Anda di halaman 1dari 14

Makalah Kimia Farmasi

ANALGETIK-ANTIPIRETIK

Disusun Oleh Kelompok : 6

1. Nurhayati (P23139016030)
2. Nurul Izzah Samara (P23139016031)
3. Patimah Asriani (P23139016032)
4. Rica Sanzani Puteri (P23139016034)
5. Rina Andriyani (P23139016035)

Lokal : 2A

Dosen Pengampu : Dra Harpolia Cartika, M. Farm, Apt

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES


JAKARTA II JURUSAN FARMASI
2017
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan YME atas

limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah mengenai

Analgesik-Antipiretik ini dengan lancar. Penulisan ini bertujuan untuk memenuhi salah satu

tugas yang diberikan oleh dosen mata kuliah Kimia Farmasi serta agar menambah ilmu

pengetahuan tentang Analgesik-Antipiretik.

Makalah ini ditulis dari hasil penyusunan data-data sekunder yang kami peroleh dari

buku panduan, serta informasi dari media massa yang berhubungan dengan Analgesik-

Antipiretik.

Kami harap makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita semua. Memang makalah ini

masih jauh dari sempurna, maka kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi

perbaikan menuju arah yang lebih baik.

Jakarta, 3 November 2017

Penyusun

1
DAFTAR ISI
Kata Pengantarii

Daftar Isi.iii

BAB I : PENDAHULUAN...

1.1 Latar Belakang.

1.2 Rumusan Masalah

1.3

BAB II : PEMBAHASAN..

2.1 Pengertian Analgetik-Antipiretik...

2.2 Penggolongan Analgetik-Antipiretik.

2.3 Analisa Kualitatif dan Kuantitatif Analgetik-Antipiretik..

BAB III : PENUTUP..

3.1 Kesimpulan.

3.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA..

1
BAB I

PENDAHULUAN

1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Analgetik-Antipiretik

Analgetik adalah adalah obat yang mengurangi atau melenyapkan rasa nyeri tanpa
menghilangkan kesadaran. Antipiretik adalah obat yang menurunkan suhu tubuh yang tinggi.
Jadi analgetik-antipiretik adalah obat yang mengurangi rasa nyeri dan serentak menurunkan
suhu tubuh yang tinggi. Analgetik atau analgesik, merupakan obat untuk mengurangi atau
menghilangkan rasa sakit atau obat-obat penghilang nyeri tanpa menghilangkan kesadaran
dan akhirnya akan memberikan rasa nyaman pada orang yang menderita.

Rasa nyeri hanya merupakan suatu gejala, fungsinya memberi tanda tentang adanya
gangguan-gangguan di tubuh seperti peradangan, infeksi kuman atau kejang otot. Rasa nyeri
disebabkan rangsang mekanis atau kimiawi, kalor atau listrik, yang dapat menimbulkan
kerusakan jaringan dan melepaskan zat yan disebut mediator nyeri (pengantara). Zat ini
merangsang reseptor nyeri yang letaknya pada ujung syaraf bebas di kulit, selaput lendir dan
jaringan lain. Dari tempat ini rangang dialaihkan melalui syaraf sensoris ke susunan syaraf
pusat (SSP), melalui sumsum tulang belakang ke talamus (optikus) kemudian ke pusat nyeri
dalam otak besar, dimana rangsang terasa sebagai nyeri.
Cara Pemberantasan Rasa Nyeri:
1. Menghalangi pembentukan rangsang dalam reseptor nyeri perifer oleh analgetik
perifer atau oleh anestetik lokal.
2. Menghalangi penyaluran rangsang nyeri dalam syaraf sensoris, misalnya dengan
anestetik local.
3. Menghalangi pusat nyeri dalam SSP dengan analgesik sentral (narkotik) atau dengan
anestetik umum.
Umumnya cara kerja analgetik-antipiretik adalah dengan menghambat sintesa
neurotransmitter tertentu yang dapat menimbulkan rasa nyeri & demam. Dengan blokade
sintesa neurotransmitter tersebut, maka otak tidak lagi mendapatkan "sinyal" nyeri,sehingga
rasa nyerinya berangsur-angsur menghilang.

2.2 Penggolongan Analgetik-Antipiretik

1
Berdasarkan Struktur kimianya obat analgetik-antipiretik dibagi menjadi 2 kelompok

yaitu turunan Anilin dan para-Aminofenol dan turunan 5-pirazolon.


2.2.1 Turunan Anilin dan para-Aminofenol
Turunan Anilin dan p-aminofenol, seperti asetaminofen, asetanilid dan fenasetin,

mempunyai aktivitas analgesik-antipiretik sebanding dengan aspirin, tetapi tidak

mempunyai efek antiradang dan antirematik. Turunan ini digunakan untuk mengurangi rasa

nyeri kepala dan nyeri pada otot atau sendi dan obat penurun panas yang cukup baik. Efek

samping yang ditimbulkan antara lain adalah methemoglobin dan hepatotoksik.


Hubungan Struktur-aktivitas

1. Anilin mempunyai efek antipiretik cukup tinggi tetapi toksisitasnya juga besar karena
menimbulkan methemoglobin, suatu bentuk hemoglobin yang tidak dapat berfungsi
sebagai pembawa oksigen.
2. Substitusi pada gugus amino mengurangi sifat kebasaan dan dapat menurunkan
aktivitas dan toksisitasnya. Asetilasi gugus amino (asetanilid) dapat menurunkan
toksisitasnya, pada dosis terapi relatif aman tetapi pada dosis yang lebih besar
menyebabkan pembentukan methemoglobin dan mempengaruhi jantung. Homolog
yang lebih tinggi dari asetanilid mempunyai kelarutan dalam air sangat rendah
sehingga efek analgesik dan antipiretiknya juga rendah.
3. Turunan aromatik dari asetanilid, seperti benzenanilid, sukar larut dalam air, tidak
dapat dibawa oleh cairan tubuh ke reseptor sehingga tidak menimbulkan efek
analgesik, sedang salisilanilid sendiri walaupun tidak mempunyai efek analgesik
tetapi dapat digunakan sebagai antijamur.
4. Para-aminifenol adalah produk metabolic dari anilin, toksisitasnya lebih rendah
disbanding anilin dan turunan orto dan meta, tetapi masih terlalu toksik untuk langsung
digunakan sebagai oat sehingga perlu dilakukan modifikasi struktur untuk mengurangi
toksisitasnya.
5. Asetilasi gugus amino dari para-aminofenol (asetaminofen) akan menurunkan
toksisitasnya, pada dosis terapi relatif aman tetapi pada dosis yang lebih besar dan pada
pemakaian jangka panjang dapat menyebabkan methemoglobin dan kerusakan hati.

1
6. Eterifikasi gugus hidroksi dari para-aminofenol dengan gugus metil (anisidin) dan
etil (fenetidin) meningkatkan aktivitas analgesik tetapi karena mengandung gugus
amino bebas maka pembentukan methemoglobin akan meningkat.
7. Pemasukan gugus yang bersifat polar, seperti gugus karboksilat dan sulfonat, ke inti
benzene akan menghilangkan aktivitas analgesik.
8. Etil eter dari asetaminofen (fenasentin) mempunyai aktivitas analgesik cukup tinggi,
tetapi pada penggunaan jangka panjang menyebabkan methemoglobin, kerusakan
ginjal dan bersifat karsinogenik sehingga obat ini dilarang di Indonesia.
9. Ester salisil dari asetaminofen (fenetsal) dapat mengurangi toksisitas dan
meningkatkan aktivitas analgesik.

Contoh:
Asetaminofen (Parasetamol, Panadol, Tempra, Tylenol, Dumin) merupakan
analgetik-antipiretik yang populer dan banyak digunakan di Indonesia, dalam bentuk
sediaan tunggal maupun kombinasi. Absorpsi obat dalam saluran cerna cepat dan
hampir sempurna, kadar plasma tertinggi dicapai dalam 0,5-1 jam setelah pemberian
oral, dengan waktu paro plasma 1-2,5 jam. Dosis : 500 mg 4 dd.

1
2.2.2 Turunan 5-Pirazolon
Turunan 5-pirazolon, seperti antipirin, amidopirin dan metampiron,
mempunyai aktivitas analgesik-antipiretik dan antirematik serupa dengan aspirin.
Turunan ini digunakan untuk mengurangi rasa sakit pada keadaan nyeri kepala, nyeri
pada spasma usus, ginjal, saluran empedu dan urin, neuralgia, migrain, dismenorhu,
nyeri gigi, dan nyeri pada rematik. Efek samping yang ditimbulkan oleh turunan 5-
pirazolon adalah agranulositosis, yang dalam beberapa kasus dapat berakibat fatal.

Contoh:
1. Antipirin (Fenazon), mempunyai aktivitas analgesik hampir sama dengan
asetanilid, dengan awal kerja yang lebih cepat. Efek samping agranulositosisnya
cukup besar sehingga sekarang tidak lagi digunakan untuk pemakaian sistemik.
Antipirin mempunyai efek paralitik pada saraf sensori dan motorik, sehingga
digunakan untuk anestesi setempat dan vasokontriksi pada pengobatan rinitis dan
laringitis. Dosis : larutan 5-15%.

1
2. Amidopirin (Pyramidon, Aminopirin, Aminofenazon), mempunyai aktivitas
analgesik serupa dengan antipirin, awal kerjanya lebih lambat dan masa kerjanya
lebih panjang. Absorpsi obat dalam saluran cerna cepat dan 25-30% akan terikat
oleh protein plasma, waktu paro plasmanya 2-3 jam. Efek samping
agranulositosisnya besar dan dapat berakibat fatal, sehingga sekarang tidak lagi
digunakan dan dilarang beredar di Indonesia.
3. Metampiron Na (Metamizol Na, Antalgin, Novalgin, Dipiron) merupakan
analgesik-antipiretik yang cukup populer di Indonesia. Absorpsi obat pada saluran
cerna cepat dan cepat pula termetabolisis di hati. Efek samping agranulositosisnya
cukup besar sehingga dilarang beredar di Amerika serikat, Inggris, Jepang dan
Australia. Dosis : 500 mg 4 dd.
4. Profifenazon (Isopirin, Larodon) digunakan terutama sebagai antirematik.
Senyawa dapat menimbulkan spasma pada otot bergaris, dan penggunaanya sering
dikombinasi dengan obat analgesik lain. Dosis : 500 mg 4 dd.

2.3 Analisa Kualitatif dan Kuantitatif Analgetik-Antipiretik


2.3.1 Analisa Kualitatif
1. Turunan anilin dan para aminofenol
a. Analisis Golongan
Reaksi Isonitril
Zat uji + kloroform, NaOH dan etanol dipanaskan bau busuk dari isonitril
Reaksi Indofenol
Zat uji + ammonia, Na-hipoklorit, dan fenol dipanaskan warna hijau biru
pemanasan lebih lanjut merah
b. Analisis Gugus
Senyawa Nitrogen (Amin aromatis)
Zat uji + HCl dipanaskan 5-15 menit didinginkan warna merah jingga
atau endapan merah jingga (Fenasetin)
Reaksi Gabungan Dengan Asam Sulfanilat
Zat uji + 1 ml NaOH 3N + campuran asam sulfanilat dan NaNO 2 10% (1:1)
merah (Paracetamol)
c. Reaksi Individual
1. Parasetamol
Zat uji + 10 ml akuades + 1 tetes FeCl3 biru violet

1
Zat uji + 1 ml NaOH 3N panaskan setelah dingin + 1 ml asam sulfanilat
+ beberapa tetes NaNO2 warna merah
Zat uji + 1 ml HCl panaskan 3 menit + 10 ml akuades setelah dingin
+ 1 tetes K2Cr2O7 warna violet yang tidak berubah menjadi merah
(bandingkan dengan fenasetin)
Zat uji pada drupple plate + asam nitrat encer amati warna
2. Fenasetin
Zat uji + asam nitrat pekat didihkan ambil 1 tetes larutan yang telah
dididihkan, letakkan pada obyek glass + 1-2 tetes air dingin amati kristal di
bawah mikroskop. Hasil reaksi di atas setelah dingin membentuk kristal
kuning
Zat uji + 2 ml H2SO4 pekat panaskan hingga mulai mendidih setelah
dingin + 2ml akuades bau etil asetat
Zat uji + 1 ml asam nitrat amati warna ambil 1 tetes letakkan pada
obyek glass + 1-2 tetes air dingin amati kristal di bawah mikroskop
Zat uji + 1 ml aseton teteskan pada obyek glass + 1-2 tetes air dingin
amati kristal di bawah mikroskop.
Zat uji + 1 ml HCl teteskan pada obyek glass + 1-2 tetes reagen dragendorf
amati kristal di bawah mikroskop

2. Turunan 5-pirazolon
a. Analisis Golongan
Zat uji + reagen Mayer + HCl terjadi endapan
Zat uji + larutan FeCl3 biru (novalgin), ungu (piramidon), merah (antipirin)
Zat uji + HCl + NaNO2 hijau (antipirin), ungu (piramidon)
b. Analisis Individual
1. Metampiron
Zat uji + reagen Mayer endapan putih kuning
Zat uji + HCl encer + FeCl3 warna biru diamkan merah tak
berwarna
Zat uji + 1 ml AgNO3 warna ungu dengan endapan perak metalik
Reaksi kristal dengan K4Fe(CN)6 amati kristal di bawah mikroskop
2. Antipirin
Zat uji + reagen Mayer endapan putih
Zat uji + FeCl3 merah darah + H2SO4 encer kuning
Zat uji + beberapa tetes NaNO2 + H2SO4 encer hijau intensif
Zat uji + DAB HCl warna rose lama
Reaksi kristal dengan asam pikrat amati kristal di bawah mikroskop

1
2.3.2 Analisa Kuantitatif
a. Metode Iodimetri
Iodimetri yaitu suatu proses analitis secara langsung yang menggunakan iodin sebagai
agen pengoksidasi. Hanya sedikit substansi yang cukup kuat sebagai unsur reduksi
untuk dititrasi langsung dengan iodin. Karena itu jumlah dari penentuan-penentuan
iodimetrik adalah sedikit. Namun demikian, banyak agen pengoksidasi yang
cukup kuat untuk bereaksi secara lengkap dengan ion iodida dan aplikasi iodometrik
cukup banyak.
b. Metode Diazotasi
Diazotasi merupakan analisis kuantitatif yang berdasar pada reaksi antara amin
aromatis primer dengan asam nitrit sebagai penitrannya yang berlangsung dalam
suasana asam dan membentuk garam diazonium.

1. Turunan anilin dan para aminofenol


a. Paracetamol
Metode Diazotasi
Ditimbang 302,5 mg tablet paracetamol yang setara dengan 250 mg paracetamol
yang telah diserbukkan terlebih dahulu.
Paracetamol tersebut ditambahkan 20 ml H2SO4 0,1 N.
Dipanaskan selama 10 menit.
Ditambahkan 10 ml aquadest dan HCl P sebanyak 5 ml.
Larutan tersebut kemudian didinginkan dengan es batu hingga suhu kurang
150C.
Ditambahkan indikator dalam yaitu tropeolin OO dan metilen biru sebanyak 3
tetes.
Dititrasi dengan NaNO2 hingga warna hijau toska.
Dihitung volume titrasinya dan dihitung kadarnya.
Menurut Farmakope Indonesia Ed. IV
Larutan baku, timbang seksama sejumlah Paracetamol BPFI, larutkan dalam air
hingga kadar lebih kurang 12 g/ml.
Larutan Uji, timbang seksama lebih kurang 120 mg, masukkan ke dalam labu
tentukur 500 ml, larutkan dalam 10 ml methanol P, encerkan dengan air sampai
tanda. Masukkan 5,0 ml larutan ke dalam labu tentukur 100 ml, encerkan dengan
air sampai tanda dan campur. Ukur serapan Larutan Uji dan Larutan baku pada
panjang gelombang serapan maksimum lebih kurang 244 nm, terhadap air sebagai
blangko. Hitung jumlah dalam mg, C8H9NO2, dengan rumus:

1
C adalah kadar Paracetamol BPFI dalam g/ml Larutan baku; Au dan As berturut-
turut adalah serapan Larutan uji dan Larutan baku.

2. Turunan 5-pirazolon
1. Aspirin (Dirjen Pom, 1995)
Timbang seksama lebih kurang 1,5 g, masukkan kedalam labu, tambahkan 50,0
ml natrium hidroksida 0,5 N LV, didihkan campuran secara perlahan-lahan selama
10 menit. Tambahkan indikator fenolftalein LP. Titrasi kelebihan natrium
hidroksida dengan asam sulfat 0,5 N LV. Lakukan penetapan blangko.
2. Antipirin (Dirjen Pom, 1995)
Timbang seksama lebih kurang 100 mg, masukkan dalam labu iodum 250 ml,
larutkan dalam 25 ml air. Tambahkan 2 g natrium asetat P dan 20,0 ml iodum 0,1
N LV, biarkan ditempat yang gelap dan sejuk selama 20 menit, tambahkan 25 ml
atanol P hingga endapan larut. Titrasi kelebihan iodum dengan natrium triosulfat
0,1 N LV, menggunakan kanji LP sebagai indikator.
3. Metampiron
Metode Iodimetri
Tablet methampiron ditimbang sebanyak 294 mg yang setara dengan 250 mg
methampiron.
Dilarutkan dengan aquadest sebanyak 25 ml di erlenmeyer dan ditambahkan 10
ml HCl 0,1 N dan 2 ml indikator kanji.
Dititrasi dengan larutan iod hingga berwarna biru.
Dihitung volume titrasinya dan dihitung kadarnya.
Menurut Farmakope Indonesia Ed. IV
Timbang seksama lebih kurang 200 mg, larutkan dalam 5 ml asam klorida 0,02 N
dan segea titrasi dengan iodum 0,1 N LV, menggunakan indicator kanji LP,
dengan sekali-sekali dikocok hingga terjadi warna biru mantap selama 2 menit.

1
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran

1
DAFTAR PUSTAKA
A.L Underwood. 2002. Analisa Kimia Kuanitatif. Jakarta: Erlangga.

Dirjen POM.1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta : Depkes RI

Siswandono dan B. Soekardjo. 2008. Kimia Medisinal. Surabaya: Airlangga University Press.

https://id.wikipedia.org

Anda mungkin juga menyukai