Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH FORMULASI TEKNOLOGI SEDIAAN SEMI SOLID LIQUIDA

“FORMULASI DAN OPTIMASI NANOSTRUCTURED LIPID CARRIERS (NLC)


KETOKONAZOL MENGGUNAKAN FULL FACTORIAL DESIGN”

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Formulasi Teknologi Sediaan Semi
Solid Liquida
yang diampu oleh apt. Desy Nawangsari, M.Farm

Disusun oleh :

Kelompok 6

1. Aldi 2001050
2. Azhar 2001050
3. Dania 2001050
4. Frisca Pramayssilla Saputri 200105032
5. Vina Nur Cahyani 2001050

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

FAKULTAS KESEHATAN

UNIVERSITAS HARAPAN BANGSA

PURWOKERTO

2022
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat
dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Salam serta
shalawat tak lupa pula kita haturkan kepada junjungan nabi besar Muhammad SAW, seorang
nabi yang telah membawa kita dari jaman kegelapan menuju jaman yang terang benerang
seperti yang kita rasakan sekarang ini.
Ucapan terimakasih juga kami haturkan kepada dosen yang telah ikut serta dalam
pembuatan makalah yang menjelaskan megenai ” ” makalah ini kami buat untuk
memperdalam ilmu kita tentang Formulasi Teknologi Sediaan Semi Solid Liquida.
Kami menyadari dalam makalah ini masih banyak kesalahan dan kekurangan, hal ini
disebabkan terbatasnya kemampuan pengetahuan dan pengalaman yang kami miliki, namun
demikian banyak pula pihak yang telah membantu kami dengan menyediakan sumber
informasi, memberikan masukan pemikiran, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan
saran demi perbaikan dan kesempurnaan makalah ini diwaktu yang akan datang, semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi kami dan orang banyak.

Purwokerto, 20 November 2022

Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan

BAB II PEMBAHASAN

BAB III PENUTUP

1. Kesimpulan
2. Saran
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Ketoconazole adalah obat antijamur turunan imidazol yang mempunyai aksi antijamur
yang berhasil melawan dermatofit, ragi, misalnya Tricophyton, Epidermophyton,
Microsporum, Candida albicans. Krim ketoconazole digunakan untuk mengobati
kontaminasi dermatofita pada kulit yang disebabkan oleh Trichopyton dan
Epidermophyton, seperti Tinea corporis, crusis, dan Tinea pedis. Ketoconazole juga
digunakan untuk mengobati kandidiasis kulit dan mikosis permukaan, sering dikenal
sebagai tinea pedis. (Katzung, 2004).

Di Indonesia beredarnya produk obat mencakup obat yang berlisensi atau barang
dengan merek dagang dan berlogo generik. Obat generik adalah obat yang lisensinya
sudah berakhir maka bisa dikirimkan ke seluruh perusahaan obat tanpa membayar
kedaulatan. Obat generik memiliki manfaat terapi yang sama dengan obat paten, tetapi
mempunyai biaya cukup terjangkau . Karena biayanya cukup terjangkau, obat generik
adalah obat paling moderat untuk kelas pekerja bawah. Obat generik dan obat paten
memiliki bahan aktif yang sama. Sehingga individu tidak perlu meragukan obat generik
lagi.

Evaluasi sediaan krim adalah agar kualitas mutu berfungsi dengan baik, yaitu strategi
dan kebijakan harus dibuat dan ini harus dipatuhi secara konsisten. Yang pertama adalah
bahwa motivasi di balik tinjauan khusus untuk kualitas obat yang dapat diterima. Kedua,
pada pelaksanannya diharuskan memegang pada pedoman atau ketetapan dan harus
berusaha untuk meningkatan spesifikasi dan ketentuan yang ada.

B. Rumusan Masalah
1. Jelaskan pengertian dari ketoconazole?
2. Bagaimana preformulasi dari ketoconazole?
3. Bagaimana metode penelitian ketoconazole?
4. Apa saja alat dan bahan yang digunakan pada penelitian ini?
5. Bagaimana prosedur yang digunakan pada penelitian kali ini?
6. Jelaskan evaluasi yang digunakan pada kali ini?
7. Bagaimana Hasil dan pembahan ketoconazole?
8. Bagaimana desain produksi ketoconazole?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari ketoconazole?
2. Untuk mengetahui preformulasi dari ketoconazole?
3. Untuk mengetahui metode penelitian ketoconazole?
4. Untuk mengetahui alat dan bahan yang digunakan pada penelitian ini?
5. Untuk mengetahui prosedur yang digunakan pada penelitian kali ini?
6. Untuk mengetahui evaluasi yang digunakan pada kali ini?
7. Untuk mengetahui Hasil dan pembahan ketoconazole?
8. Untuk mengetahui desain produksi ketoconazole?
BAB II

PEMBAHASAN
1. Pengertian
Ketokonazol merupakan antijamur golongan imidazole berspektrum luas.
Pengobatan sistemik dipandangsebagai pengobatan lini kedua untuk infeksi jamur,
karena memiliki kelemahan, seperti durasi yang lama, interaksi obat, efek samping
sistemik, dan tingkat kekambuhan yang tinggi. Akibatnya, formulasi oral yang
dipasarkan (Nizoral, Janssen, Raritan, NJ, USA) dihentikan pada 2013 (Pereira et al.,
2019). Ketokonazol topikal lebih aman dan beberapa sediaan topikal yang
mengandung ketokonazol 2% dalam bentuk gel, krim atau lotion saat ini ada di
pasaran memiliki kerja cepat dan memiliki risiko efek samping yang kecil karena
tidak diabsorbsi secara sistemik (Choi et al., 2019). Namun, pengobatan topikal yang
tersedia memiliki kelemahan yaitu rendahnya bioavalabilitas dan permeasi obat
(Baibhav et al., 2016) sehingga diperlukan formulasi dan optimasi system
penghantaran NLCs (Nanostructured Lipid Carriers). Ketokonazol menggunakan
model Full Factorial Design untuk mendapat formulasi yang optimum (Dudhipala &
Ay, 2020).
Sistem NLC (Nanostructured Lipid Carriers) untuk aplikasi transdermal dapat
meningkatkan kemampuan untuk melakukan penetrasi ke dalam kulit melewati
lapisan tanduk menuju ke lapisan epidermis. Dalam penggunaannya system NLC
memiliki keuntungan untuk meningkatkan stabilitas fisikokimia bahan aktif,dapat
menghidrasi kulit secara in vivo karena memiliki oklusifitas yang baik, meningkatkan
bioavaibilitasbahan aktif pada kulit dan skin targetting, selain itu penggunaan lipid
juga memberi efek emollient pada kulit (Garcês et al., 2018). NLC merupakan
pengembangan dari system SLN (Solid Lipid Nanoparticle) dengan cara
menambahkan lemak cair ke dalam lemak padat (Severino et al., 2012). Penambahan
lipid padatini akan mengubah susunan kisi kristal lipid padat dari ordered menjadi
unordered sehingga akan lebih banyak ruang bagi bahan aktif,selain itu
akanmeminimalkan repulsi bahan aktif selama penyimpanan. Haltersebut akan
menyebabkan meningkatnya stabilitas bahan aktif dan dapat mengatur pelepasan
bahan aktif. Salah satu komponen yang mempengaruhi efektivitas NLC sebagai
penghantar bahan aktif adalahkomposisi lipid yang digunakan (Souto et al., 2020).
Komposisi lipid pada sistem NLC akan mempengaruhi karakteristik NLC
yang selanjutnya juga akan mempengaruhi efektivitas sistem sebagai penghantar
bahan aktif (Ebtavanny et al., 2018). Riset yang dilakukan oleh Moghddam, et al
(2017), menyatakan komposisi formula gliseril monostearat (GMS), tween 80 (1.5 %
w/w) memperlihatkan hasil yang optimum pada karakteristik NLC yang dihasilkan,
meliputi ukuran partikel, zeta sizer, viskositas, dan stabilitas bahan aktif (Moghddam
et al., 2017). Perbedaan karakteristikini diketahui juga berpengaruh pada hidrasi kulit
dan daya oklusivitas sehingga menyebabkan stratum korneum terhidrasi karena air
tertahan pada lapisan kulit (Pezeshki et al., 2014) (Malik & Kaur, 2018). Pada
penelitian ini, ditambahkan coconut oil sebagai lipid cair untuk meningkatkan jumlah
bahan aktif yang mampu dienkapsulasi dalam sistem dan mencegah repulsi bahan
aktif selama penyimpanan. Coconut Oil dipilih karena dapat meningkatkan penetrasi
karena memiliki sifat sebagai enhancer (Evangelista et al., 2014), selain itu memiliki
sifat emollient sehingga dapat menunjang fungsi dalam sediaan kosmetika (Fahmy et
al., 2020). Pada penelitian ini dilakukan formulasi dan optimasi NLC Ketokonazol
dengan menggunakan model full factorial design untuk mendapatkan formula
optimum dengan variabel bebas komposisi lipid padat gliseril monostearat (GMS)
(A), dan lipid cair Coconut Oil (B), menggunakan surfaktan tween 80 dengan variabel
tergantung ukuran partikel, Zeta potensial, dan daya sebar.

Krim adalah sediaan setengah padat, berupa emulsi yang mengandung air tidak
kurang dari 60% dan dimaksudkan untuk pemakaian luar (Anonim, 1979). Krim ada
dua tipe yakni krim tipe M/A dan tipe A/M. Krim yang dapat dicuci dengan air
(M/A), ditujukan untuk penggunaan kosmetika dan estetika. Sifat umum sediaan krim
ialah mampu melekat pada permukaan tempat pemakaian dalam waktu yang cukup
lama sebelum sediaan ini dicuci atau dihilangkan. Krim dapat memberikan efek
mengkilap, berminyak, melembapkan, dan mudah tersebar merata, mudah
berpenetrasi pada kulit, mudah/sulit diusap, mudah/sulit dicuci air (Anwar, 2012).

`Keuntungan dan kelemahan sediaan krim 1. Kelebihan sediaan krim, yaitu:

a. Mudah menyebar rata.


b. Praktis.
c. Lebih mudah dibersihkan atau dicuci dengan air terutama tipe M/A (minyak dalam
air).
d. Cara kerja langsung pada jaringan setempat.
e. Tidak lengket, terutama pada tipe M/A (minyak dalam air).
f. Bahan untuk pemakaian topikal jumlah yang diabsorpsi tidak cukup
beracun,sehingga pengaruh absorpsi biasanya tidak diketahui pasien.
g. Aman digunakan dewasa maupun anak-anak.
h. Memberikan rasa dingin, terutama pada tipe A/M (air dalam minyak). i. Bisa
digunakan untuk mencegah lecet pada lipatan kulit terutama pada bayi, pada fase
A/M (air dalam minyak) karena kadar lemaknya cukup tinggi
i. Bisa digunakan untuk kosmetik, misalnya mascara, krim mata, krim kuku, dan
deodorant. k Bisa meningkatkan rasa lembut dan lentur pada kulit, tetapi tidak
menyebabkan kulit berminyak.

Kekurangan sediaan krim, yaitu:(Lachman, 1994; Ansel 1989)

a. Mudah kering dan mudah rusak khususnya tipe A/M (air dalam minyak) karena
terganggu system campuran terutama disebabkan karena perubahan suhu dan
perubahan komposisi disebabkan penambahan salah satu fase secara berlebihan atau
pencampuran 2 tipe krim jika zat pengemulsinya tidak tersatukan.
b. Susah dalam pembuatannya, karena pembuatan krim harus dalam keadaan panas.
c. Mudah lengket, terutama tipe A/M (air dalam minyak)
d. Mudah pecah, disebabkan dalam pembuatan formulanya tidak pas. e. Pembuatannya
harus secara aseptik. (Lachman, 1994; Ansel 1989)

Monografi Bahan
Rumus Struktur :

Rumus Molekul : C26H28Cl2N4O4


Berat Molekul : 531,44
Kandungan kimia : Ketokonazol mengandung tidak kurang dari 98,0% dan tidak lebih dari
102,0% C26H28Cl2N4O4, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan.
Jarak lebur : Antara 148ºC dan 152ºC
Nama Lain : Ketokonazolum
Pemerian : Serbuk hablur, putih, tidak berbau (Ditjen POM, 2013).
Ketokonazol adalah suatu obat anti jamur turunan imidazol yang memiliki aktivitas
antifungi yang efektif terhadap dermatofit, ragi, misalnya Tricophyton, Epidermophyton,
Microsporum, Candida albicans. Krim ketokonazol diindikasikan untuk pengobatan topikal
pada pengobatan infeksi dermatofit pada kulit seperti Tinea corporis, crusisdan Tinea pedis
yang disebabkan oleh Trichopyton dan Epidermophyton. Ketokonazol juga digunakan untuk
pengobatan kandidiasis kulit dan mycose permukaan atau biasa disebut dengan tinea
(Katzung, 2004). Mekanisme kerja ketokonazol sebagai antijamur adalah dengan
mengganggu sintesis ergosterol yang merupakan unsur pokok yang spesifik pada membran
sel jamur. Ketokonazol memiliki efek antijamur dengan spektrum luas dan efektivitas tinggi,
berinteraksi dengan C-14 alfa dimetilase (enzim 450 sitokom) untuk menghambat demetilasi
lanosterol menjadi ergosterol. Ketokonazol menghambat biosintesis trigliserida, fosfolipid
dan aktivitas enzim oksidatif atau peroksidatif, menghasilkan konsentrasi hidrogen peroksida
yang toksik pada intraseluler. Mekanisme kerja ketokonazol terhadap C. albicans adalah
menstimulasi fagositosis dan menghambat pertumbuhan filamentosa pada C. albicans. Sisi
utama ketokonazol dapat menghambat system pernafasan pada C. albicans dengan cara
menghambat aktivitas NADH oxidase pada tingkat mitokondria. Hal itu menyebabkan
kerusakan membran secara langsung pada sel C. albicans. Dalam studi Hence, ketokonazol
sebagai agen standart antifungi masih diteliti dalam melawan antimikroba yang lain (Shino
Beena et al, 2016).
Ketokonazol jika dikonsumsi per oral penyerapannya bervariasi antar individu.
Farmakokinetika dari obat ini menghasilkan kadar plasma yang cukup untuk menekan
aktivitas berbagai jenis jamur. Penyerapannya melalui saluran cerna akan berkurang pada
pasien dengan pH tinggi, pada pemberian bersama antagonis H2 atau antasida. Pengaruh
makanan tidak begitu nyata terhadap penyerapan ketokonazol (Neal J. Michael, 2007).
Ketokonazol secara oral digunakan untuk pengobatan mikosis sistemik dan mukokutan.
Ketokonazol juga aktif pada penggunaan setempat untuk pengobatan dermatomikosis, infeksi
tinea, dan kandidiasis kutan, dosis setempat : larutan atau krim 2 % 2 dd, 2-4 minggu
(Bambang dan Siswandono 2008).
Ketokonazol bersifat lipofilik dan praktis tidak larut dalam air, meskipun kelarutannya
rendah dalam air, namun dapat diperbaiki dengan zat pembawa. Kelarutan ditentukan
berdasarkan sifat fisika kimia zat kimia, yang mana meningkatkan absorbsi dan aktivitas dari
obat. Ketokonazol konsentrasi 1% memiliki efektivitas yang sama dengan ketokonazol 2%
(Winnicka et al, 2012).

2. PREFORMULASI
Rancangan Formulasi

 Farmakologi
Ketokenazol merupakan salah satu agen antifungi yang sering digunakan dalam
pengobatan kandididas. Cara kerja ketokonazol meliputi mekanisme, terapi yang
utama adalah dengan menghambat sintesis ergosterol. Ketokenazol ang merupakan
antifungi golongan azol yang bekerja dengan menghambat enzim 14 α-
dimethylase, suatu enzim sitokrom p-450 pada jamur sehingga sintesis ergosterol
dihambat dan terjadi kerusakan membran sel pada jamur (ulian, 2007)

 Preformulasi zat aktif


 Dutinjau dari segi keuntungan tablet menurut lachman halaman 294 bahwa
tablet sangat cocok untuk zat aktif yang sulit larut dalam air. Oleh karena
kelarutan ketokonazol adalah praktis tidak larut dalam air, hal tersebutlah
yang menjadi acuan rancangan tablet ketokenazol.
 Menurut ulian (2007) alasan ketokonazol dalam bentuk sediaan tablet oral
kareana absorbsinya yang cukup baik. Ketokenazol dalam pengobatan kandididis
digunakan dalam sediaan oral.

 Preformulasi Eksipien
Gliseril monostearat dapat digunakan sebagai bahan pengemulsi nonionik, emolien,
penstabil, pelarut, dan sebagai plasticizer dalam produk makanan, farmasetika, dan kosmetik.
Bahan ini larut dalam etanol panas (95%), eter, kloroform, aseton panas, dan minyak mineral;
praktis tidak larut dalam air. Umumnya, bahan ini tidak toksik dan tidak menyebabkan iritasi.
Sebagai bahan pengemulsi tunggal digunakan sebesar 5-20% dari basis krim. Tidak lelehnya
adalah 55-600 C (Wade, 1994)

Virgin coconut oil bersifat cair pada suhu ruang dan kaya dengan kandungan vitamin E
dan asam laurat. Lemak kakao bersifat padat pada suhu ruang dan kaya akan kandungan asam
stearat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh suhu dan perbandingan fase
minyak (virgin coconut oil dan lemak kakao) terhadap karakteristik sediaan krim dan
menentukan suhu dan perbandingan fase minyak (virgin coconut oil : lemak kakao) terbaik
untuk menghasilkan sediaan krim (Novilla and Nursidika, 2017).

Tween 80
Tween 80 merupakan emulgator nonionik yang memiliki gugus alkohol. Gugus
alkohol akan berikatan lemah dengan air dan akan menurunkan tegangan permukaan dari air.
Span 60 dan Tween 80 dipilih karena tidak bersifat karsinogenik dan potensi yang rendah
terhadap iritasi pada kulit serta sensititasi. Span 60 mampu membentuk emulsi minyak dalam
air bila dikombinasikan dengan emulgator hidrofilik pada rentang konsentrasi 1-10% dalam
formula. Begitu juga dengan Tween 80, mampu membentuk emulsi minyak dalam air bila
dikombinasikan dengan emulgator lipofilik pada rentang konsentrasi 1-10% dalam formula
(Kibbe, 2000).

3. Metode Penelitian
Metode full factorial design digunakan dalam penelitian ini. Pada desain ini,
dua faktor dievaluasi untuk mendapatkan formula yang optimal. Optimasi dan
formulasi pada rancangan penelitian ini adalah konsentrasi gliseril monostearat
(GMS) (A), dan lipid cair Coconut Oil (B) lihat Tabel I. Optimasi formula ini
bertujuan untuk mendapatkan hasil optimal pada variabel bebas (X) yaitu ukuran
partikel (X1), zeta potential (X2), daya sebar (X3). Model fullfactorial diaplikasikan
untuk melakukan formulasi NLC Ketokonazol.
Tabel I. Desain Optimasi Formula NLC Ketokonazol menggunakan Model Full Factorial
Design 22

Tabel II. Formula NLC Ketokonazol dengan Model Full Factorial Design 2 2
4. Alat Dan Bahan
Instrumen dan alat yang digunakan dalam riset ini adalah Spectrophotometer V-Vis
Shimadzu, Ultra Turrax Homogenizer, Neraca Analitik Ohaus, Malvern Zetasier,
Spreadability Tester, pH Meter L-AQUA, Viskometer Cone and Plate Tipe CAP 1000
Brookfield.
Bahan yang digunakan dalam riset ini adalah Ketokonazol (Sigma Aldrich), gliseril
monostearat (Sinopharm Chemical), coconut oil (Sinopharm Chemical), Tween 80
(Solvay Chemicals International), dapar fosfat KH2PO4 (Merck) dengan kemurnian
pharmaceutical grade

5. Prosedur Penelitian
 Pembuatan NLC Ketokonazol
NLC Ketokonazol dibuat dengan cara melelehkan lipid padat dan lipid
cair pada temperatur 50⁰±5⁰C di atas hot plate. Campuran lipid dihomogenkan
dengan kecepatan 3400 rpm dengan Ultra-turax homogenizer selama 2 menit
pada temperatur 50⁰±5⁰C. Ketokonazole ditambahkan kedalam fase lipid dan
diaduk dengan kecepatan 3400 rpm selama 2 menit pada temperatur 50⁰±5⁰C
sampai larut sempurna. Tween 80 dan dapar fosfat dipanaskan pada
temperatur 50⁰±5⁰C, lalu ditambahkan ke fase minyak dan dihomogenkan
Ultra-turax homogenizer dengan kecepatan 3400 rpm selama 2 menit,
Kemudian diaduk dengan magnetic stirrer pada kecepatan 1500 rpm selama 30
menit sampai sediaan mencapai suhu kamar (Lasoń et al., 2013) (Rahayu,
2022).
Gambar 1. Skema Pembuatan NLC Ketokonazol

6. Evaluasi
 Ukuran Partikel NLC
Ukuran partikel, distribusi ukuran partikel dan zeta potensial, diuji dengan
Malvern Zetasier. Sebanyak 1 gram sediaan ditambahkan dengan air bebas
CO2 hingga 10 ml dalam beaker glass, kemudian dimasukkan ke dalam kuvet
sekitar 1,5 mL. Pengujian dilakukan pada sudut 165⁰, temperatur 25⁰C (Lasoń
et al., 2013)
 Viskositas
 Pengukuran viskositas dilakukan dengan instrumen viscometer cone and plate
Tipe CAP 1000 Brookfield. Sediaan NLC dimasukkan dalam cup kemudian
alat dinyalakan menggunakan spindel No. 40 dengan kecepatan 10 rpm. Nilai
viskositas akan muncul secara otomatis pada layar digital (Kumai et al., 2022)
 Uji Daya Sebar
Sediaan ditimbang sebesar 50 mg kemudian di taruh di atas lempengan kaca
uji daya sebar, dengan durasi selama 1-2 menit. Ukur diameter sebaran dengan
menggunakan mistar, dengan replikasi sebanyak 3x (Snow et al., 2019)
 Uji pH
Pengukuran pH dilakukan menggunakan alat pH-meter L-AQUA untuk
mengetahui adanya perubahan pH sediaan NLC selama waktu penyimpanan
 Analisis Data
Analisis statistik dilakukan Design of Experiment (DOE) Full Factorial
Design.dengan software Minitab versi 16.0 . Variabel bebas pada rancangan
penelitian ini adalah konsentrasi gliseril monostearat (GMS) (A), dan lipid cair
Coconut Oil (B). Variabel tergantung diantaranya yaitu ukuran partikel (X1),
zeta potensial (X2), daya sebar (X3). Metode regresi linear berganda
digunakan untuk menganalisis pengaruh dan memprediksi variabel bebas,
yaitu A dan B tethadap variabel terikat yaitu X’. Untuk menghitung b0, b1,
dan b2 maka dapat kita gunakan Metode Kuadrat Terkecil (Least Square
Method) yang menghasilkan persamaan sebagai berikut (Hayes & Montoya,
2017)
: b0 + b1∑A + b2∑B = ∑X
Keterangan :
b0 = nilai koefisien variabel bebas
b1 = nilai koefisien dari A
b2= nilai koefisien dari B.

7. Hasil Dan Pembahasan


Pada pembuatan NLC dibuat empat formula untuk optimasi konsentrasi lipid
padat GMS dan konsentrasi lipid cair coconut oil pada sediaan NLC. Formula
mengandung bahan aktif Ketokonazol dengan konsentrasi 2%, lipid padat yang
digunakan adalah gliseril monostearate (GMS). Alasan pemilihan GMS bentuk
polimorf yang stabil serta memiliki potensi yang rendah untuk berubah bentuk dari
satu bentuk ke bentuk polimorf lain. Lipid padat akan digabungkan dengan lipid cair.
Lipid cair yang digunakan dalam kombinasi dengan matriks lipid NLC adalah
coconut oil. Penggunaan coconut oil sebagai lipid cair berperan penting dalam
mengurangi kristalisasi dan merupakan faktor utama yang mempengaruhi laju
pelepasan bahan aktif dan efisiensi penjebakan dalam sistem NLC (Azmi et al.,
2020a).

Gambar 2. Sediaan NLC Ketokonazol

Tabel III. Hasil Karakteristik Fisikokimia NLC Ketokonazol


Ukuran partikel NLC Ketokonazol memiliki rentang 458,1± 0,6 hingga 900,9
± 0.2 nm seperti terlihat Tabel III. Berdasarkan Gambar 1 (Contour plot dari Ukuran
partikel) terlihat bahwa A, and B memiliki efek signifikan terhadap ukuran partikel
dengan p values 0,04 (p < 0,05). Persamaan regresi linier dengan menggunakan
metode full factorial design terlihat pada persamaan 1.
X1 (nm) = 714 – 34A + 47B ……… (1)
Berdasarkan analisis statistik, dapat diperoleh kesimpulan bahwa rasio lipid
cair dan lipid padat mempengaruhi parameter ukuran partikel. NLC memiliki rentang
ukuran partikel sebesar 10-1000 nm (Teixeira et al., 2017). Faktor penambahan lipid
cair pada formula berperan dalam mengecilkan ukuran, dengan meningkatkan
konsentrasi lipid cair maka ukuran partikel NLC berkurang hal serupa juga dilaporkan
bahwa penambahan lipid cair ke dalam lipid padat cenderung mendorong
pembentukan partikel-partikel kecil, yang mungkin disebabkan oleh peningkatan
mobilitas matriks fase lipid setelah penambahan lipid cair (Mitsutake et al., 2019)
(Wu et al., 2021)

Gambar 3. Countour Plot Ukuran Partikel NLC Ketokonazol


Daya sebar dari NLC Ketokonazol memiliki rentang 4,8 ± 0,1 sampai 7,2 ±
0,1 cm seperti terlihat Tabel III. Berdasarkan Gambar 3 (Contour plot dari daya sebar)
terlihat bahwa A dan B memiliki efek yang tidak signifikan terhadap daya sebar
dengan p values 0,707 (p > 0,05). Persamaan regresi linier dengan menggunakan
metode full factorial design terlihat pada persamaan 2.
X2 (cm) = 6,00 + 0,001 X1 + 0,500 X2 ……… (2)
Berdasarkan analisis statistik dapat disimpulkan bahwa rasio polimer terhadap
surfaktan tidak berpengaruh nyata terhadap nilai dispersi. Tujuan dari uji daya sebar
adalah untuk mengukur penyebaran gel pada kulit. Dispersi gel yang baik adalah 5-7
cm. Jika difusibilitasnya terlalu rendah, formulasinya akan relatif sulit menyebar
ketika dioleskan ke kulit (Azmi et al., 2020b)
Gambar 4. Countour Plot Daya Sebar NLC Ketokonazol
Zeta Potensial dari NLC Ketokonazol memiliki rentang 32,1 ± 0,3 sampai 65,4
± 0,8 mV seperti terlihat Tabel III. Berdasarkan Gambar 4 (Contour plot dari Zeta
Potensial) terlihat bahwa A dan B memiliki efek tidak signifikan terhadap Zeta
Potensial dengan p values 0,143 (p > 0,05). Persamaan regresi linier dengan
menggunakan metode full factorial design terlihat pada persamaan 3.
X3 (mV) = 44,8 + 6,3 A + 3,8 B ……… (3)
Berdasarkan analisa statistik, dapat disimpulkan bahwa rasio polimer dan
surfaktan, tidak memberikan pengaruh signifikan terhadap nilai Zeta Potensial.
Berdasarkan hasil regresi menunjukkan hasil bahwa koefisien A (konsentrasi GMS)
menunjukkan koefisien 6,3 hal ini menunjukkan bahwa variabel A memberikan
pengaruh lebih besar terhadap nilai Zeta potensial dibandingkan dengan variabel B
dengan koefisien 3,8. Pada Tabel III terlihat bahwa nilai zeta potensial lebih dari - 30
mV pada masing-masing formula pada sediaan NLC Ketokonazol menujukkan
kestabilan yang baik. Nilai Zeta Potensial kuramg dari ±10mV menunjukkan
kestabilan yang rendah dari sediaan sehingga terjadi gaya tarik menarik antar partikel
yang mengakibatkan partikel bergabung menjadi satu (Beloqui et al., 2016)
(Bhattacharjee, 2016).
Gambar 5. Countour Plot Zeta Potensial NLC Ketokonazol
Indeks polidispersitas (PDI) adalah ukuran dari distribusi massa molekul
dalam sampel tertentu. Nilai ini menunjukan hasil perhitungan dari berat rata-rata
berat molekul dibagi dengan jumlah rata-rata berat molekul. Semakin mendekati nol
berarti distribusinya semakin baik, rentang nilai 0,1-0,25 menunjukkan distribusi
ukuran yang sempit, sementara nilai lebih dari 0,5 menunjukkan distribusi ukuran
yang besar (Weber et al., 2014) Pengukuran distribusi ukuran partikel F1 didapatkan
nilai rata-rata Indeks polidispersitas (0,736 ± 0,76), F2 (0,165 ± 0,88), F3 (0,832 ±
0,51), dan F4 (0,376 ± 0,37) hal ini menunjukkan bahwa keempat fomula memiliki
hasil PDI yang kurang baik karena distribusi ukuran yang lebih besar dari 0,5
(Tamjidi et al., 2013)
Tujuan pengukuran pH adalah untuk mengukur keasaman dan kebasaan
formulasi, khususnya formulasi topikal. Idealnya, formulasi topikal memiliki pH
memenuhi spesifikasi dengan pH kulit 4,5-7. Formulasi yang terlalu asam bersifat
mengiritasi dan mengiritasi kulit, sedangkan formulasi yang terlalu basa bersifat
kering dan gatal (Simon, 2012) (Rahayu et al., 2019). Berdasarkan hasil pengukuran
pH, diperoleh rentang pH yang diperoleh 5,9 sampai 6,4. Hasil pegukuran viskositas
tercantum 690 ± 0,7 hingga 833 ± 0,8 cps seperti terlihat pada Tabel III. Semakin
tinggi konsentrasi lipid padat dalam formula maka viskositas NLC semakin
meningkat (Iqbal et al., 2012).

8. Desain Produk

(Kotler dan Keller, 2012; Wulandari, 2017) mendefinisikan bahwa desain merupakan
salah satu faktor yang sering memberi keunggulan kompetitif kepada perusahaan. Desain
juga berarti totalitas fitur yang mempengaruhi tampilan dan fungsi produk berdasarkan
kebutuhan pelanggan. Sedangkan menurut Bloch, 2011; Gilal et al., 2018; dan Homburg et
al., 2015, desain produk dispesifikasikan sebagai komponen integral yang dilihat oleh
konsumen dan menimbulkan konsep multidimensional yang terdiri dari empat dimensi desain
yaitu estetika, fungsional, simbolik dan ergonomi. Namun, yang digunakan dalam penelitian
ini hanya 3, yakni: estetika, fungsional dan ergonomis. Dimensi simbolik tidak digunakan
dalam penelitian ini karena dimensi simbolik tidak cocok digunakan di produk booth dan
dimensi ini lebih cocok digunakan untuk produk yang dapat mengkomunikasikan harga diri
dan signifikansi sosial konsumen seperti luxury brand ataupun fancy product

a. Estetika : mengacu pada penampilan dan keindahan dari suatu produk, item
pengukuranya adalah : produk yang indah, produk yang menarik, produk yang
menarik untuk dilihat(eye-catching), dan produk yang mencolok.
b. Fungsional : mencerminkan persepsi konsumen terhadap kemampuan produk untuk
mencapai tujuannya, item pengukurannya adalah: fitur dari produk, produk yang
dibuat dengan rapi, produk yang praktis dan produk yang dibuat dengan bahan yang
berkualitas.
c. Ergonomis : mengacu pada respons konsumen terhadap desain produk berdasarkan
pengalaman dari pengguna produk seperti kenyamanan, keamanandan kemudahan
selama menggunakan produk, item pengukurannya adalah: produk yang mudah
digunakan, produk yang aman digunakan, produk yang nyaman digunakan dan
produk yang dapat menambahkan pengalaman.

 Kualitas Produk

Menurut Tjiptono (2008) dalam Habibah (2016), kualitas produk adalah kualitas yang
meliputi usaha dalam memenuhi ataupun melebihi harapan pelanggan. Indikator dari Kualitas
Produk menurut Garvin (1984) dalam Tjiptono (2008) dan Sriyanto (2016) adalah :

a. Performance (kinerja), berhubungan dengan karakteristik operasi dasar dari sebuah


produk.
b. Durability (daya tahan), yang berarti berapa lama atau umur produk yang
bersangkutan bertahan sebelum produk tersebut harus diganti.
c. Conformance to specifications (kesesuaian dengan spesifikasi), yaitu sejauh mana
karakteristik dasar dari sebuah produk memenuhi spesifikasi tertentu dari konsumen
atau tidak ditemukannya cacat pada produk. Dalam hal ini apa yang telah dibayarkan
oleh konsumen sesuai dengan apa yang diharapkan dalam produk tersebut.
d. Features (fitur), adalah karakteristik produk yang dirancang untuk menyempurnakan
fungsi produk atau menambah ketertarikan konsumen terhadap produk.
e. Reliability (reliabilitas), adalah probabilitas produk akan bekerja dengan memuaskan
atau tidak dalam periode waktu tertentu. Semakin kecil kemungkinan terjadinya
kerusakan maka produk tersebut dapat diandalkan.
f. Servicebility (kemampuan melayani), yaitu kecepatan atau kemudahan untuk
direparasi serta kempetensi dan keramah tamahan staf layanan.

 Pengemasan

Kegiatan pengemasan berfungsi membagi dan mengemas produk ruahan menjadi obat
jadi yang dilaksanakan dibawah pengawasan yang ketat untuk menjaga identitas, keutuhan
dan kulitas produk jadi yang telah dikemas. Kegiatan pengemasan dilaksanakan berdasarkan
instruksi yang diberikan dan menggunakan bahan pengemas yang tercantum dalam prosedur
pengemasan induk Contoh kemasan dan pertimbangan pemilihan kemasan krim

Kemasan krim

a. Pot

Digunakan untuk pemakaian yang relative banyak

 Kaca (gelas)
Pertimbangan pemilihan pot gelas (kaca)

 Kelebihan:
inert, transparan, indah dibersihkan penutup efektif dan mudah ditutup kembali (returnable),
dan memiliki kekerasan yang baik (kuat),

 Kekurangan

sifatnya yang mudah pecah, lebih berat, harga lebih mahal

Sediaan krim yang mengandung zat aktif yang dapat berikatan dengan katalisator
contohnya besi tidak diperbolehkan untuk enggunakan gelas amber atau gelap karena
terdapat oksida besi yang dapat lepas dan masuk keproduk obat.

b. Plastic
 Kelebihan
 Bobotnya ringan
 lebih murah, tidak mudah pecah dan aman bagi pemakai mengurangi resiko pecah
pada distribusi dan penggunaanya
 permukaannya dapat langsung diberi keterangan produk tetapi pemilihannya harus
diperhatikan karena dapat terjadi perembesan dan reaksi kimin

 Kekurangan:
 permeable, sehingga terkadang ada komponen-komponen krim yang bermigrasi
keluar melewati dinding pot plastic. Hal ini meneyebabkan berubahnya formulasi
krim dan daapat merusak wadah.
 Sebagian tidak inert (ikut bereaksi) untuk beberapa bahan,
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Ketokonazol NLC telah berhasil diformulasikan dalam kombinasi lipid padat
gliseril monostearat dan lipid cair yang berasal dari coconut oil menggunakan model
full factorial design. Rasio konsentrasi lipid padat dan lipid cair berpengaruh
signifikan pada ukuran partikel, tetapi tidak pada daya sebar dan zeta potensial. Hasil
penelitian NLC Ketokonazol ini diharapkan dapat menjadi pijakan untuk studi
lanjutan NLC Ketokonazol, terkait pengujian karakteristik fisikokimia, stabilitas, dan
aktivitas NLC Ketokonazol.

2. Saran
DAFTAR PUSTAKA
Azmi, N. A. N., Hasham, R., Ariffin, F. D., Elgharbawy, A. A. M., & Salleh, H. M. (2020b).
Characterization, Stability Assessment, Antioxidant Evaluation and Cell Proliferation
Activity of Virgin Coconut Oil-based Nanostructured Lipid Carrier Loaded with Ficus
deltoidea Extract. Cosmetics, 7(4), 83. https://doi.org/10.3390/cosmetics7040083
Baibhav, J., Gurpreet, S., Ac, R., & Seema, S. (n.d.). Development and Characterization of
Clarithromycin Emulgel for topical delivery. International Journal of Drug
Development and Research, 4(3), 0–0.
Beloqui, A., Solinís, M. Á., Rodríguez-Gascón, A., Almeida, A. J., & Préat, V. 2016.
Nanostructured lipid carriers: Promising drug delivery systems for future clinics.
Nanomedicine: Nanotechnology, Biology and Medicine, 12(1), 143–161.
https://doi.org/10.1016/j.nano.2015.09.004
Bhattacharjee, S. 2016. DLS and zeta potential – What they are and what they are not?
Journal of Controlled Release, 235, 337–351.
https://doi.org/10.1016/j.jconrel.2016.06.017
Choi, F. D., Juhasz, M. L. W., & Atanaskova Mesinkovska, N. 2019. Topical ketoconazole:
A systematic review of current dermatological applications and future developments.
Journal of Dermatological Treatment, 30(8), 760–771.
https://doi.org/10.1080/09546634.2019.1573309
Dudhipala, N., & Ay, A. A. 2020. Amelioration of ketoconazole in lipid nanoparticles for
enhanced antifungal activity and bioavailability through oral administration for
management of fungal infections. Chemistry and Physics of Lipids, 232, 104953.
https://doi.org/10.1016/j.chemphyslip.2020.104953
Ebtavanny, T. G., Soeratri, W., & Rosita, N. 2018. Effect of Lipid Composition on
Nanostructured Lipid Carrier (NLC) on Ubiquinone Effectiveness as an Anti-aging
Cosmetics. International Journal of Drug Delivery Technology, 8(3).
https://doi.org/10.25258/ijddt.8.3.5
Evangelista, M. T. P., Abad-Casintahan, F., & Lopez-Villafuerte, L. 2014. The effect of
topical virgin coconut oil on SCORAD index, transepidermal water loss, and skin
capacitance in mild to moderate pediatric atopic dermatitis: A randomized, double-
blind, clinical trial. International Journal of Dermatology, 53(1), 100–108.
https://doi.org/10.1111/ijd.12339
Fahmy, U. A., L. Alaofi, A., Awan, Z. A., Alqarni, H. M., & Alhakamy, N. A. 2020.
Optimization of Thymoquinone-Loaded Coconut Oil Nanostructured Lipid Carriers
for the Management of Ethanol-Induced Ulcer. AAPS PharmSciTech, 21(5), 137.
https://doi.org/10.1208/s12249-020-01693-1
Garcês, A., Amaral, M. H., Sousa Lobo, J. M., & Silva, A. C. 2018. Formulations based on
solid lipid nanoparticles (SLN) and nanostructured lipid carriers (NLC) for cutaneous
use: A review. European Journal of Pharmaceutical Sciences, 112, 159–167.
https://doi.org/10.1016/j.ejps.2017.11.023
Hayes, A. F., & Montoya, A. K. 2017. A Tutorial on Testing, Visualizing, and Probing an
Interaction Involving a Multicategorical Variable in Linear Regression Analysis.
Communication Methods and Measures, 11(1), 1–30.
https://doi.org/10.1080/19312458.2016.1271116
Iqbal, M. A., Md, S., Sahni, J. K., Baboota, S., Dang, S., & Ali, J. 2012. Nanostructured lipid
carriers system: Recent advances in drug delivery. Journal of Drug Targeting, 20(10),
813–830. https://doi.org/10.3109/1061186X.2012.716845
Kumai, Y., Suzuki, I., Tousen, Y., Kondo, T., Kayashita, J., Chiba, T., Furusho, T., &
Takebayashi, J. 2022. Reliability in viscosity measurement of thickening agents for
dysphagia management: Are results obtained by cone-and-plate rheometers
reproducible between laboratories? Journal of Texture Studies, 53(2), 315–322.
https://doi.org/10.1111/jtxs.12672
Lasoń, E., Sikora, E., & Ogonowski, J. 2013b. Influence of process parameters on properties
of Nanostructured Lipid Carriers (NLC) formulation. Acta Biochimica Polonica,
60(4), Article 4. https://doi.org/10.18388/abp.2013_2056
Malik, D. S., & Kaur, G. 2018. Nanostructured gel for topical delivery of azelaic acid:
Designing, characterization, and in-vitro evaluation. Journal of Drug Delivery Science
and Technology, 47, 123–136. https://doi.org/10.1016/j.jddst.2018.07.008
Mitsutake, H., Ribeiro, L. N. M., Rodrigues da Silva, G. H., Castro, S. R., de Paula, E.,
Poppi, R. J., & Breitkreitz, M. C. 2019. Evaluation of miscibility and polymorphism
of synthetic and natural lipids for nanostructured lipid carrier (NLC) formulations by
Raman mapping and multivariate curve resolution (MCR). European Journal of
Pharmaceutical Sciences, 135, 51–59. https://doi.org/10.1016/j.ejps.2019.05.002
Moghddam, S. M. M., Ahad, A., Aqil, M., Imam, S. S., & Sultana, Y. 2017. Optimization of
nanostructured lipid carriers for topical delivery of nimesulide using Box-Behnken
design approach. Artificial Cells, Nanomedicine, and Biotechnology, 45(3), 617–624.
https://doi.org/10.3109/21691401.2016.1167699
Pereira, R. R., Testi, M., Rossi, F., Silva Junior, J. O. C., Ribeiro-Costa, R. M., Bettini, R.,
Santi, P., Padula, C., & Sonvico, F. 2019. Ucuùba (Virola surinamensis) Fat-Based
Nanostructured Lipid Carriers for Nail Drug Delivery of Ketoconazole: Development
and Optimization Using Box-Behnken Design. Pharmaceutics, 11(6), 284.
https://doi.org/10.3390/pharmaceutics11060284
Pezeshki, A., Ghanbarzadeh, B., Mohammadi, M., Fathollahi, I., & Hamishehkar, H. 2014.
Encapsulation of Vitamin A Palmitate in Nanostructured Lipid Carrier (NLC)-Effect
of Surfactant Concentration on the Formulation Properties. Advanced Pharmaceutical
Bulletin, 4(Suppl 2), 563–568. https://doi.org/10.5681/apb.2014.083
Rahayu, A., Sari, D. P., & Ebtavanny, T. G. 2019. Design, Optimization and Characterization
of Cefixime Microspheres. International Journal of Pharma Research and Health
Sciences, 7(5), 3051–3055. https://doi.org/10.21276/ijprhs.2019.05.02 Rahayu, Asti.
2022.. Sediaan Semisolida. Jakad Media Publishing. Hal 219 Severino, P., Andreani,
T., Macedo, A. S., Fangueiro, J. F., Santana, M. H. A., Silva, A. M., & Souto, E. B.
2012. Current State-of-Art and New Trends on Lipid Nanoparticles (SLN and NLC)
for Oral Drug Delivery. Journal of Drug Delivery, 2012, 1–10.
https://doi.org/10.1155/2012/750891
Simon, P. 2012. Formulasi Dan Uji Penetrasi Mikroemulsi Natrium Diklofenak Dengan
Metode Sel Difusi Franz Dan Metode Tape Stripping. Skripsi, Prodi Farmasi FMIPA
Universitas Indonesia, Depok.
Snow, Z., Martukanitz, R., & Joshi, S. 2019. On the development of powder spreadability
metrics and feedstock requirements for powder bed fusion additive manufacturing.
Additive Manufacturing, 28, 78–86. https://doi.org/10.1016/j.addma.2019.04.017
Souto, E. B., Baldim, I., Oliveira, W. P., Rao, R., Yadav, N., Gama, F. M., & Mahant, S.
2020. SLN and NLC for topical, dermal, and transdermal drug delivery. Expert
Opinion on Drug Delivery, 17(3), 357–377.
https://doi.org/10.1080/17425247.2020.1727883
Tamjidi, F., Shahedi, M., Varshosaz, J., & Nasirpour, A. 2013. Nanostructured lipid carriers
(NLC): A potential delivery system for bioactive food molecules. Innovative Food
Science & Emerging Technologies, 19, 29–43.
https://doi.org/10.1016/j.ifset.2013.03.002
Teixeira, M. C., Carbone, C., & Souto, E. B. 2017. Beyond liposomes: Recent advances on
lipid based nanostructures for poorly soluble/poorly permeable drug delivery.
Progress in Lipid Research, 68, 1–11. https://doi.org/10.1016/j.plipres.2017.07.001
Weber, S., Zimmer, A., & Pardeike, J.2014. Solid lipid nanoparticles (SLN) and
nanostructured lipid carriers (NLC) for pulmonary application: A review of the state
of the art. European Journal of Pharmaceutics and Biopharmaceutics, 86(1), 7–22.
Wu, K.-W., Sweeney, C., Dudhipala, N., Lakhani, P., Chaurasiya, N. D., Tekwani, B. L., &
Majumdar, S. 2021. Primaquine Loaded Solid Lipid Nanoparticles (SLN),
Nanostructured Lipid Carriers (NLC), and Nanoemulsion (NE): Effect of Lipid
Matrix and Surfactant on Drug Entrapment, in vitro Release, and ex vivo Hemolysis.
AAPS PharmSciTech, 22(7), 240. https://doi.org/10.1208/s12249-021-02108-5

Anda mungkin juga menyukai