar asetilkolin akan meningkat dan biasanya digunakan untuk
penyakit yang kadar asetilkolinnya turun (alzheimer, myasthenia gravis,
demensia). obatnya:
1.) Edroponium : digunakan untuk diagnosis apakah pasien menderita
myasthenia gravis (penyakit autoimun dimana ototnya lemah).
2.) Neostigmin dan piridostigmin: untuk terapi secara per oral.
2. Inhibitor IRreversible (BUKAN OBAT!!!)
memfosforilasi enzimnya sehingga enzim terinaktivasi. namun
sayangnya mereka kurang selektif dibanding golongan di atas
sehingga bisa menghambat berbagai enzim yg ada serine-
nya.
jika asetil-kolinesterase dihambat kuat, maka kadar asetilkolin
akan meningkat karena tidak ada yg menginaktivasi. akibatnya?
seolah2 otot terasa kuat dan juga keringat berlebihan.
biasanya golongan senyawa ini digunakan pada insektisida.
yang lebih bahaya adalah senyawa organofosfat bisa menembus
semua membran: kulit bahkan barier darah otak!
Antikolinergik

Antikolinergika atau parasimpatolitika melawan khasiat


asetilkolin dengan jalan menghambat terutama reseptor-
reseptor muskarin yang terdapat di SSP dan organ perifer.

Obat golongan ini aksinya yaitu mengeblok kanal ion,


sebagai inhibitor kompetitif pada reseptor muskarinik, dan
sebagai inhibittor pada reseptor nikotinik dan muskarinik.
EFEK SAMPING ANTIKOLINERGIK

Efek samping umum antikolinergik berupa efek-


efek
muskarin, yakni mulut kering, obstipasi, retensi
urin,
tachycardia, palpitasi, dan aritmia, gangguan
akomodasi, midriasis, dan berkeringat.

Pada dosis tinggi timbul efek sentral, seperti


gelisah, ngawur, eksitasi, halusinasi, dan delirium.
ANTIKOLINERGI
K

Anti muskarinik Penyekat ganglionik


Penyekat
Neuromuskular
Obat antimuskarinik

Obat golongan ini bekerja mengantagonis


reseptor muskarinik yang menyebabkan
hambatan semua fungsi muskarinik. Obat ini
mengantagonis sedikit kecuali neuron simpatis
yg jg kolinergik seperti saraf simpatis yg menuju
ke kelenjar keringat. Obat ini tidak
mengantagonis reseptor nikotinik, maka obat
antimuskarinik ini sedikit atau tidak
mempengaruhi sambungan saraf otot rangka
atau ganglia otonom.
Atropin
Mekanisme kerja

• mata :

Atropin menyekat semua aktifitas kolinergik pada


mata,sehingga menimbulkan midriasis (dilatasi pupil),mata menjadi
tidak bereaksi terhadap cahaya dan sikloplegia(ketidak mampuan
memfokus untuk penglihatan dekat ).

Gastrointestinal:

Atropin digunakan sebagai obat antipasmodik untuk


mengurangi aktivitas saluran cerna.atropin dan psikopolamin
merupakan obat terkuat sebagai penghambat saluran
cerna.walaupun motilitas (gerakan usus) dikurangi,tetapiproduksi
asam hidroklorat tidak jelas berpengaruh. oleh karena itu obat ini
tidak efektif untuk mempercepat penyembuhan ulkus peptikum.
Sistem kemih:

Atropin digunakan untuk mengurangi keadaan


hipermotilitas kandung kemih.obat ini kadang kadang masih
dipakai untuk kasus enuresis(buang air seni tanpa
disadari/ngompol) diantara anak anak,tetapi obat agonis
adrenergik alfa jauh lebih efektif dengan efek samping yang
sedikit.

Kardiovaskular :

Atropin menimbulkan efek difergen pada sistem


kardiovaskular, tergantung pada dosisnya. Pada dosis rendah
efek yang menonjol adalah penurunan denyut
jantung(bradikardia).pada dosis tinggi,reseptor jantung pada
nodus SA disekat,dan denyut jantung sedikit bertambah
(takikardia). Tekanan darah arterial tidak dipengaruhi tetapi
pada tingkat toksik , atropin akan mendilatasi pembuluh darah
dikulit.
Sekresi:

Atropin menyekat kelenjar saliva sehingga timbul efek


pengeringan pada lapisan mukosa mulut(serostomia).kelenjar
saliva sangat peka terhadap atropin.kelenjar keringat dan
kelenjar air mata terganggu pula dikarenakan hambatan
sekresi pada kelenjar keringat menyebabkan suhu tubuh
meninggi.
INDIKASI
1.Pada trauma mata, salep mata atropin meyebabkan
efek midriatik dan sikloplegik dan memungkinkan
untuk pengukuran kelainan refraksi tanpa gangguan
oleh kapasitas akomodatif mata.
2.Sebagai obat antispasmodik untuk melemaskan
saluran cerna dan kandung kemih.
3.Mengobati kelebihan dosis organofosfat (yang
mengandung insektisida tertentu) dan beberapa
jenis keracunan jamur(jamur tertentu yang
mengandung substansi kolinergik).kemampuan obat
ini masuk kedalam SSP sangat penting sekali.
4.mengurangi sekresi lendir sal nafas (rinitis), medikasi
preanestetik (mengurangi lendir saluran pernafasan)
Efek samping: tergantung sekali pada dosis , atropin dapat
menyebabkan mulut kering, gangguan miksi, meteorismus,
dimensia, retensio urin, muka merah.

Gejala keracunan: pusing, mulut kering, tidak dapat menelan,


sukar bicara, haus, kabur, midriasis, fotopobia, kulit kering dan
panas, demam, jantung tachicardi, TD naik, meteorismus,
bising usus hilang, oligouria/anuria, inkoordinasi, eksitasi,
bingung, delirium, halusinasi

Diagnosis keracunan: gejala sentral, midriasis, kulit merah


kering, tachikardi

Dosis atropin: umumnya berkisar 0,25 – 1 mg.


Skopolamin

Mekanisme kerja:

Derivat-epoksi dari atripin bekerja lebih


kuat.Efek sentralnya kira-kira 3kali lebih kuat
dapat menimbulkan efek tepi yang sama
dengan efek atropin,tetapi efek skopolamin lebih
nyata pada SSP dan masa kerjanya lebih lama
dibandingkan atropin
Indikasi

1.Digunakan sebagai obat mabuk jalan


dalam bentuk plester
2.Digunakan sebagai mediatrikum
3.Digunakan sebagai obat anti kejang
lambung-usus
4. Digunakan sebagai premedikasi
anestesi
 Kontraindikasi
Glaukoma, pembesaran prostat.

 Efek samping
Sedasi,rasa mengantuk,tetapi pada dosis
yang tinggi dapat menyebabkan
kegelisahan / kegundahan.
Penghambat Ganglionik

Penghambat ganglionik bekerja secara spesifik pada


reseptor nikotinik ganglion otonom simpatik dan parasimpatik.
Beberapa di antaranya juga menghambat kanal ion ganglia
otonom. Obat-obat ini menunjukkan tidak adanya selektivitas
terhadap ganglia simpatis atau parasimpatis dan tidak efektif
sebagai antagonis neuromuskular.
Nicotine

Suatu komponen dalam rokok kretek, nicotine merupakan racun


dengan banyak dampak yang tidak diinginkan. Nicotine tidak
mempunyai manfaat terapeutik dan tidak baik untuk kesehatan.

Efek pacunya bersifat kompleks sebagai akibat efeknya terhadap


ganglia simpatik dan parasimpatik. Efeknya meliputi peningkatan
tekanan darah dan denyut jantung (akibat pelepasan transmiter
dari ujung saraf adrenergik dan medula adrenal), serta peningkatan
peristalsis dan sekresi.

Pada dosis yang lebih tinggi, tekanan darah menurun akibat


penghambat ganglionik dan aktivitas saluran cerna, serta otot-otot
kandung kemih terhenti.
Mecamylamine

Mecamylamine menghasilkan penghambat nikotinik ganglia


yang kompetitif. Lama kerjanya berkisar 10 jam setelah
pemberian tunggal. Ambilan obat melalui penyerapan oral
berlangsung baik, tidak seperti trimethaphan.

Seperti pada trimethaphan, mecamylamine terutama


digunakan untuk menurunkan tekanan darah pada keadaan
darurat.
Antagonis Neuromuskular

Obat penyekat neuromuskular ini strukturnya analog dengan


asetilkolin dan bekerja baik sebagai antagonis (tipe
nondepolarisasi) maupun agonis (tipe depolarisasi) terhadap
reseptor yang terdapat cekungan sambungan neuromuskular.

Penyekat neuromuskular bermanfaat secara klinik selama


operasi guna melepaskan otot secara sempurna tanpa
memperbanyak obat anastesi yang sebanding dalam melemaskan
otot. Kelompok kedua pelemas otot, pelemas otot sentral
digunakan untuk mengontrol tonus otot spastik.
Pelemas nondepolarisasi (kompetitif)

Obat pelemas neuromuskular meningkatkan keamanan


anestesia secara bermakna karena jumlah obat anestetik yang
dibutuhkan jadi lebih sedikit untuk mencapai tingkat pelemasan otot
sehingga pasien dapat pulih kembali secara cepat dan lengkap
setelah pembedahan.

• Pada dosis rendah


Obat penyekat neuromuskular nondepolarisasi bergabung dengan
reseptor nikotinik dan mencegah pengikatan asetilkolin. Obat ini
justru mencegah depolarisasi membran sel otot dan menghambat
kontraksi otot.

• Pada dosis tinggi


Penyakit nondepolarisasi menghadang kanal ion pada cekungan.
Keadaan ini menyebabkan pelemahan transmisi neuromuskular
lebih lanjut dan mengurangi kemampuan obat penghambat
asetilkolinesterase untuk menghilangkan kerja obat pelemas otot
nondepolarisasi.
Obat depolarisasi

Obat pelemas neuromuskular depolarisasi,


melekat pada reseptor nikotinik dan bekerja
menyerupai asetilkolin untuk mendepolarisasi
.

Tidak seperti asetilkolin yang segera


dirusak oleh asetilkolinesterase, kadar obat
depolarisasi ini tetap tinggi dalam celah
sinaps dan tetap melekat pada reseptor untuk
jangka waktu yang relatif lama, serta terus-
menerus memacu reseptor.
MYASTHENIA GRAVIS

Miastenia gravis adalah penyakit yang


menyerang hubungan antara sistem saraf (nervus)
dan sistem otot (muskulus). Penyakit miastenis
gravis ditandai dengan kelemahan dan kelelahan
pada beberapa atau seluruh otot, di mana
kelemahan tersebut diperburuk dengan aktivitas
terus menerus atau berulang-ulang. Miastenia
gravis adalah penyakit autoimun yang menyerang
neuromuskular juction ditandai oleh suatu
kelemahan otot dan cepat lelah akibat
adanya antibodi terhadap reseptor asetilkolin
(AchR) sehingga jumlah AchR di neuromuskular
juction berkurang.
EPIDEMIOLOGI

Prevalensi penderita dengan Miastenia gravis di


Amerika Serikat pada tahun 2004 diperkirakan
mencapai 20 per 100.000 penduduk. Prevalensi
pasti mungkin lebih tinggi karena kebanyakan kasus
Miastenia gravis tidak terdiagnosis. Insiden
Miastenia gravis mencapai 1 dari 7500 penduduk,
menyerang semua kelompok umur. Penelitian
epidemiologi telah menunjukkan kecenderungan
peningkatan prevalensi penyakit Miastenia gravis
dan angka kematian yang meningkat di atas umur
50 tahun. Pada umur 20-30 tahun Miastenia gravis
lebih banyak dijumpai pada wanita. Sementara itu
diatas 60 tahun lebih banyak pada pria
(perbandingan ratio wanita dan pria adalah 3:2).
PATOFISIOLOGI
PATOFISIOLOGI

Terjadi penurunan jumlah Acetyl Choline


Receptor (AChR). Acetyl Choline (ACh) yang
tetap dilepaskan dalam jumlah normal tidak
dapat mengantarkan potensial aksi menuju
membran post-synaptic. Kekurangan reseptor
dan kehadiran ACh yang tetap pada jumlah
normal akan mengakibatkan penurunan jumlah
serabut saraf yang diaktifkan oleh impuls
tertentu.
Pengurangan ini dipercaya disebabkan
proses autoimun di dalam tubuh yang
memproduksi anti-AChR bodies yg dapat
memblok AChR dan merusak membran post
sinaptic.
Secara umum, gambaran klisnis Miastenia yaitu:
• Kelemahan otot yang progresif pada penderita
• Kelemahan meningkat dengan cepat pada
kontraksis otot yang berulang
• Pemulihan dalam beberapa menit atau kurang
dari satu jam, dengan istirahat
• Kelemahan biasanya memburuk menjelang
malam
• Otot mata sering terkena pertama ( ptosis ,
diplopia ) , atau otot faring lainnya
( disfagia , suara sengau )
• Kelemahan otot yang berat berbeda pada setiap
unit motorik
• Kadang-kadang , kekuatan otot tiba-tiba
memburuk
• Tidak ada atrofi atau fasikulasi
THANK YOU 

Anda mungkin juga menyukai