Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

OBAT SEDATIF-HIPNOTIK

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Farmakologi

Penyusun :

Anita Eka Saputri (200105010)


Daniatul Umayah (200105018 )
Febri Nur Wulandari (200105030)
Muhammad Davin F (200105056)

PROGRAM STUDI S1 FARMASI FAKULTAS KESEHATAN


UNIVERSITAS HARAPAN BANGSA PURWOKERTO
TAHUN 2020/2021
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Tuhan Yang Maha Esa telah melimpahkan karunia dan nikmat
bagi umat-Nya. Alhamdulillah Makalah ini dapat teselesaikan tepat pada waktunya.
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Farmakologi
yang berjudul “Obat Sedatif-Hipnotik ”. Makalah ini jauh dari
sempurna.Untuk itu, saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan.
Tidak lupa penulis sampaikan rasa terima kasih kepada semua pihak yang telah
turut membantu dalam penyusunan makalah ini. Semoga bantuan
danbimbingan yang telah diberikan kepada kami mendapat balasan yang setimpal
dari Tuhan Yang Maha Esa.
Semoga makalah ini bermanfaat khusus bagi penulis dan umumnya bagi
pembaca.

Purwokerto, 17 April 2021

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................2
DAFTAR ISI ..........................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang..................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah.............................................................................4
1.3 Tujuan ..............................................................................................5

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Sedatif-hipnotik................................................................6
2.2 Penggolongan obat Sedatif-hipnotik..................................................6
2.3 Pengertian dan Sejarah.......................................................................7

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan ........................................................................................8
3.2 Saran ..................................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................9
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Obat-obat yang berkerja pada sistem saraf pusat (SSP) merupakan salah satu
obat yang pertama ditemukan manusia primitif dan masih digunakan secara luas
sebagai zat farmakologi sampai sekarang. Disamping penggunaannya dalam terapi,
obat-obat SSP dipakai walaupun tanpa resep untuk meningkatkan kesejahteraan
seseorang.
Cara kerja berbagai obat pada SSP tidak selalu dapat dijelaskan. Walaupun
demikian,dalam 30 tahun terakhir, banyak kemajuaan yang diperoleh dalam bidang
metodologi farmakologi SSP. Saat ini telah dapat diteliti cara kerja suatu obat pada
sel-sel tertentu atau bahkan pada kanal ion tunggal didalam sinaps. Informasi yang
diperoleh dalam studi studi semacam ini merupakan dasar dari sejumlah
perkembangan yang utama dalam penelitian SSP.
Pertama, telah jelas bahwa hampir semua obat SSP, bekerja pada reseptor
khusus yang mengatur transmisi sinaps. Sejumlah kecil obat seperti anastesi umum
dan alkhol dapat bekerja secara non spesifik pada membran (meskipun perkecualian
ini tidak sepenuhnya diterima), tetapi bahkan kerja yang tidak diperantarai oleh
reseptor inipun akan menghasilkan perubahan dalam transmisi sinaps yang dapat
dibuktikan.
Kedua, obat-obatan merupakan salah satu alat terpenting untuk mempelajari
seluruh aspek fisiologi SSP, mulai dari terjadinya bangkitan sampai penyimpanan
memori jangka panjang.
Ketiga, penguraian kerja obat-obat yang efikasi klinisnya diketahui telah
menghasilkan beberapa hipotesis yang sangat berguna berkaitan dengan berbagai
mekanisme penyakit. Misalnya, informasi tentang kerja obat antipsikotik pada
reseptor dopamin memberikan dasar hipotesis yang penting mengenai patofisiologi
skizoprenia.
1.2.Rumusan Masalah

1. Apa pengertian sedatif dan hipnotik?


2. Apa saja obat – obat yang termasuk golongan sedatif dan hipnotik?
3. Bagaimana mekanisme kerja, farmakokinetik, dan farmakodinamik obat sedatif dan
hipnotik?

1.3.Tujuan

Tujuan dari pembuatan makalah ini antara lain :


1. Untuk memahami pengertian sedatif dan hipnotik.
2.  Untuk mengetahui obat – obat yang termasuk golongan sedatif dan hipnotik.
3. Untuk mengetahui mekanisme kerja, farmakokinetik, dan farmakodinamik obat
sedatif dan hipnotik.
4.  Untuk menambah pengetahuan penulis.
5. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Farmakologi.
BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Hipnotik dan sedatif merupakan golongan obat pendepresi susunan syaraf pusat
(SSP). Efeknya bergantung kepada dosis, mulai dari yang ringan yaitu menyebabkan
tenang atau kantuk, menidurkan, hingga yang berat yaitu hilangnya kesadaran,
keadaan anestesia, koma dan mati.
Pada dosis terapi, obat sedatif menekan aktivitas mental, menurunkan respons
terhadap rangsangan emosi sehingga menenangkan. Obat hipnotik menyebabkan
kantuk dan mempermudah tidur serta mempertahankan tidur yang menyerupai tidur
fisiologis.
Efek sedasi juga merupakan efek samping beberapa golongan obat lain yang
tidak termasuk obat golongan depresab SSP. Walaupun obat tersebut memperkuat
penekanan SSP, secara tersendiri obat tersebut memperlihatkan efek yang lebih
spesifik pada dosis yang jauh lebih kecil daripada dosis yang dibutuhkan untuk
mendepresi SSP secara umum.
Beberapa obat dalam golongan hipnotik dan sedatif, khususnya golongan
benzodiazepin diindikasikan juga sebagai pelemas otot, antiepilepsi, antiansietas
(anticemas), dan sebagai penginduksi anestesia.

2.2.Penggolongan Obat Sedatif-Hipnotik


1. Benzodiazepin: alprazopam, klordiazepoksid, klorazepat, diazepam, flurazepam,
lorazepam
2. Barbiturat: amobarbital, pentobarbital, fenobarbital, sekobarbital, tiopental
3. Lain-lain: Propofol, Ketamin, Dekstromethorpan

2.3. Benzodiazepin
Pengertian dan Sejarah
Benzodiazepin adalah sekelompok obat golongan psikotropika yang
mempunyai efek antiansietas atau dikenal sebagai minor tranquilizer, dan
psikoleptika. Benzodiazepin memiliki lima efek farmakologi sekaligus, yaitu
anxiolisis, sedasi, anti konvulsi, relaksasi otot melalui medula spinalis, dan amnesia
retrograde.
Keunggulan benzodiazepine dari barbiturate yaitu rendahnya tingkat toleransi
obat, potensi penyalahgunaan yang rendah, margin dosis aman yang lebar, dan tidak
menginduksi enzim mikrosom di hati.Benzodiazepin telah banyak digunakan sebagai
pengganti barbiturat sebagai premedikasi dan menimbulkan sedasi pada pasien dalam
monitorng anestesi.
Penggolongan Benzodiazepin
Berdasarkan kecepatan metabolismenya dapat dibedakan menjadi 3 kelompok yaitu
short acting, long acting, ultra short acting.
1)      Long acting.
Obat-obat ini dirombak dengan jalan demetilasi dan hidroksilasi menjadi metabolit
aktif (sehingga memperpanjang waktu kerja) yang kemudian dirombak kembali
menjadi oksazepam yang dikonjugasi menjadi glukoronida tak aktif.
2)      Short acting
Obat-obat ini dimetabolisme tanpa menghasilkan zat aktif. Sehingga waktu kerjanya
tidak diperpanjang. Obat-obat ini jarang menghasilkan efek sisa karena tidak
terakumulasi pada penggunaan berulang.
3)      Ultra short acting
Lama kerjanya sangat kurang dari short acting. Hanya kurang dari 5,5 jam. Efek
abstinensia lebih besar terjadi pada obat-obatan jenis ini. Selain sisa metabolit aktif
menentukan untuk perpanjangan waktu kerja, afinitas terhadap reseptor juga sangant
menentukan lamanya efek yang terjadi saat penggunaan
Rumus Kimia Benzodiazepin
Benzodiazepin adalah obat hipnotik-sedatif terpenting. Semua struktur yang
ada pada benzodiazepine menunjukkan 1,4-benzodiazepin. Kebanyakan mengandung
gugusan karboksamid dalam dalam struktur cincin heterosiklik beranggota 7.
Substituen pada posisi 7 ini sangat penting dalam aktivitas hipnotik-sedatif.
Mekanisme Kerja Golongan Benzodiazepin
Efek farmakologi benzodiazepine merupakan akibat aksi gamma-aminobutyric
acid (GABA) sebagai neurotransmitter penghambat di otak. Benzodiazepine tidak
mengaktifkan reseptor GABA A melainkan meningkatkan kepekaan reseptor GABA
A terhadap neurotransmitter penghambat sehingga kanal klorida terbuka dan terjadi
hiperpolarisasi sinaptik membran sel dan mendorong post sinaptik membran sel tidak
dapat dieksitasi. BDZs tidak menggantikan GABA, yang mengikat pada alpha sub-
unit, tetapi meningkatkan frekuensi pembukaan saluran yang mengarah ke
peningkatan konduktansi ion klorida dan penghambatan potensial aksi. Hal ini
menghasilkan efek anxiolisis, sedasi, amnesia retrograde, potensiasi alkohol,
antikonvulsi dan relaksasi otot skeletal.
Farmakodinamik
Hampir semua efek benzodiazepine merupakan hasil kerja golongan ini pada
SSP dengan efek utama : sedasi, hypnosis, pengurangan terhadap rangsangan
emosi/ansietas, relaksasi otot, dan anti konvulsi. Hanya dua efek saja yang merupakan
kerja golongan ini pada jaringan perifer : vasodilatasi koroner (setelah pemberian
dosis terapi golongan benzodiazepine tertentu secara iv), dan blokade neuromuskular
(yang hanya terjadi pada pemberian dosis tinggi).
Farmakokinetik
Sifat fisikokimia dan farmakokinetik benzodiazepine sangat mempengaruhi
penggunaannya dalam klinik karena menentukan lama kerjanya. Semua
benzodiazepine dalam bentuk nonionic memiliki koefesien distribusi lemak : air yang
tinggi; namun sifat lipofiliknya daoat bervariasi lebih dari 50 kali, bergantung kepada
polaritas dan elektronegativitas berbagai senyawa benzodiazepine. 
Semua benzodiazepin pada dasarnya diabsorpsi sempurna, kecuali klorazepat; obat ini
cepat mengalami dekarboksilasi dalam cairan lambung menjadi N-desmetil-diazepam
(nordazepam), yang kemudian diabsorpsi sempurna. Setelah pemberian per oral,
kadar puncak benzodiazepin plasma dapat dicapai dalam waktu 0,5-8 jam. Kecuali
lorazepam, absorbsi benzodiazepin melalui suntikan IM tidak teratur. 
Secara umum penggunaan terapi benzodiazepine bergantung kepada waktu
paruhnya, dan tidak selalu sesuia dengan indikasi yang dipasarkan. Benzodiazepin
yang bermanfaat sebagai antikonvulsi harus memiliki waktu paruh yang panjang, dan
dibutuhkan cepat masuk ke dalam otak agar dapat mengatasi status epilepsi secara
cepat. Benzodiazepin dengan waktu paruh yang pendek diperlukan sebagai hipnotik,
walaupun memiliki kelemahan yaitu peningkatan penyalahgunaan dan dan berat
gejala putus obat setelah penggunaannya secara kronik.  Sebagai ansietas,
benzodiazepine harus memiliki waktu paruh yang panjang, meskipun disertai risiko
neuropsikologik disebabkan akumulasi obat.
2.4.Barbiturat
Barbiturat selama beberapa saat telah digunakan secara ekstensif sebagai
hipnotik dan sedative. Namun sekarang kecuali untuk beberapa penggunaan yang
spesifik, barbiturate telah banyak digantikan dengan benzodiazepine yang lebih aman,
pengecualian fenobarbital yang memiliki anti konvulsi yang masih sama banyak
digunakan.
            Secara kimia, barbiturate merupakan derivate asam barbiturate. Asam
barbiturate (2,4,4-trioksoheksahidropirimidin) merupakan hasil reaksi kondensasi
antara ureum dengan asam malonat.
            Efek utama barbiturate ialah depresi SSP. Semua tingkat depresi dapat dicapai,
mulai dari sedasi, hypnosis, koma sampai dengan kematian. Efek antisietas
barbiturate berhubungan dengan tingkat sedasi yang dihasilkan. Efek hipnotik
barbiturate dapat dicapai dalam waktu 20-60 menit dengan dosis hipnotik. Tidurnya
menyerupai tidur fisiologis, tidak disertai mimpi yang mengganggu. Efek anastesi
umumnya diperlihatkan oleh golongan tiobarbital dan beberapa oksibarbital untuk
anastesi umum. Untuk efek antikonvulsi umumnya diberikan oleh barbiturate yang
mengandung substitusi 5- fenil misalnya fenobarbital. Fase tidur REM dipersingkat.
Barbiturat sedikit menyebabkan sikap masa bodoh terhadap rangsangan luar.
Barbiturat tidak dapat mengurangi nyeri tanpa disertai hilangnya kesadaran.
Pemberian obat barbiturat yang hampir menyebabkan tidur, dapat meningkatkan 20%
ambang nyeri, sedangkan ambang rasa lainnya (raba, vibrasi dan sebagainya) tidak
dipengaruhi. Pada beberapa individu dan dalam keadaan tertentu, misalnya adanya
rasa nyeri, barbiturat tidak menyebabkan sedasi melainkan malah menimbulkan
eksitasi (kegelisahan dan delirium). Hal ini mungkin disebabkan adanya depresi pusat
penghambatan.
Farmakokinetik
Barbiturat secarra oral diabsorpsi cepat dan sempurna dari lambung dan usus
halus ke dalam darah. Secra IV barbiturate digunakan untuk mengatasi status epilepsy
dan menginduksi serta mempertahankan anestesi umum. Barbiturate didistribusi secra
luas dan dapat melewati plasenta, ikatan dengan protein plasma sesuai dengan
kalarutan dalam lemak.
            Barbiturat yang mudah larut dalam lemak, misalnya thiopental dan
metoheksital, setelah pemberian secara IV, akan ditimbun di jaringan lemak dan otot.
Hal ini akan menyebabkan kadarnya dalam plasma dan otak turun dengan cepat.
Barbiturate yang kurang lipofilik misalnya aprobarbital dan fenobarbital,
dimetabolisme hampir sempurna di dalam hati sebelum diekskresi di ginjal. Pada
kebanyakan kasus, perubahan pada fungsi ginjal tidak mempengaruhi eliminasi obat.
Fenobarbital diekskresikan ke dalam urin dalam bentuk tidak berubah sampai jumlah
tertentu (20-30%) pada manusia.
            Faktor yang mempengatuhi biodisposisi hipnotik dan sedatif dapat
dipengaruhi oleh berbagai hal terutama perubahan pada fungsi hati sebagai akibat dari
penyakit, usia tua yang mengakibatkan penurunan kecepatan pembersihan obat yang
dimetabolisme yang terjadi hampir pada semua obat golongan barbiturat.
Kontraindikasi 
Barbiturate tidak boleh diberikan pada penderita alergi barbiturate, penyakit
hati atau ginjal, hipoksia, penyakit Parkinson. Barbiturate juga tidak boleh diberikan
pada penderita psikoneurotik tertentu, karena dapat menambah kebingungan di malam
hari yang terjadi pada penderita usia lanjut.

2.5.Lain - lain
1)      Propofol
Propofol adalah substitusi isopropylphenol yang digunakan secara intravena
sebagai 1% larutan pada zat aktif yang terlarut, serta mengandung 10% minyak
kedele, 2,25% gliserol dan 1,2% purified egg phosphatide. Obat ini secara struktur
kimia berbeda dari sedative-hipnotik yang digunakan secara intravena lainnya.
Penggunaan propofol 1,5-2,5 mg/kg BB (atau setara dengan thiopental 4-5 mg/kg BB
atau methohexital 1,5 mg/kgBB) dengan penyuntikan cepat (<15 detik) menimbulkan
turunnya kesadaran dalam waktu 30 detik. Propofol lebih cepat dan sempurna
mengembalikan kesadaran dibandingkan obat anesthesia lain yang disuntikkan secra
cepat. Selain cepat mengembalikan kesadaran, propofol memberikan gejala sisa yang
minimal pada SSP. Nyeri pada tempat suntikan lebih sering apabila obat disuntikkan
pada pembuluh darah vena yang kecil. Rasa nyeri ini dapat dikurangi dengan
pemilihan tempat masuk obat di daerah vena yang lebih besar dan penggunaan
lidokain 1%.
Mekanisme Kerja
Propol relative selektif dalam mengatur reseptor GABA dan tampaknya tidak
mengatur ligand-gate ion channel lainnya. Propofol dianggap memiliki efek sedative
hipnotik melalui interaksinya denghan reseptor GABA. GABA adalah salah satu
neurotransmitter penghambat di SSP. Ketika reseptor GABA diaktivasi, penghantar
klorida transmembran meningkat dan menimbulkan hiperpolarisasi di membran sel
post sinaps dan menghambat fungsi neuron post sinaps. Interaksi propofol (termasuk
barbiturate dan etomidate) dengan reseptor komponen spesifik reseptor GABA
menurunkan neurotransmitter penghambat. Ikatan GABA meningkatkan durasi
pembukaan GABA yang teraktifasi melalui chloride channel sehingga terjadi
hiperpolarisasi dari membrane sel.
Farmakokinetik
Propofol didegradasi di hati melalui metabolism oksidatif hepatic oleh
cytochrome P-450. Namun, metabolismenya tidak hanya dipengaruhi hepatic tetapi
juga ekstrahepatik. Metabolism hepatic lebih cepat dan lebih banyak menimbulkan
inaktivasi obat dan terlarut air sementara metabolism asam glukoronat diekskresikan
melalui ginjal. Propofol membentuk 4-hydroxypropofol oleh sitokrom P450. Propofol
yang berkonjugasi dengan sulfat dan glukoronide menjadi tidak aktif dan bentuk 4
hydroxypropofol yang memiliki 1/3 efek hipnotik. Kurang dari 0,3% dosis obat
diekskresikan melalui urin. Waktu paruh propofol adalah 0,5-1,5 jam.
2)         Ketamin
Ketamin adalah derivate phencyclidine yang meyebabkan disosiative
anesthesia yang ditandai dengan disosiasi EEG pada talamokortikal dan sistem
limbik. Ketamin memiliki keuntungan dimana tidak seperti propofol dan etomidate,
ketamine larut dalam air dan dapat menyebabkan analgesic pada dosis subanestetik.
Namun ketamin sering hanya menyebabkan delirium
Mekanisme Kerja
Ketamin bersifat non-kompetitif phenycyclidine di reseptor N-Methyl D
Aspartat (NMDA). Ketamin juga memiliki efek pada reseptor lain termasuk reseptor
opioid, reseptor muskarinik, reseptor monoaminergik, kanal kalsium tipe L dan
natrium sensitive voltase. Tidak seperti propofol dan etomide, katamin memiliki efek
lemah pada reseptor GABA. Mediasi inflamasi juga dihasilkan local melalui
penekanan pada ujung saraf yang dapat mengaktifasi netrofil dan mempengaruhi
aliran darah. Ketamin mensupresi produksi netrofil sebagai mediator radang dan
peningkatan aliran darah. Hambatan langsung sekresi sitokin inilah yang
menimbulkan efek analgesia.
 Farmakokinetik
Farmakokinetik ketamin mirip seperti thiopental yang memiliki aksi kerja
singkat, memiliki aksi kerja yang relatif singkat, kelarutan lemak yang tinggi, pK
ketamin adalah 7,5 pada pH fisiologik. Konsentrasi puncak ketamin terjadi pada 1
menit post injeksi ketamin secara intravena dan 5 menit setelah injeksi intramuscular.
Ketamin tidak terlalu berikatan kuat dengan protein plasma namun secara cepat
dilepaskan ke jaringan misalnya ke otak dimana konsentrasinya 4-5 kali dari pada
konsentrasi di plasma
.3)        Dekstromethorpan
Dekstromethorphan adalah NMDA antagonis dengan afinitas ringan yang
paling sering digunakan sebagai penghambat respon batuk di sentral. Obat ini
memiliki efek yang seimbang dengan kodein sebagai antitusif tetapi tidak memiliki
efek analgesic. Tidak seperti kodein, obat ini tidak menimbulkan efek sedasi atau
gangguan sistem gastrointestinal. DMP memiliki efek euphoria sehingga sering
disalahkan. Tanda dan gejala penggunaan berlebihan DMP adalah hipertensi sistemik,
takikardia, somnolen, agitasi, ataxia, diaphoresis, kaku otot, kejang, koma, penurunan
suhu tubuh. Hepatotoksisitas meningkat pada pasien yang mendapat DMP dan
asetaminofen.
4)      PARALDEHID
Paraldehid merupakan polimer dari asetaldehid. Secara oral, paraldehid
diabsorbsi cepat dan didistribusi secara meluas; tidur dapat dicapai 10 – 15 menit
setelah pemberian dosis hipnotik. Cara pemberiannya oral dan rectal. Nama dagang
Paral untuk pengobatan delirium tremens pada pasien yang dirawat di rumah sakit;
eliminasi lewat metabolisme di hati (75%) dan lewat pernafasan (25%), gejala toksik
meliputi asidosis, hepatitis, dan nefrosis.
5)      KLORALHIDRAT
Kloralhidrat merupakan derivat monohidrat dari kloral. Trokloroetanol terutama
dikonjugasi oleh asam glukuronat dan konjugatnya(asam uroklorat) di ekskresikan
sebagian besar lewat urin. Cara pemberiannya oral, rectal. Cepat diubah jadi
trikloroetanol oleh alcohol dehidrogenase di hati. Penggunaan kronik menyebabkan
kerusakan di hati, gejala putus obatnya berat. Efek samping dan intoksikasi,
kloralhidrat mengiritasi kulit dan mukosa membrane. Efek iritasi ini menimbulkan
rasa tidak enak, nyeri epigantrik, mual, dan kadang – kadang muntah. Efek samping
pada SSP meliputi pusing, lesu, ataksia, dan mimpi buruk. Hang over juga dapat
terjadi, keracunan akut obat ini dapat menyebabkan ikterus. Penghentian mendadak
dari penggunaan kronik dpat mengakibatkan delirium dan bangkitan, yang sering
fatal.
6)      ETKLORVINOL
Digunakan sebagai hipnotik jangka pendek, untuk mengatasi insomnia. Secara
oral, diabsorbsi cepat (bekerja dalam waktu 15 -30 menit), kadar puncak dalam darah
dicapai dalam 1- 1,5 jam, dan didistribusi secra meluas. Waktu paruh eliminasi 10 -20
jm. Sekitar 90% obat dirusak di hati. Etklorfvinol dapat memacu metabolism hati obat
– obat seperti antikoagulan oral. Efek samping yang paling umum adalah aftertaste
sperti mint, pusing, mual, mntah, hipotensi, dan rasa kebal (numbness) di daerah
muka. Reaksi idiosinkrasi dpat merupakan rangsangan ringan hingga sampai kuat, dan
hysteria. Reaksi hipersensitifitas meliputi urikaria. Intoksikasi akut menyerupai
barbiturate.
7)      MEPROBAMAT
Obat ini pertama kali diperkenalkan sebagai antiansietas, namun saat ini juga
dipakai sebgai hipnotik sedative, dan digunakan pada pasien insomnia usia lanjut.
Sifat farmakologi obat ini dlam bebrapa hal menyerupai benzodiazepine. Tidak dpat
menimbulkan anestesi umum. Konsumsi obat ini secra tunggal dengan dosis yang
sangat besar dapat menyebabkan depresi nafas yang berat hingga fatal, hipetensi,
syok, dan gagal jamtung. Meprobamat tampaknya memiliki efek analgesic ringan
pada pasien nyeri tulang otot, dan meningkatkan efek obat analgetik yang lain.
Absorbsi peroral baik. Kadar puncak dalam plasma, tercapai 1 - 3 jam. Sedikit terikat
protein plasma. Sebagian besar dimetabolisme di hati, terutama secra hidroksilasi,
kinetika eliminasi, dapat bergantung kepada dosis. Waktu paro miprobamat dapat
diperpanjang selama penggunaaan kronis, sebagian kecil obat diekskreikan lewat urin.
Pada dosis sedatif, efek samping utama ialah ngantuk dan ataksia. Pada dosis yang
lebih besar, sangat mengurangi kemampuan belajar dan koordinasi gerak, dan
memperlambat waktu reaksi. Miprobamat meningkatkan efek depresi depresan SSP
lain. Gejala efek samping lain yang mugkin timbul antara lain : hipotensi, alergi pada
kulit, purpura nontrombositopenik akut, angioedema, dan bronkospasme.
Penyalahgunaaan meprobamat tetap terjadi walaupun penggunaannya secara klinik
telah menurun. Carisoprodol(SOMA), suatu perelaksasi otot yang menghasilkan
meprobamat sebagai metabolit aktifnya, juga banyak disalahgunakan. Gejala putus
obat terjadi bila obat dihentikan secara mendadak setelah pemberian meprobamat
jangka lama. Gejala yang timbul meliputi : ansietas, insomnia, tremor, ganguan
saluran cerna, dan sering kali timbul halusinasi. Bangkitan umum sering terjadi pada
kira – kira 10 % kasus.
BAB III
PENUTUP

3.1.Kesimpulan
Obat-obatan jenis hipnotik-sedatif adalah berbagai macam jenis obat-obatan
yang diproduksi untuk keperluan dunia medis untuk pengobatan.
Obat-obatan jenis hipnotik-sedatif dalam penggunaannya harus dengan
pengawasan dokter karena daya kerjanya obat-obatan jenis tersebut sangatlah keras
dan menimbulkan kematian apabila terdapat penyalahgunaan.
3.2.Saran
Karena daya kerjanya obat-obatan tersebu sangatlah keras, sehingga
penggunaannyapun harus melalui resep dokter dan harus dalam pengawasan dokter.
Obat-obatan yang dimaksud tersebut jika disalah gunakan akan berpengaruh dan
merusak psikis maupun fisik dari si pemakai dan mengakibatkan ketergantungan, jadi
hindari penyalahgunaan obat-obatan jenis hipnotik sedatif karena termasuk obat-
obatan narkotik atau psikotropik.
DAFTAR PUSTAKA

Harvey, Richard A., Pamela C. Champe. 2013. Farmakologi Ulasan Bergambar.


Jakarta: EGC.
Katzung, Bertram G. 2010. Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakarta: EGC.
Syarif, Amir, Ari Estuningtyas, dkk. 2007. Farmakologi dan Terapi. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI.
Windy.2011. “MAKALAH FARMAKOLOGI sedatif hipnotik dan psikotropi”
https://evizaqiyah.blogspot.com/2016/09/makalah-golongan-obat-sedatife-
hipnotika.html

Anda mungkin juga menyukai