Anda di halaman 1dari 11

Kelompok 4

Anti Kolinergenik

Kimia Medisinal
Haty Latifah, M.Farm
Agenda Presentasi
1. Pendahuluan
2. Devinisi Anti Kolinergenik
3. Karakteristik Anti Kolinergenik
4. Toksisitas Anti Kolinergenik

5. Mekanisme Anti Kolinergenik

6. Managemen Penanganan
7. Kesimpulan
Daftar Anggota

M. Taufiq Fathurrohman (1948201021)

Nova Amalia Rachmadanti (1948201030)

Sri Ayu Prihatini (1948201014)

Dedeh Siti Nurjanah (1948201009)

Syahru Rohman (1948201004)


Pendahuluan Fungsi dari SSO adalah mengendalikan dan mengatur
jantung, Sistem pernapasan, saluran gastrointestinal,
kandung kemih, mata dan kelenjar. SSO mempersarafi
Sistem saraf merupakan salah satu bagian yang
(bekerja pada) otot polos, tetapi SSO merupakan sistem
menyusun sistem koordinasi yang bertugas menerima
saraf involunter yangkita tidak atau sedikit bisa
rangsangan, menghantarkan rangsangan ke seluruh
dikendalikan. Kita bernapas jantung kita berdenyut, dan
bagian tubuh, serta memberikan respons terhadap
peristaltik terjadi tanpa kita sadari. Tetapi, tidak seperti
rangsangan tersebut. Pengaturan penerima rangsangan
Sistem saraf otonom, sistem saraf somatik merupakan
dilakukan oleh alat indera, pengolah rangsangan
sistem volunter yang mempersarafi otot rangka, yang dapat
dilakukan oleh saraf pusat yang kemudian meneruskan
kita kendalikan.
untuk menanggapi rangsangan yang datang dilakukan
oleh sistem saraf dan alat indera. Sistem saraf pusat
Obat-obat otonom adalah obat yang dapat memengaruhi
(SSP), yang terdiri dari otak dan medula spinalis dan
penerusan impuls
merupakan Sistem saraf utama dari tubuh. Sistem saraf
dalam SSO dengan jalan mengganggu sintesa,
tepi, terletak diluar otak dan medula spinalis, terdiri dari
penimbunan, pembebasan,atau penguraian
2 bagian; otonom dan somatic. Setelah ditafsirkan oleh
neurotransmitter atau memengaruhi kerjanya atas resptor
SSP, Sistem saraf tepi menerima rangsangan dan
khusus. Akibatnya adalah dipengaruhinya fungsi otot polos
memulai respons terhadap rangsangan itu.
dan organ, jantung dan kelenjar. Ada 2 macam golongan
obat otonomik yakni, Golongan simpatomimetik
Sistem saraf otonom (SSO), juga disebut sebagai
(merangsang) yang kerjanya mirip dengan saraf simpatis,
sistem saraf visceral, bekerja pada otot polos dan
dan Golongan simpatolitik (menghambat) untuk simpatis
kelenjar.
dan parasimpatolitik.
Devinisi Anti Kolinergenik
Antikolinergik (disebut juga obat penyekat kolinergik atau obat antagonis kolinergik) mengikat koffloseptor tetapi tidak
memicu efek intraselular diperantarai oleh reseptor seperti lazimnya yang paling bermanfaat dari obat golongan ini adalah
menyekat sinaps muskarinik pada saraf parasimpatis secara selektif. Oleh karena itu, efek persarafan parasimpatis menjadi
terganggu, dan kerja pacu simpatis muncul tanpa imbangan. Kelompok kedua obat ini, penyekat ganglioník nampaknya
lebib menyekat reseptor nikotinik pada ganglia simpatis dan parasímpatis. Keluarga ketiga senyawa ini, obat penyekat
neumuscular mengganggu transmisi impuls eferon yang menuju otot rangka.
Karakteristik Anti Kolinergenik
Semua antikolinergik memperlihatkan kerja yang hampir sama tetapi
daya afinitasnya berbeda terhadap berbagai organ, misalnya atropin
hanya menekan sekresi liur, mukus bronkus dan keringat pada dosis
kecil, tetapi pada dosis besar dapat menyebabkan dilatasi pupil mata,
gangguan akomodasi dan penghambatan saraf fagus pada jantung.
Antikolinergik juga memperlihatkan efek sentral yaitu merangsang
pada dosis kecil tetapi mendepresi pada
dosis toksik.

Penggunaan Obat-obat ini digunakan dalam pengobatan untuk bermacam-macam gangguan,


tergantung dari khasiat spesifiknya masing-masing, antara lain:
• Spasmolitika, dengan meredakan ketegangan otot polos, terutama merelaksasi kejang dan kolik di
saluran lambungusus, empedu dan kemih.
• Midriatikum, dengan melebarkan pupil mata dan melemahkan akomodasi mata.
• Borok lambung-usus, dengan menekan sekresi dan mengurangi peristaltik
• Hiperhidrosis, dengan menekan sekresi keringat yang berlebihan
• Berdasarkan efeknya terhadap sistim saraf sentral:
1. Sedatif pada premedikasi operasi bersama anestetika umum.
2. Parkinson
Toksisitas Anti Kolinergenik
Atropine
Atropine adalah alkaloid belladonna yang mempunyai afinitas kuat terhadap reseptor muskarinik. Obat ini bekerja kompetitif
antagonis dengan Ach untukmenempati kolinoreseptor. Umumnya masa kerja obat ini sekitar 4 jam. Terkecuali, pada
pemberian sebagai tetets mata, masa kerjanya menjadi lama bahkan sampai beberapa hari.

Farmakokinetik Farmakodinamik
Farmakokinetik Antikolenergik Alkaloid belladonna mudah diserap Efek antikolinergikdapat emnstimulasi ataupun
dari semua tempat, kecuali kulit. Pemberian atropin sebagai obat mendepresi bergantung pada organ target. Di
tetes mata, terutama pada anak dapat menyebabkan absorbsi dalam otak, dosis rendah merangsang dan dosis
dalam jumlah yang cukup besar lewat mukosa nasal, sehingga tinggi mndepresi. Efek obat ini juga ditetukan oleh
menimbulkan efek sistemik dan bahkan keracunan. Untuk kondisi yang akan diobati.  Misalnya Parkinson
mencegah hal ini perlu dilakukan penekanan kantus internus yang dikarakteritsikan dengan defisiensi dopamine
mata setelah penetesan obat agar larutan atropin tidak masuk ke yang mengintensifkan eegfek stimulasi Ach.
rongga hidung, terserap dan menyebabkan efek sistemik. Dari Antimuskarinik menumpulkan atau mendepresi
sirkulasi darah, atropin cepat memasuki jaringan dan kebanyakan efek ini.
mengalami hidrolisis enzimatik oleh hepar. Sebagian diekskresi
melalui ginjal dalam bentuk asal. Atropin mudah diserap,
sebagian dimetabolisme di dalam hepar dan dibuang dari tubuh
terutama melalui air seni. Masa paruhnya sekitar 4 jam.
Mekanisme Kerja Obat Anti Kolinegenik
Antimuskarinik ini bekerja dialat persarafi serabut pasca
ganglion kolinergik. Pada ganglion otonom dan otot
rangka, tempat asetilkolin juga bekerja penghambatan oleh
atropin hanya terjadi pada dosis sangat besar. Kelompok
obat ini memperlihatkan kerja yang hampir sama tetapi
dengan afinitas yang sedikit berbeda terhadap berbagai
alat; pada dosis kecil (sekitar 0,25 mg) misalnya, atropin
hanya menekan sekresi airl iur, mukus, bronkus dan
keringat. Sedangkan dilatasi pupil, gangguan akomodasi
dan penghambatan nasofagus terhadap jantung baru
terlihat pada dosis yang lebih besar (0,5 – 1,0mg). Dosis
1. Obat Antimuskarinik yang lebih besar lagi diperlukan untuk menghambat
Obat golongan ini bekerja mengantagonis reseptor peristalsis usus dan sekresi kelenjar di lambung. Beberapa
muskarinik yang menyebabkan hambatan semua fungsi subtipe reseptor muskarinik telah diidentifikasi saat ini.
muskarinik. Obat ini mengantagonis sedikit kecuali neuron Penghambatan pada reseptor muskarinik ini mirip
simpatis yg jg kolinergik seperti saraf simpatis yg menuju denervasi serabut pascaganglion kolinergik dan biasanya
ke kelenjar keringat. Obat ini tidak mengantagonis reseptor efek adrenergik menjadi lebih nyata.
nikotinik, maka obat antimuskarinik ini sedikit atau tidak
mempengaruhi sambungan saraf otot rangka atau ganglia
otonom.
Mekanisme Kerja Obat Anti Kolinegenik
2. Antagonis ganglion
Secara spesifik bekerja pada reseptor nikotinik dengan
mengantagonis kanal ion ganglia otonom. Obat ini
menunjukantidak adanya selektivitas thdp ganglia simpatis
maupun parasimpatis , tidak efektif sebagai antagonis
neuromuskular. Contoh obat penyekat ganglion: Nikotin

3. Antagonis Neuromuskular
Obat penyekat neuromuskular ini strukturnya analog dengan asetilkolin dan bekerja baik sebagai antagonis (tipe
nondepolarisasi) maupun agonis (tipe depolarisasi) terhadap reseptor yang terdapat cekungan sambungan
neuromuskular. Penyekat neuromuskular bermanfaat secara klinik selama operasi guna melepaskan otot secara
sempurna tanpa memperbanyak obat anastesi yang sebanding dalam melemaskan otot. Kelompok kedua pelemas otot,
pelemas otot sentral digunakan untuk mengontrol tonus otot spastik.
Manajemen Penanganan
Antikolinergik saat ini digunakan secara luas pada pengobatan penyakit-penyakit obstruksi saluran napas, dan
merupakan bronkodilator pilihan untuk pengobatan penyakit paru obstruksi kronik (PPOK). Mekanisme kolinergik memegang
peranan penting dalam mengatur tonus dan kaliber saluran pernapasan. Pada penyakit asma dan PPOK, sistim saraf
parasimpatik kolinergik merupakan salah satu mekanisme yang berperan atas terjadinya bronkospasme, dan pada PPOK
tonus kolinergik adalah satu-satunya komponen yang bersifat reversibel.

Beberapa mekanisme neural terlibat dalam pengaturan kaliber saluran napas, dan ketidaknormalan pada kontrol neural
memberikan kontribusi berupa penyempitan saluran napas, seperti pada asma dan PPOK. Sistim saraf kolinergik adalah
mekanisme neural utama yang bersifat bronkokonstriktor, dan merupakan faktor penentu utama kaliber saluran napas.

Mekanisme kontrol neural dapat digambarkan sebagai berikut, serabut-serabut eferen kolinergik yang berasal dari nukleus
ambiguus dalam batang otak, berjalan turun sepanjang saraf vagus dan membentuk sinap pada ganglion
parasimpatis dalam dinding saluran napas. Dari ganglion, serabut-serabut pendek postganglionik berjalan
menuju otot polos saluran napas dan kelenjar submukosa.
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai